Edisi 9 | September 2015 | halaman 1 Buletin Orthopaedi I n d o nesia Edisi 9 | September 2015 bersambung ke hal 11.... Objektivitas dan Penyetaraan: Wajah Baru Ujian Board Nasional Orthopaedi Topik Utama Ujian board nasional, rintangan terakhir untuk dapat menyematkan gelar SpOT di belakang nama para peserta pendidikan dokter spesialis orthopaedi, terus mengalami penyempurnaan. Berbagai pembaharuan dilakukan demi membangun sistem yang lebih matang juga menjamin kualitas yang lebih baik. Pada kesempatan ini, Dr. dr. Ferdiansyah Mahyudin, SpOT(K) berkenan berbagi penjelasan mengenai wajah baru ujian board nasional orthopaedi. “Pada dasarnya, tahapan yang harus dilalui dalam ujian board ini tetap sama, yakni ujian tulis yang terdiri dari sub-tahapan MCQ dan OSCE, dan ujian oral yang terdiri dari subtahapan Trauma, Elective, dan Viva. Salah satu perubahan kecil yang dilakukan adalah penyebutan OSCE yang berubah menjadi Short Essay,” ungkapnya. Pada aspek ujian oral, perbedaan yang ditemui di antaranya meliputi skenario yang diterapkan dalam sub-tahapan Elective dari 1 kasus per kamar dikembangkan menjadi 2 skenario untuk tiap kamarnya dengan menghadirkan pasien. Sementara, pada subtahapan Viva, pelaksanaannya masih sama, yakni terdiri dari 5 ruangan dengan masing-masing ruangan fokus pada salah satu dari kelima topik yang yang telah ditentukan sebelumnya: Perioperative Care, Ethic and Communication Skill, Surgical Approach, Investigation dan Basic Science. Di samping itu, dilakukannya pengujian jumlah kasus sebanyak mungkin dan diberikannya kasus atau soal yang sama sesuai dengan kurikulum pada tiap kandidat www,rappler.com www.mcbrayerhealthcare.com dalam sistem baru ini dimaksudkan agar penilaian yang dihasilkan menjadi lebih objektif. Beberapa hal lain juga diubah demi mencapai objektivitas adalah pada subtahapan trauma, elective, dan viva. Pada sub-tahapan trauma, tidak lagi menggunakan pasien, melainkan diganti dengan skenario yang terdiri dari: emergency, investigation, management, dan prognosis & complication, dengan ini diharapkan setiap kandidat akan mendapatkan skenario yang sama dengan kandidat lain. Pada sub-tahapan elektif,
Salam Redaksi Pelindung Dr. dr. Luthfi Gatam, SpOT(K) Pemimpin Redaksi dr. Phedy, SpOT Redaksi dr. Ajiantoro Redaksi pelaksana Koordinator dr. Laurentya Olga Staf redaksi pelaksana Aldo Ferly, SKed, MRes, Indah Fadlul Maula, SFarm Layouter dr. Marcela Yolina Dewan Redaksi BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 2 Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Buletin Orthopaedi Indonesia kembali hadir untuk menjembatani komunikasi di antara para sejawat orthopaed. Kami harap sejawat selalu sehat dan semangat menjalankan tugas dan praktik klinis sehari-hari. Untuk edisi ini, kami mengedepankan mengenai sejumlah perubahan dalam pelaksanaan ujian board dalam topik utama. Sebagai langkah terakhir seorang dokter diakui berkompetensi menjadi ahli bedah tulang, ujian board nasional memegang peranan yang esensial. Oleh karena itulah, kolegium berupaya keras memberikan sentuhan-sentuhan penyempurnaan agar ujian ini dapat menjadi lebih objektif dan kredibel. Masih seputar pendidikan, kami menghadirkan sosok inspiratif dalam rubrik profil kali ini. Prof. Dr. dr. H. Moh. Hidayat, SpB, SpOT bersedia meluangkan waktu untuk berbagi puluhan tahun pengalaman hidupnya memoles dunia pendidikan bedah tulang di tanah air. Semoga teladan beliau menjadi penyemangat bagi kita yang berjuang sebagai dosen atau staf pengajar. Masuk ke rubrik berikutnya, kami mengangkat beberapa artikel ilmiah dalam rubrik pojok ilmiah dan klinik agar sejawat tetap dapat memperbarui ilmu dalam sela-sela kesibukan berpraktik. Kembali kami mengingatkan bahwa sejawat dapat memberikan kontribusi artikel ilmiah populer dengan mengirimkan ke alamat surel buletinpaboi@gmail.com. Saran dan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan bulletin juga selalu kami nanti. Akhir kata, semoga kebijaksanaan dan kebahagiaan senantiasa menyertai hari-hari sejawat dalam mengemban amanat sebagai praktisi bedah tulang, agar selalu ikhlas melayani masyarakat dan berbakti untuk negeri kita tercinta. Selamat membaca!
BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 3 Prof. DR. dr. Moh. Hidayat, SpOT(K): Pendekar Pendidikan Orthopaedi Indonesia Profil bersambung ke hal 9.... Ramah dan sederhana, itulah dua kata yang menggambarkan Prof. DR. dr. Moh. Hidayat, SpOT(K) ketika tim buletin berkesempatan mewawancarai beliau. Namun, di balik senyumannya yang kerap berkembang selama wawancara, terdapat passion yang sangat besar untuk memajukan dunia pendidikan orthopaedi Indonesia. “Kualitas dokter orthopaedi Indonesia harus setara dengan negara-negara maju,” tegasnya ketika ditanya mengenai cita-cita yang ingin digapai dalam beberapa tahun ke depan. Menurut KKini, peningkatan kualitas dokter orthopaedi di Indonesia sangat penting, terutama dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015. Diharapkan, kualitas dokter yang baik akan menjamin dokter Indonesia menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri. Untuk mencapai cita-citanya tersebut, ada tiga rencana yang akan dilakukan. Rencana pertama adalah meningkatkan kualitas “bibit” calon-calon dokter orthopaedi. Maka, wajar bila seleksi yang dilakukan bagi calon-calon dokter tersebut diharapkan tidak hanya menyaring mereka yang memiliki pengetahuan yang baik saja, tetapi juga harus memiliki attitude yang baik. “Attitude yang baik akan meningkatkan profesionalisme dokter orthopaedi. Profesionalisme sangat penting dalam praktik dokter orthopaedi,” paparnya. Langkah kedua yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas pendidikan profesi orthopaedi. Peningkatan kualitas pendidikan profesi ini dilakukan dengan membenahi kurikulum pendidikan spesialis orthopaedi di Indoensia. Ambisi yang ingin dicapai adalah kesamaan persepsi di antara institusi penyelenggara program pendidikan spesialis orthopaedi di Indonesia.
BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 4 Faktor Risiko Fraktur Tulang Panjang pada Balita: Hasil Studi Kasus Kontrol Nested Klinik Fraktur tulang panjang adalah salah satu penyebab morbiditas yang sering terjadi pada anak. Kelompok yang paling rentan terhadap fraktur tulang panjang ini adalah anak usia 0-5 tahun akibat kecelakaan di rumah. Oleh karenanya, panduan National Institute for Health and Care Excellence (NICE) menyebutkan bahwa identifikasi terhadap faktor risiko kejadian fraktur penting dilakukan. Tujuannya ialah mengetahui karakteristik populasi yang rentan terhadap fraktur tulang panjang sehingga intervensi yang sesuai untuk kelompok berisiko tinggi dapat dibuat. Studi sebelumya telah melaporkan bahwa umur, jenis kelamin, keadaan ekonomi, jumlah orang dalam keluarga, usia maternal, dan urutan anak dalam keluarga merupakan beberapa faktor yang memengaruhi risiko kejadian fraktur. Namun, hingga saat ini masih sedikit studi yang menilai faktor risiko fraktur tulang panjang. Studi yang dilakukan oleh Baker dan rekan ini berusaha mencari faktor-faktor tersebut. Data diambil dari The Health Improvement Network, sebuah studi longitudinal di Inggris yang melibatkan tidak kurang dari 180.064 anak. Seluruh anak dalam studi Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Tabel 2. Faktor risiko fraktur tulang panjang BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 5 tersebut lahir pada periode Januari 1988 hingga September 2004. Kritera inklusi yang diterapkan meliputi pendaftaran ke dokter umum dalam jangka waktu 60 hari setelah kelahiran untuk meningkatkan pencatatan fraktur. Dalam studi ini, grup “kasus” dan “kontrol” diambil dari studi serupa yang meneliti faktor risiko intoksikasi, luka bakar, dan fraktur. Grup kontrol disesuaikan dengan keadaan grup kasus dari rekam medis praktik dokter umum. Variabel yang diteliti pada penelitian ini didapatkan dari penelusuran literatur sebelumnya. Analisis statistik yang dilakukan berupa analisis multivariat terhadap variabel-variabel dalam penelitian. Nilai kekuatan (power) dihitung dari faktor risiko yang paling langka, yaitu penyalahgunaan alkohol dengan prevalensi 0,48 %. Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik THIN Scientific Review Committee pada Oktober 2009. Tabel 1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian. Terdapat 2.456 kasus fraktur tulang panjang yang didapatkan dengan 23.661 kontrol. Sebanyak 1.260 atau 51% subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki. Pada grup kasus, umur anak rata-rata lebih tua dibandingkan dengan grup kontrol. Berdasarkan hasil analisis multivariat, jenis kelamin tidak berasosiasi dengan fraktur tulang panjang. Sementara, dalam hal usia, anak berusia di atas 1 tahun memiliki risiko fraktur tulang panjang 4-5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan bayi berusia 0-12 bulan. Usia ibu juga menjadi faktor pembeda. Anak yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun memiliki risiko fraktur yang lebih tinggi (OR: 1,31; CI 1,0-1,59). Lebih lanjut, terkait uruan kelahiran, semakin tinggi posisi urutan anak dalam keluarga, semakin tinggi risiko frakturnya. Dengan demikian, anak ketiga berisiko fraktur lebih tinggi dibanding kedua kakaknya. Anak keempat atau lebih memiliki risiko fraktur yang jauh lebih besar (OR 2,33; CI 1,13-4,82). Penyalahgunaan alkohol pada orang tua juga diketahui memiliki pengaruh yang besar terhadap risiko fraktur (OR 2,33; CI 1,13-4,82). Secara lengkap, faktor risiko yang ditemukan dalam studi ini dapat dilihat pada tabel 2. Keunggulan studi ini adalah sampel yang sangat besar. Semua faktor risiko juga tercatat dengan baik di rekam medis. Ketersediaen kasus dan kontrol dalam jumlah yang besar juga memperkuat validitas penelitian ini. Ketersediaan data yang baik membuat peneliti dapat melakukan proses pencocokan (matching) dengan baik. Secara umum, peneliti menyatakan bahwa hasil studinya dapat digeneralisasi pada populasi Inggris. Meski demikian, patut diingat bahwa pengumpulan data studi THIN ini sebetulnya tidak ditujukan untuk penelitian. Oleh karena itu, mekanisme penyebab fraktur tidak dapat dinilai, misalnya tidak diketahui apakah fraktur terjadi akibat terjatuh dari meja, atau kecelakaan kendaraan bermotor. Peneliti beranggapan bahwa mekanisme fraktur penting diketahui dan diharapkan dapat dianalisis pada studi selanjutnya. Disarikan dari: Baker R, Orton E, Tata LJ, Kendrick D. Risk factors for long-bone fractures in children up to 5 years of age: a nested case-control study. Arch Dis Child 2015; 100:432-7.
BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 6 Di penghujung Agustus 2015 lalu, tepatnya pada tanggal 26- 30, berhasil diselenggarakan sebuah symposium ilmiah bergengsi bertajuk 4th Scientific Meeting of Indonesian Hip and Knee Society (IHKS). Acara yang digelar di Kota Pahlawan, Surabaya, ini mengangkat topik menarik “The Golden Approach to Hip and Knee Issues: Preservation, Repair and Replacement.” Satu hari sebelum acara dimulai, diadakan Turnamen Golf IHKS di Ciputra Land Golf Course untuk mempererat persahabatan di kalangan peserta, pembicara, dan juga panitia. Selain itu, demi kemajuan organisasi, diadakan pula rapat organisasional IHKS pada tanggal 26 Agustus malam. Acara yang didukung penuh oleh World Orthopaedic Alliance (WOA), International Society of Arthroscopy, Knee Surgery and Orthopaedic Sports Medicine (ISAKOS), ASEAN Arthroplasty Association (AAA), ASEAN Society for Sports Medicine and Arthroscopy (ASSA), dan Arthroplasty Society in Asia (ASIA) ini bertempat di Hotel Shangri-La. Dipercaya sebagai Ketua Penyelenggara 4th IHKS, Dr. 4th IHKS Surabaya: Menjangkau Seluruh Aspek Trauma Sendi Lutut dan Panggul Liputan
BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 7 dr. Dwikora Novembri Utomo, SpOT(K) mengaku sangat puas pada pelaksanaan acara ini. Adapun konferensi selama empat hari penuh ini dinilai benar-benar mampu mencakup seluruh isu terkini mengenai artroplasti, artroskopi, trauma, dan cedera olahraga. Yang didapuk sebagai pembicara dalam 4th IHKS juga merupakan pakar orthopaedi terkenal dari dalam dan luar negeri. Sedikitnya 33 orang pembicara luar berpartisipasi dalam acara ini, yakni dari Filipina, Thailand, Malaysia, Amerika Serikat, India, Prancis, Singapura, Jerman, Australia, Belanda, Vietnam, dan Jepang. Jumlah ini relatif setara dengan jumlah pembicara dari dalam negeri, yaitu sebanyak 34 orang. Panitia juga mengedepankan topik-topik yang sangat bermanfaat dalam workshop, seperti Artroskopi Sendi Lutut (Kadaverik), Oxford Unicondylar Knee Replacement (UKA) dan ML Taper Hip, Penggantian Sendi Lutut Total (disingkat TKR), Revisi Artroplasti Sendi Lutut (Kadaverik), Artroskopi Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament (ACL) Anatomis, serta Konsep Baru Fiksasi Trauma dalam Kasus Fraktur Sulit, Fraktur Patella, Fraktur Intertrokanter, Fraktur Periprostetik, dan Fraktur Tibia Proksimal. Tidak hanya workshop, panitia juga menampilkan tema-tema yang menarik juga berguna untuk praktik orthopaedi pada Instructional Course Lecture (ICL). Sebagai contoh; optimisasi kepuasan pasien pasca-Artroplasti Sendi Lutut Total (disingkat TKA), strategi pencegahan komplikasi pada rekonstruksi ligamen lutut, bagaimana memecahkan masalah pada Artroplasti Sendi Panggul Total (disingkat THA), dan juga mengenai cedera tulang rawan pada atlet. Tak kalah menarik, sesi plenary lecture juga menambah decak kagum para peserta yang hadir, karena selain menghadirkan para ahli di bidangnya, topik yang dibawakan juga sangat up to date dengan kondisi terkini di Indonesia. Misalnya saja mengenai artroskopi dan kedokteran olahraga di Indonesia yang dibawakan langsung oleh Ketua IHKS, Dr. dr. Edi Mustamsir, SpOT. Topik plenary lecture lainnya ialah manajemen instabilitas patelofemoral, artrofibrosis pasca-rekonstruksi ACL, sejarah bersambung ke hal 12....
BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 8 Pojok Ilmiah Risiko Fraktur pada Pemantauan Observasional Studi RECORD S tudi observasional RECORD merupakan sebuah studi yang bertujuan mengevaluasi penggunaan obat diabetes rosiglitazon terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Selain melihat luaran penyakit kardiovaskular, studi RECORD juga ingin melihat risiko efek samping lainnya, seperti fraktur dan kanker. Fraktur menjadi salah satu efek samping yang dinilai karena dari penelitian lain, yaitu ADOPT, didapatkan peningkatan risiko fraktur pada perempuan yang mengkonsumsi rosiglitazon. Studi ini bertujuan mengkonfirmasi apakah hasil yang didapatkan studi ADOPT merupakan kebetulan atau tidak. Studi RECORD sendiri merupakan penelitian klinis multisenter teracak samar terkontrol yang membandingkan antara regimen obat diabetes tipe-2 rosiglitazon + metformin/sulfonillurea dengan metformin+sulfonilurea sebagai kontrol. Studi ini dapat diakses di www. clinicaltrials.gov. Dalam studi tersebut, terdapat sejumlah 4.458 pasien diabetes tipe 2 yang diberikan monoterapi (metformin/sulfonilurea) namun gula darahnya tidak mencapai hasil optimal (HbA1c > 7-9%, > 53-75 mmol/mol) yang kemudian diacak untuk mendapatkan rosiglitazon/metformin (jika pasien mengonsumsi sulfonilurea) atau rosiglization/sulfonilurea (jika pasien mengonsumsi metformin). Luaran yang dicari adalah risiko kardiovaskular, seperti gagal jantung dan rawat inap karena kondisi kardiovaskular. Setelah studi selesai, pasien akan diobservasi selama 4 tahun untuk melihat apakah ada efek samping lainnya. Pemantauan dilakukan setiap tahun menggunakan telepon. Data tersebut juga dilengkapi data dari dokter umum yang menangani pasien sehari-hari. Karakteristik pasien yang berpartisipasi dalam studi ini dapat dilihat pada tabel 1. Dari 4.447 pasien yang mengikuti studi awal, 2.546 berhasil dilibatkan dalam fase pemantauan. Kemudian, sebanyak 5,8% pasien meninggal dan 5,9% pasien dianggap mengundurkan diri pada tahap pemantauan tersebut. Pada tabel 2, dapat dilihat hubungan antara fraktur dengan konsumsi obat. Fraktur pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah bagian distal Tabel 1. Karakteristik pasien yang terlibat dalam studi
Komponen terakhir yang juga sangat perlu ditingkatkan adalah kualitas evaluasi. Evaluasi yang ada saat ini adalah berupa board exam yang dilakukan di tingkat nasional. “Dari pengalaman ujian board hingga saat ini, masih terlihat kualitas yang bervariasi antara beberapa institusi penyelenggara program studi orthopaedi di Indonesia,” terang Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawjiaya (FKUB) itu. “Board exam dapat memetakan mana program studi yang sudah baik dan mana yang masih perlu bantuan” lanjutnya kemudian.Lebih lanjut, profesor yang berdomisili di Malang ini juga menerangkan tugas lain dari kolegium, yaitu pendidikan berkelanjutan. Mengingat ilmu kedokteran adalah ilmu yang terus berkembang dan karenanya praktisi medis harus terus belajar sepanjang hayat, penyegaran ilmu harus senantiasa diadakan agar klinisi tidak tertinggal. Menurut pendapatnya, salah satu cara terbaik agar tidak tertinggal dari perkembangan ilmu kedokteran tersebut adalah dengan meneliti. Itulah sebabnya pengembangan penelitian menjadi prioritasnya ketika menjabat sebagai dekan FKUB pada 1992-1998. “Salah satu proyek saya ketika menjadi dekan FKUB adalah mengembangkan program doktoral. Awalnya sangat sulit karena memang sangat sedikit dokter yang paham penelitian pada saat itu. Akhirnya, saya mendatangkan pakar-pakar penelitian dari Lembaga Eijkmann,” kenangnya. Di akhir wawancara, Prof. Hidayat menitipkan pesan bagi sejawat dokter orthopaedi di seluruh Indonesia, “Saya sangat berharap dokter orthopaedi di Indonesia selalu update terhadap perkembangan ilmu dan penelitian di bidang keilmuannya ini.” Ia pun melanjutkan, “Jangan lupa juga untuk selalu menjaga profesionalisme. Profesionalisme bukan hanya untuk membuat penilaian klinis yang baik, melainkan juga untuk menjaga komunikasi antar-rekan sejawat. Begitu pula hubungan antara junior dan senior, harus dijaga agar tetap harmonis,” tutupnya mengakhiri wawancara. BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 9 ditemukan sebagai lokasi fraktur yang paling sering pada kelompok yang memperoleh terapi. Risiko fraktur dicatat sebanyak dua kali lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki. Kejadian fraktur lebih tinggi ditemukan pada grup rosiglitazon (86; 3,9%) bila dibandingkan dengan grup metformin/ sulfonilurea (46; 2,1%) dengan risiko relatif sebesar 1,87 (1,32-2,67). Sebagian besar fraktur mengalami penyembuhan luka yang normal tanpa komplikasi. Tidak ada perbedaan risiko komplikasi pada kelompok kontrol dan kelompok terapi (7% vs 5%). Dari seluruh populasi, terdapat 217 kematian Disarikan dari: Jones NP, Curtis PS, Home PD. Cancer and bone fractures in observational follow-up of the RECORD study. Acta Diabetol. 2015 Jun;52(3):539-46. doi: 10.1007/ s00592-014-0691-y. Epub 2014 Dec 19. Tabel 2. Risiko fraktur dan konsumsi obat pada grup rosiglitazon dan 229 kematian pada grup metformin/sulfonilurea. Penyebab kematian tidak dicatat secara detil oleh peneliti. Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa rosiglitazon berasosiasi dengan peningkatan risiko fraktur tulang perifer pada perempuan, namun tidak pada fraktur dengan morbiditas tinggi (panggul, pelvis, femur, dan tulang belakang). sambungan hal 3 Prof. DR. dr. Moh. Hidayat, SpOT(K):
pojok ilmiah Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kesehatan Tulang: Hasil Studi Potong Lintang di Inggris BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 10 Obesitas dan osteoporosis adalah dua kondisi kesehatan yang sangat tinggi prevalensinya di dunia dengan implikasi kesehatan masyarakat yang besar. WHO mendefinisikan obesitas sebagai penumpukan lemak di tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) adalah metode yang paling mudah untuk menentukan obesitas atau tidak. Di Inggris, IMT diatas 25 kg/m2 didefinisikan sebagai overweight dan IMT diatas 30 kg/m2 didefinisikan sebagai obesitas. Prevalensi dari obesitas ini meningkat dari tahun ke tahun, hal yang sama juga dapat kita lihat di berbagai penyakit tulang seperti osteoporosis. Studi sebelumnya menunjukkan ada hubungan terbalik antara IMT dan fraktur: mereka yang IMT-nya dibawah 25 kg/m2 memiliki risiko fraktur yang paling besar. Namun, risiko fraktur tidak berkurang apabila IMT di atas 25 kg/m2 . Pasien diambil dari area layanan Queens Medical Center yang menjadi pusat rujukan trauma daerah East Midlands, Inggris yang area cakupannya menjangkau 640 ribu orang. Populasi di daerah ini cukup dapat merepresentasikan keadaan umum populasi di Inggris. Pasien yang mengalami fraktur yang tidak perlu rawat inap ditemui di poliklinik oleh tim orthopaedi terpadu. Tim peneliti mengambil pasien yang berumur diatas 50 tahun serta datang ke poliklinik karena mengalami fraktur akibat trauma energi rendah. Dilakukan dual energy xray absorptiometry (DXA) dan diagnosis osteoporosis ditentukan apabila nilai DXA di bawah 2,5 standar deviasi (SD) nilai normal. Sebanyak 4.288 pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan distribusi 3.566 (83.2%) di antaranya perempuan dan sisanya laki-laki. Umur rata-rata pasien yang terlibat dalam studi ini adalah 66 tahun. Prevalensi obesitas dalam penelitian ini didapatkan sebanyak 30%. Karakteristik pasien penelitian terangkum dalam Tabel 1. Tim peneliti mencoba menghubungkan berbagai faktor dengan osteoporosis. Dalam studi ini, umur dilaporkan merupakan faktor risiko penting terhadap osteoporosis. Semakin tua seseorang, risiko osteoporosisnya akan semakin tinggi. Jenis kelamin juga menjadi faktor risiko yang penting untuk osteoporosis. Risiko osteoporosis pada laki-laki jauh lebih kecil daripada perempuan (OR 0,69, CI 0,56-0,85, p <0,001). Prevalensi osteoporosis pada berbagai kategori IMT adalah 13,4% untuk IMT obesitas, 24,9% untuk overweight, 40,4% untuk ideal dan 75% untuk underweight. Fraktur falangs (jari) dilaporkan merupakan fraktur yang paling sering terjadi dengan prevalensi 52,7% disusul oleh ekstremetas atas (17,2%), pergelangan kaki (15,5%), siku (8.7%), dan klavikula (1,9%). Pasien yang obesitas paling sering mengalami fraktur di pergelangan kaki dan ekstremitas atas, namun jarang mengalami fraktur pada jari. Pada pasien di atas usia 70 tahun, obesitas tidak meningkatkan risiko fraktur pergelangan kaki. Mengapa ada perubahan jenis fraktur pada pasien yang obesitas? Perlu diketahui bahwa obesitas meningkatkan risiko jatuh yang disebabkan oleh kelemahan otot atau instabilitas postural. Ada juga peningkatan risiko jatuh ke samping bila dibandingkan orang dengan dengan IMT normal. Respons protektif orang yang obesitas juga berbeda karena respons menahan tubuh menggunakan tangan biasanya lebih jarang terjadi. Penelitian ini melengkapi studi yang telah ada sebelumnya. Keunggulan studi ini adalah dilakukan analisis setiap kategori IMT dan dihubungkan dengan risiko frakturnya. Meski demikian, studi ini tetap memiliki keterbatasan karena tidak adanya kohort pasien obesitas biasa yang tidak mengalami fraktur. Oleh karena itu, peneliti mengkhawatirkan aplikasi studi ini untuk pasien tanpa fraktur akan sangat terbatas. Disarikan dari. Ong, T. Sahota, O. Tan, W. Marshall, L. A. United Kingdom perspective on the relationship between body mass index (BMI) and bone health: A cross sectional analysis of data from the Nottingham Fracture Liasion Service. Bone 59(2014): 207-210. Tabel 1. Karakteristik pasien penelitian
BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 11 Objektivitas dan Penyetaraan: Wajah Baru Ujian Board Nasional sambungan hal 1 ujian tetap menggunakan pasien, dan setiap kandidat diusahakan memperoleh kasus yang sama dengan kandidat lain. “Ini adalah setting idealnya. Bagaimanapun, dalam praktiknya, sebenarnya agak sulit dilakukan. Tapi kami tetap terus mengusahakan agar suatu saat nanti bisa ideal,” tutur Ketua SMF Orthopedi dan Traumatologi RSUD Dr. Soetomo ini menjelaskan. Pada subtahapan ini, para penguji berdiskusi dahulu sebelum ujian dilangsungkan untuk membuat pertanyaan yang terstruktur sesuai dengan kasus, sehingga diharapkan setiap kandidat akan mendapat pertanyaan yang sama. Yang terakhir adalah subtahapan Viva. Sub-tahapanViva merupakan kombinasi antara bidang ilmu dengan fokus pada topik tertentu. Pada ujian yang lalu, fokusnya adalah sebagai berikut: spine – perioperative care, oncology – surgical approach, hand & micro – basic science, pediatric – ethic & communication skills, adult reconstruction – investigation. Fokus dan bidang ilmu pada sub-tahapan ini akan diubah kombinasinya pada sistem ujian yang baru. Sistem ujian board orthopaedi ini terus menerus disempurnakan sejak penerapannya pertama kali pada Juli 2015 lalu. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi meningkatnya jumlah kandidat yang mencapai 42- 45 orang dalam tiap semesternya, yang membuat panitia lokal harus menyiapkan pasien dengan jumlah yang juga lebih banyak. Dengan sistem yang baru ini, panitia lokal hanya perlu menyiapkan pasien untuk sub-tahapan elektif. Tujuan lain dari pembaruan sistem ujian board ini adalah agar ujian kolegium bisa mendapatkan hasil yang lebih baik dalam penilaian terhadap kandidat. Di samping itu, seperti yang diketahui bersama bahwa selama pendidikan, PPDS mempelajari berbagai jenis kasus orthopaedi sesuai dengan kurikulum. Dengan ujian board sistem yang baru ini, setiap kandidat didesain untuk dapat terpapar dengan kasus yang lebih banyak dibanding dengan sistem lama. Skenario dan pertanyaan pada pasien pun telah dibuat dan ditentukan sebelum ujian sehingga setiap kandidat diusahakan mendapat pertanyaan dan kasus yang sama, yang pada akhirnya setiap penilaian yang dihasilkan dari sistem ini akan bersifat objektif. Lalu, bagaimana respons dan penilaian para kandidat yang telah menjalani ujian board sejauh ini? Staf Pengajar Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini menjawab, “Sejauh ini respons yang kami dapat cukup baik. Penguji sudah diberi skenario dan menyiapkan pertanyaan sesuai dengan kompetensi PPDS sehingga dimudahkan dalam pelaksanaannya. Kandidat pun mendapat kasus lebih banyak serta diberikan pertanyaan yang sama untuk setiap kandidat. Walaupun begitu, kami menyadari tentu saja masih ada beberapa kekurangan yang akan terus disempurnakan.” Terakhir, Ketua Divisi Tumor Muskoloskeletal RS Dr. Soetomo ini menegaskan bahwa gagasan pembaharuan sistem ini diputuskan oleh rapat kolegium, dengan harapan kolegium bisa melakukan penilaian kandidat dengan baik sesuai dengan kurikulum Orthopaedi dan Traumatologi. Ia pun berharap, poin-poin pengembangan yang telah dilakukan dapat memenuhi harapan kolegium dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pelayanan orthopaedi untuk masyarakat melalui dilahirkannya para spesialis orthopaedi yang berkualitas. Sistem lama Sistem Baru A. Ujian Tulis a. MCQ b. Osce A. Ujian Tulis: a. MCQ b. Short Essay (hanya perubahan nama) B. Ujian Oral (dengan pasien) a. Trauma; · 2 kamar (@ 45 menit) · 1 kasus per kamar b. Elective; · 2 kamar (@ 45 menit) · 1 kasus per kamar c. Viva (5 room) (tanpa pasien) · Oncology · Spine · Pediatric · Adult reconstruction · Hand & Microsurgery B. Ujian Oral a. Trauma-OSCE (tanpa pasien) · 2 kamar (@ 45 menit) · 2 skenario per kamar b. Elective (dengan pasien) · 2 kamar (@ 45 menit) · 1 kasus per kamar c. Viva (5 room) · Oncology · Spine · Pediatric · Adult reconstruction · Hand Microsurgery · Masing-masing ruangan fokus pada salah satu dari topik; perioperative care, ethic & communications skill, surgical approach, investigation, basic science, yang telah ditentukan sebelumnya Tabel Perbedaan Sistem Ujian Board yang Lama dan yang Baru
BULETIN ORTHOPAEDI INDONESIA Edisi 9 | September 2015 | halaman 12 dan masa depan bedah artroskopi, evolusi rekonstruksi ACL, pertukaran peserta program didik orthopaedi internasional, kualitas implan dan keselamatan pasien, konsensus internasional mengenai infeksi sendi periprostetik, indikasi atipikal pada artroplasti sendi panggul, perkembangan rekayasa jaringan (tissue engineering) di Indonesia, state of the art bedah panggul, serta perbandingan teknik measure resection versus gap balancing pada TKR. Peserta yang tampak antusias sepanjang acara juga mengapresiasi penyelenggaraan simposium satelit atau paralel, dengan materi yang sangat memperkaya ilmu, di antaranya mengenai sel punca dan peranannya pada penyakit tulang rawan, artroplasti sendi lutut serta sendi panggul, serta trauma lutut dan trauma panggul. Di penghujung acara, dibahas mengenai manajemen cedera pada atlet profesional di Amerika, yang kemudian dibandingkan dengan kondisi di Indonesia saat ini, dilengkapi dengan cakupan asuransi BPJS dalam manajemen trauma olahraga. Memperkaya ilmu dari berbagai disiplin agaknya tetap dipertahankan hingga akhir acara melalui topik pendekatan multidisiplin pada manajemen cedera atlet, serta mengundang konsultan rehabilitasi medik untuk berbicara mengenai program rehabilitasi pasca-rekonstruksi ligamen sendi lutut. sambungan hal 7 4th IHKS Surabaya: Menjangkau Seluruh Aspek Trauma Sendi Lutut dan Panggul