The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kajian Produk Unggulan Daerah Kabupaten Blora Guna Peningkatan Daya Saing Daerah Tahun 2022.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by AL EL BAPER (Almari Elektronik Badan Perencanaan), 2024-01-24 21:10:38

KAJIAN PRODUK UNGGULAN DAERAH 2022

Kajian Produk Unggulan Daerah Kabupaten Blora Guna Peningkatan Daya Saing Daerah Tahun 2022.

45 sebesar 82.55,69 ton (9,93 %), Jepon sebesar 75.73,81 ton (9,11 %), Ngawen sebesar 65.46,25 ton (7,87 %), Banjarejo sebesar 51.42 ton (6,18 %), Todanan sebesar 42.83,75 ton (5,15 %), dan Bogorejo sebesar 41.84,25 ton (5,03 %). Kecamatan tersebut mampu memproduksi 82,29 % dari seluruh kapasitas produksi Cabai Besar di Kabupaten Blora. Mengacu data DP4 Kabupaten Blora (2022) menujukkan komoditas Cabai Besar mengalami pelambatan produksi terutamauntuk 8 Kecamatan penopang produksi mencapai 2,33 %. Temuan ini memberikan signal meskipun komoditas cabai besar merupakan komoditas unggulan, tren pelambatan sebesar 2,33 % perlu mendapatkan perhatian, agar kedepan tidak tertinggal kemampuan produksinya dengan Kabupaten / Kota lain di Provinsi Jawa Tengah. 2) Daerah Penghasil PUD-Pertanian Pangan Terung Terung (Solanum Melongena L.) adalah tanaman asli daerah tropis. Tanaman ini awalnya berasal dari benua Asia yaitu India dan Birma. Daerah penyebaran tanaman terung dibeberapa negara (wilayah) antara lain di Karibia, Malaysia, Afrika Barat, Afrika Tengah, Afrika Timur, dan Amerika Selatan.Tanaman ini menyebar keseluruh dunia, baik negaranegara yang beriklim panas (tropis), maupun iklim sedang (sub tropis). Pengembangan budidaya terung paling pesat di Asia Tenggara, salah satunya di Indonesia (Firmanto, 2011). Terung (Solanum melongena L.) adalah salah satu sumber makanan yang sudah dikenal oleh semua lapisan masyarakat. Terung menjadi salah satu menu yang paling diminati diberbagai kalangan. Untuk membelinya pun tidak sulit karena tersedia dipasar-pasar maupun supermarket. Selain rasanya enak, terung juga bisa diolah menjadi bermacam-macam menu masakan. Bahkan cara mengolahnya terbilang mudah dan sederhana.


46 Tabel 5.13 Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Terung Kabupaten Blora No Kecamatan Rata2 IKP 1 Jiken 5.487,00 23,71% 2 Jati 3.247,75 14,03% 3 Kunduran 1.765,25 7,63% 4 Tunjungan 1.682,00 7,27% 5 Jepon 1.436,56 6,21% 6 Ngawen 1.300,25 5,62% 7 Japah 1.215,44 5,25% 8 Banjarejo 1.029,00 4,45% 9 Sub total 17.163,25 74,16% 10 Total rata2 23.144,00 100,00 Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Gambar 5.9 Grafik Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Terung Kabupaten Blora Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Grafik diatas memberikan gambaran hasil dari analisis data dari komoditas terung di Kabupaten Blora memiliki potensi yang cukup bagus. Wilayah-wilayah kecamatan yang memberikan kontribusi terhadap produksi komoditas terung terbesar diantaranya: Kecamatan Jiken, Jati, Kunduran, Tunjungan, Jepon, Ngawen, Japah dan Banjarejo. Hal ini memberikan sinyal positif untuk stakeholder yaitu pelaku usaha dan pemerintah guna mengembangkan industri yang menggeluti di bidang pertanian maupun industri olahan yang dapat menjadi produk unggulan daerah. Dalam pertumbuhannya komoditas terung 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% Jiken Jati Kunduran Tunjungan Jepon Ngawen Japah Banjarejo Indeks Kapasitas Produksi (IKP) Kecamatan Penghasil Terong di Kabupaten Blora


47 mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2020 ke 2021 secara agregat Kabupaten Blora sebesar 185, 06 %. Angka tersebut cukup signifikan mempengaruhi penjualan komoditas tersebut, terutama pada 8 Kecamatan yang menjadi penentu produksi komoditas ini. Pertumbuhan yang signifikan memberikan implikasi perlunya pengembangan komoditas ini untuk industri olahan sayauran pangan di Kabupaten Blora. 3) Daerah Penghasil PUD-Pertanian Pangan Semangka Semangka atau tembikai (Citrullus lanatus, suku ketimunketimunan atau Cucurbitaceae) adalah tanaman merambat yang berasal dari daerah setengah gurun di Afrika bagian selatan. Tanaman ini masih sekerabat dengan labu-labuan (Cucurbitaceae), melon (Cucumis melo) dan ketimun (Cucumis sativus). Semangka merupakan tanaman semusim, yang buahnya banyak digemari karena memberikan rasa segar terutama jika dimakan pada waktu cuaca panas. Penanaman semangka umumnya dilakukan di lahan sawah setelah padi dengan memanfaatkan air irigasi, namun tidak menutup kemungkinan bila dibudidayakan di lahan kering yang memiliki sumber air kecil pada musim kemarau dengan memanfaatkan teknologi tandon air atau embung. Dengan pengelolaan air dari tandon air atau embung memungkinkan diperoleh keuntungan yang lebih tinggi jika dimanfaatkan untuk berusahatani semangka dibandingkan dengan tanaman lain seperti jagung dan kacang tanah (Wilastinova, 2012). Pemetaan posisi kontribusi produk unggulan daerah komoditas buah semangka secara spasial menghasilkan adalah:


48 Tabel 5.14 Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Semangka Kabupaten Blora No Kecamatan Rata2 IKP 1 Sambong 3.333,00 27,72% 2 Todanan 1.484,75 12,35% 3 Jati 1.446,75 12,03% 4 Kunduran 1.172,50 9,75% 5 Randublatung 817,75 6,80% 6 Blora 800,25 6,66% 7 Bogorejo 730,75 6,08% 8 Kedungtuban 705,00 5,86% 9 Sub total 10.490,75 87,25% 10 Total rata2 12.023,50 100,00 Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Gambar 5.10 Grafik Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Semangka Kabupaten Blora Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Hasil analisis data memberikan gambaran untuk sektor produk unggulan daerah Kabupaten Blora. Wilayah Kecamatan yang memberikan kontribusi tinggi terhadap produksi komoditas semangka adalah kecamatan: Kecamatan Sambong, Todanan, Jati, Kunduran, Randublatung, Blora, Bogorejo dan Kedungtuban. Indeks Kapasitas Produksi masing – masing Kecamatan tersebut adalah 27,72 %, 12,35 %, 12,03 %, 9,75%, 6,80 % 6,66%, 6,08% dan 5,86%. Kedelapan Kecamatan tersebut berkontribusi sebesar 87,25 %. Meskipun demikian tren kapasitas produksi untuk delapan Kecamatan tersebut 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% Sambong Todanan Jati Kunduran Randublatung Blora Bogorejo Kedungtuban Indeks Kapasitas Produksi (IKP) Kecamatan Penghasil Semangka di Kabupaten Blora


49 cenderung mengalami pelambatan yang signifikan yaitu rata – rata sebesar 32,26 %. Temuan ini memerlukan respon cepat dan tepat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Blora, jika berkomitmen memasukkan komoditas Semangka menjadi komoditas unggulan daerah kedepannya. Pelambatan 32,26 % memberikan signal bahwa sektor pertanian holtikultura ini belum maksimal dalam pengelolaan bisnisnya, terutama untuk mendorong pengembangan industri pangan olahan di Kabupaten Blora. 4) Daerah Penghasil PUD-Pertanian Pangan Tomat Tanaman tomat (Lycopersium esculentum Mill.) merupakan tanaman komonitas pertanian, mempunyai rasa yang unik, yakni mempunyai rasa perpaduan manis dan asam, menjadikan tomat menjadi buah yang memiliki banyak pengemar (Astarini, 2009). Buah tomat dapat dinikmati dalam berbagai bentuk. Tomat segar dapat dijadikan sebagai sayuran, jus, atau semacam campuran bumbu masak. Buah tomat juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Misalnya tomat segar dapat dijadikan saus, bahan kosmetik, bahkan sebagai obat-obatan. Kandungan vitamin yang cukup lengkap dalam tomat dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Mengkomsumsi buah tomat secara teratur dapat mencegah kanker, terutama kanker prostat (Saragih, 2008). Dengan hasil studi literatur dari referensi tersebut memberikan peluang yang bagusbagi Kabupaten Blora dalam pengembangan pengelolaan produk unggulan daerah pada komoditas tomat dengan hasil sebagai berikut:


50 Tabel 5.15 Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Tomat Kabupaten Blora No Kecamatan Rata2 IKP 1 Japah 1.290,75 17,28% 2 Kunduran 1.242,75 16,64% 3 Todanan 1.015,75 13,60% 4 Blora 1.010,00 13,52% 5 Sambong 851,50 11,40% 6 Jati 641,50 8,59% 7 Jiken 400,00 5,36% 8 Kedungtuban 228,75 3,06% 9 Sub total 6.681,00 89,45% 10 Total rata2 7.468,75 100,00 Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Gambar 5.11 Grafik Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Tomat Kabupaten Blora Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pada Kabupaten Blora pada komoditas tomat pertumbuhannya menurun dari tahun 2018 ke 2021 karena pada periode ini sedang terjadi pandemi Covid-19, nilai pelambatannya rata – rata sebesar 2,76% per tahun untuk 8 Kecamatan penopang produksi tomat di Kabupaten Blora. Kecamatan utama penghasil komoditas tomat adalah Kecamatan Japah, Kunduran, Blora, Sambong, Jati, Jiken dan Kdeungtuban. Indeks Kapasitas Produksi masing – masing Kecamatan tersebut adalah 17,28%, 16,64%, 13,60%, 13,52%,11,40%, 8,59%, 5,36%, dan 3,06%. 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% Japah Kunduran Todanan Blora Sambong Jati Jiken Kedungtuban Indeks Kapasitas Produksi (IKP) Kecamatan Penghasil Tomat di Kabupaten Blora


51 Kedelapan Kecamatan tersebut mampu menopang kemampuan produksi tomat di Kabupaten Blora sebesar 89,45%. Dengan berbasis IKP tersebut Pemerintah Daerah dapat menekankan lokus pengembangan / sentra industri pangan dengan komoditas tomat di Kecamatan tersebut. Konsep hilirisasi dan integrase diperlukan guna meningkatkan nilai tambah yang optimal dan keberlanjutan industri ini. 5.2.3. Komoditas Produk Unggulan Daerah (PUD) Sektor PertanianPeternakan Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip – prinsip manajemen pada faktor – faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci dan hewan ternak lainnya. Kondusifnya iklim usaha peternakan diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja untuk kegiatan budidaya peternakan hulu hingga hilir (Diwyanto et al, 2005). Secara umum dapat di katakan Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian bertujuan untuk mencapai kondisi peternakan yang tangguh, memiliki kemampuan untuk mensejahterahkan para petani peternak, dan kemampuan mendorong pertumbuhan sektor terkait secara keseluruhan.


52 Tabel 5.16 Tabel Analisis SS Sektor Pertanian-Peternakan Gambar 5.12 Grafik Analisis SS Sektor Pertanian-Peternakan Hasil analisis SS menjelaskan bahwa sector peternakan di Kabupaten Blora yang dinyatakan unggul adalah Peternakan Sapi Potong, Kelinci, Domba, Kerbau, dan Kuda. 5 Komoditas hasil ternak tersebut yang paling signifikan nilai daya saingnya adalah peternakan sapi potong, domba dan kelinci. Temuan ini memberikan pilihan bahwa di level Provinsi Jawa Tengah untuk Kabupaten Blora komoditas hasil ternak sapi potong adalah komoditas hasil ternak yang mempunyai kemampuan bersaing secara signifikan. Tetapi jika dalam konteks menentukan skala prioritas untuk peningkatan kontribusi sector peternakan kedepan, maka pengembangan peternakan sapi potong, domba dan kelinci adalah pilihan yang tepat di Kabupaten Blora. Mengacu pada temuan tersebut, jika sektor peternakan ditetapkan 3 komoditas utama yang menjadi prioritas untuk di kembangkan di Kabupaten Blora adalah komoditas Sapi Potong, Kelinci dan Domba.


53 Keberhasilan usaha peternakan ditentukan beberapa factor antara lain kualitas anakan atau indukan, pengalaman melakukan usaha peternakan, dan ketersediaan pakan ternak baik pakan hijauan dan tambahan (Hastuti, Subantoro dan Ismail, 2018). Sedangkan dari sisi kharakteristik peternak, tingkat Pendidikan dan skala usaha (jumlah ternak) berpengaruh signifikan perilaku peternak yang mencakup pengetahuan, sikap, ketrampilan dan perilaku (Makatita, 2021). Artinya tingkat Pendidikan yang lebih tinggi meningkatkan kualitas perilaku peternak yang kemudian berdampak signifikan dalam keberlanjutan usaha peternakan. 1) Daerah Penghasil PUD-Sektor Peternakan-Sapi Potong, Kelinci dan Domba Murtidjo (2001) menjelaskan intensifikasi peternakan diperlukan mengingat kebutuhan masyarakat akan daging, susu dan telur terus meningkat. Intensifikasi peternakan tersebut dapat dilakukan dengan budidaya Sapi, Kambing, Domba, Ayam Kampung dan Kelinci. Langkah intensifikasi tersebut merupakan bagian dari pilihan investasi yang rasional bagi peternak. Maart, Noelck dan Musshoff (2013) menemukan nilai (nilai tambah dan tingkat keuntungan) yang diperoleh atas keputusan investasi menjadi dasar rasional bagi petani dan peternak di Indonesia dan sebaliknya. Pandangan Murtidjo (2001) dan Maart, Noelck dan Musshoff (2013) memberikan analisa awal bahwa untuk mengembangkan industri peternakan di Kabupaten Blora berbasis komoditas unggulan yaitu Sapi Potong, Kelinci dan Domba. Khusus Sapi Potong merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Blora yang daya saingnya tinggi. Kemampuan produksi peternakan ini berada di peringkat kedua nasional. Atas dasar tersebut hilirisasi industri sapi potong di Kabupaten Blora di perlukan guna meningkatkan nilai tambah, keuntungan dan kesejahteraan, stakeholder dan shareholders di sektor ini. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah (1) perluasan pasar dan pengendalikan kebijakan impor; (2) pengembangan


54 zona produksi hijauan pakan, strukturisasi tata niaga bahan baku pakan, dan subsidi bahan baku pakan, serta (3) ekstensifikasi kelembagaan mikro bagi peternak. Strategi ini merupakan tindaklajut dari arah kebijakan untuk pengembangan peternakan dari Direktoral Pangan dan Pertanian. Adapun Kecamatan penghasil ketiga komoditas tersebut adalah: (a) Kecamatan Penghasil Komoditas Sapi Potong di Kabupaten Blora. Kecamatan penghasil komoditas Sapi Potong di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Jepon dengan kapasitas produksi 22.670 ekor atau 8,66 %, Ngawen kapasitas produksinya 21.310 ekor atau 8,14 %, Randublatung kapasitas produksinya 19.610 ekor atau 7,49 %, Kunduran kapasitas produksinya 19.543 ekor atau 7,46 %, Banjarejo kapasitas produksinya 18.443 ekor atau 7,04 %, Jiken kapasitas produksinya 17.785 ekor atau 6,79 %, Tunjungan kapasitas produksinya 17.151 ekor atau 6,55 %, Todanan kapasitas produksinya 16.924 ekor atau 6,46 %. Secara akumlatif delapan Kecamatan tersebut berkontribusi sebesar 58,61 %. Tabel 5.17 Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Sapi Potong Kabupaten Blora No Kecamatan Rata2 IKP 1 Jepon 22.670 8,66% 2 Ngawen 21.310 8,14% 3 Randublatung 19.610 7,49% 4 Kunduran 19.543 7,46% 5 Banjarejo 18.443 7,04% 6 Jiken 17.785 6,79% 7 Tunjungan 17.151 6,55% 8 Todanan 16.924 6,46% 9 Sub total 153.436 58,61% 10 Total rata2 261.807 100,00 Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah)


55 Gambar 5.13 Grafik Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Sapi Potong Kabupaten Blora Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Mengacu data dan grafik diatas maka sentra pengembangan peternakan dan hilirisasi melalui industri terkait dapat di prioritaskan pada delapan Kecamatan tersebut. Penetapan sentra pada Kecamatan tersebut diduga meningkatkan efisiensi biaya produksi dan mendorong peningkatan produktivitas yang sigbifikan. (b) Kecamatan Penghasil Komoditas Kelinci di Kabupaten Blora. Kecamatan penghasil komoditas hewan ternak Kelinci di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Kunduran dengan kapasitas produksi 1.609 ekor atau 18,16 %, Ngawen kapasitas produksinya 899 ekor atau 10,14 %, Kradenan kapasitas produksinya 782 ekor atau 8,82 %, Kedungtuban kapasitas produksinya 743 ekor atau 8,39 %, Jiken kapasitas produksinya 636 ekor atau 7,18 %, Blora kapasitas produksinya 586 ekor atau 6,62 %, Todanan kapasitas produksinya 583 ekor atau 6,58 %, Jepon kapasitas produksinya 539 tersebut berkontribusi sebesar 6,08 %. Secara akumulatif 8 Kecamatan tersebut berkontribusi dalam rantai pasokan ternak Kelinci sebesar 71,98%. 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% Jepon Ngawen Randublatung Kunduran Banjarejo Jiken Tunjungan Todanan Indeks Kapasitas Produksi (IKP) Kecamatan Penghasil Sapi Potong di Kabupaten Blora


56 Tabel 5.18 Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Kelinci Kabupaten Blora No Kecamatan Rata2 IKP 1 Kunduran 1.609 18,16% 2 Ngawen 899 10,14% 3 Kradenan 782 8,82% 4 Kedungtuban 743 8,39% 5 Jiken 636 7,18% 6 Blora 586 6,62% 7 Todanan 583 6,58% 8 Jepon 539 6,08% 9 Sub total 6.377 71,98% 10 Total rata2 8.859 100,00 Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Gambar 5.14 Grafik Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Kelinci Kabupaten Blora Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah Mengacu data dan grafik diatas maka sentra pengembangan peternakan dan hilirisasi melalui industri terkait dapat di prioritaskan pada delapan Kecamatan tersebut. Penetapan sentra pada Kecamatan tersebut diduga meningkatkan efisiensi biaya produksi dan mendorong peningkatan produktivitas yang sigbifikan. Meskipun demikian karakteristik geografis Kabupaten Blora dan tingkat kelembaban yang rendah diduga berdampak pada kurang optimalnya pertumbuhan produksi Kelinci di Kabupaten Blora. 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% Kunduran Ngawen Kradenan Kedungtuban Jiken Blora Todanan Jepon Indeks Kapasitas Produksi (IKP) Kecamatan Penghasil Kelinci di Kabupaten Blora


57 (c) Kecamatan Penghasil Komoditas Domba di Kabupaten Blora. Kecamatan penghasil komoditas Sapi Potong di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Kedungtuban dengan kapasitas produksi 2.946 ekor atau 15,44 %, Sambong kapasitas produksinya 2.437 ekor atau 12,78 %, Randublatung kapasitas produksinya 2.290 ekor atau 12,01 %, Jati kapasitas produksinya 2.060 ekor atau 10,80 %, Kradenan kapasitas produksinya 1.761 ekor atau 9,23 %, Tunjungan kapasitas produksinya 1.406 ekor atau 7,37 %, Cepu kapasitas produksinya 1.265 ekor atau 6,63 %, Jepon kapasitas produksinya 901 ekor atau 4,73 %. Secara akumlatif delapan Kecamatan tersebut berkontribusi sebesar 78,99 %. Tabel 5.19 Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Domba Kabupaten Blora No Kecamatan Rata2 IKP 1 Kedungtuban 2.946 15,44% 2 Sambong 2.437 12,78% 3 Randublatung 2.290 12,01% 4 Jati 2.060 10,80% 5 Kradenan 1.761 9,23% 6 Tunjungan 1.406 7,37% 7 Cepu 1.265 6,63% 8 Jepon 901 4,73% 9 Sub total 15.066 78,99% 10 Total rata2 19.074 100,00 Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah)


58 Gambar 5.15 Grafik Kecamatan Penghasil PUD Komoditas Domba Kabupaten Blora Sumber: DP4 Kabupaten Blora, 2022 (diolah) Mengacu data dan grafik diatas maka sentra pengembangan peternakan dan hilirisasi melalui industri terkait dapat di prioritaskan pada delapan Kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Kedungtuban, Sambong, Randublatung, Jati, Kradenan, Tunjungan, Cepu dan Jepon. Penetapan sentra pada Kecamatan tersebut diduga meningkatkan efisiensi biaya produksi dan mendorong peningkatan produktivitas yang signifikan. Kondisi geografis dan demografis mendukung untuk hilirisasi industri dengan bahan utama daging hasil peternakan domba di Kabupaten Blora. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kondisi sektor peternakan baik dari sisi statistik maupun dari sisi bisnis antara lain: a. Tingkat waktu rata – rata kepemilikan hewan ternak yang berdampak pada tujuan kepemilikan hewan ternak yaitu transaksi (perdagangan) atau investasi (pengemukan dan usaha peternakan). b. Secara statistic populasi hewan ternak dicatat dan dilaporkan BPS tiap tahun, dengan mengacu pada statistic peternakan tahun 2022 didasarkan pada 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00%12,00%14,00%16,00%18,00% Kedungtuban Sambong Randublatung Jati Kradenan Tunjungan Cepu Jepon Indeks Kapasitas Produksi (IKP) Kecamatan Penghasil Domba di Kabupaten Blora


59 populasi hewan ternak sampai akhir tahun 2021 (31 Desember 2021). c. Kondisi fenomenologis dalam transaksi hewan ternak secara konseptual tidak mampu mempengaruhi pertumbuhan hewan ternak di suatu wilayah. Pengaruh signifikan terjadi pada statistic perdagangan hewan ternak di Kabupaten tersebut. d. Dalam konteks bisnis, pengembangan sektor peternakan akan mengalami peningkatan signifikan jika nilai (nilai tambah dan tingkat keuntungan) cenderung meningkat dari waktu ke waktu, dengan prediksi tingkat harga stabil cenderung meningkat. e. Kebijakan yang diambil Pemerintah Daerah perlu memperhatikan analisis issue baik dilevel nasional, regional dan lokal, dan regulasi yang menjadi dasar untuk pengembangan sektor peternakan yang berkelanjutan. 5.2.4. Komoditas Produk Unggulan Daerah (PUD) Sektor Kehutanan UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 1 ayat (1) menjelaskan kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Pentingnya sector kehutanan dalam UU tersebut pasal 3 ayat (1) menegaskan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: a. menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; b. mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari; c. meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; d. meningkatkan kemampuan untuk


60 mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan e. menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Secara jelas UU tersebut mengamanatkan bahwa pengelolaan hutan secara signifikan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan yang berkeadailan dan berkelanjutan, dengan memperhatikan fungsi agar tetap terjaga secara optimal. Dalam konteks pengelolaan kehutanan di Kabupaten Blora dan Jawa Tengah dijelaskan sebagai berikut: Tabel 5.20 Tabel Hasil Produksi KPH Blora dan Jawa Tengah Jenis Kayu Jati KPH Blora KPH Jawa Tengah Kontribusi Tumbuh Blora dan Jateng 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2021 2021 Bunder Kecil 21.005 25.732 64652 85370 32,49% 30,14% 22,50% 32,05% Bunder Sedang 12.238 15.116 37253 46044 32,85% 32,83% 23,52% 23,60% Bunder Besar 34.328 36.687 76637 83728 44,79% 43,82% 6,87% 9,25% Total 67.571 77.535 178.542 215.141 36,71% 35,60% 17,63% 21,63% Sumber: BPS Jawa Tengah (2022) Tingkat produksi KPH Blora untuk jenis Kayu Jati Bunder ukuran kecil, sedang dan besar pada tahun 2020 aalah 67.571 m3, dan 2021 mencapai 77.543 m3. Kemampuan produksi yang demikian mendorong peningkatan kapasitas produksi mencapai 17,63 %. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah pada periode yang sama kapasitas produksinya mencapai 178.542 m3 dan 215.141 m3. Kemampuan produksi tersebut menunjukkan bahwa dalam 2 tahun Provinsi Jawa Tengah mampu meningkatkan 1 komoditas kayu jati dengan ukuran kecil, sedang dan besar adalah 21,63%. Artinya tingkat kenaikan hasil produksi KPH Blora disbanding Provinsi Jawa Tengah mengalami pelambatan. Berbasis data tersebut kemudian dilakukan analisis untuk menentukan Produk Unggulan Daerah (PUD) Kabupaten Blora.


61 Hasil analisis SS menjelaskan bahwa untuk komoditas kayu jati, dengan jenis produksi kayu jati ukuran kecil, sedang dan besar belum dapat dikategorikan sebagai produk unggulan daerah di Kabupaten Blora. Laju pertumbuhan kemampuan produksi di KPH Blora menjadi salah satu indicator bahwa dalam jangka Panjang komoditas kayu jati kurang mampu bersaing dengan komoditas yang sama di level Jawa Tengah. Tabel 5.21 Tabel Analisis SS PUD Sektor Kehutanan di Blora Komoditas Tahun Kayu Bunder_Kecil Kayu Bunder_Sedang Kayu Bunder_Besar Blora 2020 21.005 12238 34328 2021 25.732 15115,8 36687,1 Jateng 2020 64.652 37253 76637 2021 85.370 46043,7 83727,6 Vjt 25.732 15.116 36.687 vt/va 1,3205 1,2360 1,0925 Vja 21.005 12.238 34.328 (vt/va)*Vja 27.736 15.126 37.504 St -2.004 -10 -817 Gambar 5.16 Grafik Analisis SS PUD Sektor Kehutanan di Blora Secara umum sector kehutanan bersifat backward linkages dan forward linkages dengan perekonomian daerah maupun nasional. Penelitian Ulya (2008) menjelaskan bahwa nilai backward linkages mencapai 1,075 dan forward linkages sebesar 1,027. Nilai tersebut menjelaskan bahw output yang dihasilkan sector kehutanan diperlukan oleh sector lain dalam


62 perekonomian. Oleh karena itu peran sector kehutanan perlu di tingkatkan lebih maksimal agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan strategi meningkatkan kemampuan produksi sektor kehutanan melalui kegiatan pembangunan hutan. Pembangunan hutan menekankan pada peningkatan hasil hutan siap panen dengan volume dan produktivitas yang tinggi. Pembangunan hutan hanya dapat maksimal jika mampu mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi pendanaan penanganan iklim di sektor kehutanan baik dilevel Kabupaten / Kota dan Provinsi. Meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang professional, optimalisasi dukungan kebijakan pemerintah daerah, meningkatkan harmoniasi antar pemangku kepentingan, serta adanya upya menyelesaikan konflik social yang berkeadilan guna mendukung pembangunan perekonomian yang inklusif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.


63 BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yiatu: 1. Sektor Unggulan Daerah Kabupaten Blora dalam 3 periode masa kepemimpinan adalah sector pertanian, kehutanan dan perikanan; Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Jasa Pendidikan dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. 2. Berdasarkan Sektor Unggulan Daerah tersebut, maka Produk Unggulan Daerah (PUD) yang dapat dikembangkan adalah Produk Unggulan Daerah-Sektor Pertanian Pangan meliputi Jagung, Padi (Sawah dan Ladang), Kedelai dan Ubi Jalar; Sektor Pertanian – Pertanian Holtikultura maka produk Produk Unggulan Daerahnya adalah Cabai besar, Terong, Semangka dan Tomat; Sektor Pertanian – Sub Sektor Peternakan, Produk Unggulan Daerahnya adalah Sapi Potong, Kelinci dan Domba. Sedangkan disektor kehutanan komoditas kayu Jati Blora belum mampu menjadi Produk Unggulan Daerah yang mampu menopang perekonomian Kabupaten Blora. 3. Sektor perdagangan, besar, kecil dan eceran serta sector industry pengolahan belum dapat dianalisis karena adanya keterbatasan data dalam kajian ini. 6.2. Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan Berdasarkan kesimpulan tersebut, beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat di implementasikan adalah: 1. Produk Unggulan Daerah dari sector pertanian (pangan, holtikultura), dan sector peternakan yang terdiri dari komoditas Jagung, Padi (Sawah dan Ladang), Kedelai dan Ubi Jala; Cabai besar, Terong, Semangka dan Tomat dan Sapi Potong, Kelinci


64 dan Domba dapat diprioritaskan untuk dijadikan pengembangan pada industry pengolahan. 2. Penetapan wilayah kecamatan penghasil produk unggulan daerah tersebut dapat direkomendasikan untuk menjadi sentra produksi dan sentra industry guna meningkatkan kontribusi dalam perekonomian daerah, utamanya di level kecmatan guna mencapai daya saing daerah yang tinggi dan inklusif.


DAFTAR PUSTAKA Astarini, I. D. (2009). Pemuliaan Tanaman Sayuran. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Dan Pengembangan Hortikultura. Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora. (2022). Kabupaten Blora Dalam Angka 2022. Blora: BPS Kab. Blora. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2022). PROVINSI JAWA TENGAH DALAM ANGKA 2022. Semarang: BPS Jawa Tengah. Dwiyanto, K., Priyanti, A., & Inounu, I. (2005). Prospek dan arah pengembangan komoditas peternakan: unggas, sapi, dan kambingdomba. JURNAL WARTAZOA, 05(01), 11-25. Firmanto, B. H. (2011). Sukses Bertanam Terung Secara Organik. Bandung: Angkasa. Handono, S. T., Hendarto, K., & Kamal, M. (2013). POLA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.) AKIBAT APLIKASI KALIUM NITRAT PADA DAERAH DATARAN RENDAH. Jurnal Agrotek Tropika, 140-146. Harnowo, D., Antarliana, & Mahagyosuko, H. (1994). Pengolahan ubi jalar guna mendukung diversifikasi pangan dan agroindustri. Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri, 123-129. Hastuti, D., Subantoro, R., & Ismail, M. (2018). PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN JUMLAH PAKAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT. AGRONOMIKA, 12(2), 1-8. Johnson, L. A., White, P. J., & Galloway, R. (2008). Soybeans : chemistry, production, processing, and utilization (1 ed.). Urbana: AOCS Press. Kemal, N. N., Karim, A., & Asmawati,, S. (2012). Analisis Kandungan βkaroten dan Vitamin C dari berbagai Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Jurnal Indonesia Chimia Acta, 1-5. Kementerian Dalam Negeri. (2014). PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri. Makatita, J. (2021). PENGARUH KARAKTERISTIK PETERNAK TERHADAP PERILAKU DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN BURU. JAGO TOLIS : Jurnal Agrokompleks Tolis, 01(02), 51-54. Saragih, W. C. (2008). Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tomat Terhadap Pemberian Pupuk Phospat Dan Bahan Organik. Jakarta: Universitas Jakarta Utara.


Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (1 ed.). Bandung: Alfabeta. Wilastinova, R. F. (2012). Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Usahatani Semangka (Citrullus Vulgaris) Pada Lahan Pasir Di Pantai Kabupaten Kulon Progo. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.


Badan Perencanaaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Blora


Click to View FlipBook Version