The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Modul ini di gunakan untuk kebutuhan praktik pembelajaran serta penelitian di kampus Universitas Ahmad Dahlan.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ib nurhadi, 2024-05-28 21:58:10

ARSIP PEMBELAJARAN PKN

Modul ini di gunakan untuk kebutuhan praktik pembelajaran serta penelitian di kampus Universitas Ahmad Dahlan.

Keywords: Pembelajaran PKn

Dosen Pamong : Trisna Sukmayadi, S.Pd., M.Pd. Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi : Pendidikan Biologi dan Pendidikan Fisika


PENGANTAR Alhamdulillah atas segala nikmat, karunia Allah, hidayah dan rahmat-nya, hingga akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar. Salawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, Keluarga, Sahabatnya serta Ummatnya yang senantiasa setia dan istiqamah di jalan Islam. Dalam era digital, pembelajaran juga harus beradaptasi dengan teknologi yang semakin maju. Arsip pembelajaran PPKn berbasis digital merupakan salah satu langkah yang diperlukan untuk mengadaptasi pembelajaran ke teknologi digital. Arsip pembelajaran PPKn berbasis digital adalah bagian dari sistem pembelajaran digital yang memudahkan mahasiswa dalam pembelajaran. Akhir kata dari saya ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang menyempatkan diri membuka dan membaca Arsip Pembelajaan PKn ini serta mengoreksinya lebih jauh untuk kemudian didiskusiakn lebih lanjut, semoga dapat menambah cakrawala pengetahuan yang bermanfaat. Yogyakarta 20 mei 2024 ttd


A. Makna dan prinsip demokrasi 1. Demokrasi dan Kerakyatan Secara etimologi demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein yang berarti kekuasaan atau keadaulatan. Sehingga demokrasi adalah keadaan di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat (Syafiie, 2019). Sedangkan dalam bukunya Redi Panuju Redi, 2011 dengan judul mengatakan bahwa, Demokrasi adalah seni bagaimana menggunakan kekuasaan secara bijak, sehingga mampu menjadi instrument maupun tools mencapai tatanan masyarakat yang berkeadilan, berprikemanusiaan, berbagi dalam pluralitas, dan bersinergi dalam memanifestasikan seluruh potensi. Demokrasi membentuk pola kekuasaan melalui kedaulatan rakyat. sebagaimana teori kedaulatan rakyat oleh immanuel Kant dalam Soehino, 2013, mengatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada para warga negaranya. Kebebasan yang dimaksud dalam batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang adalah produk dari rakyat itu sendiri. Maka undang-undang adalah bagian daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi. Muhammad Hatta, 2014 dalam bukunya Kedaulatan Rakyat, Otonomi, dan demokrasi, mengatakan bahwa cita-cita demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial, dalam arti meliputi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia. Dengan demikian nilai-nilai demokrasi dan kerakyatan merupakan satu nafas dalam upaya mewujudkan segenap harapan hidup rakyat. Demikian secara sederhana maksud demokrasi ialah pemerintah menjalankan mekanisme kehidupan bernegara atas dasar kehendak rakyat. Pertemuan ke 9-10 1.


Adapun delapan syarat yang mencerminkan negara demokrasi menurut Robert Dahl (dalam Susani, 2019) menyebutkan sebagai berikut: 1. Bebas untuk membuat serta terlibat dalam organisasi 2. bebasan menyatakan sesuatu pendapat atau berekspersi 3. Memiliki hak untuk memilih dan dipilih 4. Mempunyai kesempatan yang sama dan terbuka untuk menjabat 5. Memiliki hak bagi pemimpin politik untuk berkompetisi mendapatkan dukungan atau member dukungan. 6. Bisa memiliki alternative untuk mendapatkan sumber informasi. 7. Mengadakan pemilihan umum secara terbuka dan jujur dan adil. 8. Membut kebijakan melalui lembaga pemerintahan berdasarkan suara masyarakat atau melalui pemungutan suara atau cara lain yang sejenisnya. Mengacu pada kriteria di atas, demokrasi saat ini dipandang sebagai satu-satunya ideologi yang harus dianut oleh masyarakat modern. Demokrasi, pada dasarnya, mengikuti konsep yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat, bukan di tangan penguasa. Olehnya itu, konsep demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana orang-orang yang diperintah memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Atau, demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negara secara aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Demikian pengakuan pemerintahan bergantung kehendak dari masyarakatnya pada kekuasaan yang dimilikinya. 2.


2. Patologi Demokrasi Pembahasan di atas telah memberi satu dasar pikiran kita tentang demokrasi, namun dalam realitas politik sering mengalami patologi demokrasi. Sebagaimana di katakan dalam bukunya Syaiful Arif, 2016 dengan judul “Filsafah Kebudayaan Pancasila, Nilai dan Kontradiksi Sosialnya”, bahwa problem internal demokrasi berangkat dari apa yang Hendra Nurtjahjo sebut sebagai kelemahan teoretis (theoretical vulnerability) artinya sejak dalam ranah teoretisnya, demokrasi telah memiliki kelemahan sehingga sebagai bangunan sistem politik, ia memuat patologi yang membuat sistem demokrasi tidak mampu mewujudkan cita-cita dasarnya sendiri. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa, Kelemahan ini terkait dengan sifat landasan teoretisnya yang tidak searah dengan prinsip etika. Karena prinsip teoretisnya tidak berbandig lurus dengan prinsip etika. Dikarenakan pada istilah kedaulatan rakyat (Demos) yang oleh demokrasi dirujukkan pada kuantitas dukungan rakyat, bukan pada kualitas kebijakan yang pro-rakyat. Hal ini terlihat pada pola legitimasi yang bersifat sosiologis, bukan legitimasi etis. Dalam pemilu, suara yang terbanyak belum tentu menghasilkan pemimpin yang pro pada rakyat ketika menentukan kebijakan dalam pemerintahan. Banyaknya dukungan rakyat serusnya berbanding lurus dengan kebijakan yang bermuara pada suara rakyat yang banyak itu. Kalua tidak demikian, maka suara mayoritas akan menjelma menjadi “diktator terpilih” istilah Max Weber dalam Arif, 2016, mengatakan bahwa sebuah kediktatoran yang lahir dari orang-orang yang dipilih melalui pemilu. Akhirnya, pemilihan umum secara langsung yang berangkat dari prinsip suara mayoritas tidak mampu melahirkan pemimpin politik yang betul-betul peduli dengan suara mayoritas. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat dalam bentuk sosiologis ini belum tentu selaras dengan prinsip-prinsip etika politik, karena kebaikan, kebenaran dan keadilan tidak ditentukan oleh kuantitas atau jumlah individu, tetapi oleh kualitas etis. Demikian perlu adanya penguatan posisi oposisi agar dapat mengontrol keberlangsungan demokrasi. Bahasan tantang penguatan oposisi ada di bagian sub judul, kesadaran ber-demokrasi dan ber-kerakyatan. 3.


3. Partisipasi Sebagai Hakekat Demokrasi Berangkat dari penjelasan sebelumnya di atas, bahwa demokrasi sering tidak mewakili kepentingan rakyat. Dalam hal ini, selain adanya keterlibatan masyarakat yang banyak harus di iringi dengan kualitas demokrasi yang di tentukan melalui kebijakan yang mampu menciptakan tatanan sosial yang baik dan berkeadilan. Dalam bukunya Damsar, 2010 dengan judul “Pengantar Sosiologi Politik” mengatakan, secara etimologis, partisipasi dapat diperiksa kembali pada akar kata dari bahas Inggris, yaitu kata “part” artinya bagian. Ketika kata "bagian" berkembang menjadi kata kerja, sehingga kata ini menjadi "berpartisipasi", yang berarti partisipasi”. Lebih lanjut ia mengatakan Partisipasi juga dipahami sebagai keikutsertaan atau keterlibatan dalam kegiatan publik, sehingga kegiatan yang beraspek politik dan bukan politik dapat terlaksana dengan bijak apabila ada keterlibatan dari masyarakat. Seperti kegiatan pemilihan umum (legislatif, presiden, bupati, dan kepala desa) di Indonesia, pemerintah kota merencanakan TPS dan lokasi agar warga tertarik untuk datang ke tempat yang tepat untuk memilih. Kegiatan seperti itu dipahami sebagai partisipasi. Herbert (dalam Budiardjo, 2013), menjelaskan “Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum”. Pada dasarnya demokrasi menghendaki partisipasi politik dari masyarakat, yang dimana masyrakat harus menjadi tujuan agar bisa menggapai apa yang dikatakan oleh Peter Markl dalam Budiardjo, 2013, bisa menggapai tatanan sosial yang baik dan berkeadilan. Negara yang tidak ada partisipasi politik masyarakatnya cenderung otoriter dan sentralistik. Namun ada prasngka buruk dalam masyarakat yang apatis terhadap politik, sebagaimana Rosenberg dalam Damsar, 2010 menyatakan ada tiga alasan Pertama, aktivitas politik merupakan ancaman bagi berbagai aspek kehidupannya. Kedua, kegiatan politik dianggap sebagai pekerjaan yang sia-sia. Ketiga, kurangnya faktor yang “mengaktifkan diri” atau disebut juga dengan “stimulus politik”. 4.


Demikian bahwa alasan masyarakat tidak mau terlibat dalam akativitas politik disebabkan ketakutan terhadap resiko politik, menganggap politik tidak ada manfaat untuk dirinya, dan tidak adanya faktor pendorong yang dapat memberi pemahaman politik yang baik sehingga mereka tidak dapat mengaktifkan diri dalam kegiatan politik. Dalam demokrasi, konsep partisipasi politik berbeda dengan gagasan terkait hak untuk menentukan nasib sendiri ada di tangan rakyat, diwujudkan dengan tindakan kolektif menuju citacita masyarakat dan masyarakat menunjuk mereka yang akan memerintah sebagai pemimpin. Partisipasi politik, oleh karena itu, adalah perwujudan dari pelaksanaan kekuatan politik yang sah oleh rakyat (Budiardjo, 2013). Maka perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk berdemokrasi secara kualitas, bukan hanya berpartisipasi dalam pemilu lalu apatis terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin yang memimpin mereka. Kesadaran dari para tokoh-tokoh partai politik untuk merenungi kembali, bahwa eksistensi mereka ada pada legitimasi rakyat. Artinya ia bermula dari daulat rakyat, dan kedudukan mereka ada ditangan rakyat. Karena apa yang menjadi kritik Plato atas demokrasi, bahwa kebenaran tidak ditentukan oleh besarnya massa, tetapi kebenaran hanya milik para filsuf, yakni individu istimewa yang secara sungguh menggali kebenaran melalui jalan pengetahuan (Arif, 2016). Untuk menjaga demokrasi yang sehat diperlukan oposisi, sebagaimana Andi A. Mallarangeng dikutip situs Jaringan Islam Liberal (21 Januari 2006), menyatakan bahwa meskipun hakekat oposisi bukan sekedar berbeda. Oposisi diperlukan karena manusia bukan malaikat yang dikenal tak pernah berbuat salah. Maka manusia itu perlu dikontrol. Alasan berikutnya, karena pada dasarnya perbedaan pendapat, selalu ada perbedaan pendapat dalam proses merumuskan kebijakan. Alasan bahwa kekuasan menurut Lord Acton, akan cenderung merusak, absolute, dan korup. Krena itu harus dikontrol melalui parlemen. Tapi parlemen harus dikontrol juga, maka dibeberapa negara menggunakan model bikameral (dua kamar). Ada kamar atas dan ada kamar bawah. Antara keduanya saling mengontrol. Tidak mesti kedua belah pihak harus saling setuju (Panuju Redi, 2011). 5.


B. Hakekat demokrasi di Indonesia (demokrasi Pancasila) 1. Demokrasi Sebagai Pandangan Hidup Menurut Amin Rais (dalam Irawan, 2006), demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya yang memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah negara oleh karena kebijaksanaannya tersebut menentukan kehidupan rakyat. Sejalan dengan Nurcholis Madjid, mengartikan demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Demokasi adalah proses menuju dan menjaga civil society yang menghormati dan berupaya merealisasikan nilai- nilai demokrasi (Kamil dalam Sulisworo et al., 2012). Adapun tujuh norma-norma dan pandangan hidup demokrasi oleh Nurcholis Majid, mengemukakan sebagai berikut: a. Pentingnya kesadaran akan pluralisme Hal ini tidak sekedar pengakuan (pasif) akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Lebih dari itu, kesadaran akan kemajemukan menghendaki tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sangat beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya. Sebagaimana Ibnu Khaldun, 2019, dalam bukunya yang berjudul “Mukaddimah”, mengatakan bahwa “Politik penguasa dan pemerintah yang berwenang mengharuskan seorang politisi memiliki control yang sifatnya memaksa. Jika tidak demikian, maka politik yang dibangunnya tidak akan eksis”. Dengan demikian, posisi oposisi ini menjadi penting sebagai wujud daulat rakyat. Karena dalam konteks Indonesia dari aspek historis, suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan falsafah hidup rakyat itu sendiri, yaitu bagi bangsa Indonesia falsafah hidupnya adalah Pancasila. Khususnya sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan; merupakan sumber, dasar dan pedoman pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia (Prosiding, 2019). 6.


b. Musyawarah Internaliasasi makna dan semangat musyawarah mengehendaki atau meharuskan keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan terjadinya “partial finctioning of ideals”, yaitu pandangan dasar belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan sepenuhnya. c. Pertimbangan moral Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yang ditempuh untuk meraihnya. Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa ahklak yang tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral (keseluruhan akhlak) menjadi acuan dalam berbuat dan mencapai tujuan. d. Permufakatan yang jujur dan sehat Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai permufaakatan yang juga jujur dan sehat. Permufakatan yang dicapi melalui “engineering”, manipulasi atau merupakan permufakatan yang curang, cacat atau sakit, malah dapat disebut sebagai penghianatan pada nilai dan semangat musyawarah. Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing- masing pribadi atau kelompok yang bersangkutan memiliki kesediaan psikologis untuk melihat kemungkinan orang lain benar dan diri sendiri salah, dan bahwa setiap orang pada dasarnya baik, berkecenderungan baik, dan beriktikad baik. e. Pemenuhan segi-segi ekonomi Masalah pemenuhan segi-segi ekonomi yang dalam pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial-budaya. Warga dengan pemenuhan kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa rencana-rencana itu benar- benar sejalan dengan tujuan dan praktik demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan aspek keharmosian dan keteraturan sosial. 7.


f. Kerjasama antar warga negara untuk mempercayai iktikad baik masing-masing Kerjasama antar warga untuk mempercayai iktikad baik masing- masing, kemudian jalinan dukung- mendukung secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang efisiensi untuk demokrasi. Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom of conscience), persamaan percaya pada iktikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude) mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimis. g. Pandangan hidup demokrasi harus dijadikan unsur yang menyatu dengan Pendidikan demokrasi. Pandangan hidup demokrasi terlaksana dalam abad kesadaran universal sekarang ini, maka nilai- nilai dan pengertian – pengertiannya harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan kita. Perlu dipikirkan dengan sungguh-sungguh memikirkan untuk membiasakan anak didik dan masyarakat umumnya siap menghadapi perbedaan dan pendapat dan tradisi pemilihan terbuka untuk mentukan pemimpin atau kebijakan. Jadi pendidikan demokrasi tidak saja dalam kajian konsep verbalistik, melainkan telah membumi dalam interaksi dan pergaulan sosial baik dikelas maupun diluar kelas. Tumbuh kembangnya demokrasi dalam suatu negara memerlukan pandangan terbuka dari masyarakat serta peran dari negara itu sendiri untuk terlibat dalam membangun demokrasi yang menjadi landasan hidup bersama. Nilai-nilai yang termuat dalam sistem pemerintahan demokrasi harus menjadi pegangan bagi seseorang atau masyarakat dalam berpolitik. 8.


Daftar Pustaka Ali, H. (2023). Tragedi Pelanggaran HAM Berat di Pulau Rempang. EDURA NEWS MEDIA KOMUNITAS PENDIDIKAN. https://edura.unj.ac.id/edura-news/?p=6137 Arif, S. (2016). FALSAFAH KEBUDAYAAN PANCASILA Nilai Dan Kontradiksi Sosialnya (I. Febrianto & A. Lestari (eds.); ke 1). PT Gramedia Pustaka Utama. Budiardjo, M. (2013). Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Keen). PT Gramedia Pustaka Utama. Damsar. (2010). Pengantar Sosiologi Politik (Edisi Pert). Kencana Predana Media Group. Dwi Sulisworo, T., Wahyuningsih, D., & Arif, B. (2012). DEMOKRASI. Irawan, B. B. (2006). Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Perspektif, 5(3), 54–64. http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/hdm/article/viewFile/312/364 Karsadi. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi (Edisi 1). Pustaka Pelajar. Khaldun, I. (2019). MUKADDIMAH (N. Ridwan (ed.); kesepuluh). PUSTAKA AL-KAUTSAR. Muhammad Hatta. (2014). Demokrasi Kita: Pikiran-Pikiran Tentang Demokrasi Dan Kedaulatan Rakyat (Edisi Keem). SEGA ARSY Khazanah Pikiran Progres. Panuju Redi. (2011). Studi Politik Oposisi dan Demokrasi (Edisi Revi). BAHUANA ILMU POPULER. Prosiding, T. (2019). Kedaulatan Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1000136. Rahman, M. (2021). Dinamika Serta Perkembangan Demokrasi di Indonesia. https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results Soehino. (2013). ILMU NEGARA (Ke 9). LIBERTY, YOGYAKARTA. Susani. (2019). Sistem Demokrasi Dalam Pemilihan Umum Secara Langsung Di Indonesia. Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum, 3(2), 62. https://doi.org/10.24269/ls.v3i2.2023 9.


Click to View FlipBook Version