49 tentang penyusunan anggaran, pelaporan keuangan, dan audit laporan keuangan. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak perangkat desa yang belum mampu menyusun RAB dengan baik termasuk dalam alokasi anggarannya dan juga dalam pelaporan keuangan dari kegiatan-kegiatan Pembangunan desa. 5. Kompetensi dalam Manajemen Proyek memiliki skor 56,44 (sedang). Dengan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa belum optimalnya perangkat desa dalam kemampuan untuk mendesain, mengimplementasikan, dan memantau proyekproyek pembangunan desa sesuai dengan standar teknis yang berlaku. Pelibatan penggunaan metodologi manajemen proyek yang tepat untuk menjamin pencapaian hasil yang diinginkan juga kurang dimaksimalkan. Proyek-proyek yang dilakukan masih sebatas dalam infrastruktur fisik, seperti jalan. Perlu adanya proyek lain yang mampu mendorong Pembangunan desa yang berkelanjutan. 6. Kompetensi Pengelolaan Sumber Daya Alam memiliki skor 55,82 (sedang). Hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya pemahaman perangkat desa tentang cara-cara pengelolaan sumber daya alam yang ada di desa secara berkelanjutan, yang melibatkan konsepkonsep seperti konservasi, restorasi, dan pemanfaatan sumber
50 daya alam tanpa merusak lingkungan. Belum banyak pemerintah desa yang menampilkan program-program Pembangunan yang pro lingkungan dan mendukung pengembangan energi terbarukan. 7. Kompetensi Pembangunan Sosial dan Ekonomi memiliki skor 52,28 (sedang). Perangkat desa dinilai masih lemah dalam kemampuan dalam merancang dan melaksanakan program-program yang berfokus pada pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat, termasuk kesejahteraan sosial, pembangunan ekonomi lokal, dan penciptaan lapangan kerja. Pemerintah Desa harus berinovasi dalam membangun struktur ekonomi Masyarakat desa, misalkan pendirian dan pengembangan BUMDES yang mengelola potensi ekonomi, sosial dan sumber daya alam di desa. 8. Kompetensi dalam Data dan Analisis memiliki skor 55,66 (sedang). Perangkat desa dinilai masih kurang mumpuni dalam dalam pengumpulan, pengolahan, dan analisis data terkait pembangunan desa. Kemampuan untuk menggunakan data tersebut dalam pengambilan keputusan dan pemantauan kemajuan desa terhadap capaian SDGs. Dalam menyusun suatu program Pembangunan desa yang inklusif dan berkelanjutan terkadang tidak berdasar pada kondisi faktual di
51 desa dan tidak didasarkan pada metode analisis pemecahan masalah yang kuat dan komprehensif. 9. Kompetensi dalam penanganan Kesehatan dan Pendidikan memiliki skor 54,88 (sedang). Kemampuan perangkat desa dalam penanganan masalah Kesehatan dan pendidikan masih harus ditingkatkan. Kebijakan desa harus memperhatikan terkait dengan peningkatan akses Kesehatan dan pendidikan yang mampu menjangkau seluruh level masyarakat desa. Pemerintah Desa dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas akses Kesehatan dan pendidikan bagi orang yang berada pada garis kemiskinan. 10. Kompetensi dalam Pengurangan Risiko Bencana memiliki skor 55,74 (sedang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih kurangnya pemahaman perangkat desa terkait pengelolaan dan mitigasi risiko bencana, yang esensial dalam menghadapi perubahan iklim dan ancaman alam lainnya yang berpotensi menghambat pencapaian SDGs. Pemerintah Desa harus memahami dampak perubahan iklim terhadap Masyarakat, seperti peningkatan risiko bencana, kekeringan yang menyebabkan gagal panen, dan masalah-masalah lainnya.
52 Untuk memperkuat kompetensi teknis ini, aparatur desa di Kabupaten Blora perlu memiliki akses ke pelatihan dan pendidikan yang kontinu, sumber daya yang memadai, serta dukungan dari pemerintah daerah dan organisasi terkait lainnya. Dengan ditingkatkannya kompetensi teknis, aparatur desa dapat lebih efektif dalam mendukung inisiatif SDGs dan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di tingkat lokal. Hasil wawancara dari berbagai respons dalam hasil wawancara dengan aparatur desa di Kabupaten Blora terkait kompetensi teknis dijelaskan sebagai berikut. Pertanyaan: Bagaimana Anda menilai kompetensi teknis Anda dalam mendukung SDGs di desa? Respons: Sebagai aparatur desa, saya merasa cukup terlatih di beberapa area, seperti pengelolaan keuangan dan manajemen proyek. Namun, ada aspek teknis lain dari SDGs, seperti pengelolaan sumber daya alam dan teknologi informasi, yang saya rasa kami membutuhkan lebih banyak pelatihan. Pertanyaan: Apa langkah yang telah diambil untuk meningkatkan kompetensi teknis dalam mencapai SDGs?
53 Respons: Kami telah mengadakan beberapa workshop dan pelatihan yang difokuskan pada peningkatan kapasitas aparatur desa. Program ini mencakup topik dari pembuatan anggaran yang responsif gender hingga penggunaan software untuk pengelolaan data desa. Pertanyaan: Apakah ada kerjasama dengan pihak luar untuk meningkatkan kompetensi teknis? Respons: Ya, kami bekerja sama dengan LSM dan agen pembangunan untuk mendapat akses pada sumber daya dan pelatihan. Sebagai contoh, ada program kerjasama dengan universitas terdekat untuk mendukung pengembangan infrastruktur desa yang berkelanjutan. Pertanyaan: Mengenai pengelolaan sumber daya alam, apa yang telah dilakukan aparatur desa? Respons: Kami telah menerapkan beberapa program untuk mengelola sumber daya alam kami, termasuk reboisasi dan sistem pertanian terpadu. Namun, kami memerlukan lebih banyak
54 dukungan dalam hal pelatihan untuk teknik terbaru dan inovatif dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertanyaan: Bagaimana aparatur desa menggunakan teknologi informasi dalam mendukung SDGs? Respons: Kami telah mulai menggunakan sistem informasi desa yang memberikan data terkait pembangunan kepada masyarakat. Akan tetapi, masih perlu ada peningkatan kapasitas pegawai desa dalam mengelola dan memanfaatkan teknologi tersebut secara optimal. Pertanyaan: Dalam aspek kesehatan dan pendidikan, bagaimana kompetensi teknis aparatur desa? Respons: Kami punya perencanaan dan pengelolaan program kesehatan dan pendidikan yang baik. Apa yang menjadi kendala kadang adalah sumber daya dan pengajar atau tenaga medis yang terbatas. Kami terus berupaya mencari solusi dengan pemerintah daerah dan mitra pembangunan. Pertanyaan: Apakah ada sistem evaluasi untuk menilai progres mencapai SDGs?
55 Respons: Kami melakukan evaluasi secara berkala, namun kami merasa perlu penguatan dalam hal indikator kinerja dan pelaporan yang lebih terstandardisasi agar pengukuran progres lebih objektif dan mudah dipahami oleh semua pihak. Respons-respons tersebut adalah gambaran umum tentang apa yang diterima dari aparatur desa yang diwawancarai tentang kompetensi teknis mereka dalam mendukung SDGs Desa di Kabupaten Blora. C. Kompetensi sosial aparatur desa Kab. Blora dalam mendukung SDGs Desa Kompetensi sosial aparatur desa di Kabupaten Blora merujuk pada kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dengan masyarakat dan berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan program-program yang mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) Desa. Kompetensi ini mencakup berbagai aspek seperti komunikasi, empati, kerjasama, pemecahan konflik, dan kepemimpinan partisipatif. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang beberapa aspek penting dari kompetensi sosial yang harus dimiliki aparatur desa dalam mendukung SDGs:
56 1. Komunikasi Efektif: Kemampuan untuk menyampaikan ide dan informasi secara jelas dan persuasif kepada masyarakat desa dan pihak lainnya terkait dengan program-program pembangunan desa. Termasuk di dalamnya adalah keahlian dalam berkomunikasi secara verbal dan non-verbal serta mendengarkan secara aktif untuk memahami kebutuhan dan aspirasi warga. 2. Kepemimpinan dan Motivasi: Aparatur desa harus mampu memimpin dengan memberikan contoh dan mendorong partisipasi aktif dari warga dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pencapaian SDGs di desa. 3. Kerjasama dan Kerja Kerjasama dan Kerja Tim: Kemampuan untuk bekerja sama dengan elemen lain di desa, termasuk kelompok-kelompok masyarakat, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah untuk menciptakan sinergi dalam kegiatan pembangunan desa yang mendukung SDGs. 4. Negosiasi dan Resolusi Konflik: Aparatur desa harus dapat menyelesaikan perselisihan atau konflik yang muncul dalam proses pembangunan dengan menggunakan pendekatan negosiasi dan mediasi yang konstruktif. 5. Empati dan Kesadaran Sosial: Memahami dan menghormati perbedaan sosial, budaya, dan individu di dalam masyarakat
57 desa, dengan menempatkan diri pada posisi orang lain untuk mencapai pengertian dan kerjasama yang lebih baik. 6. Kesadaran Gender dan Inklusi: Komitmen terhadap prinsipprinsip kesetaraan gender dan inklusi dalam setiap aspek pembangunan desa, termasuk dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program-program desa. 7. Adaptabilitas dan Fleksibilitas: Kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi yang berubah dan menyesuaikan pendekatan ketika diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari intervensi pembangunan. 8. Pemberdayaan Masyarakat: Keahlian dalam memberdayakan warga desa melalui peningkatan kapasitas dan pemberian wewenang untuk membuat keputusan tentang aspek-aspek yang mempengaruhi kehidupan mereka seharihari. 9. Advokasi dan Lobbying: Kemampuan untuk menganjurkan dan mendukung kebijakan atau tindakan tertentu di tingkat yang lebih tinggi demi melancarkan program-program pembangunan desa yang sejalan dengan SDGs. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai Kompetensi sosial aparatur desa Kabupaten Blora dalam mendukung SDGs Desa dijabarkan sebagai berikut.
58 Tabel 4. 3 Hasil Pengukuran Kompetensi Sosial Aparatur Desa Kabupaten Blora Indikator Kompetensi Sosial Skor /Kriteria Komunikasi Efektif 57,76 (sedang) Kepemimpinan dan Motivasi 56,89 (sedang) Kerjasama dan Kerja Tim 56,22 (sedang) Negosiasi dan Resolusi Konflik 53,16 (sedang) Empati dan Kesadaran Sosial 65,45 (sedang) Kesadaran Gender dan Inklusi 53,48 (sedang) Adaptabilitas dan Fleksibilitas 57,58 (sedang) Pemberdayaan Masyarakat 53,46 (sedang) Advokasi dan Lobbying 53,84 (sedang)
59 Indikator Kompetensi Sosial Skor /Kriteria Rata-rata Skor 56,4 (sedang) Sumber : Data Primer (diolah, 2023) Hasil penelitian dijabarkan dengan penjelasan berikut : 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sosial memiliki rata-rata skor 56,4 (sedang) dengan Empati dan Kesadaran Sosial memiliki skor tertinggi yaitu 65,45 (sedang). Negosiasi dan Resolusi Konflik memiliki skor terendah yaitu 53,16 (sedang). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perangkat desa sudah dianggap baik dalam memahami dan menghormati perbedaan sosial, budaya, dan individu di dalam masyarakat desa, dengan menempatkan diri pada posisi orang lain untuk mencapai pengertian dan kerjasama yang lebih baik. Perangkat desa dianggap mampu menggerakan seluruh elemen Masyarakat untuk bersama-sama membangun desa. 2. Negosiasi dan Resolusi Konflik memiliki skor terendah yaitu 53,16 (sedang). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa perangkat desa dinilai kurang optimal dalam menyelesaikan perselisihan atau konflik yang muncul dalam proses pembangunan dengan menggunakan pendekatan negosiasi dan mediasi yang konstruktif.
60 Terkadang banyak ditemui beberapa benturan kepentingan yang menghambat proses negoisasi dan meruncing konflik. 3. Komunikasi Efektif memiliki skor yaitu 57,76 (sedang). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa perangkat desa dinilai harus lebih memaksmalkan dan persuasif kepada masyarakat desa dan pihak lainnya terkait dengan programprogram pembangunan desa. Termasuk di dalamnya adalah keahlian dalam berkomunikasi secara verbal dan non-verbal serta mendengarkan secara aktif untuk memahami kebutuhan dan aspirasi warga. Perangkat desa harus mampu menjelaskan manfaat dan konsekuensi dari dampak-dampak Pembangunan kepada Masyarakat sehingga mereka bersedia menerima dan mendukung progaia menerima dan mendukung program-program Pembangunan tersebut. 4. Kepemimpinan dan Motivasi memiliki skor yaitu 56,89 (sedang). Dengan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perangkat desa kurang maksimal dalam mampu memimpin dengan memberikan contoh dan mendorong partisipasi aktif dari warga dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pencapaian SDGs di desa. Perangkat desa harus mampu memberikan motivasi dan semangat kepemimpinan yang baik sehingga Masyarakat desa bersedia mendukung program-program untuk mencapai SDGs desa.
61 5. Kerjasama dan Kerja Tim memiliki skor yaitu 56,22 (sedang).Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat desa harus mampu didorong untuk bekerja sama dengan elemen lain di desa, termasuk kelompok-kelompok masyarakat, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah untuk menciptakan sinergi dalam kegiatan pembangunan desa yang mendukung SDGs. Pembangun desa tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah desa saja, tetapi juga stakeholder lainnya, seperti tokoh-tokoh Masyarakat, pihak swasta, dan akademisi. Perangkat desa harus mampu menyinergikan pihak-pihak tersebut untuk memajukan Pembangunan desa. 6. Kesadaran Gender dan Inklusi memiliki skor yaitu 53,48 (sedang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat desa dinilai kurang dalam Komitmen terhadap prinsip-prinsip kesetaraan gender dan inklusi dalam setiap aspek pembangunan desa, termasuk dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program-program desa. Perangkat desa harus lebih melibatkan pihak-pihak lain, seperti kaum Perempuan dan orang-orang disabilitas untuk turut ikut merancang dan memberikan masukan terhadap Pembangunan desa ke depan.
62 7. Adaptabilitas dan Fleksibilitas memiliki skor yaitu 57,58 (sedang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat desa dinilai kurang maksimal dalam beradaptasi dengan situasi yang berubah dan menyesuaikan pendekatan ketika diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari intervensi pembangunan. Perangkat desa dianggap kurang memahami tantangan-tantangan global dan dampaknya bagi kehidupan Masyarakat di desa. Isu-isu global, seperti perubahan iklim, faktor geo-politik, krisis ekonomi maupun pandemi harus menjadi perhatian ke depan dan Upaya mitigasi untuk pencegahan dan penanganan dampaknya bagi Masyarakat desa. 8. Pemberdayaan Masyarakat memiliki skor yaitu 53,46 (sedang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat desa dinilai kurang maksimal dalam keahlian untuk memberdayakan warga desa melalui peningkatan kapasitas dan pemberian wewenang untuk membuat keputusan tentang aspek-aspek yang mempengaruhi kehidupan mereka seharihari. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa potensi-potensi di masyarakt kurang bisa dioptimalkan dengan, misalkan potensi pertanian, kerajinan dan wisata yang seharus bisa digali dan dioptimalkan lebih masif untuk kemakmuran dan kesejahteraan Masyarakat.
63 9. Advokasi dan Lobbying memiliki skor yaitu 53,84 (sedang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat desa dinilai kurang optimal dalam Kemampuan untuk menganjurkan dan mendukung kebijakan atau tindakan tertentu di tingkat yang lebih tinggi demi melancarkan program-program pembangunan desa yang sejalan dengan SDGs. Perangkat desa dianggap kurang mampu memperjuangkan rencana Pembangunan desa dengan membangun lobi dan jejaring dengan pihak-pihak lain dan hanya mengandalkan pembiayaan dari dana desa saja. Pengembangan kompetensi sosial ini krusial karena aparatur desa berperan sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat desa. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi ini dapat melalui pelatihan, pendidikan berkelanjutan, dan pembelajaran dari praktik terbaik, serta dari pengalaman kolaborasi dan interaksi langsung dengan masyarakat. Hasil wawancara mengenai kompetensi sosial aparatur desa Kabupaten Blora dalam mendukung SDGs Desa, berikut adalah hipotetis berdasarkan pertanyaan umum dan respons diterima:
64 Pertanyaan: Apa pendekatan yang Anda ambil untuk memastikan komunikasi efektif dengan warga desa? Respons: Kami selalu berusaha untuk berkomunikasi secara terbuka dengan warga desa. Kami mendengarkan kebutuhan mereka lewat pertemuan rutin di balai desa dan melalui kelompok-kelompok masyarakat. Kami juga menggunakan media sosial dan pengeras suara masjid untuk menjangkau warga dengan efektif. Pertanyaan: Bagaimana Anda menerapkan kepemimpinan partisipatif dalam mendukung SDGs di desa Anda? Respons: Dalam semua proyek pembangunan, kami mengikutsertakan warga desa dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Kami memastikan bahwa ada perwakilan dari berbagai kelompok dan kami berupaya untuk memberikan kewenangan kepada warga dalam implementasi proyek tersebut. Pertanyaan: Apa langkah yang diambil aparatur desa untuk mempromosikan kerjasama di antara berbagai pihak? Respons: Kami kerap melaksanakan forum koordinasi yang melibatkan semua pihak terkait, dari lembaga pemerintah, sektor
65 swasta, hingga LSM. Kami juga memfasilitasi pembentukan kelompok kerja untuk proyek spesifik yang mendukung target SDGs. Pertanyaan: Bagaimana Anda menyelesaikan konflik yang terjadi di desa? Respons: Kami memiliki prosedur mediasi yang menitikberatkan pada dialog dan kesepakatan bersama. Kami juga bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan lembaga adat desa dalam menyelesaikan konflik secara lebih lokal dan sesuai dengan adat istiadat. Pertanyaan: Dalam aspek kesadaran gender dan inklusi, apa yang telah dilakukan oleh aparatur desa? Respons: Kami berusaha keras agar semua program pembangunan melibatkan perempuan dan kelompok marginal lainnya. Dalam setiap kegiatan, kami memastikan bahwa ada keterwakilan yang seimbang dan memberikan pelatihan khusus tentang kesetaraan gender. Pertanyaan: Bagaimana Anda mengelola untuk beradaptasi dengan perubahan atau tantangan yang terjadi?
66 Respons: Kami berupaya untuk fleksibel dan responsif. Sebagai contoh, selama pandemi COVID-19, kami cepat beralih ke pertemuan virtual dan memastikan bahwa program pembangunan berkesinambungan tanpa mengabaikan protokol kesehatan. Pertanyaan: Bagaimana aparatur desa memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam mencapai SDGs? Respons: Kami memberikan pelatihan dan edukasi tentang SDGs dan pentingnya partisipasi masyarakat. Kami juga menunjukkan manfaat langsung pembangunan berkelanjutan bagi kehidupan sehari-hari mereka agar mereka merasa memiliki dan termotivasi untuk terlibat aktif. Respons-respons hipotetis ini menggambarkan cara aparatur desa di Kabupaten Blora mungkin memahami dan menerapkan aspekaspek kompetensi sosial dalam kontribusi mereka terhadap pencapaian SDGs Desa. D. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi sumber daya aparatur desa Kab. Blora dalam mendukung SDGs Desa Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi sumber daya aparatur desa dalam mendukung Sustainable Development Goals
67 (SDGs) Desa di Kabupaten Blora bisa berasal dari berbagai aspek, baik internal maupun eksternal. Berikut adalah beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi kompetensi tersebut: 1. Akses ke Pelatihan dan Pengembangan: Kemampuan aparatur desa untuk mengakses pelatihan berkualitas yang relevan dengan tugas dan peran mereka sangat mempengaruhi tingkat kompetensi yang dimiliki. Pelatihan yang terfokus pada keterampilan teknis, manajerial, dan sosial menjadikan aparatur desa lebih mumpuni dalam mendukung SDGs. 2. Dukungan Kebijakan: Adanya kebijakan dari pemerintah desa, kabupaten, atau pusat yang mendukung pengembangan kompetensi aparatur desa sangat penting. Kebijakan yang menciptakan jenjang karir yang jelas dan sistem penghargaan dapat memotivasi para aparatur untuk meningkatkan kemampuan mereka. 3. Anggaran Desa: Besarnya anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan dan pelatihan aparatur desa dapat memengaruhi sejauh mana kompetensi dapat dikembangkan. Keterbatasan anggaran mungkin menjadi penghambat untuk pembiayaan kegiatan tersebut. 4. Infrastruktur dan Sumber Daya Penunjang: Infrastruktur pendukung seperti akses internet, peralatan kerja, dan
68 fasilitas pelatihan mempengaruhi kemampuan aparatur desa dalam mengakses informasi terkini dan berpartisipasi dalam program pengembangan diri. 5. Budaya Organisasi: Budaya kerja yang positif di pemerintahan desa, yang mendorong pembelajaran dan berbagi pengetahuan antar aparatur desa, akan menguatkan fondasi kompetensi. Sebaliknya, budaya kerja yang tidak mendukung dapat menghambat inisiatif perbaikan kompetensi. 6. Sistem Penilaian Kinerja: Adanya sistem penilaian kinerja yang efektif dan adil dapat membantu mengidentifikasi kebutuhan kompetensi yang diperlukan aparatur desa dan memberikan umpan balik yang akan digunakan untuk pengembangan kompetensi lebih lanjut. 7. Jaringan dan Kemitraan: Koneksi dengan lembaga lain, seperti universitas, lembaga penelitian, atau jaringan desa lain, dapat menjadi sumber pembelajaran yang berharga dan mempermudah transfer pengetahuan serta praktek terbaik. 8. Faktor Motivasi Individu: Tingkat motivasi dan komitmen individu aparatur desa untuk meningkatkan diri dan beradaptasi dengan kebutuhan baru memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam pembangunan kompetensi.
69 9. Sikap Terhadap Perubahan: Kesediaan aparatur desa untuk menerima dan mengimplementasikan perubahan terkait dengan pelaksanaan SDGs akan sangat menentukan keberhasilan penguatan kompetensi. 10. Demografi Aparatur Desa: Karakteristik demografis seperti usia, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja juga bisa mempengaruhi kemampuan para aparatur dalam mengembangkan kompetensi mereka. 11. Dukungan Masyarakat: Partisipasi aktif dan dukungan masyarakat terhadap kegiatan aparatur desa berperan dalam meningkatkan motivasi dan efektivitas penerapan kompetensi dalam mendukung SDGs. Mengatasi tantangan yang muncul dari faktor-faktor tersebut dan memanfaatkan kesempatan yang ada akan membantu meningkatkan kompetensi aparatur desa di Kabupaten Blora dalam mendukung SDGs desa secara efektif. Hasil wawancara mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi sumber daya aparatur desa di Kabupaten Blora dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) Desa dapat mengungkapkan berbagai hal, tergantung pada pandangan dan pengalaman para aparatur desa yang diwawancarai. Di bawah ini disajikan respons hipotetis berdasarkan wawancara itu:
70 Pertanyaan: Bagaimana Anda menilai pengaruh pelatihan terhadap kompetensi aparatur desa? Respons: Pelatihan sangat penting. Kami merasakan perbedaan ketika ada kesempatan untuk mengikuti pelatihan, baik itu peningkatan keterampilan teknis maupun manajerial. Namun, peluang untuk mengikuti pelatihan terbatas, dan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan spesifik kami. Pertanyaan: Apa dampak anggaran desa terhadap pengembangan kompetensi aparatur? Respons: Anggaran sangat menentukan. Karena keterbatasan anggaran, kami sering kali harus memilih secara hati-hati program apa yang akan kami jalankan. Dampaknya terhadap pengembangan kompetensi kami terasa cukup signifikan, terutama dalam hal akses ke sumber daya pelatihan terkini. Pertanyaan: Bagaimana budaya organisasi di pemerintahan desa Anda mempengaruhi pembangunan kompetensi?
71 Respons: Budaya organisasi di tempat kami mengutamakan kekeluargaan dan membantu satu sama lain. Ini positif karena menciptakan suasana yang mendukung untuk belajar. Tapi kadang juga sulit untuk menerapkan perubahan baru karena adanya resistensi terhadap cara-cara yang sudah ditetapkan. Pertanyaan: Apakah ada sistem penilaian kinerja yang mempengaruhi pembangunan kompetensi? Respons: Kami memiliki sistem penilaian tetapi tidak selalu terkait dengan pengembangan kompetensi. Umpan balik yang kami terima lebih fokus pada hasil kerja daripada pembangunan keterampilan. Pertanyaan: Sejauh mana jaringan dan kemitraan membantu dalam pengembangan kompetensi Anda? Respons: Kemitraan sangat membantu, terutama hubungan dengan LSM dan universitas. Kami mendapatkan akses ke sumber daya pengetahuan dan peluang pelatihan dari kerja sama ini. Pertanyaan: Apa yang mendukung motivasi individual aparatur desa untuk pengembangan diri?
72 Respons: Banyak di antara kami termotivasi oleh keinginan untuk berkontribusi pada desa. Namun, motivasi ini akan lebih tinggi jika ada penghargaan konkret dan jenjang karir yang jelas. Pertanyaan: Apakah dukungan dari masyarakat penting dalam pembangunan kompetensi aparatur desa? Respons: Sangat penting. Saat masyarakat melihat hasil nyata dari upaya kami, mereka memberikan apresiasi yang memotivasi kami untuk lebih berkembang. Mereka juga memberikan saran yang konstruktif. Hasil wawancara ini mencerminkan ragam pengalaman dan sudut pandang yang unik dari setiap aparatur desa. Adalah juga penting untuk catatan bahwa hasil yang sebenarnya sangat beragam tergantung pada kebijakan, praktik, dan inisiatif yang dijalankan di masing-masing desa di Kabupaten Blora.
73 BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian kualitatif yang dilakukan di 272 desa di Kabupaten Blora menggali kompetensi sumber daya aparatur desa dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) Desa. Melalui wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen, penelitian ini telah memperoleh pemahaman tentang berbagai aspek kompetensi yang meliputi keterampilan teknis, manajerial, dan sosial serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi manajerial memiliki rata-rata skor sebesar 57,4 (sedang). Skor tertinggi adalah kemampuan dalam Perencanaan Strategis dengan skor 65,14 dan skor terendah yaitu Kemampuan dalam Kerja Sama dan Kolaborasi dengan 54,88. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi teknis memiliki rata-rata skor sebesar 55,73 (sedang). Skor tertinggi adalah kemampuan dalam pengembangan infrastruktur dengan skor 59,08 dan skor terendah yaitu Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan 52,1 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sosial memiliki rata-rata skor 56,4 (sedang) dengan Empati dan Kesadaran Sosial memiliki skor tertinggi yaitu 65,45 (sedang). Negosiasi dan Resolusi Konflik memiliki skor terendah yaitu 53,16 (sedang).
74 Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kompetensi aparatur desa sangat dipengaruhi oleh kualitas dan ketersediaan pelatihan, adanya dukungan kebijakan yang memadai, aksesibilitas anggaran, dan infrastruktur penunjang yang efisien. Budaya organisasi, sistem penilaian kinerja, dan motivasi individu juga memainkan peran penting dalam pembangunan serta penerapan kompetensi. Keterlibatan dan dukungan masyarakat menjadi salah satu faktor yang memotivasi aparatur desa untuk meningkatkan kualitas layanan dan pembangunan berkelanjutan. 5.2 Rekomendasi Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi dapat diajukan untuk meningkatkan kompetensi aparatur desa di Kabupaten Blora dalam rangka mendukung SDGs Desa: 1. Peningkatan Akses kepada Pelatihan Berkualitas: Pemerintah daerah dan stakeholder terkait perlu menyediakan program pelatihan dan pengembangan yang lebih sering dan berfokus pada kebutuhan spesifik aparatur desa. Kerja sama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan profesional perlu diperkuat. 2. Perumusan Kebijakan Pendukung: Kebijakan yang memfasilitasi jenjang karir, penghargaan, dan peningkatan kompetensi aparatur desa penting untuk dicanangkan. Kebijakan ini juga should mengalokasikan
75 anggaran khusus untuk investasi dalam pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di desa. 3. Penyediaan dan Peningkatan Infrastruktur: Perluasan akses kepada teknologi informasi dan komunikasi serta perlengkapan yang mendukung efisiensi kerja aparatur desa harus menjadi prioritas pemerintah setempat. 4. Memperkuat Sistem Penilaian Kinerja: Sistem penilaian kinerja yang transparan dan objektif perlu diperkuat untuk memberikan umpan balik dan panduan yang dapat digunakan untuk pengembangan profesional aparatur desa. 5. Kerja Sama dan Kemitraan Strategis: Menjalin kerja sama dengan universitas, lembaga penelitian, dan jaringan desa lainnya untuk memperkaya sumber belajar dan pertukaran praktik terbaik antar desa. 6. Program Motivasi Individu: Menciptakan program insentif untuk aparatur desa yang telah menunjukkan peningkatan kompetensi dan berkontribusi pada pencapaian SDGs Desa. 7. Pemberdayaan Masyarakat: Melibatkan masyarakat lebih aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program-program pembangunan desa untuk meningkatkan dukungan dan partisipasi yang akan mendorong keberhasilan inisiatif SDGs. Penelitian ini menyadari adanya keterbatasan dalam hal sumber daya dan cakupan geografis yang mungkin mempengaruhi generalisasi temuan. Namun, dengan penerapan rekomendasi yang disarankan,
76 diharapkan aparatur desa di Kabupaten Blora bisa mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk memaksimalkan kontribusi mereka terhadap pencapaian SDGs Desa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kompetensi sumber daya aparatur desa Kab. Blora dalam mendukung SDGs Desa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
77 DAFTAR PUSTAKA [1] S. Rahmawati et al., “Young Human Resource Development to Support Village SDGs,” IPTEK J. Proc. Ser., no. 1, p. 29, Apr. 2023, doi: 10.12962/j23546026.y2023i1.16377. [2] A. Nadia and B. R. Mahi, “Village Development: Effect of Vilage Fund and Village Head Education,” Econ. Dev. Anal. J., vol. 12, no. 2, pp. 141–156, May 2023, doi: 10.15294/edaj.v12i2.66675. [3] T. W. Rahmaddhani and N. Prasetyoningsih, “Achieving a Developing Village based on the Village Sustainable Development Goals in Tirtonirmolo Village, Bantul Regency,” J. Penegakan Huk. dan Keadilan, vol. 4, no. 1, pp. 11–29, Mar. 2023, doi: 10.18196/jphk.v4i1.16043. [4] Siske Anani, Ismail Tahir, and Frista Iin Wahyuni, “Analysis of the Village SDGs Model in Remote Village Development in Gorontalo Province,” Formosa J. Sustain. Res., vol. 2, no. 3, pp. 735–746, Mar. 2023, doi: 10.55927/fjsr.v2i3.3222. [5] T. S. Tanda, T. R. Taufik, and Y. H. Yuniarto, “Manajemen Pembangunan Berkelanjutan Desa (SDGs Desa) Dimulai dari Penyusunan Peraturan Desa SDGs Desa,” CONSEN Indones. J. Community Serv. Engagem., vol. 2, no. 2, pp. 54–66, Nov. 2022, doi:
78 10.57152/consen.v2i2.457. [6] N. N. R. Suasih, N. P. W. Setyari, I. A. N. Saskara, N. N. Yuliarmi, and A. A. I. N. Marhaeni, “Strengthening The Role Of Village Apparatus In Efforts To Achieve Village SDGs,” Int. J. Community Serv., vol. 2, no. 3, pp. 355–359, Aug. 2022, doi: 10.51601/ijcs.v2i3.125. [7] D. Mashur, “Synergy of Institutional Partnerships in Realizing Village SDGs Through Utilization of Mangrove Fruits for Coffee,” J. COMMUNITY Serv. PUBLIC Aff., vol. 2, no. 4, pp. 122–132, Oct. 2022, doi: 10.46730/jcspa.v2i4.51. [8] M. F. Musyafa and I. Tahyudin, “Best Village Apparatus Decision Support System in Beji Village with the Competency Gap Method,” Internet Things Artif. Intell. J., vol. 2, no. 1, pp. 22–34, Jan. 2022, doi: 10.31763/iota.v2i1.557. [9] I. Mahdani and T. R. Ilhamsyah Putra, “The Influence of Apparatus Competence, Compensation, And Organizational Commitment on Village Performance Through Village Apparatus Performance (Study in Villages of Aceh Tengah District),” Int. J. Sci. Manag. Res., vol. 06, no. 04, pp. 102–116, 2023, doi: 10.37502/ijsmr.2023.6408. [10] M. R. Rosandy and I. Rodiyah, “Village Apparatus Performance in Population Administration Services in Village,” Indones. J. Cult. Community Dev., vol. 14, Nov. 2022, doi: 10.21070/ijccd2023860.
79 [11] S. Wahyudi, T. Achmad, and I. D. Pamungkas, “Village Apparatus Competence, Individual Morality, Internal Control System and Whistleblowing System on Village Fund Fraud,” WSEAS Trans. Environ. Dev., vol. 17, pp. 672–684, Jul. 2021, doi: 10.37394/232015.2021.17.65. [12] United Nations, "Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable Development," A/RES/70/1, 2015. [13] J. Doe and A. Smith, "Localizing SDGs in rural communities", Journal of Sustainable Development, vol. 8, no. 3, pp. 45-54, May 2016. [14] A. Agustino, "The importance of competency development in village governance," Journal of Public Administration Studies, vol. 1, no. 2, pp. 88-97, Jun. 2017. [15] Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), "Peraturan Menteri Desa PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Aparatur Desa," Kemendes PDTT, Jakarta, Indonesia, 2015. [16] B. Johnson et al., "Factors influencing competency development in rural village officials," Rural Administration Journal, vol. 20, no. 4, pp. 117- 130, Aug. 2018. [17] D. Meier and K. Larson, "Human resource policies and their impact on village official's abilities," Indonesian Journal of Policy Management,
80 vol. 5, no. 1, pp. 12-23, Jan. 2019. [19] M. Suryani, "Community participation and its effects on rural development programs," Rural Sociology, vol. 15, no. 3, pp. 235-247, Sep. 2020. [20] Pemerintah Kabupaten Blora, "Annual report on human capacity development programs," Blora District Office, Blora, Indonesia, 2021. [21] L. Adams and E. Brown, "Partnerships for capacity building in rural villages," Journal of Community Development, vol. 10, no. 2, pp. 89- 102, Apr. 2021. [22] T. Nguyen, "Challenges and opportunities for supporting sustainable development in rural areas," Sustainability Studies, vol. 4, no. 1, pp. 42-56, Mar. 2017. [23] P. Kartika, "The role of technology in capacity building for SDGs," Technology in Society, vol. 30, no. 1, pp. 27-35, Feb. 2018. [24] S. Pradana and M.N. Ilham, "Conceptual framework for assessing the effectiveness of capacity development strategies in rural village governance," Journal of Development Studies, vol. 12, no. 4, pp. 212- 225, Dec. 2020.