The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Digital, 2023-05-29 03:27:43

book-fullfile-59f83ec54db5c-1509441221

book-fullfile-59f83ec54db5c-1509441221

DENAH BOROBUDUR Persembahan yang Mulia Seekor Kelinci Relief yang menggambarkan kisah ini ada di sisi Timur Candi Borobudur, lantai 3/lorong 1, pagar langkan bagian atas, bidang H di panil ke 10, 11, dan 12. Seekor Kelinci Persembahan yang Mulia


Dahulu hiduplah seekor kelinci yang baik hati. Karena kebaikan hatinya itu ia mempunyai banyak teman dan sahabat. Mereka berempat bersahabat, hidup saling tolong-menolong di hutan yang dilingkari oleh gunung, sungai, dan sebuah perkampungan kecil. Persembahkanlah apa yang terbaik bisa kamu persembahkan kepada tamumu. Apalagi besok adalah Hari untuk Memberi!


Dewa Cakra mendengarnya. Dan ia ingin menguji kebaikan dan ketulusan si Kelinci. Dewa Cakra menyamar menjadi seorang pendeta yang kelaparan. Ia berjalan mendekati keempat sekawan yang tengah bercengkrama di atas sebatang pohon yang tumbang. Keempat sahabat itu pun segera menyambut tamu mereka dengan sebaikbaiknya. Mereka menyediakan tempat istirahat yang nyaman.


Tujuh ekor ikan merah yang kubawa pulang ke daratan dari Sungai Gangga, wahai Brahmana, makanlah ini sepuasnya, dan tinggallah di hutan ini.


Seekor kadal dan satu periuk bubur susu, makan malam si penjaga, dua besi pemanggang untuk memanggang daging yang kudapatkan ini. Akan kuberikan kepadamu. Wahai Brahmana, makanlah ini sepuasnya, dan tinggallah di hutan ini.


Aliran sungai yang dingin, buah mangga yang ranum, tempat teduh yang menyenangkan di hutan, wahai Brahmana, makanlah ini sepuasnya, dan tinggallah di hutan ini.


Sedangkan kelinci tak membawa apa-apa. Makanan yang bisa didapatnya, rumput kusa, terasa tak pantas dipersembahkannya. Ia hanya minta kepada sang Pendeta untuk segera menyalakan api. melainkan kukorbankan dagingku sendiri untuk dipanggang dalam api, jika Anda ingin tinggal di hutan ini bersama kami. Bukan wijen, bukan kacang-kacangan, bukan pula beras yang kumiliki sebagai makanan untuk didermakan,


Melompatlah sang Kelinci ke dalam kobaran api di depannya. Ia mempersembahkan dirinya sendiri. Tapi api tak sanggup membakar kelinci yang baik dan tulus itu. Tak sehelai bulunya terbakar. Dewa Cakra pun mengakui kebaikan dan ketulusan sang Kelinci. Sebagai hadiahnya Sang Dewa menggambar kelinci di bulan agar di setiap purnama kita bisa mengingat kebaikan sang Kelinci.


Penyu Raksasa & Para Saudagar DENAH BOROBUDUR Penyu Raksasa & Para Saudagar Relief yang menggambarkan kisah ini ada di sisi Barat Candi Borobudur, lantai 3/lorong 1, pagar langkan bagian atas, bidang F di panil ke 6, 7, 8, dan 9.


Dikisahkan 500 saudagar berangkat berlayar menggunakan sebuah kapal besar. Mereka mengarungi samudra luas dan ganas. Menempuh perjalanan panjang untuk berdagang. Suatu hari langit mendadak gelap. Hujan turun dengan deras. Kilat menyambar-nyambar. Dan ombak bertambah besar. Badai dataaaang!


Para saudagar ketakutan. Belum pernah mereka menyaksikan badai yang begitu dahsyat dan mengerikan. Kapal itu hancur dan pecah berkeping-keping. 500 saudagar itu pun tercerai-berai. tercebur ke samudra.


Ayo naik! Cepaaaat! Tak lama kemudian badai reda, tinggal puing-puing kapal, dan para saudagar yang terapung di lautan. Entah datang dari mana tiba-tiba seekor Penyu Raksasa muncul dari dalam samudra.


500 saudagar dengan susah payah berhasil naik di atas punggung Penyu Raksasa, merapat ke pantai dan melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian sampailah mereka di sebuah pulau. Sang Penyu segera merapat ke pantai dan menurunkan para saudagar itu. Dengan segera para saudagar itu turun dan mencari makanan di pulau yang tak mereka kenal itu. sementara sang Penyu jatuh tertidur karena kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang.


Ternyata tak ada apa pun yang bisa dimakan. Pulau itu kosong. Bahkan tak ada sebatang pohon pun yang tumbuh. Beberapa dari mereka kemudian pingsan kehabisan tenaga.


Kepanikan pun melanda. Para saudagar itu mulai bertengkar satu sama lain. Bahkan beberapa mulai berkelahi. Sang Penyu terbangun dari tidurnya. Dan kaget melihat kekacauan yang terjadi. Berhenti!


Para saudagar itu tak mampu berkata apa-apa. Mereka terharu dengan kebaikan dan kerelaan Sang Penyu. Mereka memeluk Sang Penyu Raksasa yang telah mengorbankan dirinya demi menyelamatkan hidup mereka. Aku tahu kalian kelaparan. Tanpa makanan, sebentar lagi tentu kalian akan mati. Tapi janganlah kalian saling bunuh. Bunuh saja aku dan makanlah dagingku. Kalian akan bisa bertahan beberapa lama untuk menunggu bantuan datang.


DENAH BOROBUDUR Pelatuk yang Baik & Singa yang Tak Tahu Balas Budi Relief yang menggambarkan kisah ini ada di sisi Selatan Candi Borobudur, lantai 3/lorong 1, pagar langkan bagian atas, bidang J di panil ke 6, 7, 8, dan 9. DENAH BOROBUDUR Pelatuk yang Baik & Singa yang Tak Tahu Balas Budi Relief yang menggambarkan kisah ini ada di sisi Selatan Candi Borobudur, lantai 3/lorong 1, pagar langkan bagian atas, bidang J di panil ke 6, 7, 8, dan 9. Pelatuk yang Baik & Singa yang Tak Tahu Balas Budi


Tinggallah seekor burung pelatuk yang baik hati. Ia disayangi semua binatang karena kebaikannya. Seluruh binatang di hutan dianggapnya sebagai sahabat. Suatu hari saat terbang ia melihat seekor singa sedang berguling-guling kesakitan.


Ia segera turun mendekati sahabatnya itu. Ada apa, Singa Sahabatku? Kenapa kamu berguling-guling begitu? Aaaadaaa.. Tu..tu..laaang.. Nyangkuuuttt


Si Pelatuk segera mengambil sebatang ranting. Dengan ranting itu ia mengganjal mulut si Singa hingga terbuka lebar. Lalu dengan pelatuknya ia mengambil tulang yang menyangkut di tenggorokan si Singa. Dan terbebaslah si Singa dari penderitaannya. Sang Pelatuk kembali terbang. Suatu hari sang Pelatuk kembali terbang mencari makan. Perutnya sangat lapar. Dilihatnya si Singa yang kemarin ditolongnya tengah makan seekor kijang buruannya.


Turunlah sang Pelatuk mendekat sahabatnya yang tengah makan itu. Wahai, Singa Sahabatku. Perutku lapar. Apakah aku boleh minta secuil daging kijang buruanmu? Enak saja! Aku juga lapar! Dan satu ekor kijang tak akan bisa mengenyangkanku! Pergi sana! Cari sendiri makananmu!


Hamba tak akan membalas kelakuannya. Hamba hanya ingin berbuat baik kepada siapa pun. Tanpa pamrih apa pun. Singa itu telah bekerja keras mencari makanan. Terserah dia mau membagi makanannya atau tidak. Kenapa kamu tak membalas kelakuannya? Kamu berhak membutakan matanya dengan pelatukmu. Ia seekor singa yang jahat dan tak tahu membalas budi! Sang Dewa yang melihat kejadian itu segera menemui sang Pelatuk.


Penggembala Sapi & Kera Raksasa DENAH BOROBUDUR Penggembala Sapi & Kera Raksasa Relief yang menggambarkan kisah ini ada di sisi Selatan Candi Borobudur, lantai 3/lorong 1, pagar langkan bagian atas, bidang E di panil ke 4, 5, dan 6.


Di sebuah hutan seorang lelaki tengah kebingungan mencari sapinya yang hilang. Penggembala Sapi itu terus mencari hingga jauh masuk ke dalam hutan. Tapi sapinya benarbenar lenyap tanpa jejak. Dengan putus asa ia berhenti di bawah sebuah pohon mangga di tepi sebuah jurang.


Harum buah mangga menggoda perutnya yang sejak siang belum kemasukan apa-apa. Maka ia pun segera memanjat pohon itu bermaksud mengambil beberapa buah mangga untuk mengisi perutnya. Tubuhnya menghantam tanah dan berguling masuk ke dalam jurang. Tapi sungguh malang. Pada saat si Gembala Sapi hendak meraih sebuah mangga yang matang di ujung dahan ia malah terjatuh.


Tubuhnya meluncur deras ke dasar jurang. Tapi, Ah! Beruntunglah tubuhnya tertahan oleh sebuah dahan pohon yang tumbuh di punggung jurang. Ia selamat. Setidaknya untuk sementara. Tangannya berpegangan dengan erat di dahan pohon itu. Ia berteriak sekeras-kerasnya TOLONG! TOLONG!


Tapi hanya gema yang menyahutnya. Hingga kemudian terdengarlah teriakan si Gembala Sapi lamat-lamat di telinganya. Adalah seekor kera raksasa tengah bersamadi di bawah sebuah pohon tak jauh dari jurang. Ia duduk bersila dengan tenang menghayati nafas, tubuh dan tempat di mana ia berada.


Sang Kera Raksasa pun segera bangun dari samadinya dan mendatangi sumber suara. Ia ingin menolong manusia yang tengah menderita itu. Dengan tangannya yang besar dan kuat sang Kera Raksasa berhasil mengangkat tubuh si Gembala Sapi yang tersangkut di dinding jurang itu.


Gembala Sapi mengucapkan terimakasih kepada penolongnya itu. Dan keduanya pun menjadi sahabat. Mereka berjanji untuk saling menolong satu sama lain. Sahabatku, aku mengantuk sekali. Tolong berjagalah. Aku ingin tidur sebentar. Jika ada binatang buas mendekat bangunkanlah aku.


Melihat sahabat barunya itu sudah tertidur pulas, tiba-tiba terlintas pikiran jahat di di kepala si Gembala Sapi. Ia ingin membunuh sang Kera Raksasa. Dagingnya bisa kubawa pulang dan kujual untuk mengganti sapiku yang hilang. Ia pun segera menghunus belati dan bersiap menusuk sang Kera Raksasa.


Tapi saat belati itu hendak menusuk dadanya, sang Kera Raksasa bangun dan menangkis serangan itu. Tapi tidak. Kera Raksasa itu sama sekali tak marah. Ia malah mengantar si Gembala Sapi pulang ke rumahnya. Si Gembala Sapi gemetar ketakutan. Ia takut sang Kera Raksasa akan balas menyerangnya.


Tidak lama setelah kejadian itu, si Gembala Sapi terserang penyakit lepra. Dan ia pun diusir dari kampungnya. Diasingkan ke tengah hutan. Dan menderita hingga akhir hidupnya.


Click to View FlipBook Version