The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pandemi covid 19, Ya itulah yang terjadi sekarang. Kejadian yang mendadak, banyak yang mengeluh dengan pandemi ini. Inilah pengalaman ku dimasa pandemi ini...................

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by aliprizkydiwan, 2021-03-28 22:23:54

Pengalaman Liburan Semester Dimasa Pandemi Covid 19

Pandemi covid 19, Ya itulah yang terjadi sekarang. Kejadian yang mendadak, banyak yang mengeluh dengan pandemi ini. Inilah pengalaman ku dimasa pandemi ini...................

Keywords: Pandemi Covid 19,Pengalaman,Liburan

Hari demi hari berlalu dengan batasan yang tidak ada satu orang pun yang bias menjawab
kapan ini akan berakhir. Semua orang hidup dalam tanda tanya besar. Sudah berapa lama kita
dirumah saja? Sangat lama dan masih berlanjut entah sampai kapan. Bosan sudah nyata
adanya, tapi kini sudah menjelma menjadi teman karib. Sepi bagaikan teman lama yang
menyapa. Tanpa sadar, kita sudah berjalan cukup jauh dalam batasan ini, sampai bermunculan
kebiasaan baru yang awalnya terasa asing namun hari ini sudah menjadi suatu kebiasaan.

Pagi ini, aku mendengar keluhan frustasi seorang ayah dengan ayah lainnya disudut
jalan komplek rumahku. Topik utamanya: kekhawatiran tentang kehidupan finansial keluarga.
Diberhentikan dari pekerjaan menjadi tantangan besar untuk bias menghidupi keluarga. Bukan
perkara mudah untuk beertahan hidup dikota ini.

“sudah ndak kerja, kebutuhan makin banyak, pusing aku! Mau makan apa keluargaku
nanti, “kata salah satunya dngan nada frustasi.

Masalah bukan hanya itu ada banyak masalah lainnya yang terjadi karena pandemic ini.
Ada banyak rencana yang terpaksa diurungkan. Kekecewaan bergema dimana-mana, semuanya
mengutuk keberadaan virus yang dinamai serupa dengan bagian paling luar dari atmosfer
matahari itu. Suatu hari sepupuku bercerita tentang pengalamannya menjadi seorang pemain
kriket. Tahun ini adalah tahunnya mewakili Provinsi Bali dalam pertandingan nasional di Bogor.
Aku yakin, kau pun bias menebak apa akhir dari cerita itu. Iya, semuanya dibatalkan. Ajang
besar sepeerti kejuaraan tenis dunia yang seharusnya dugelar di Korea Selatan saja harus rela
dibatalkan apalagi ajang nasional. Latihannya berbulan-bulan pupus tanpa sedikit pun harapan.

“jangan dibatalkan kek, kan kecewa tau! Kia sudah latihan dan sudah siap. Setidaknya
bias dimundurin jadwalnya, kita bakal terima kok. Tapi surat itu tuba-tiba bilang dibatalkan.
Siapa yang nggak sedih coba,” ucap emosi bercampur sendu sepupuku yang malang sambil
menyodorkan handpponenya yang berisi surat digital dari pusat pemerintahan provinsi. Tulisan
‘dibatalkan’ sengaja dicetak tebal, seakan-akan sengaja ingin menelanjangi kekecewaan yang
dirasakan pembacanya.

Kekecewaan yang sama dirasakan oleh semua lulusan tahun 2020. Genap tiga tahun
bersekolah namun taka da perpisahan dan tiba-tiba saja harus melangkah menuju jalan masing-
masing tanpa berpamitan, tanpa berjabat tangan merayakan kelulusan, tanpa membuat
kenangan terakhir, tanpa berucap ‘semoga sukses’ secara langsung, tanpa bilang ‘terima kasih’
pada guru-guru yang membimbing. Kondisi ini benar-benar mengecewakan.

Disamping itu virtual, telekonferens, dan video call tiba-tiba menjadi pahlawan. Semua
kegiatan, pekerjaan, bersekolah, semuanya serba online. Awalnya terasa aneh, tapi lagi-lagi kita
akan terbiasa. Benar, walaupun kondisi ini menghimpit kita dakam beraktifitas, bukan berarti

kita hanya bias diam dirumah dan meratapi detik demi detik yang berlalu tanpa arti jika kita
benar-benar hanya diam.

Hal itu terlihat jelas pada pemandangan yang baru terjadi di sekitar lingkunganku. Entah
dari mana asalnya, sepasang suami istri berkeliling komplek setiap pagi untuk menawarkan
ikan. Si suai mengendarai motor dengan mesin yang bersuara “tereketek-ketek” dan si istri
berteriak dengan lantang, “ikaaaaaaaaaaan. . ikaaaaaaaaaan.” Bahkan suaranya mengalahkan
deru motornya sendiri. Dalam hati berharap suaranya mampu menembus tembok demi tembok
penghuni komplek agar membeli ikan jualannya, ada kegigihan yang menyeruak untuk bias
menghidupi keluarga.

Hampir dua bulan batasan ini terjadi, aku bahkan bertanya-tanya apakah aku masih
ingat cara mengendarai milea (nama motorku) atau akan belajar dari awal lagi? Semoga saja
tidak. Batasan ini benar-benar mengisolasi semua kegiatan. Aku yakin, semua orang punya
target dalam hidupnya. Kita semua punya goals. Namun kondisi ini pula membuat kita hanya
bias diam ditempat sedangkan semua rencana yang sudah terancang menuntut kita bergerak
keluar. Dan pada akhirnya, kita mengalah pada kondisi ini dan membiarkan rencana-rencana itu
berserakan. Berusaha memahami kondisi ini memang sulit adanya. Namun lagi-lagi kita akan
terbiasa.

Kebiasaan lainnya, aku lebih sering berdiskusi dengan ayah dan ibuku. Mereka kini lebih
sering dirumah. Aku lebih sering bermain dengan adik-adikku, lebih sering menonton film, lebih
sering tidur siang. Dan sekarang batasan ini membuatku terbiasa.

Dari semua pemandangan baru yang kini menjadi sebuah kebiasaan itu, tercipta
pertanyaan-pertanyaan baru pula. Apakah batasan ini tercipta untuk memperbaiki segala yang
rusak oleh keterbatasan wwaktu? Selama ini kita hanya bias mengutuk virus itu agar segera
lenyap dari permukaan bumi. Setelahnya, apakah pemandangan-pemandangan baru ini akan
hilang? Aku bukannya senang akan keberadaan batasan ini, hanya saja berusaha mengamati
lebih jauh lagi tentang semua dampak yang tercipta. Ternyata tidak semuanya buruk, tapi ada
pula yang baik seperti lebih banyak waktu dengan keluarga, lebih terbiasa hemat, lebih sedikit
polusi, langit lebih jernih, bintang lebih sering terlihat, lebih sedikit kemacetan.

Walaupun ada banyak dampak baru yang terasa nyaman buatku, aku tetap tidak ingin
vius itu lama-lama ada dibumi. Tak tega melihat para tenaga medis dan pemerintah yang mati-
matian mencegah penyebaran virus yang begitu pesat ini. Disamping itu, faktanya manusia
adalah makhluk yang dituntut untuk bisa beradaptasi dan itu bukan hal mudah dilakukan. Aku
sangat merindukan suasana keramaian kelas dan kekonyolan yang dibuat penghuninya, rindu
momen-momen dimana kita suka mengeluh terhadap banyaknya tugas, rindu suasana

perpustakaan sekolah, rindu suasana jam kosong, suasana riuh dikantin. Rindu jalan menuju
sekolah, rindu bagaimana keruwetan parkiran sekolah.

Bertahanlah. Batasan ini akan berakhir sesegera mungkin. Nikmat pemandangan yang
ada hari ini sebanyak yang kau bias. Karena belum tentu aka nada lagi esok hari. Percayalah,
tidak semuanya buruk. Aku pun tak bias memungkiri, menelan bulat-bulat kekecewaan
bukanlah perkara mudah. Melihat semua yang telah dirancang menjadi sia-sia butuh jiwa yang
lapang, menerima ahwa perpisahan benar-benar tidak buth hati yang kuat, semuanya benar-
benar tidak mudah. Kesulitan ini bukan hanya milikmu, tapi milik kita bersama. Badai akan
berakhir sebentar lagi. Semoga kita semua dalam keadaan sehat.

BIODATA PENULIS

Nama : DIWAN ALIP RIZKY
Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 21 Desember 2004
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Orang Tua : Uripan dan Yuliasih
Alamat : Dsn. Klampisan RT/RW: 01/02, Ds. Wirobiting, kec.
Prambon, kab. Sidoarjo
No. Telepon : 088237457084
Pendidikan Formal : TK, Lulus Tahun 2011

SD, Lulus Tahun 2017
SMP, Lulus Tahun 2020

Pendidikan Non- Formal :-
Pengalaman Organisasi :-


Click to View FlipBook Version