i
Makna Ornamen Bolang
Bagas Godang Huta Godang Ulu Pungkut Mandailing Natal
Penulis:
Miftahun Naufa, S.Sn.,M.Sn.
Anni Kholilah, S.Sn.,M.Sn.
Muhammad Ghifari, S.Sn.,M.Sn
Editor:
Nanik Indarti
Makna Ornamen Bolang Bagas Godang Huta Godang Ulu
Pungkut Mandailing Natal
Penulis
Miftahun Naufa, S.Sn.,M.Sn.
Anni Kholilah, S.Sn.,M.Sn.
Muhammad Ghifari, S.Sn.,M.Sn
All rights reserved
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Hak Penerbitan pada Jejak Pustaka
Isi di Luar Tanggung Jawab Penerbit
Cetakan Pertama, November 2020
ISBN: 978-623-95361-0-7 (PDF)
Editor
Nanik Indarti
Penyelia Aksara
Jejak Pustaka
Desain Sampul
Jejak Pustaka
Tata Letak Isi
Jejak Pustaka
Penerbit
Jejak Pustaka
Wirokerten RT.002 Desa Wirokerten
Banguntapan Bantul Yogyakarta
[email protected]
0821-3720-8955
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada
Allah Swt. penulisan buku ajar Makna Ornamen
Bolang Bagas Godang Huta Godang Ulu Pungkut
Mandailing Natal telah dapat kami selesaikan dengan
baik walaupun dalam pengga-rapan masih terdapat
beberapa halangan dan rintangan, akan tetapi diha-
rapkan buku ini dapat memberikan pengetahuan
kepada pembaca tentang makna dari ornamen-
ornamen yang ada pada rumah adat.
Kajian dalam buku ini merupakan hasil dari
studi ilmiah penulis melalui kegiatan penelitian yang
telah berhasil diselesaikan. Dalam penelitian ini,
kami menemukan bahwa ornamen Bagas Godang
Mandailing Natal memiliki makna yang sangat dekat
dengan masyarakat. Setiap ornamen mengajarkan
tata cara hidup bermasyarakat di dalam lingkungan
sosial dan saling menghargai satu dengan yang lain.
iii
Penulisan buku ajar ini adalah sebagai usaha
untuk menggali kembali budaya lokal Mandailing
Natal berupa ornamen yang terdapat pada rumah
adat Bagas Godang. Mengingat bangunan rumah adat
adalah salah satu warisan budaya maka akan selalu
dijaga dan dilestarikan.
Keberhasilan penulisan dan penyusunan buku
ajar ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah ikut terlibat dalam
penyusunan buku ini. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan dan penyusunan buku ini masih
banyak kekurangan dan masih diperlukan pengem-
bangan lebih jauh dengan tema yang lebih spesifik
dan analisis yang lebih mendalam lagi. Penulis
berharap buku ini dapat memberikan manfaat yang
besar kepada pembaca.
Kota Jantho, 29 Oktober 2020
Penulis,
Miftahun Naufa, M.Sn., dkk.
iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR............................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Mandailing Natal 1 ..................................................... 1
B. Simbol Budaya ............................................................ 5
C. Bagas Godang .............................................................. 9
D. Evaluasi, Tugas, dan Latihan ................................. 13
BAB II MAKNA ORNAMEN BOLANG
BAGAS GODANG ............................................................. 15
A. Makna Ornamen.......................................................... 15
B. Nilai Estetika dari Sebuah Bangunan ................ 29
C. Evaluasi, Tugas dan Latihan .................................. 30
BAB III PENUTUP ................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 35
GLOSARIUM ............................................................................ 37
TENTANG PENULIS ............................................................. 38
v
Daftar Gambar
Gambar 1
Rumah Adat Bagas Godang tampak samping .............. 3
Gambar 2
Rumah Adat Bagas Godang tampak depan................... 4
Gambar 3
Bagas Godang Mandailing Natal........................................ 10
Gambar 4
Tangga Bagas Godang Mandailing Natal........................ 11
Gambar 5
Bolang atau ornamen yang terdapat
pada Tutup Ari ............................................................................. 16
vi
Bab I
Pendahuluan
A. Mandailing Natal
Indonesia merupakan sebuah negara kepu-
lauan yang di dalamnya memiliki berbagai macam
ragam budaya dan suku bangsa. Setiap daerah yang
terdapat di Indonesia memiliki ciri khas budaya dan
suku masing-masing. Selain itu, Indonesia memiliki
tatanan budaya sendiri yang nantinya akan menjadi
warisan bagi generasi muda terhadap budaya dan
suku yang ada di daerah masing-masing. Banyaknya
kekayaan budaya dan suku bangsa tersebut menjadi
kebanggaan bagi bangsa Indonesia.
Wilayah Nusantara yang terdiri dari sebaran
suku-suku budaya memiliki berbagai ragam adat dan
seni, semua itu telah memberikan corak serta ragam
yang menarik bagi perkembangan budaya nasional
1
bangsa. Salah satu dari kebudayaan tersebut adalah
bangunan tradisi yang terdapat di setiap provinsi.
Dengan adanya berbagai macam suku dan budaya
yang ada, maka akan terdapat pula berbagai macam
bentuk bangunan yang berbeda dan memiliki ciri
khas tersendiri.
Sebuah tradisi dan kebudayaan akan terbentuk
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karena ma-
syarakat adalah makhluk sosial yang selalu mela-
kukan interaksi antar sesame sehingga dengan
kebiasaan-kebiasaan tersebut maka akan terciptalah
ide untuk membentuk sesuatu. Tatanan adat dan
aturan yang berlaku dalam masyarakat dapat kita
temui dalam lambang-lambang yang terdapat pada
bangunan adat.
Keberagaman suku dan budaya di Indonesia
sudah menjadi warisan dunia baik dari segi bahasa,
budaya serta peninggalan-peninggalan lainnya se-
perti bangunan rumah adat, hiasan ornamen dan lain
sebagainya. Semua daerah di Indonesia memiliki ciri
masing-masing tradisi yang sampai saat ini masih
tetap dijaga dengan baik oleh para generasi penerus.
Daerah Sumatera Utara merupakan salah satu
daerah yang banyak memiliki peninggalan-pening-
galan budaya masa lalu berupa bentuk bangunan
tradisional yang dikenal dengan nama bangunan
adat. Suku-suku yang mendiami wilayah daerah
2
Sumatera Utara memiliki bangunan khas daerah
masing-masing yang dikenal dengan bangunan adat
Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Dairi Pakpak,
Mandailing dan Nias.
Gambar 1. Rumah Adat Bagas Godang tampak samping
Foto: Anni Kholilah
Mandailing Natal atau sering juga disebut
dengan Madina merupakan salah satu bagian wila-
yah dari Sumatera Utara yang terletak di Kabupaten
Mandailing Natal yang berbatasan dengan Sumatera
Barat. Madina merupakan daerah yang banyak
memiliki peninggalan-peninggalan budaya masa lalu.
Mandailing Natal memiliki rumah adat yang disebut
dengan Bagas Godang.
Hubungan masyarakat Madina dengan alam
terdapat dalam banyak ungkapan tradisional. Ungka-
pan itu merupakan rekaman pergaulan mereka yang
3
sangat erat dengan alam sekitarnya sepanjang seja-
rah keberadaan masyarakat Madina sejak beberapa
ribu tahun yang lalu. Hubungan mereka yang akrab
dengan alam menandakan bahwa bagi mereka alam
bukanlah sesuatu yang berbahaya dan mengerikan,
tetapi justru alam dimanfaatkan untuk kesejahteraan
hidupnya.
Bangunan rumah adat Mandailing memiliki
struktur bangunan yang unik dan khas. Pada bangu-
nan adat ini ditemukan unsur bentuk yang mengan-
dung makna sebagai cerminan kepribadian masya-
rakat Mandailing. Unsur tersebut berupa atap, susu-
nan ruang, tangga, tiang dan pola-pola hiasan. Pada
setiap bangunan tersebut terdapat beberapa perbe-
daan struktur antara satu dengan yang lain. Di
samping struktur yang berbeda, kita juga dapat
menemukan pola ragam hias pada bagian tutup ari
bangunan yang mengandung perlambangan adat
Mandailing.
Gambar 2. Rumah Adat Bagas Godang tampak depan
(Foto: Anni Kholilah)
4
Bagas Godang dahulu digunakan untuk tempat
tinggal raja. Selain itu, Bagas Godang juga digunakan
sebagai tempat upacara adat dan tempat perlin-
dungan bagi masyarakat. Bangunan rumah adat
Mandailing tersebar mulai dari Kecamatan Panya-
bungan sampai Kecamatan Muara Sipongi.
Bangunan rumah adat Mandailing Natal yang
mempunyai ornamen pada atap tutup ari, setiap
ukiran dalam ornamen-ornamen tersebut mempu-
nyai makna dan arti. Bolang atau ornamen tradisi-
onal Mandailing yang digunakan sebagai tutup ari
perlambangan terbuat dari tiga jenis material, yaitu
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan peralatan hidup se-
hari-hari. Ornamen ini dibuat dengan cara dianyam
dan diukir. Alat-alatnya terbuat dari bambu yang
sudah diarit.
B. Simbol Budaya
Kebudayaan dalam kata sehari-hari merupakan
sebuah kebiasaan yang dilakukan secara berulang-
ulang yang akan menjadi suatu tatanan dalam
lingkungan sosial. Begitu juga dengan bangunan
sebagai salah satu simbol kebudayaan yang mana
semua simbol-simbol mengenai kehidupan sosial
bermasyarakat tertera di setiap bagian rumah adat,
baik dari bentuk struktur bangunan maupun orna-
men-ornamen yang ada pada bangunan.
5
Menurut Drs. Oloan Situmorang, rumah meru-
pakan bangunan yang berfungsi sebagai hunian atau
tempat tinggal yang ditempati oleh sekelompok suku
atau marga yang tercakup dalam satu ikatan
keluarga. Sedangkan adat adalah suatu aturan atau
kebiasaan yang sifatnya turun-temurun, yang selalu
dituruti dan dilaksanakan oleh sekelompok anggota
masyarakat dari satu generasi ke generasi berikut-
nya. Maka yang dikatakan rumah adat adalah bang-
unan tempat tinggal yang merupakan warisan lama
yang dihuni secara turun-temurun. Bangunan
tersebut dilengkapi dengan lambang-lambang adat
sebagai sebuah lambang keagungan tatanan adat
istiadat dan kehidupan sosial.
Terdapatnya berbagai simbol di bagian-bagian
bangunan rumah adat tersebut maka dapat disim-
pulkan bahwa setiap bangunan rumah adat beserta
wujudnya mewakili sifat, karakter serta perilaku dari
masyarakat suatu daerah.
Berbagai pola maupun bentuk bangunan adat
atau Bagas Godang yang terdapat di daerah Mandai-
ling Natal merupakan ungkapan simbol-simbol adat
sebagai kehidupan tatanan sosial dan adat istiadat
dari masyarakat yang memiliki bangunan.
Bangunan adat Bagas Godang merupakan kum-
pulan simbol adat berupa gambar-gambar hiasan,
baik yang bercorak gambar manusia, binatang,
6
maupun tumbuh-tumbuhan, yang direka dan dimo-
difikasi sedemikian rupa hingga berbentuk lambang.
Lambang tersebut mewakili satu jenis simbol adat
sehingga terdapat beberapa macam jenis adat, begitu
pula akan banyak simbol yang diciptakan. Rumah
adat merupakan suatu bangunan tempat tinggal raja
sebagai pemimpin adat maupun pewarisnya. Bangu-
nan adat ini merupakan suatu simbol adat dan
hukum adat yang dilandasi oleh falsafah hidup
masyarakat daerah Batak yang disebut falsafah
dalihan na tolu.
Simbol-simbol adat yang diletakkan pada
sebuah bangunan adat terpisah dan menempati
bagian tertentu dalam setiap bangunan. Penempatan
lambang dimulai dari bagian atap bangunan, bagian
ini dianggap bagian yang paling penting, karena
mudah dilihat dari jarak dekat maupun dari jauh.
Penempatan simbol-simbol adat ini pada sebuah
bangunan rumah adat dihubungkan dengan keper-
cayaan nenek moyang khusus pada suku Batak,
bahwa kehidupan manusia di dunia ini bersumber
dari tiga alam. Bagian atas (atap bangunan) melukis
dunia atas (benua ginjang), sebagai tempat pemujaan
mula jadi na bolon (asal kejadian). Kepercayaan ini
sering ditandai dengan penempatan raga-raga,
semacam tempat persembahan yang digantungkan
di bawah atap bangunan. Pada raga-raga inilah
ditempatkan sesaji untuk persembahan, dalam
7
kepercayaan suku batak disebut pamelean (persem-
bahan).
Rumah adat merupakan perwujudan simbol
dari kepribadian suatu masyarakat suku-suku
tertentu, yakni sebagai gambaran sifat, perilaku atau
pembawaan yang dimiliki secara khusus serta
membedakannya dengan suku lain. Seperti yang
dijelaskan pada uraian di atas, bahwa setiap bangu-
nan adat merupakan bentuk simbol dari perilaku
kehidupan sosial maupun adat dari masyarakat.
Dengan adanya simbol-simbol itu, sesuatu akan
dapat lebih mudah dipahami oleh sesama warga
masyarakat. Dalam setiap kebudayaan, simbol-
simbol itu cenderung dibuat agar dapat dipahami
berdasarkan konsep yang mempunyai arti tetap
dalam jangka waktu tertentu.
Yang menciptakan simbol adalah manusia dan
yang akan memahami arti atau makna simbol itu juga
manusia, dengan suatu tujuan agar orang lain dapat
memahami tentang apa yang dimaksud ataupun yang
diisyaratkan oleh seseorang ataupun sekelompok
masyarakat. Dengan demikian, setiap bangunan adat
yang memiliki simbol-simbol adat merupakan per-
wujudan perilaku masyarakatnya, disebutlah bangu-
nan adat telah menjadi lambang adat dan kehidupan
sosial masyarakat.
8
C. Bagas Godang
Kebudayaan Mandailing sifatnya ditandai oleh
bahasa, tulisan, dan adat-istiadat. Mandailing juga
mempunyai rumah adat khas Mandailing, yaitu
Bagas Godang. Bagas Godang adalah tempat raja
tinggal. Etnik Mandailing adalah orang yang berasal
dari Mandailing secara turun-temurun di mana pun
ia bertempat tinggal. Mandailing mempunyai falsafah
yang menyebutkan hombar do adat dot ibadat
artinya adat dan ibadat tidak dapat dipisahkan.
Rumah adat Mandailing merupakan arsitektur
yang khas. Rumah adatnya digunakan untuk tempat
tinggal raja pada masa lalu dan sebagai tempat
pertemuan masyarakat. Bagas Godang yang disebut
dengan Bagas Adat adalah tempat tinggal raja huta
atau tunggane ni huta, sebagai pemimpin desa (huta)
yang mengatur desa penegak keadilan (hukum) dan
menjadi adat (Basral Hamidy, 1987). Bagas Godang
mempunyai pekarangan yang luas, yang disebut
alaman bolak, atau alaman silang se utang yang
berarti apabila seseorang yang berutang dikejar oleh
yang berpiutang dan dia lari ke alam bolak dia tidak
boleh diganggu, pertengkaran harus dihentikan dan
wajib dicari perdamaian.
9
Gambar 3. Bagas Godang Mandailing Natal
(Foto: Anni Kholilah)
Bagas Godang berfungsi sebagai tempat tinggal
raja Panusunan maupun raja Pamusuk sebagai
pimpinan huta atau kampung. Secara adat Bagas
Godang melambangkan bona bulu yang berarti
bahwa huta tersebut telah memiliki satu perangkat
adat yang lengkap seperti dalihan natolu. Bentuk
bangunannya empat persegi panjang dan mempu-
nyai atap yang terbuat dari ijuk pohon rumbia.
Rumahnya tinggi dan mempunyai kolong, dengan
mempunyai anak tangga yang ganjil. Penutup sisi
atap di atas tangga depan yang berbentuk segitiga
disebut juga alo angin (tamparan angin) atau tutup
ari melambangkan bindu matogu sebagai perlam-
bang dalihan na tolu.
10
Gambar 4. Tangga Bagas Godang Mandailing Natal
(Foto: Anni Kholilah)
Bentuk atap bangunan rumah adat Mandailing
merupakan bentuk atap lengkung dan bentuk atap
datar. Bentuk atap lengkung disebut dengan
silingkung dolok pancucuran dan bentuk atap datar
disebut dengan saro tole. Kedua bentuk atap tersebut
dapat ditemukan pada atap rumah hunian di daerah
Mandailing khususnya bangunan yang memiliki hu-
bungan kekerabatan dengan Bagas Godang dan tidak
semua orang boleh memakainya untuk bentuk atap.
Bagian-bagian dari bangunan rumah adat
Mandailing adalah sebagai berikut:
1. Bagian atap
a. Bentuk atap saro tole, adalah bentuk atap yang
bagian puncaknya merupakan garis datar, yang
menghubungkan dua atau empat tutup ari (alo
11
angin). Bentuk atap tersebut dapat ditemukan
pada bangunan Bagas Godang Pakantan dengan
bentuk atap silang empat.
b. Bentuk atap silingkung dolok pancucuran, adalah
bentuk atap yang bagian puncaknya menggu-
nakan garis lengkung, yang menghubungkan dua
atau empat tutup ari (alo angin).
c. Tutup ari atau tamparan angin (alo angin),
merupakan bentuk segi tiga yang berada di bawah
atap dan diletakkan di keempat arah atap bagian
bangunan Bagas Godang yang memiliki atap silang
empat maupun atap yang mengarah ke depan dan
ke belakang.
2. Badan bangunan
Badan bangunan Bagas Godang ditemukan
pembagian ruang berupa kamar (bilik), ruang
tengah, ruang depan dan ruang untuk dapur.
Badan bangunan ditutupi dinding yang disebut
dorpi. Susunan ruang di dalam bangunan adat
Bagas Godang:
a. Ruang tengah (pantar tonga), adalah ruang
tempat menerima tamu, ruang berkumpul
keluarga.
b. Kamar tidur, khusus untuk namoras dan anak-
anaknya.
c. Ruang depan (parangin-anginan), ruangan ini
berada di depan, sebagai ruang tempat namora
natoras dan keluarganya di saat-saat tertentu
12
berguna sebagai tempat pos jaga dari pengawal
(ulu balang).
d. Hauan haling, merupakan kamar terlarang,
khusus ruang persembahan raja kepada mula jadi
nabolon, juga digunakan untuk menyimpan
barang-barang pusaka.
e. Ruang persembunyian (parsimonjapan), ruang
persembunyian dari setiap orang yang
menyelamatkan dirinya dari kejaran musuh.
3. Bentuk dan susunan tiang
a. Bangunan Bagas Godang
1. Bentuk tiang
Tiang dari penyangga Bagas Godang berbentuk
sebuah pahatan yang berupa pahatan segi
delapan.
2. Susunan tiang
Susunan tiang Bagas Godang Mandailing
pada umumnya bervariasi tergantung pada luas
bangunannya.
D. Evaluasi, Tugas dan Latihan
1. Jelaskan apa yang kamu ketahui mengenai Bagas
Godang yang terdapat di Mandailing Natal?
2. Sebutkan bagian-bagian dari bangunan Mandai-
ling dan jelaskan masing-masing bagian tersebut?
13
Bab II
Makna Ornamen
Bolang Bagas Godang
A. Makna Ornamen
Ragam hias merupakan unsur yang
memperindah sebuah bentuk benda baik berupa
benda dua dimensi maupun benda tiga dimensi. Pada
bangunan rumah adat ragam hias terdapat di tiap
bagian bangunan yang berguna untuk memperindah
dan mempercantik bangunan dan setiap ornamen
memiliki makna.
Tutup Ari Bagas Godang
15
Ornamen-ornamen dalam Tutup Ari Bagas
Godang disebut Bolang yang juga berfungsi sebagai
simbol atau lambang yang memiliki makna-makna
sangat mendalam bagi masyarakat Mandailing.
Di dalam Bolang atau ornamen terkandung
nilai-nilai, gagasan, konsep, norma, kaidah, hukum
dan ketentuan adat istiadat yang menjadi landasan
dan pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Bolang atau ornamen tradisional Mandailing yang
digunakan sebagai tutup ari perlambang itu terbuat
dari tiga jenis material.
Gambar 5. Bolang atau ornamen yang terdapat pada Tutup Ari
Bagas Godang Mandailing Natal
(Foto: Anni Kholilah)
16
Bangunan tradisional seperti bangunan adat
yang terdapat di setiap daerah semuanya memiliki
hiasan berupa ornamen baik yang diukir maupun
yang dipahat secara langsung pada bagian-bagian
bangunan tersebut. Bangunan adat daerah
Mandailing seperti bangunan Bagas Godang juga
memiliki berbagai macam hiasan ornamen. Hampir
di seluruh bagian bangunan terdapat ornamen.
Makna ornamen Bagas Godang sebagai
berikut:
1. Matahari (mata ni ari)
Maknanya seorang raja mempunya sifat yang
adil dan bijaksana, harus seperti matahari yang
menerangi dan memberikan kehidupan kepada
semua makhluk di bumi. Begitu juga seorang raja
harus menerangi rajanya dan menuntun mereka
mencari kehidupan.
2. Bulan
17
Menandakan di kampung itu ada yang ahli
tentang peredaran bulan, dan berdasar pada
petunjuknyalah dapat diketahui bulan dan hari yang
baik untuk turun ke sawah, melaksanakan
perkawinan, berperang dan lain-lain.
3. Bintang
Memberikan cahaya menerangi bumi, ahli
perbintangan dapat mengetahui kapan hujan akan
turun dan peristiwa-peristiwa alam lainnya. Ia harus
memberikan penerangan kepada masyarakat untuk
kebaikan kehidupan mereka.
4. Rudang (bunga)
Menunjukkan bahwa di desa sudah lengkap
paraget adatnya, panji-panji, bendera dan lainnya.
18
5. Panji-panji
Menunjukkan bahwa penduduk serta kampung
telah mengetahui patik, uhum, ugari dan hapantunon.
6. Raga-raga
Menunjukkan bahwa penduduk kampung itu
terkait dan terjalin seperti raga antara satu marga
dengan marga lain. Raga-raga merupakan suatu
sistem yang saling terkait, saling hubungan dan
saling membantu.
7. Suncang Duri
Pertanda jika seorang musafir datang di suatu
kampung dan langsung ke sopo godang, dia harus
diberi makan pada saat waktu makan dan pada saat
meninggalkan tempat itu harus diberi bekal dalam
perjalanan.
19
8. Jagar
Menunjukkan bahwa sebuah huta telah
mempunyai perangkat huta yang lengkap. Sudah
diatur adat mardalihan natolu dan mar raja yang
disebut bahwa huta madung narpasak
marbalingkuhu.
9. Sipatomu-tomu
Pertanda bahwa tugas raja huta adalah
memelihara holong dohot damu, yaitu memelihara
kasih sayang persatuan dan kesatuan.
10. Podang (pedang)
Menunjukkan bahwa sebuah huta telah mampu
menegakkan hukum. Kekuasaan didasarkan kepada
hukum atas keputusan fungsionaris adat.
20
11. Takar (tempurung)
Lambang penimbang, ukuran keadilan harus
sama, tidak membedakan warga. Dalam menghadapi
dalihan na tolu harus seperti ujung dari tempurung
mempunyai tiga mata yang sama.
12. Tanduk ni horbo (tanduk kerbau)
Kerbau adalah lambang adat dan kerajaan.
Binatang ini jugalah yang dipotong jika ada horja
besar. Usia yang dipilih adalah usia bertanduk
sepanjang dari siku ke ujung kepala tangan, karena
pada usia itulah puncak kekuatan seekor kerbau.
Apabila seekor kerbau dipotong pada suatu horja,
semua harus mendapatkan bagian sesuai pembagian
yang ditentukan dalam adat. Hewan ini dipilih
sebagai hewan adat karena mempunyai sifat
bertanggung jawab, berani mati mempertahankan
anak-anaknya, bisa hidup dalam segala cuaca dan
tempat, baik di darat maupun di dalam air, sanggup
21
bekerja keras siang dan malam serta tenaganya
sangat kuat.
13. Tangan
Pertanda bahwa sebuah huta aman dan rukun
serta penduduk terpelihara dari mara bahaya sebab
adat di kampung itu terpelihara dengan baik.
14. Bindu
Tanda bahwa masyarakat di kampung sangat
kuat berdasarkan dalihan na tolu. Bindu disebut juga
pusuk robung.
15. Bona Bulu
Pertanda bahwa kampung itu telah menjadi
bona bulu. Tanda sebuah kampung telah menjadi
22
bona bulu adalah sudah ada namora natoras, suhut,
bayo-bayo, datu, si baso, ulu balang dan raja huta.
Panutan orang banyak.
16. Hala dan Lipan
Menandakan bisa yang mempunyai kekuatan
hukum adat yang sangat kuat dan adil.
17. Ulok (ular)
Melambangkan kebesaran dan kemuliaan.
18. Amporik (burung)
23
Melambangkan kegiatan mencari nafkah untuk
menghidupi keluarga, seperti manusia yang mencari
nafkah ke ladang pergi pagi pulang sore.
19. Timbangan
Melambangkan keadilan bagi masyarakat itu
sendiri.
20. Loting
Melambangkan usaha-usaha mencari nafkah
dalam kehidupan sehari-hari.
21. Piring
24
Melambangkan bagi siapa saja musafir yang
kelaparan dan datang ke rumah adat Bagas Godang
akan diberi makanan dan bekal untuk melanjutkan
perjalanannya lagi.
22. Burangir (daun sirih)
Menandakan segala sesuatu perihal baik itu
menyangkut pelaksanaan upacara adat dan ritual
harus terlebih dahulu meminta pertimbangan dan
ijin kepada raja namora natoras.
23. Bondul Naopatn
Melambangkan ketentuan dalam perkara.
Maknanya setiap perkara adat akan diselesaikan di
sopo godang atau balai sidang adat oleh namora
natoras, dan keputusan yang diambil harus adil
sehingga tidak merugikan bagi pihak yang
berperkara.
25
24. Halaman Bolak
Alaman silangse utang, melambangkan
wewenang kekuasaan raja, maknanya bagi siapa
yang mencuri dan berkelahi kalau dia lari ke alaman
bolak maka yang mengejarnya tidak boleh
mengganggunya lagi. Dan dia akan diadili seadil-
adilnya di balai sidang adat.
25. Horis
Melambangkan kesejahteraan, keselamatan,
dan kedamaian. Maknanya raja dan rakyatnya hidup
damai dan sejahtera, jauh dari segala macam
marabahaya.
26
26. Goncip
Melambangkan tugas dan kewajiban raja, raja
melaksanakan adat dan hukum secara adil dan
bijaksana.
27. Bintang Natoras
Melambangkan pendiri huta, maknanya huta
tersebut didirikan oleh natoras yang sekaligus
berkedudukan sebagai pemimpin pemerintahan dan
pimpinan adat yang dilengkapi oleh hulu balang,
bayo nagodang, datu, dan sibaso.
28. Lading/upak
27
Melambangkan kesiap-siagaan, maknanya
benda tajam ini cukup penting dalam berbagai
aktivitas kehidupan sehari-hari. Bisa digunakan
sebagai senjata dalam berburu ke tengah hutan.
29. Gimbang
Melambangkan tingkat kepedulian sosial raja,
maknanya yang dimiliki raja atas sawah yang luas
dan persediaan bahan makanan yang cukup menjadi
tempat memohon bantuan bagi masyarakat huta
yang kekurangan bahan makanan.
30. Manuk Nabontar (ayam putih)
Melambangkan sanksi hukum yang berat,
maknanya setiap orang yang melanggar adat dike-
nakan hukuman. Seperti menikah sesama marga,
dikenakan memotong kerbau, dan memberikan
28
makan pada orang banyak serta melepaskan ayam
putih, dan orang yang melanggar adat ini akan diusir
dari kampung itu dan memutuskan tali persaudaraan
dengan warga huta.
B. Nilai Estetika dari Sebuah Bangunan
Menurut Monroe Beardsley (Dharsono, 2004:
148) menjelaskan ada tiga ciri dari sebuah benda:
Kesatuan (unity), bahwa sebuah benda estetis
tersusun secara baik dan sempurna bentuknya.
Kerumitan (Complexity), yaitu benda atau karya seni
yang bersangkutan tidak sederhana tetapi kaya akan
isi maupun unsur-unsur yang saling berlawanan
maupun berbeda. Kesungguhan (intensity), yaitu
suatu benda mempunyai kualitas tertentu yang
menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong.
Sebuah bangunan akan memiliki nilai estetika
indah ketika unsur-unsur dan bagian di dalamnya
memiliki nilai kesatuan bentuk, warna, struktur,
keseimbangan, volume dan ruang. Semua perpaduan
unsur-unsur tersebut menjadikan ciri khas tersen-
diri bagian setiap bangunan rumah adat.
Estetika bangunan lebih mudah dipahami
dengan suatu alat, karena biasanya estetika ukuran-
nya berbeda bagi setiap orang, sama seperti sebuah
bahasa, bila tidak ada bahasa, pengetahuan tidak
29
tertularkan. Secara umum estetika dalam bangunan
rumah adat merupakan keindahan bentuk dan ruang
maka pemaparan estetika ini diarahkan pada pemba-
hasan bentuk sebagai ilmu dan seni. Tidak hanya
bentuk dan fungsi, tetapi juga seni sehingga tidak
bisa dibatasi oleh titik, garis dan bidang melainkan
bisa berkembang menjadi sebuah keindahan seni
yang bersumber dari nilai-nilai budaya, moral,
kehidupan, sejarah dll.
Estetika dalam bentuk yang tertuang dalam
bangunan haruslah kontekstual dan komunikatif.
Kontekstual berarti ia memenuhi hakikatnya sebagai
wadah dan fungsi. Komunikatif berarti ia memenuhi
unsur seni dan keindahan sehingga mencerminkan
fungsi. Keindahan memang subjektif dalam diri
setiap orang. Pendapat tentang nilai estetika sebuah
bangunan seperti rumah tinggal, dipengaruhi oleh
berbagai hal, antara lain subjektifitas diri sendiri.
Sensasi hanya dimungkinkan bila fungsi biologis
tubuh kita yang berkaitan dengan fungsi sensasi dan
persepsi dalam keadaan normal.
C. Evaluasi, Tugas dan Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan makna-makna ornamenn
yang terdapat pada rumah adat Bagas Godang
Mandailing Natal, serta apa yang kamu ketahui
tentang simbol pada rumah adat tersebut?
2. Jelaskan mengapa sebuah bangunan itu dikatakan
harus memiliki nilai estetika!
30
Bab III
Penutup
Bagas Godang merupakan rumah adat yang
memiliki arsitektur Mandailing dengan konstruksi
bangunan yang khas. Memiliki bentuk empat persegi
panjang yang disangga oleh kayu-kayu besar dengan
jumlah ganjil. Ruangan rumah adat terdiri dari ruang
depan, ruang tengah, ruang tidur, dan dapur. Semua-
nya terbuat dari bahan kayu. Berbagai macam bentuk
ornamen (hiasan) tradisional dapat kita temukan
pada bagian Tutup Ari dari Sopo Godang (Balai Sidang
Adat) dan Bagas Godang (Rumah Besar Raja).
Dalam ornamen-ornamen Mandailing tersebut
disebut Bolang yang juga berfungsi sebagai simbol
atau lambang yang memiliki makna-makna sangat
mendalam bagi masyarakat Mandailing. Di dalamnya
terkandung nilai-nilai, gagasan-gagasan, konsep-
konsep, norma-norma, kaidah-kaidah, hukum dan
ketentuan adat istiadat yang menjadi landasan dan
31
pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Bolang atau ornamen tradisional Mandailing yang
digunakan sebagai tutup ari perlambang itu terbuat
dari tiga jenis, yaitu tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
peralatan hidup sehari-hari.
Bagas Godang dibuat dengan cara menganyam
atau menjalin dan ada pula yang diukir. Bahan yang
dipakai sebagai bahan anyaman adalah lembaran-
lembaran bambu yang telah diarit dengan bentuk-
bentuk tertentu dan kemudian dipasang pada bagian
tutup ari. Ornamen-ornamen itu sebagian besar
diberi warna merah, hitam dan putih yang erat
kaitannya dengan Mandailing. Dalam hal ini, merah
melambangkan kekuatan, keberanian dan kepah-
lawanan; putih melambangkan kesucian, kejujuran
dan kebaikan; hitam melambangkan kegaiban dalam
sistem kepercayaan animisme yang disebut Sipe-
lebegu. Rasa tanggung jawab bersama ini yang
terutama mereka laksanakan oleh unsur lembaga
dalihan na tolu dengan sendirinya muncul sebagai
akibat adanya rasa persatuan dan kesatuan tanggung
jawab bersama.
Masyarakat terlahir dengan rasa sosial dan
telah mempunyai nilai-nilai luhur yang tinggi. Semua
itu didapat secara turun-temurun dan nilai-nilai
luhur tersebut sudah ada dalam masyarakat itu
sendiri. Nilai-nilai kesepakatan yang diterima dari
nenek moyang yang sesuai dengan diri pribadi dan
32
masyarakat yang kemudian disebut adat, merupakan
tata cara yang harus dilakukan agar tercapai kehi-
dupan yang damai dan tentram.
33
Daftar Pustaka
Dharsono. 2020. Estetika. LPKBN: Citra Sains.
Nasution, Pandapotan. 2015. Adat Budaya
Mandailing dalam Tantangan Zaman. Sumatera
Utara: PORKALA.
Harahap, Hamidy Basyral, 2004. Madina yang
Madani.
Situmorang, Oloan. 1979. Arti Perlambangan Dalam
Seni Ornamen Pada Rumah Adat Mandailing. CV
Angkasa Wira Usaha.
______________. 1979. Mengenali Bangunan serta
Ornamen Rumah Adat Daerah Mandailing dan
Hubungannya dengan Perlambangan Adat. CV
Angkasa Wira Usaha.
Siregar Fatimah, dkk, Serupa Vol. 1, No. (2012).
Bentuk, Penempatan dan Makna Motif Ukiran
Bagas Godang di Desa Huta Godang Kabupaten
Madina Sumut.
35
Kholilah Anni, Jurnal Warna, Vol. 2, No. 1, Juni 2018,
Bentuk dan Fungsi Sopo Godang Tapanuli
Selatan Mandailing Natal.
Lubis Pangaduan. Z, dkk. 2010. Kumpulan Catatan
Lepas Tentang Mandailing. Penerbit Pustaka
Widiasarana.
SUMBER LAIN
https://id.wikipedia.org/wiki/Bagas_Godang
36
Glosarium
Amporik : burung
Bagas godang : rumah adat
Burangir : daun sirih
Gimbang : lambang tingkat kepedulian
raja
Horis : keris
Lading/upak : pisau besar
Manuk nabontar : ayam putih
Mata ni ari : matahari
Pantar tonga : ruang tengah
Parsimonjapan : ruang persembunyian
Parangin-anginan : ruang depan
Rudang : bunga
Tanduk ni horbo : tanduk kerbau
Takar : tempurung
Ulok : ular
Huta : Kampung/desa
Bagas : rumah
Pinggan : piring
Narara : merah
Nabontar : putih
Nalomlom : hitam
37
Tentang Penulis
Miftahun Naufa, S.Sn., M.Sn., lahir di Balingka 13
Maret 1984, menempuh Pendidikan S-1 dan S-2 di ISI
Padangpanjang Sumatera Barat. Sekarang bekerja
sebagai dosen di Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
semenjak tahun 2015.
Anni Kholilah, S.Sn., M.Sn., lahir di Roburan Lom-
bang 25 Mei 1989, menempuh Pendidikan S-1 dan S-
2 di ISI Padangpanjang. Sekarang bekerja sebagai
dosen di Institut Seni Budaya Indonesia Aceh dari
tahun 2014.
Muhammad Ghifari, S.Sn., M.Sn., lahir di Padang-
panjang 5 Juni 1992, sekarang juga bekerja sebagai
dosen di Institut Seni Budaya Indonesia Aceh.
38
1