Copyright Pusat Penelitian Arkeologi Nasional 2021 Alamat: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jalan Raya Condet Pejaten No.4, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12510 Indonesia Telp. +62 21 7988171 / 7988131 | Fax. +62 21 7988187 Email: arkenas@kemdikbud.go.id http://arkenas.kemdikbud.go.id/ http://rumahperadaban.kemdikbud.go.id/ Gambar Sampul Depan : Artefak-artefak temuan di Situs Lamreh. (Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional 2018, 2019, dan Museum Nasional Indonesia). Gambar Sampul Belakang : Pantai Teluk Lubuk dan Bukit Lamreh dilihat dari arah timur (Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional 2018).
Ayo Mengenal Tinggalan Budaya “Lamuri”, Negeri Persinggahan Para Pedagang di Tepi Selat Malaka Rumah Peradaban Situs Lamreh, Aceh Penulis: Libra Hari Inagurasi Editor: Isman Pratama Nasution Desain, Tata Letak dan Ilustrasi: Tyas Dena Dusita Putu Sasri Sthiti Dhaneswara Penerbit: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jalan Raya Condet Pejaten No.4 Pasar Minggu Jakarta Selatan - 12510 Telp. +62 21 798 8171 / 798 8131 Fax +62 21 798 8187 Email: arkenas@kemdikbud.go.id http://arkenas.kemdikbud.go.id http://rumahperadaban.kemdikbud.go.id Ayo Mengenal Tinggalan Budaya “Lamuri”, Negeri Persinggahan Para Pedagang di Tepi Selat Malaka Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 2021 Cetakan I, Juli 2021 41 Halaman: 14,8 x 21 cm e-ISBN 978-979-8041-89-1 (PDF)
Kata Pengantar Rumah Peradaban merupakan program dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, (Puslit Arkenas) bertujuan memasyarakatkan hasil penelitian arkeologi melalui beberapa media informasi. Semestinyalah hasil-hasil penelitian tidak hanya dinikmati para cendekiawan dan akademisi saja, akan tetapi tersampaikan kepada masyarakat secara lebih luas tidak terkecuali peserta didik. Hasil penelitian arkeologi yang tersampaikan kepada peserta didik memberikan pencerahan akan pengetahuan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia pada masa lalu. Buku pengayaan berjudul “AYO MENGENAL TINGGALAN BUDAYA “LAMURI”, NEGERI PERSINGGAHAN PARA PEDAGANG DI TEPI SELAT MALAKA”, yang sampai pada pembaca ini merupakan satu jenis media informasi untuk memasyarakatkan hasil penelitian arkeologi. Buku ini bercerita tentang tinggalan budaya dari “pelabuhan kuno dan Kerajaan Lamuri, berada di Situs Lamreh, Aceh Besar”. Penulisan secara populer bertujuan agar buku ini mudah dimengerti bagi siswa SMP, SMA, dan juga bagi para guru yang mengampu mata pelajaran sejarah. Disadari bahwa tidak semua materi sejarah kebudayaan Indonesia masa lalu dapat diperoleh oleh peserta didik melalui pelajaran di sekolah. Situs Lamreh di Aceh Besar menyimpan potensi arkeologi yang berlimpah dikaitkan dengan keberadaan bandar kuna dan Kerajaan Lamuri yang telah dikenal sejak abad ke-10 hingga abad ke-15. Dalam dunia pelayaran, Lamuri terletak pada jalur pelayaran perniagaan internasional, jalur pelayaran ini lah yang kemudian dikenal dengan nama Jalur Rempah (spice routes). Sebagai titik persinggahan, titik pertemuan dari aliran manusia dan barang, diikuti pula dengan munculnya ide-ide, gagasan baru dari berbagai orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Budaya Lamuri berciri khas budaya maritim, muncul karena adanya dorongan aktivitas di laut. Situs Lamreh memuat akar-akar kemaritiman dan kemajemukan yang pernah tumbuh pada masa lalu, penting untuk disampaikan pada generasi sekarang. Oleh karenanya buku ini diharapkan memberikan pengayaan, pemahaman bahwa dibalik tinggalan arkeologi “benda mati” yang bisu terdapat nilai kemaritiman, dan kemajemukan. Disadari buku ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan waktu penelitian, data arkeologi yang belum banyak di analisa, kendati demikian besar harapan kami buku ini dapat menjadi stimulan agar peserta didik, penggiat sejarah semakin mencintai peradaban Situs Lamreh. Walaupun buku ini sederhana jauh dari sempurna semoga memberikan manfaat “pencerahan”, juga sebagai ajakan kepada peserta didik, pembaca semuanya lebih mengenal Arkeologi Situs Lamreh, mencintai, dan melestarikannya. Jakarta, 7 Juni 2021 Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Dr. I Made Geria, M.Si
Pendahuluan - 01 - Wilayah Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dikelilingi lautan, luas wilayah lautan dua pertiga lebih luas dibandingkan daratan menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Sejak masa lalu di Indonesia telah tumbuh kerajaan maritim yang didukung oleh aktivitas kelautan. Sriwijaya, adalah contoh kerajaan maritim yang pernah ada di Indonesia. Pantai-pantai di bagian timur Pulau Sumatra dari arah selatan hingga ke utara tidak lepas dari pengaruh dominasi Sriwijaya. Di ujung utara Pulau Sumatra, bagian barat Indonesia terdapat wilayah yang dikenal dengan sebutan Aceh. Letak geografis Aceh strategis, karena terhubung dengan Samudra Hindia dan Selat Malaka dua perairan penting di dunia. Selat Malaka terbentang di bagian timur dan Samudra Hindia terbentang di bagian utara dan barat Aceh. Dari masa lalu hingga sekarang Selat Malaka merupakan perairan yang ramai dilintasi, tidak mengherankan sejak masa lampau Aceh merupakan wilayah yang terbuka, telah berinteraksi dengan dunia luar. Kawasan pesisir Aceh merupakan tempat tumbuhnya kota-kota pusat perdagangan internasional, kerajaan pada awal masuknya Islam, dan tempat lahirnya para ulama tersohor, serta pahlawan nasional. Kesultanan Samudra Pasai, dan Kesultanan Aceh, merupakan puncak-puncak peradaban di Aceh antara tahun 1200-an hingga awal tahun 1500-an atau abad ke 13-16. Tetapi tahukah bahwa di pesisir Aceh, selain kerajaan-kerajaan tersebut terdapat pula peradaban lainnya yang belum banyak diungkap dan belum diketahui. Apakah peradaban lainnya itu? Pernahkah mendengar nama Lamreh? Pernahkah mendengar nama Lamuri? Ya tidak seperti nama Samudra Pasai dan Kesultanan Aceh, nama Lamreh kurang banyak dikenal dan kurang banyak diketahui. Seandainya anak didik, dan guru mata pelajaran sejarah ditanya, belum tentu mereka, mengenal nama Lamreh. Tahukah dimana letak Lamreh ? Pada masa sekarang, Lamreh merupakan nama sebuah desa, termasuk wilayah Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Mengapa Lamreh menjadi penting untuk diketahui oleh anak didik?. Para pembaca, bapak – ibu guru yang budiman, murid-murid tersayang sekalian, tahukah bahwa di Lamreh terdapat warisan budaya bernilai sejarah tinggi? Lamreh menyimpan benda-benda purbakala yang berlimpah, dan bernilai penting sebagai sumber pengetahuan awal masuknya Islam, pertumbuhan kota-kota perdagangan, dan pertumbuhan kerajaan bercorak Islam di daerah pesisir di Nusantara. Lokasi terdapatnya tinggalan budaya Lamuri di Lamreh dinamakan dengan kawasan Situs Arkeologi Lamreh, berada di sebelah timur pelabuhan Malahayati, pada bukit dan pantai di tepi lautan yakni pertemuan Samudra Hindia dan Selat Malaka di sebelah utara, di sebelah timur muara Sungai Lubuk. Penelitian Arkeologi di Lamreh pertama kali dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada tahun 1995, dilanjutkan pada tahun 2018 dan tahun 2019. Melalui penelitian secara bertahap tinggalan budaya di kawasan Situs Arkeologi Lamreh yang berlimpah mulai terungkap dan kini disajikan dalam buku ini.
- 02 - Peta lokasi penelitian, kawasan Situs Lamreh, Kec. Mesjid Raya, Aceh Besar (lingkaran warna merah). (sumber: google dimodifikasi) Peta kawasan Situs Lamreh (tanda lingkaran merah), diantara bentang pantai di Lamreh. (sumber: Puslit Arkenas 2019)
- 03 - Peta Lokasi Lamuri disebut juga Rami, Ramni, Lambri, Lan-wu-li (lingkaran warna hijau), berada di jalur ekspedisi pelayaran Cheng Ho tahun 1400-an, abad ke-15. (sumber: http://www.google.com) Nama Lamuri Dalam Goresan Tinta Orang Arab dan Cina Para pelaut (musafir, pengelana, pelawat, perantau) dari Arab setidak-tidaknya sejak abad ke-10 M, telah menjelajahi lautan berlayar menuju ke Asia Tenggara dan Cina, mereka telah singgah di satu tempat yang bernama Lamuri. Abad-abad berikutnya, abad ke-11, 12, dan 13 M disusul oleh orang India, Cina, dan Eropa. Tahukah para pembaca sekalian, bahwa nama Lamuri kerap kali disebut orang-orang Arab, Persia, India, Cina dan Eropa, sebagai nama satu tempat mereka singgah-berlabuh di ujung Aceh, Sumatra, setidak-tidaknya sejak tahun 846-950 M, abad ke- 9-10 M. Lamuri pada waktu itu disebut dengan Rami, Ramni, Lamuri, Lan-wuli, Lambri. Para pelaut muslim Arab, Persia, telah mencatat nama Lamuri. Buzurg ibn Syahriar, orang Persia, menulis Kitab Ajāib al Hind, dalam bahasa Arab yang berisi kisah tentang budaya maritim di Samudra Hindia dari Afrika Timur sampai Cina yang ia dengar langsung dari para pelaut dan pedagang di setiap pelayaran, pada tahun 1.009 M. Para pelaut muslim menuliskan bahwa terdapat negeri Lamuri bagian dari negeri Zabaj. Negeri Zabaj yang dimaksudkan adalah Sriwijaya, yang berada di Sumatra.
- 04 - Bukan hanya dengan Arab, Lamuri juga telah terhubung dengan India. Orang-orang India telah singgah, mengunjungi Lamuri. Nama Lamuri telah dituliskan pada Prasasti Tanjore berbahasa Tamil, yang dikeluarkan atas perintah Raja Cola dari India Selatan pada tahun 1025 = abad ke-11 M. Apa isi Prasasti Tanjore? Prasati Tanjore meriwayatkan tentang penaklukkan Kerajaan Cola terhadap negeri Ilamuridessam dengan ekspedisi laut. Nama Ilamuridessam tidak lain adalah Lamuri. Chau Ju Kua penulis buku Chu-fan -chi berisi laporan dari para pedagang abad ke 12-13 M, mencatat riwayat perdagangan orang-orang Arab dan Cina abad ke-12-13 M (Hirth and W.W. Rockhill. 1966). Namun demikian hubungan pelayaran perdagangan dari Arab ke Cina telah ada sejak abad ke-9 M. Nama Soleyman dan Ibn Wahab Basra merupakan nama orang-orang Arab yang disebut dalam catatan Cina abad ke-9 M yang mengadakan pelayaran ke Cina. Dalam buku Chu-fan -chi yang meriwayatkan pelayaran dari Cina ke arah barat (Srilanka, India, Arab) disebut nama satu tempat diantara banyak nama tempat, yakni Kerajaan Lan-wu-li (Kingdom Lan-wu-li). Lan-wu-li penghasil kayu sapan, gading gajah, dan rotan.
- 05 - Sementara itu Rashiduddin pelancong, musafir dari Persia tahun 1.310 M menyebutkan Lamuri merupakan pusat perdagangan yang banyak dikunjungi para pedagang, terdapat kapur barus, emas, dan gaharu. Pernahkah mendengar nama Marco Polo? Marco Polo pengelana berasal dari Venesia, Italia, dalam perjalanan dari Cina menuju ke Eropa tahun 1.271 M, dia terhenti dan singgah di Sumatra. Marco Polo memberikan gambaran mengenai Lambri, sebagai nama tempat di Sumatra, masa Kerajaan Lambri sejaman dengan Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra Pasai, dan Barus. Di Lambri banyak ditemukan kamper (champer/kapur) dan kayu brazil. Nama Lamuri bukan hanya tersurat di berita Arab, Cina, India, dan Eropa saja, tetapi manuskrip Nusantara yakni Kitab Nagarakretagama, karya Mpu Prapanca yang ditulis pada masa pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit juga telah menyebut Lamuri. Nama Lamuri dinyatakan pada pupuh ke-13 bersama-sama dengan negeri-negeri di Sumatra lainnya diantaranya: Barus, Dharmasraya, Jambi, Minangkabau, Teba, Kritang, Siyak, Haru, Tumihang, Parllak,dan Barat. Ternyata nama Lamuri sudah dituliskan dan banyak disebut dalam sumber-sumber tertulis, yang menggambarkan nama Lamuri telah mendunia, dikenal di dunia. Pernahkah mendengar nama Laksmana Cheng Ho? juga nama Ma Huan? Ma Huan adalah pencatat ekspedisi melalui laut dipimpin oleh Laksmana Cheng Ho dari Cina menuju negeri-negeri di sebelah salatan dan barat yang berlangsung antara tahun 1.405-1.431 M = abad ke-15 M yang dibukukan dengan judul Ying-yai Sheng-lan. Ma Huan dalam buku Ying-yai Sheng-lan mencatat nama Lambri, nama satu tempat sebagai nama yang disinggahi oleh ekspedisi laut yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho. Nama Lambri ini ucapan dalam bahasa Cina untuk menyebut Rami, Ramni, atau Lamuri yang telah disebut oleh orang-orang Arab dan India. Lamuri dicapai dari Samudra (Samudra Pasai) dengan pelayaran selama tiga hari. Laut yang luas berada berada di sebelah utara dan barat, gunung berada di selatan, tempat bernama Lide berada di timur. Rajanya muslim. Para pedagang menggunakan uang koin dibuat dari bahan tembaga. Hasil dari Lambri yang diperdagangkan adalah kayu laka dan badak. Setengah hari pelayaran menuju Pulau Mao Shan atau Pulau We yang terletak di arah barat laut. Raja Lambri selalu mengirimkan upeti ke Cina. (Ma Huan dalam buku Ying-yai Sheng-lan)
Ragam Temuan Arkeologi - 07 - Tinggalan arkeologi di kawasan Situs Lamreh berlimpah. Nah para pembaca, adik-adik sekalian pada bagian ini kita telah sampai pada uraian mengenai temuan arkeologi penting di Situs Lamreh sebagai bukti-bukti yang menunjukkan budaya Lamuri masa lampau. Mari kita simak pada uraian berikut ini. Tahukah, meneliti tinggalan budaya di kawasan Situs Lamreh bagaikan penjelajahan di kawasan yang cukup luas. Meneliti di kawasan Situs Lamreh penuh resiko, karena dilakukan dengan menyisir pantai Lubuk, tebing - pantai Lhok Cut, dan menjelajahi-mendaki bukit Lamreh yang terjal, panas, terik, dan penuh pepohonan berduri. Lengah sedikit, bahaya mengancam, bisa tergelincir di bukit dan tebing yang terjal nan curam, serta luka karena tertusuk semak belukar, ranting pepohonan yang berduri berukuran besar. Kesulitan-kesulitan itu akan ditemui ketika melakukan penelitian, oleh karena itu perlu dilakukan dengan kehati-hatian. Untuk menuju ke Bukit Lamreh kita masuk melalui jalan di samping kiri SD Negeri Lamreh, ditepi Jalan Raya Lamreh – Malahayati. Lokasi dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda empat dan hanya berjarak sekitar 1 km saja, selanjutnya berjalan kaki melewati jalan sempit berbatu, menanjak, di sebelah kanan dan kiri dipenuhi dengan pepohonan yang berduri, dalam cuaca yang panas terik. Bukit yang di observasi luas, kemiringan bukit dan pantai begitu terjal, menyebabkan perekaman data tinggalan budaya butuh waktu lama. Namun demikian setelah berlelah-letih, badan berpelu-peluh, apabila tinggalan budaya telah ditemukan, peneliti akan merasa “bahagia”, bersyukur, karena dengan bersusah payah akhirnya penjelajahan pencarian benda-benda budaya berhasil ditemukan. Bagi pembaca, adik-adik, yang memiliki hobi berpetualang, penjelajahan arkeologi di Bukit Lamreh tentunya menjadi hal yang menantang dan menarik lho. Lebih-lebih penjelajahan telah sampai di puncak Bukit Lamreh akan menatap keindahan alam ciptaan Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa, yang elok menawan menakjubkan. Di puncak Bukit Lamreh menatap Selat Malaka, si laut lepas berwarna biru yang menawan di sebelah utara, dan kapal-kapal bongkar muat barang di Pelabuhan Malahayati di sebelah barat. Tetapi ingat ya kenali juga tinggalan budayanya. Mengasyikkan lho. Tertarik dan merencanakan berpetualang alam dan budaya di Bukit Lamreh, persiapkan diri ya kenakan pakaian yang menutup melindungi kita. Pakaian lengan panjang, celana panjang, sepatu, dari bahan yang kuat supaya tidak mudah sobek tertusuk ranting duri pepohonan. Kenakan topi, “sunglasses” untuk melindungi wajah kita dari panas terik matahari. Jangan lupa bawa minum, sesampai di Bukit Lamreh tidak ada yang menjual minuman, tidak ada sumber air, berbekal sendiri. Kamera jangan lupa dibawa ya supaya momen petualangan alam dan budaya di Bukit Lamreh ada dokumentasi-mu. Seru lho... Nah.. sembari berpetualang kenali tinggalan budaya Lamuri di Lamreh ya.
- 08 - Pantai di Teluk Lubuk, bagian dari Selat Malaka dilihat dari arah Bukit Lamreh. (Sumber: Puslit Arkenas 2018). Peta Lokasi penelitian di Bukit Lamreh. Tanda lingkaran warna kuning (lokasi A) sisi tenggara, lingkaran warna biru (lokasi B) sisi tengah, lingkaran warna ungu (lokasi C) sisi utara, dan lingkaran warna merah (lokasi D) sisi barat. (sumber Puslit Arkenas 2018) Para pembaca yang budiman, adik-adik semuanya, tahukah cara kerja atau langkah-langkah penelitian arkeologi? Pengamatan permukaan tanah (survei) dan penggalian sistematis (ekskavasi) merupakan langkah kerja penelitian arkeologi, untuk menemukan dan menghimpun bendabenda arkeologi. Langkah selanjutnya adalah melakukan perekaman data dengan melakukan pengukuran, pencatatan sistematis, memerinci, mengelompokkan data yang terhimpun, pemotretan, pemetaan, dan menuliskannya supaya hasil penelitian dibaca dan diketahui oleh masyarakat. Penelitian di Bukit Lamreh, dimulai dengan mengamati permukaan tanah (survei) di empat lokasi: lokasi (A) sisi selatan-timur / tenggara, lokasi (B) sisi tengah, lokasi (C) sisi utara, dan lokasi (D) sisi barat (lihat peta 4), serta kemudian menggali tanah secara sistematis (ekskavasi) di sisi utara (C).
- 09 - Tim penelitian dan tenaga pembantu lapangan mengamati lokasi A bagian tenggara di Bukit Lamreh. (sumber: Puslit Arkenas 2018). Pengamatan di Bukit Lamreh dilakukan pada empat titik lokasi, yakni lokasi A, B, C, dan D. Di permukaan tanah Bukit Lamreh di atas pantai Lubuk, pada empat lokasi yang diteliti tersebar benda-benda arkeologi yang berumur ratusan tahun. Lokasi kesatu yang diamati (lokasi A) berada di sisi tenggara di Bukit Lamreh, merupakan kompleks pemakaman. Lokasi A di sisi tenggara di Bukit Lamreh ini berupa bukit yang terdapat kompleks pemakaman. Lokasi A merupakan bukit menghadap arah utara dan menghadap ke laut lepas, yakni pertemuan Selat Malaka dengan Samudra Hindia. Tinggalan budaya di lokasi A, berupa puluhan batu nisan dari kompleks pemakaman, pecahan keramik, pecahan gerabah yang terhampar di permukaan tanah disekitar kompleks pemakaman. Puluhan makam dengan batu nisan yang beragam bentuknya. Diantaranya terdapat nisan bentuk balok denah persegi panjang tegak menjulang vertikal ke atas seperti piramida, yang memiliki kemiripan dengan bentuk menhir. Nisan yang ditemukan diidentifikasi dengan diberi kode sesuai lokasi dan bentuknya. Lokasi ditemukannya sekelompok benda-benda budaya dinamakan dengan situs. Pentingnya kompleks pemakaman di lokasi kesatu ini adalah terdapatnya nisan dari seorang sultan. Masyhudi, peneliti, epigraf Islam dari Balai Arkeologi Yogyakarta, anggota tim penelitian, telah melakukan pembacaan inskripsi pada beberapa nisan di Bukit Lamreh. Hasil pembacaan inskripsi, dapat diketahui bahwa di lokasi A Bukit Lamreh, terdapat nisan berinskripsi yang menggunakan aksara dan berbahasa Arab. Sultan Muhammad Alawuddin wafat tahun 834 H. = 1.431 M, abad ke-15 M. Letak inskripsi berada di bagian dasar nisan yang tertimbun tanah, sehingga untuk membacanya dilakukan penggalian di sekitar nisan sedalam 30 cm. Sultan merupakan gelar pemimpin tertinggi. Nisan Sultan Muhammad Alawuddin berbentuk balok, tegak menjulang ke atas seperti tugu, denah segi empat, menjulang ke atas seperti tugu, seperti piramida, berukuran panjang 81 cm, lebar dan tebal 23 cm. Dibuat dari batu andesit (batupasir kasar, tufaan, mafic mineral, glas volkanik, pumice andesit). Nisan tersebut memiliki ragam hias flora sulur-suluran. Keberadaan nisan tersebut yang berdasarkan hasil bacaan terhadap inskripsi dan ragam hiasnya yang berada di lokasi A Bukit Lamreh, menjadi penanda indikasi adanya kerajaan berlatarbelakang Islam di abad ke-15.
- 10 - Penempatan kubur panjang pada umumnya berada di tempat yang tinggi misalnya pada bukit dan atau gunung, mereka adalah pemuka atau tokoh masyarakat yang disegani. “Kubur panjang” di lokasi A Bukit Lamreh ukuran panjang antara kedua nisan 217 cm, berada di pada puncak buki pada ketinggian 62 m dpl (di atas permukaan laut), sehingga makam-makam lainnya posisinya berada dibagian bawah. Keletakannya pada posisi paling tinggi dan ukuran panjang yang tidak standar dengan ukuran tinggi orang pada umumnya, merupakan fenomena yang dijumpai di Indonesia. Apabila mencermati dengan tinggalan budaya “kubur panjang” lainnya yang terdapat di tempat lain di Indonesia, diperkirakan “kubur panjang” di lokasi A Bukit Lamreh adalah wujud penghormatan dari seorang tokoh yang disegani. Variasi lain bentuk nisan pada kompleks makam yang terdapat di lokasi A adalah nisan dengan bentuk pipih (tipis, rata) dengan jirat panjang, menyerupai “kubur panjang”. Kubur panjang tersebut tidak terdapat inskripsi sehingga tidak diketahui identitas siapa yang dimakamkan. Dalam sejarah kebudayaan Islam di Indonesia, “kubur panjang” adalah kubur berukuran panjang merupakan jenis tinggalan budaya yang banyak dijumpai. Diantaranya makam para wali di Jawa, makam kuna di Karawang Jawa Barat, makam di Indragiri Hulu, Riau. Sri Wasisto, Tim Penelitian, dalam Kegiatan pembersihan nisan sebelum dilakukan pembacaan inskripsi nisan Sultan Muhammad Alawuddin, lokasi A Bukit Lamreh. (sumber: Puslit Arkenas 2018). Kiri, Inskripsi beraksara dan bahasa Arab pada nisan Sultan Muhammad Alawuddin di lokasi A Bukit Lamreh (kiri). Kanan, batu nisan Sultan Muhammad Alawuddin setelah dibersihkan, diukur, dan dibaca inskripsinya (kanan). (sumber: Puslit Arkenas 2018).
- 11 - Contoh bentuk nisan di Lokasi B (Bukit Lamreh, bagian tengah). A. Nisan bentuk segi delapan, B. Nisan bentuk balok, C dan D nisan bentuk pipih. (Sumber: Puslit Arkenas 2018). Kubur berukuran panjang di lokasi A (NA.2) Bukit Lamreh. (sumber: Puslit Arkenas 2018) Batu nisan merupakan jenis tinggalan budaya yang banyak ditemukan di Bukit Lamreh dalam jumlah berlimpah. Titik lokasi lain di Bukit Lamreh yang diteliti adalah lokasi B. Lokasi B letak di sebelah utara dari lokasi pertama yang diteliti (A). Seperti halnya dengan lokasi A, lokasi B merupakan kompleks pemakaman, banyak ditemukan batu-batu nisan. Sejumlah batu nisan banyak ditemukan pada lokasi ini dengan berbagai bentuk: nisan foto berikut ini: A. bentuk segi delapan (NB.1), B. bentuk balok segi empat mirip dengan bentuk miniatur tugu, bagian puncak nisan mengerucut bidang segi empat (NB.2), C dan D. bentuk pipih empat persegi panjang, (NB.3).
Lokasi C arah sebelah utara dari lokasi B. Lokasi C memiliki jumlah nisan yang lebih banyak dari pada tempat lainnya, yang telah ditemukan sebanyak 25 nisan. Pada lokasi C, bentuk nisan seperti terlihat pada foto-foto berikut ini. Nisan berbentuk pipih foto a, b, dan c (NC.a1, NC.a2, dan NC.a3), nisan bentuk balok foto d (NC.b). Nisan bentuk balok memiliki empat bagian atau sisi dengan bagian puncak nisan berbentuk seperti piramida atau mirip puncak stupa. Pada nisan bentuk pipih terdapat ragam hias flora sulur-suluran yang dibentuk sedemikian rupa sehingga nampak seperti wajah atau muka makhluk hidup yang disamarkan (mata, hidung, mulut). Foto b, bentuk nisan pipih penuh dengan ragam hias flora sulur-suluran mengambil dari bentuk kelopak bunga teratai (padma) yang dipahatkan pada bagian dasar nisan. Nisan pada foto b, bentuk pipih bagian puncak nisan mengerucut seperti terdapat ornamen sayap, memiliki kemiripan dengan nisan tipe Aceh seperti pada nisan makam Sultan Malik As-Shaleh di Aceh Utara, bentuk nisan makam Sultan Malik AsShaleh merupakan nisan tipe Aceh yang tersebar di Nusantara. Bentuk nisan pipih pada foto b sedikit hanya beberapa saja dijumpai di Bukit Lamreh. Masyhudi, epigraf Islam Balai Arkeologi Yogyakarta, tim penelitan, melakukan pemotretan nisan bentuk balok di Lokasi C Bukit Lamreh. (sumber: Puslit Arkenas 2018)
- 13 - Gambar a dan b contoh nisan bentuk balok. (Sumber: Puslit Arkenas) Lokasi keempat di Bukit Lamreh atau lokasi D, berada di sisi barat dari lokasi C. Lokasi D adalah lokasi yang berat untuk diteliti karena banyak hambatan yang ditemui. Situsnya tertutup oleh semak belukar, pohonpohon berduri, dan berada di tepi tebing pantai yang curam. Jalan menuju situs lokasi D pun tertutup semak belukar dan pepohonan. Nisan-nisan pada lokasi D, jumlahnya cukup banyak, dan telah tertata dengan rapi. Namun apakah nisan yang tertata rapi ini karena sengaja ditata karena sebelumnya nisan berserakan?. Hampir sebagian nisan di lokasi berbentuk balok, ragam hias sulur-suluran, geometri, dan inskripsi aksara Arab. Contoh nisan di lokasi D seperti pada foto a dan b sebagai berikut:
Persebaran nisan bukan hanya di Bukit Lamreh, tetapi juga di bagian bawah di Pantai Lubuk, dibawah bukit. Pantai Lubuk merupakan pantai yang sempit berada pada sebuah teluk. Lokasi penelitian di Pantai Lubuk diberi kode E. Jumlah nisan di Pantai Lubuk lebih sedikit dibandingkan di Bukit Lamreh. Meskipun nisan sedikit namun Pantai Lubuk memiliki arti penting. Bentuk nisan balok dan pipih, pada pantai ini terdapat nisan dari makam seorang sultan yakni Sultan Muhammad Sulaiman (foto NE.a). Makam terdiri atas sepasang nisan dan jirat dari batu-batu yang ditata. Batu nisan berbentuk pipih. Jirat terdiri dari batu-batu yang tidak utuh, diantara batu tersebut memiliki ragam hias flora sulur-suluran membentuk ornamen bunga teratai atau lotus atau padma. Masyhudi epigraf, peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta, telah membaca inskripsi pada batu nisannya. Inskripsi yang telah dibaca dan diketahui angka tahunnya menjadi data pertanggalan Situs Lamreh. Hasil pembacaan inskripsi nisan di Pantai Lubuk disimak pada penjelasan berikut ini. Tim penelitian dan tenaga pembantu lapangan melakukan kegiatan pembersihan, persiapan pembuatan replika / tiruan batu nisan Sultan Muhammad Sulaiman
Benda peralatan rumah tangga sehari-hari yang dimaksud disini diantaranya adalah bermacam jenis wadah untuk penyimpanan, peralatan memasak, peralatan makan minum, dan non wadah misalnya keperluan penerangan. Manusia dalam kehidupannya memerlukan wadah, peralatan yang digunakan untuk keperluannya sehari-hari. Benda keperluan sehari-hari di kawasan Situs Lamreh ditemukan umumnya tidak utuh, hanya berupa pecahan sisa-sisanya saja. Berdasarkan jenis bahannya benda sisa-sisa keperluan sehari-hari di situs Lamreh dapat dikelompokan kepada lima kelompok yaitu barang gerabah (tembikar), barang keramik (porselain), kaca, batu, dan logam. Barang peralatan sehari hari yang diperoleh dari hasil penelitian seperti gerabah, kaca, keramik, alat batu, diuraikan berikut ini. - 15 - Gerabah atau tembikar (pottery) merupakan barang dibuat dari tanah liat yang dibakar pada suhu 350°-1.000° C. Manusia telah mengenal gerabah, sebagai barang-barang terbuat dari tanah liat sejak masa prasejarah pada tahap mereka telah hidup menetap dan bercocok tanam. Gerabah merupakan artefak yang banyak ditemukan di sirus-situs arkeologi. Pesisir Sumatra bagian utara merupakan tempat yang banyak ditemukan gerabah termasuk Lamreh. Keberadaan gerabah sebagai data arkeologi memiliki sifat yang tidak mudah punah. Mengingat selama penelitian di Lamreh pada tahun 2018 dan tahun 2019 gerabah merupakan temuan yang cukup banyak dijumpai, maka pada buku ini gerabah dibahas sebagai satu jenis artefak yang terdapat di kawasan Situs Lamreh yang bernilai penting yang perlu untuk diketahui pula. Gerabah ditemukan di Bukit Lamreh, Pantai Lubuk dan Pantai Lhok Cut, ditemukan baik pada permukaan maupun di dalam tanah melalui ekskavasi dalam bentuk pecahan, dan tidak ditemukan dalam kondisi yang utuh. Posisi gerabah ketika ditemukan berasosiasi dengan batu-batu nisan. Gerabah yang merupakan peralatan rumah tangga sehari – hari memberi petunjuk bahwa di kawasan Situs Lamreh terdapat pemukiman atau hunian. Gerabah dapat dikelompokkan berdasarkan tekstur, warna, bagian, bentuk, dan ragam hiasnya. Pecahan gerabah yang ditemukan memiliki tekstur kasar dan halus: warna gerabah merah kecoklatan, coklat, abu-abu dan hitam: bagian yang ditemukan meliputi bagian dasar, badan, tepian, dan pegangan: bentuk dari peralatan memasak peralatan makan wadah penyimpan seperti periuk, kuali, kendi: gerabah tidak diberi ragam hias atau polos dan ada pula yang diberi hiasan (ragam hias) motif garis-garis vertikal, horisontal, garis dan gerigi, dan lingkaran. Selain itu ditemukan pula pecahan gerabah bagian dari lampu minyak (pelita, celupak yang dibuat tanah liat bakar). Tim penelitian melakukan survei permukaan tanah di Bukit Lamreh, temuan gerabah ditemukan pada survei ini. (Sumber: Puslit Arkenas 2019).
Contoh sisa-sisa peralatan sehari-hari dibuat dari tanah liat yang dibakar, ditemukan di dalam Benteng Kuta Lubuk, baik permukaan maupun terpendam di dalam tanah. Gerabah halus, kasar, bagian badan pegangan tepian, polos, berhias, dari periuk, kendi, dsb. (Sumber: Puslit Arkenas 2018, 2019) Gerabah yang banyak ditemukan mencerminkan bahwa peralatan rumah tangga dibuat dari tanah liat yang dibakar cukup efektif penggunaannya pada masa lampau di “Negeri Lamuri”. Mencermati keberadaan Lamuri sebagai titik persinggahan, tempat berlabuhnya kapal-kapal yang berlayar pada jalur pelayaran Arab-Cina, diperkirakan gerabah sisa-sisa barang keperluan sehari-hari berasal dari luar Lamreh (India, Timur Tengah) yang dibawa oleh para pendatang, perantau, pedagang yang singgah dan kemudian bermukim di kawasan Situs Lamreh. Namun demikian untuk memastikan bahwa gerabah-gerabah di kawasan Situs Lamreh berasal dari luar atau lokal setempat Lamreh (Lamuri) diperlukan analisa lebih lanjut. Berikut ini contoh gerabah dari dalam Benteng Kuta Lubuk.
- 17 - Contoh gerabah yang ditemukan di tebing pantai dan permukaan tanah di Pantai Lhok Cut. Sebelah kiri pecahan dari lampu minyak (celupak/pelita) tembikar, tengah dan kanan gerabah dan kasar halus. (Sumber: Puslit Arkenas 2018, 2019) Sonny Wibisono, salah satu anggota tim penelitian sedang memperhatikan tebing terjal dan tinggalan arkeologinya di Pantai Lhok Cut. (Sumber: Puslit Arkenas 2019) Bentuk lain dari gerabah adalah barang non wadah yakni lampu minyak dibuat dari tanah liat, pipa tabung tembikar untuk menyalurkan udara ke tungku perapian dan manik-manik / perhiasan tembikar dibuat dari tanah liat yang dibakar. Lampu minyak berfungsi sebagai penerangan. Benda ini ditemukan di Pantai Lhok Cut berada di sebelah barat Bukit Lamreh. Pantai Lhok Cut pantai dengan terjal yang sempit, diapit semenanjung, bagian dari kawasam Situs Lamreh. Pantai Lhok Cut, lapisan tanah telah teraduk, rusak karena hempasan ombak laut, dan bencana tsunami. Bongkahan batu, karang, bercampur dengan pecahan gerabah, keramik. Pecahan gerabah, keramik yang muncul di permukaan pantai barang-barang muatan kapal yang terbawa ombak laut.
Lampu minyak dari tanah liat dibakar berkaitan dengan api, alat penerangan penting bagi manusia. Pada gelap malam hari tentu lampu minyak ini diperlukan untuk penerangan. Manusia membuat lampu minyak dari tanah liat (pelita/celupak) sebagai alat penerangan, sisa-sisa lampu minyak tembikar atau gerabah dijumpai di beberapa situs arkeologi. Keberadaan lampu minyak tembikar dijumpai antara lain di Situs Barus di Tapanuli Sumatra Utara, Trowulan di Mojokerto Jawa Timur, Situs Liyangan di Temanggung dan Ayam Putih di Kebumen Jawa Tengah (Guillot dkk, 2008, 86; Balai Arkeologi Yogyakarta). Lampu minyak tembikar Situs Barus berasal atau diimpor dari India Selatan, Srilanka. Bentuk lampu minyak tembikar bulat memiliki cerat pada sudutnya berjumlah satu atau empat untuk menempatkan sumbu api. Berikut ini contoh lampu minyak tembikar dari beberapa situs di Sumatra dan Jawa.
- 19 - Kiri pipa tabung tembikar untuk menyalurkan udara ke tungku perapian, kanan manik-manik / perhiasan tembikar. Temuan dari Situs Lamreh. (Sumber: Puslit Arkenas 2018) Pipa tabung untuk menyalurkan udara ke tungku perapian dan manikmanik adalah dua jenis gerabah / tembikar yanng ditemukan di Situs Lamreh selain wadah. Artefak pipa tabung tembikar dikenali dari cirinya yang memiliki lubang dan ujungnya terdapat sisa pembakaran semacam kerak berwarna hitam. Alat ini digunakan pada pembakaran. Manik-manik benda kecil dibuat dari tanah liat yang dibakar berfungsi sebagai perhiasan. Meskipun masingmasing artefak ini ditemukan hanya satu, namun memberikan informasi mengenai keragaman tinggalan arkeologi di Situs Lamreh. Kaca salah satu jenis tinggalan arkeologi yang ditemukan di kawasan Situs Lamreh dalam bentuk pecahan, jarang ditemukan utuh. Mengulas keberadaan kaca di Kawasan Situs Lamreh memerlukan pekerjaan analisa lebih lanjut. Setidaknya tahap awal yang dilakukan melakukan perbandingan dengan situs-situs lain di pesisir Sumatra bagian utara tempat penemuan kaca yakni Lobu Tua, Barus Tapanuli dan Kota Cina Medan di Sumatra Utara. Barus dan Kota Cina merupakan pelabuhan kuna abad ke- 11-13 M. pengimpor kaca dari Timur Tengah. Kaca di Situs Lamreh dibandingkan dengan gerabah jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan di permukaan. Kondisinya yang sangat fragmentaris sehingga identifikasi sangat terbatas. Identifikasi yang dapat dilakukan pengelompokan berdasarkan warna dan bentuk. Warna terdiri atas kaca warna putih keruh, biru terang, dan hijau, bentuk dari botol tempat menyimpan minuman. Pengetahuan teknik pembuatan kaca dikenal oleh bangsa Mesir kuno Sebelum Masehi (SM), tradisi pembuatan kaca berkembang bersamaan dengan kebangkitan Islam. Kaca merupakan barang yang diproduksi di Timur Tengah, dibawa oleh para pedagang muslim sehingga keberadaannya merupakan barang impor yang dinamakan dengan Islamic Glass (Ambary 1982, 467-475).
- 20 - Contoh kaca temuan kawasan Situs Lamreh. (Sumber: Puslit Arkenas) Lamreh merupakan satu dari sekian banyak titik persinggahan tempat berlabuhnya kapal yang terdapat di pesisir Sumatra bagian utara. Fungsi Lamreh sebagai pelabuhan Lamuri seperti seperti dengan Situs Barus dan Kota Cina. Kapal dan para pedagang yang berlabuh, singgah, diantaranya pedagang muslim dari Arab, Timur Tengah mengangkut membawa barang-barang komoditas. Kaca merupakan komoditas dari Arab, Timur Tengah. Memperhatikan, membandingkan dengan fungsi Situs Barus, Kota Cina dan terdapatnya temuan kaca pada situs-situs tersebut, sementara bahwa kaca–kaca yang ditemukan di Lamreh diperkirakan ada yang berasal dari Arab, Timur Tengah. Berikut ini contoh pecahan kaca yang ditemukan di kawasan Situs Lamreh. Barang-barang keramik di kawasan Situs Lamreh banyak ditemukan di Bukit Lamreh, Pantai Lubuk dan Pantai Lhok Cut. Keramik merupakan barang pecah belah dibuat dari bahan dasar kaolin, sejenis tanah liat putih, dibakar pada suhu 1.250°- 1.350°C. Secara umum benda-benda yang dibuat dari tanah liat yang dibakar dinamakan dengan keramik. Perbedaan jenis bahan tanah liat dan suhu pembakaran yang membedakan antara gerabah dengan keramik. Pengetahuan teknologi keramik tidak dimiliki di Indonesia, tradisi membuat keramik berkembang di Cina, Thailand, dan Vietnam. Keramik merupakan barang impor, barang komoditas yang dibawa oleh para pedagang utamanya dari Cina.
- 21 - Contoh keramik temuan kawasan Situs Lamreh. (sumber: Puslit Arkenas, 2018-2019) Analisis keramik Lamreh oleh keramolog, Naniek Harkantiningsih dari Puslit Arkenas, berdasarkan asal, kronologi, bentuk dapat dikelompokkan sebagai berikut. Keramik berasal dari Cina masa Dinasti Song, Yuan, Ming dan Thailand. Kronologi keramik yang ditemukan rentang waktunya panjang dari abad ke-12-20 M. Namun jumlah yang paling dominan adalah keramik dari abad ke-13—14 M yang berasal dari Cina dari masa Dinasti Yuan. Dibandingkan dengan abad lainnya keramik abad ke-13—14 M adalah keramik yang paling banyak ditemukan. Bentuknya berupa piring, guci, dan mangkuk. Keramik – keramik berfungi sebagai wadah untuk menyimpan air, obat-batan, alat makan dan minum. Keramik-keramik ini menjadi salah satu data kronologi / pertanggalan kawasan Situs Lamreh. Berikut contoh keramik Lamreh. Benda alat-alat batu dengan berbagai bentuk juga ditemukan pada permukaan tanah di antara benda gerabah dan keramik, yang umumnya ditemukan sebagian besar berupa pecahannya saja. Batu berwarna abu-abu kehitaman, coklat, dan kemerah-merahan. Mengingat yang ditemukan adalah pecahan agak menyulitkan untuk diidentifikasi. Namun demikian dapat diamati bagian permukaannya yang halus diupam, dibentuk. Berdasarkan bentuk-bentuknya, benda batu berbentuk: persegi panjang, lonjong bulat telur, setengah lingkaran, pipih dengan permukaan rata, dan bulat silindris. Bagian permukaan batu memperlihatkan jejak bekas dibentuk-diupam sehingga yang halus. Permukaan batu yang telah dibentuk diupam semakin bertambah halus karena penduduk di sekitar situs telah menggunakan benda-benda batu untuk mengasah sabit dan cangkul.
- 22 - Jenis alat-alat batu di Situs Lamreh dan Arca kepala Buddha Avalokiteswara temuan dari Aceh, koleksi Museum Nasional Indonesia. (Sumber: Puslit Arkenas 2020) Ulasan terhadap benda batu dilakukan berdasarkan bentuknya dengan membandingkan dengan keberadaann benda batu pada situs arkeologi lainnya. Benda-benda batu kerap dijumpai pada situs-situs arkeologi fungsinya merupakan peralatan non wadah yang digunakan sehari-hari. Benda batu hasil penelitian dikelompokkan sebagai berikut: (A) batu denah persegi panjang dengan permukaan yang rata berfungsi sebagai batu giling untuk menggilas dedaunan, biji-bijian, dalam penggunannya terdapat dua atau batu giling sepasang; (B) batu silinder dengan enam lubang terdapat pada permukaan digunakan untuk memecah kulit bijian; (C) batu dengan permukaan rata bentuk oval yang telah patah diperkirakan bagian dari bangunan (yang diduga umpak tiang); (D) batu bentuk silinder yang patah belum teridentifikasi. Selain digunakan sebagai peralatan sehari-hari dan bagian bangunan, batu juga digunakan untuk menuliskan, menggoreskan aksara sebagai prasasti, dipahat menjadi arca, dan juga batu nisan (seperti telah dijelaskan pada bagian nisan sebelumnya). Contoh arca dari bahan batu yang ditemukan di Aceh yakni arca kepala Buddha Avalokiteswara, sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia. Berbagai macam benda yang dibuat dari bahan batu tersebut membuktikan bahwa masyarakat di Situs Lamreh pada masa lampau telah mengenal penggunaan batu untuk bermacam-macam keperluan. Berikut ini contoh benda-benda yang dibuat dari batu di Situs Lamreh, dan Arca kepala Buddha Avalokiteswara sebagai pembanding benda-benda yang dibuat dari bahan batu di Situs Lamreh dan Aceh.
- 23 - Berbagai ragam benda tinggalan arkeologi telah dikemukakan pada bagian terdahulu. Selain batu nisan, gerabah, keramik, kaca, dan alat batu, juga ditemukan mata uang kepeng Cina. Temuan mata uang koin (kepeng) Cina hanya satu keping di Bukit Lamreh. Mata uang koin Cina dibuat dari bahan tembaga, bentuk bulat dengan lubang bagian tengah bentuk kotak. Inskripsi huruf Cina terdapat pada dua permukaan namun telah aus, menyulitkan untuk diidentifikasi. Mata uang koin Cina temuan Puslit Arkenas bukan lah satu-satunya mata uang koin Cina yang pernah ditemukan di kawasan Situs Lamreh. Tahun-tahun sebelumnya warga masyarakat pernah menemukannya pula dan sekarang disimpan di Museum Pedir Museum Aceh, kronologi atau pertanggalannya diperkirakan abad ke-11-12 M. Mata uang merupakan alat pembayaran dalam aktivitas perdagangan. Keberadaan mata uang koin Cina memberikan informasi perihal alat pembayaran yang beredar di Lamuri di masa lampau. Mata uang Cina (yang didatangkan dari Cina) telah beredar, dipergunakan dalam aktivitas perdagangan. Mata uang Cina banyak ditemukan pada situs-situs arkeologi di pesisir Sumatra bagian utara. Selain di Situs Lamreh, mata uang koin Cina ditemukan pula di Situs Samudra Pasai di Aceh Utara. Bersamaan dengan bangkitnya pelayaran perdagangan, mata uang koin Cina banyak beredar pada jalur pelayaran utama seperti pesisir Sumatra bagian utara, sebagai bukti satu jenis mata uang yang beredar. Mata uang koin Cina sebetulnya bukanlah satu-satunya mata uang yang beredar di jalur perdagangan di pesisir Sumatra bagian utara, sekitar Selat Malaka. Selain mata koin Cina terdapat pula mata uang setempat seperti mata uang emas (derham) di Kesultanan Samudra Pasai sejak abad ke-13 dan mata uang koin dari Arab. Mengingat benda ini berasal dari Cina, keberadaannya di Lamreh tentu melalui perjalanan yang demikian jauh melalui lautan.
Lamuri: Bandar, Kerajaan, di Ujung Utara Pulau Sumatra Abad Ke 10-15 M Bandar Persinggahan, Aliran Barang Komoditas, dan Aliran Manusia Bandar atau pelabuhan dalam pengertian secara fisik dapat dipahami sebagai tempat berlabuh, merapatnya kapal, dan menurunkan sauh atau jangkar. Tempat berlabuhnya kapal tentunya dikaitkan dengan keberadaan dermaga yang dapat digunakan sebagai tempat merapatnya kapal. Bagaimana Lamuri dapat menjadi tempat merapatnya kapal, posisi dermaga berada dimana? Mencermati lingkungan geografis, dan banyaknya temuan artefak sebagai komoditas perdagangan dari luar misalnya keramik, kuat diduga bahwa Lamuri dahulu sebagai tempat singgahnya kapal. Lamuri merupakan salah satu contoh pelabuhan laut, pelabuhan alam pada masanya, alam menurut keadaannya baik untuk berlabuh. Letak geografis kawasan Situs Lamreh berada di tepi pantai, menghadap ke laut pada pertemuan Samudra Hindia dan Selat Malaka, pada teluk Lubuk, dikelilingi oleh dua semenanjung dan bukit, di tepi muara Sungai Lubuk. Pantai, teluk, muara sungai, dalam lintasan sejarah kebudayaan Indonesia merupakan lokasi memang ideal dipilih untuk pelabuhan, kota-kota pusat perdagangan. Samudra Pasai, Banten, Jepara, Makasar, merupakan contoh lain pelabuhan kota-kota pusat perdagangan, dengan lokasi pada teluk, ditepi muara sungai, menghadap ke laut. Kapal layar merupakan jenis kapal yang digunakan pada abad ke- 10-16 M, angin musim akan membawa lajunya kapal. Semenanjung, teluk, Lubuk, muara Sungai Lubuk, tempat yang aman untuk merapatnya kapal karena terlindung dari ombak lautan. Benda berasal dari bawah laut di Pantai Lamreh yakni batu nisan yang tersangkut jaring ikan ketika nelayan melaut, menjadi indikasi bahwa perairan di Lamreh merupakan jalur pelayaran yang dilalui oleh kapal dengan batu nisan sebagai salah satu muatannya. Pelabuhan Lamuri merupakan pelabuhan laut yang menghubungkan antara kawasan Sumatra bagian utara dengan penjuru dunia lainnya (Samudra Hindia, Selat Malaka, dan Laut Cina). Keberadaan dermaga sulit dikenali pada masa sekarang, hal tersebut disebabkan adanya bencana alam tsunami. Perairan di ujung utara Pulau Sumatra merupakan daerah yang rawan bencana. Bencana alam tsunami yang melanda tahun 2004 dan sebelumnya antara tahun 1300-1500 telah merusak pantai Lamreh (Daly 2019, 123) dan dermaga pun sulit dikenali. Indikasi bahwa Lamreh adalah tempat kapal merapat antara lain ditunjukkan dengan banyaknya sisa-sisa barang muatan yang diangkut kapal misalnya tembikar dan keramik di Pantai Lhok Cut dan Pantai Lubuk yang ditemukan dalam penelitian. Keramik merupakan barang komoditas perdagangan dari luar. Jejak-jejak sisa keberadaan kapal di kawasan Situs Lamreh belum pernah ditemukan dalam suatu kegiatan penelitian arkeologis. Belum ditemukannya sisa-sisa kapal justru perlu diselidiki keberadaannya. - 24 -
Peta menunjukkan dua bagian: kota atas dan kota bawah di kawasan Situs Lamreh. Kota atas: hubian, kota bawah pelabuhan. (Sumber: Puslit Arkenas 2018) Kawasan Situs Lamreh secara umum dibagi menjadi dua bagian, pertama bagian atas di Bukit Lamreh dan kedua bagian bawah di Pantai Lubuk dan Pantai Lhok Cut. Bukit Lamreh di bagian atas, pantai Lubuk, dan pantai Lhok Cut di bagian bawah, merupakan satu kesatuan. Kota atas sebagai hunian, adapun kota bawah sebagai pelabuhan. Singgahnya kapal-kapal di Lamuri setidak-tidaknya berkaitan dengan beberapa keperluan, misalnya karena menunggu cuaca yang baik, menunggu angin yang akan membawa kapal ke pelabuhan yang akan dituju berikutnya, memenuhi kebutuhan air bersih untuk dapat dikonsumsi, dan sembari menunggu ke tujuan berikutnya mencari hasil alam. Ketika para pedagang singgah di Lamuri membawa barang-barang yang digunakan untuk keperluan mereka sehari-hari dan barang komoditas. Refleksinya pada tinggalan materinya ditunjukkan pada keramik, gerabah kaca, mata uang yang ditemukan dalam penelitian, sebagian besar merupakan benda yang didatangkan dari luar (Cina, India, dan Timur Tengah) atau barang import. Seiring dengan arus kedatangan dan singgahnya orang-orang dari beberapa penjuru dunia ke Lamuri, setidak-tidaknya di Lamuri terindikasi terdapat orang Arab (Timur Tengah), Cina, dan India. Mereka tentu membawa barang-barang yang dibutuhkan selama dalam pelayaran dan juga barang komoditas.
Berlangsungnya aliran atau peredaran manusia dari berbagai penjuru dunia diikuti pula dengan aliran atau peredaran barang-barang. Aliran atau peredaran baik manusia dan barang telah menempuh jarak yang jauh melalui laut. Termasuk barang impor dan komoditas dari luar atau barang import yakni keramik, kaca, dan mata uang. Dua barang komoditas tersebut diproduksi di Cina dan Timur Tengah. Gerabah ada yang berasal dari India namun lebih banyak digunakan sebagai barang keperluan sehari-hari. Diangkut dengan kapal, melalui laut keramik, gerabah, menempuh jarak yang cukup jauh. Secara mudah dapat dikatakan terdapat pertukaran barang. Berlangsungnya pertukaran atau aliran barang tentunya bukan hanya terdapat barang yang didatangkan dari luar atau impor saja, ada barang yang menjadi komoditas setempat Lamuri. Jenis kayu harum merupakan hasil alam barang komoditi yang banyak dibutuhkan banyak dicari di Lamuri. Sumatra bagian utara merupakan daerah penghasil jenis kayu harum (wangi) kelas wahid yang tidak dijumpai di Arab. Kebutuhan bahan wewangian untuk keperluan ibadah orang-orang Cina dan India, kebutuhan wewangian (parfum) orang-orang Arab, menjadi indikasi banyaknya permintaan akan kayu harum dari Sumatra. Tercatat dalam berita Cina abad ke-13 M bahwa Lamuri penghasil cendana (sandalwood), pohon kamper (champor), dan kayu laka yang dicari oleh orang Cina dan Arab karena aroma harum wanginya. Bukit Lamreh pada masa sekarang bukan tempat untuk budidaya jenis tanaman wangi harum. Namun pada Bukit Lamreh diantara batu- batu nisan dalam jumlah sedikit masih dijumpai jenis pepohonan yang ditengarai menjadi komoditas Lamuri pada masa lampau. Warga sekitar Bukit Lamreh masih mengenali adanya pohon kemiri, cendana yang tumbuh hingga sekarang. Keberadaan sebuah pohon kemiri dengan batang ukuran besar dan tinggi, pohon cendana di sekitar batu nisan tua, nampaknya menjadi indikasi bahwa pohon kemiri dan cendana merupakan komoditas setempat Lamuri sebagai tanaman liar tumbuh di hutan yang telah dikenal lama. Jenis tanaman lain yang dijumpai di Bukit Lamreh adalah tanaman yang penuh dengan duri pada batang dan ranting dengan ukuran “upnormal”, lebih besar daripada ukuran duri pada tanaman pada umumnya, tumbuh liar. Dalam disiplin ilmu biologi dikenal nama Dalbergia parviflora, nama satu jenis tanaman memiliki persamaann dengan tanaman berduri tumbuh liar di Bukit Lamreh. Dalbergia parviflora merupakan nama tumbuhan dalam bahasa Latin, orang awam mengenal dengan sebutan “pohon / kayu laka”, dalam berita Cina abad ke-14 disebut dengan “lakawood”. Tanaman dengan ciri berduri ukuran besar ini jarang ditemukan. Pohon laka meskipun berduri dengan ukuran “upnormal” namun memiliki kandungan aroma harum apabila dibakar. Pepohonan langka yang dijumpai di Bukit Lamreh ditengarai merupakan sisa – sisa kayu harum yang dicari seperti yang tersurat dalam literasi Cina, dan Arab. Selama berlangsungnya pelayaran perniagaan, jenis kayu harum dari Lamuri termasuk kayu Laka, ditengarai telah diangkut dengan kapal menempuh jarak yang jauh melalui laut hingga Arab, Cina,dan India. - 26 -
- 27 - Agus Hadiwisastra, anggota tim penelitian, memerhatikan pohon cendana (sandalwood), yang memiliki aroma harum wangi, tumbuh liar diantara batu nisan kuna di Bukit Lamreh. (sumber: Puslit Arkenas 2018) Tanaman berduri, pohon laka (Dalbergia parviflora) dalam berita Cina abad ke-14 M disebut dengan “lakawood” mengandung aroma harum wangi tumbuh liar di antara batu nisan tua di Bukit Lamreh. Pohon laka jika dibakar asapnya beraroma harum wangi. Ditengarai tanaman- tanaman tersebut yang dicari oleh orang Arab dan Cina di Lamuri. Komoditas setempat (komoditas ekspor) Lamuri. (Sumber: Puslit Arkenas 2018 dan Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia).
- 28 - - 29 - Pohon kemiri batang besar dan tinggi, tumbuh liar di Bukit Lamreh. Jenis tanaman yang telah dikenal lama. (Sumber: Puslit Arkenas 2019). Untuk menelusuri keberadaan Kerajaan Lamuri, kembali pada ketersediaan data yang diperoleh dari penelitian yakni berita asing dari Arab, Cina, dan Eropa, serta data arkeologis. Penyebutan Kerajaan Lamuri secara eksplisit dijumpai pada berita Cina. Nama Kerajaan Lamuri disebut-sebut dalam berita Cina abad ke-13 M yang dibukukan berjudul Chu-fan-chi disebut dengan “the Kingdom of Lan-wu-li” (Hirth and W.W. Rockhill, 1966:72). Selanjutnya berita Cina abad ke-15 M mencatat nama “Negeri Lambri penduduknya muslim, raja juga muslim, raja Lambri memberikan upeti ke Cina” (Mills, 1970:47-48). Kerajaan waktu itu sepadan dengan negeri, adapun nama Lamuri dalam berita Cina diucapkan dengan penamaan Lan-wu-li dan Lambri. Bagaimanakah dengan data arkeologi, secara arkeologis apakah tampilnya Kerajaan Lamuri dapat dibuktikan?. Batu nisan berinskripsi yang mencantumkan nama sultan, merupakan data arkeologi di Situs Lamreh yang memperkuat keberadaan “the Kingdom of Lan-wu-li” seperti tertulis dalam catatan berita Cina. Banyaknya batu nisan di Bukit Lamreh, dan banyak pula yang berinskripsi, namun tidak semua inskripsi batu nisan tersebut telah terbaca. Keberadaan nisan dapat menjadi indikasi keberadaan kerajaan Islam di Lamreh. Berikut ini inskripsi batu nisan yang telah dibaca baik di Pantai Lubuk dan bukit Lamreh yang mengindikasikan susunan masyarakat satu kerajaan. 1. Sultan Muhammad Sulaiman, pertanggalan wafat tahun 806 H = 1.404 M, awal abad ke-15 M 2. Sultan Muhammad Alawuddin, pertanggalan wafat tahun 834 H = 1.431 M, abad ke-15 M 3. Malik Muhammad Syah, tidak diketahui pertanggalannya 4. Abdudh-dha’if (seorang hamba yang lemah) tidak diketahui pertanggalannya 5. Malik Syamsuddin, wafat tahun 900 H = 1.495 M, akhir abad ke-15 Inskripsi “Sulthan” pada Batu Nisan: Indikasi Keberadaan Kerajaan Lamuri Kerajaan (kingdom) merupakan bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja, di Indonesia telah dikenal sejak masuknya pengaruh Hindu. Bersamaan dengan kedatangan agama Hindu pada masa itu juga terjadi perubahan dalam susunan masyarakatnya yaitu munculnya kedudukan raja dan bentuk pemerintahan kerajaan. Seiring dengan kedatangan Islam, muncul sistem pemerintahan kerajaan bercorak Islam, sultan adalah gelar raja, kesultanan adalah wilayah kerajaannya. Keberadaan sang raja atau sang sultan setidaktidaknya merupakan komponen yang terdapat pada kerajaan. Situs Lamreh sering dikaitkan dengan nama Kerajaan Lamuri. Tampilnya Kerajaan Lamuri di pesisir ujung utara Pulau Sumatra menimbulkan pertanyaan, benarkah ada?
- 29 - Dari bukti arkeologis tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua nama dengan gelar sultan yaitu Sultan Muhammad Sulaiman dan Sultan Muhammad Awaluddin. Selain itu terdapat dua nama dengan nama malik yaitu Malik Muhammad Syah dan Malik Syamsuddin. Selain itu terdapat nisan yang tidak memiliki nama yaitu Abduhh-dhaif yang bermakna seorang hamba yang lemah. Berdasarkan kajian terhadap nama dan gelar pada batu nisan tersebut, dapat diketahui bahwa sultan merupakan gelar tertinggi, dan pemilik puncak kekuasaan tertinggi dalam suatu kerajaan Islam. Sedangkan penamaan “malik” maknanya adalah tuan, atau majikan. Sedangkan nisan yang tidak memiliki nama adalah rakyat biasa. Dari hasil analisis nama dan gelar pada nisan tersebut, diketahui ada tiga identitas atau kelompok masyarakat inskripsi pada nisan : yaitu (1) Sultan (2) Malik, dan (3) rakyat biasa yang tidak diketahui namanya. Hasil itu kiranya dapat memberikan petunjuk bahwa kelompok-kelompok masyarakat yang terdapat di Lamuri terdiri dari ada sultan, ada tuan/ majikan, dan rakyat biasa pada umumnya. Secara arkeologis tampilnya Kerajaan Lamuri telah dapat dibuktikan kehadirannya dengan ditemukannya makam para sultan. Kronologi para raja/sultan Lamuri yang ditemukan adalah tahun 800 H hingga 900 H yang setara dengan tahun 1.400-an M atau abad ke15 M. Kronologi ini sezaman dengan ekspedisi pelayaran Cina ke arah selatan dan barat. Sultan-sultan itulah yang mengepalai Kerajaan Lamuri, mengendalikan pelabuhan Lamuri, adapun nama Malik ditengarai mereka adalah bangsawan, pengusaha, pedagang, atau yang mengatur bandar / pelabuhan. Kerajaan Lamuri merupakan contoh kerajaan maritim pada awal kedatangan Islam di Sumatra. Sumber pendapatannya berbasis pada perdagangan pelayaran. Pembahasan tentang keberadan Kerajaan Lamuri ini masih sangat dini dan tentu masih perlu ditambah lagi dengan data lain, antara lain sumber-sumber tertulis setempat/lokal seperti kronik, hikayat yang memuat silsilah raja-raja Lamuri.
Penutup Para pembaca yang budiman, bapak – ibu guru, adik adik pelajar SMP, SMA, sekalian, setelah membaca buku ini kita telah menjelajahi bukit dan pantai Lamreh mengenal tinggalan budaya Lamuri. Sebagai pamungkas dari buku sederhana ini dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut. Kajian arkeologi sejarah di Situs Lamreh merupakan kompilasi antara data yang tercatat dalam berita Arab dan Cina dengan data arkeologis. Kendati sebatas memberikan informasi tentang toponimi, catatan orang-orang Arab, Cina, memberikan jasa besar menuntun pada penelusuran tentang nama tempat bernama Lamuri di ujung utara Pulau Sumatra. Nama tempat Lamuri digambarkan sebatas mengenai lingkungan alam, hasil alam. Adapun disi lain dalam perspektif arkeologi, batu nisan, gerabah, keramik, kaca, mata uang, dan alat batu, yang tersedia di Situs Lamreh, merupakan data arkeologi yang menguatkan keberadaan Lamuri sebagai pelabuhan dan kerajaan seperti tersurat pada catatan para penulis dari Arab, Persia, dan Cina. Indonesia sebagai negara maritim memiliki akar – akar kemaritiman yang sudah ada sejak masa lalu. Penelitian arkeologi di Situs Lamreh yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, setidak-tidaknya memberikan gambaran suatu pembuktian secara arkeologis tentang pelabuhan dan kerajaan bercorak maritim yang pernah ada di ujung utara Pulau Sumatra pada masa lampau. Pesisir Sumatra bagian utara (termasuk Aceh) sebagai wilayah ujung barat Indonesia adalah tempat bertebarannya bandar (pelabuhan kuna) dan kerajaan bercorak maritim. Nama bandar Kerajaan Lamuri dibandingkan dengan bandar, kerajaan lain yang eksis di Pantai Sumatra bagian utara kurang banyak diungkap. Meskipun kronologi waktu antara Barus, Lamuri, Samudra Pasai hampir bersamaan, namun nama Lamuri tenggelam dengan kebesaran nama Barus, Samudra Pasai. Telah tercipta oleh Tuhan Yang Maha Kuasa Lamuri berada pada jalur pelayaran internasional (spice routes), tempat berlalu-lalang, tempat aliran atau pergerakan manusia dan barang komoditas. Globalisasi antara bumi di belahan barat dan timur pada masa lampau membentuk budaya Lamuri yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, majemuk, dan beragam. Keragaman itulah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu hingga sekarang ini. Semoga buku berisi penjelajahan tinggalan budaya Lamuri di Lamreh ini memberikan inspirasi untuk terus menggali tingalana budaya di Lamuri di kedepannya dan melestarikannya. Terima kasih untuk tetap mencintai tinggalan budaya Indonesia dan cinta belajar sejarah. Penulis haturkan kepada rekan-rekan peneliti; tenaga pembantu di lapangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu; Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Terima kasih yang tidak terhingga atas dorongan, semangat, kerjasamanya dan dukungannya sehingga buku ini sebagai komponen dari kegiatan “Rumah Peradaban” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar, serta dapat dinikmati oleh adik-adik pelajar dan guru sejarah serta pemerhati budaya masa lalu, Lamuri khususnya. - 30 -
- 30 - - 31 - Daftar Pustaka Ambary, Hasan Muarif. 1982. “Islamic Glass Hasil Ekskavasi Kota Cina 1979”. Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) Ke II. Jakarta, 25—29 Februari 1980. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Hal: 467-475. Coedes, George. 2015. Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha. Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Ecole francaise d’Extreme-Orient (SFEO), Forum Jakarta-Paris, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Daly, Patrick; Edmund Edwards McKinnon, R. Michael Feenner, Tai yew seng, Ardiansyah, Andrew Parnell, Nizamuddin, Nazli ismail, Kerry sieh & Jedrzej Majewski. 2019. “The Historic Trading Port of Lamri on the North Sumatran Coast” Bulletin de L’Ecole Francaise D’Extreme-Orient (BFEO) 105 (2019), pp. 115-144. Paris Archipel. Guillot, Claude, Marie France Dupoizat, Untung Sunaryo, Daniel Perret, Heddy Surachman. 2008. Barus Seribu Tahun yang Lalu. Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Ecole francaisr d’Extreme-Orient, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Forum Jakarta Paris. Hirth, Friedrich and W.W. Rockhill (editor and translator). 1966. Chau Ju-Kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries, entitled Chu-fan-chi. Amsterdam: Oriental Press. Inagurasi, Libra Hari, Eka Asih Putrina Taim, Alqiz Lukman, Panji Sofyadisna, Amir Husni, Ani Setyawati. 2020. Mengungkap Situs Lamuri Sebagai Pelabuhan Jalur Rempah. Laporan Penelitian Desk Study Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Inagurasi, Libra Hari. 2020. “Pola KombinasiRagam Hias Nisan situs Lamreh,Perwujudan Seni Rupa Pesisir Utara Aceh Abad ke-15” dalam Menggamit Minat Ragam Hias Nusantara. Jakarta: Pusat penelitian Arkeologi Nasional bekerja sama dengan Yayasan Obor Indonesia, Hal: 113—138. Inagurasi, Libra Hari; Sonny Wibisono, Naniek Harkantiningsih, Aryani Wijayanti, Masyhudi, Agus, Sri Wasisto, Robby Maulijar Has, Isman Pratama Nasution, Deddy Satria, Trisno Wibowo. 2018. “Karakteristik Budaya Maritim Masa Islam Di Pantai Lamreh, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh Tahap 1 Th. 2018”. Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Inagurasi, Libra Hari; Sonny Wibisono, Naniek Harkantiningsih, Aryani Wijayanti, Masyhudi Muchtar, Robby Maulijar Has, Panji Sofyadisna, Johan Arief, Tohari, Sutrisno, Suhanto, Deddy Satria, 2019. “Karakteristik Budaya Maritim Masa Islam Di Pantai Lamreh Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh Tahap Tahap II Th 2019”.Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Mills, J.V.G (editor and translator). 1970. Ma Huan Ying-Yai Sheng-Lan The Overall Survey of The Ocean’s Shores (1433). Cambridge University Press. Montana, Suwedi. 1996. Pandangan Lain Tentang Letak Lamuri dan Barat Batu Nisan Abad Ke-7 H di Lamreh dan lamno, Aceh dalam Kebudayaan No.12 Tahun VI 1996: 83--93. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
- 32 - Perret, Dabniel dan Heddy Surachman. “Kaca”. 2015. Barus Negeri Kamper. Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Ecole francaisr d’Extreme-Orient, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. Perret, Daniel, Heddy Surachman, Sophie Perronnet, Dayat Hidayat, Ery Soedewo, Nenggih Susilowati, Repelita Wahyu Utomo, Deny Sutrisna, Untung Sunaryo. 2015. “Tembikar”. Barus Negeri Kamper. Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Ecole francaisr d’Extreme-Orient, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. Pradjoko, Didik, and Budi Utomo. 2013. Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah Di Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450—1680 Jilid: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sakhuja, Vijay and Sakhuja Sangeeta. 2009. “Rajendra Chola I’s Naval Expedition to Southeast Asia A Nautical Perspective” in Nagapattinam to Suvarnadwipa Reflections on the Chola Naval Expeditions to Southeast Asia (editor: Hermann Kulke, K. Kesavapany, Vijay Sakhuja). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Suleiman, Satyawati. 1981. Sculpture of Ancient Sumatra. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Wolters, O.W. 1974. Early Indonesian Commerce, A Study of The Origin of Srivijaya. Ithaca and London: Cornell University Press.
- 33 - Glosarium Ilmu yang mempelajari kebudayaan manusia masa lalu melalui benda-benda budaya yang ditinggalkan. Tinggalan arkeologi berwujud benda nyata yang dapat dilihat dapat dipegang bukan abstrak. Tinggalan arkeologi dapat berwujud: Artefak (artifact, artefact), fitur (feature), dan ekofak. Benda alam yang diubah oleh tangan manusia baik sebagian maupun seluruhnya. Salah satu Boddhisattwa dalam Pantheon agama Buddha. Dalam ikonografi pada mahkota bagian depan arca Awalokoteçwara selalau dipahatan kepala arca Dhyāni-Buddha Amitābha. Benda alam yang diduga telah dimanfaatkan oleh manusia. Penggalian secara sistematis dalam rangka penelitian arkeologi untuk mengungkap benda-benda budaya yang tertimbun di dalam tanah. Artefak yang tidak dapat diangkat dari kedudukannya (matrix) tanpa merusaknya. Barang-barang terbuat dari tanah liat putih (kaolin) yang dibakar dengan suhu pembakaran 1.000°—1.250° Celcius. Periode kehidupan manusia belum mengenal aksara atau tulisan. Tempat ditemukannya artefak, fitur, dan ekofak sebagai bentuk tinggalan arkeologi. Pengamatan permukaan tanah dalam rangka penelitian arkeologi. Barang-barang terbuat dari tanah liat yang dibakar dengan suhu pembakaran 350°—1.000° Celcius. Bagian laut yang menjorok ke darat. Nama yang menunjukkan suatu tempat. Arkeologi Artefak (artifact, artefact) Buddha Avalokiteswara Ekofak Ekskavasi Fitur Keramik Masa Prasejarah Situs Survei Tembikar / Gerabah (pottery) Teluk Toponimi