The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Majalah yang didirikan oleh Founder Kelas Menulis Daring

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Fataty Maulidiyah, 2021-10-27 03:55:04

Majalah Ellipsis Edisi 004

Majalah yang didirikan oleh Founder Kelas Menulis Daring

Keywords: Majalah,Artikel,Kolom

Sajak

MOHAMMAD ISKANDAR

Tembang Mata

dari mata
cahaya itu
turun ke hati
menerangi sunyi
agar lahir;
benih kata
lantas kujadikan sajak
untuk PeDeKaTe
yang ia;
khatamkan sebagai bahasa
untuk menjelma
sebuah rahasia

Pandean, 28 Juli 2021

Mohammad Iskandar, kelahiran Bintoro, Demak. Puisi-
puisinya beredar di media cetak maupun online, juga
termuat dalam berbagai antologi bersama. Ia bergiat di
komunitas Competer, Kepul, dan Ruang Kata. Antologi
tunggal terbarunya bertajuk Lelaki Utara (2020). Ia dapat
dihubungi melalui Instagram @moissania, Facebook
Mohammad Iskandar.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 51

Sajak

EMI SUY

Tiga Trip Perjalanan

seseorang berjalan
menyusuri sunyi
menziarahi tiga labirin kata
trip pertama ia membawa tanda
agar sampai di tujuan
ia bunyikan alarm di tiga titik
: di persimpangan, di keramaian dan di keheningan
bunyi itu memantul-mantul
mencipta gaung dalam jiwanya

perjalanan kedua
ia melewati tiga tempat rahasia
di dalam dirinya
trip ini dia merapal ayat-ayat
mengulang-ulang hingga meresap ke ceruk hati
menjadi pertanda kaki berjejak
yang fana biarlah fana
ada hal lain bisa abadi
lebih panjang dari usia
lebih dalam dari sumur waktu

tiba di perjalanan ketiga
ia menyalakan api
redup sekali, tapi membuatnya melihat lorong panjang
lorong dalam dirinya sendiri
lalu ia membakar kata-kata
menghanguskan lembar demi ego
belajar pada tanah, air, udara, dan kayu
yang ditemuinya sepanjang setapak
hutan dan makam

alarm meninggalkan ayat
ayat meninggalkan api
apinya tidak padam
nyala kecil di dalam ruang kesadaran

September, 2020

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 52

Sajak

EMI SUY

Ziarah Virtual

orang-orang meng-upload kebahagiaan di dunia maya
membagikannya pada netizen
tapi yang terjadi, mereka men-download kesedihan
dari layar kaca,

"mari ziarah virtual", katanya
menggunting jarak, merobek dan meremas
lembar-lembar cemas
di wajah masing-masing, perkara demi perkara
kenyataan tentang rasa pahit,
manis, getir, asin, asem, juga pedas

tidak hanya dijumpai di rumah makan
di warung tegal, atau di dapur masing-masing
meski segala terasa asing
di kepala yang bising

tak perlu jauh mencarinya
semua ada di dunia maya
facebook, instagram, twitter
tempat mereka berselancar
mencatat kata-kata
"maha benar netizen atas segala komentarnya!"

orang-orang berada di persimpangan cemas
digitalisasi menjauhkan yang dekat
mendekatkan yang jauh

di mana-mana mereka bicara
"hei, memuntahkan isi kepala lebih mulia," katanya
"daripada sibuk bersembunyi menahan diri"
kiranya hanya hati dan pikir yang jernih
mampu mengubah paradigma,
membingkai perspektif
jadikan jempolmu lebih bijaksana

Jakarta, Agustus 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 53

Sajak

EMI SUY

Menjahit Kesedihan

kemarau pergi, rindu digugurkan angin
bulan kesepian, daun-daun kenangan berserak
di tubuh malam
sementara kenangan berdesak
ditimba dari sumur-sumur ingatan
tabah menunggu jarum hujan
untuk menjahit kesedihan
2021

Emi Suy lahir di Magetan, 2 Februari 1979 dengan
nama asli Emi Suyanti. Karya-karyanya dimuat di
berbagai media, seperti: Media Indonesia,
Banjarmasin Post, Majalah Story, Suara Merdeka,
Malut Post, Kompas, dll. Buku puisi tunggalnya
yang sudah terbit, Tirakat Padam Api (2011), Alarm
Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), Api Sunyi (2020).

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 54

Sajak

MARWANTO

Sirine di Negeri Dongeng

suara sirine mobil meraung lantang
menyusuri jalan yang padat kendaraan
terjepit di tengah kerumunan, penuh lalu lalang
yang tak mau menyingkir, yang tak memberi jalan
padahal di dalam mobil tergeletak orang sekarat
yang mungkin beberapa saat lagi akan mangkat

lain waktu sirine mobil kembali meraung
meluncur dengan gagah membelah kerumunan
membuat pengguna jalan menyingkir ketakutan
di dalam mobil duduk santai orang berseragam
sedang berhitung dan ingin membuat panggung
mengadu nasib bertarung di pemilu mendatang

di negeri itu saya mencatat
orang lebih takut pada mobil pejabat
daripada menaruh iba dan hormat
pada mobil pengangkut orang sekarat

ah, tapi itu bukan di negeriku
juga bukan juga negerimu
itu hanya ada di negeri dongeng
ketika wajah harus tampil bertopeng
bersolek menutup borok dan koreng

ini hanya cerita di negeri dongeng
yang kelak anak cucu akan mencatat
pengekal ingatan sepanjang hayat

Wisma Aksara, 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 55

Sajak

MARWANTO

Suara Kedasih

di langit yang bersih
ribuan burung kedasih
terbang mengitari angkasa
lalu hinggap di pucuk cemara
dan tempat yang lebih rendah
bubungan rumah

tapi burung itu diam saja
bungkam tak bersuara
suara yang biasanya menikam
kini mendadak hilang sirna
ditelan raungan ambulans
yang menyilet angkasa
yang tak kunjung reda

Wisma Aksara, 2021

Marwanto, sastrawan yang lahir dan menetap di Kulonprogo,
Yogyakarta. Karyanya berupa esai, cerpen, puisi, cerkak, dan resensi
buku dimuat media cetak dan online, di antaranya: Kompas, Jawa Pos,
Media Indonesia, Kedaulatan Rakyat, Koran Sindo, Mercusuar, Detikcom,
Basabasi, Cendananews, dll. Membina komunitas Sastra-Kuserta
mengetuai Forum Sastra dan Teater Kulon Progo. Buku karya
terbarunya: Menaksir Waktu (pilihan sajak, 2021).

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 56

Sajak

SULAIMAN JUNED

Subuh di Muara Sentajo

dengan
apa mesti kutebus
rindu yang tergadai di bilik jiwa
sedang aku mengulik diri di pinggiran sungai menatap
perahu-perahu dikosongkan keadaan.
: rindu dimamah rayap di tepi kali.
dengan
apa mesti kutebus
kasih sayang—sedang bulan
tergantung cinta seorang hamba dalam subuh yang gigil.
: bulan dan matahari terselip di bilik hati.
dengan
apa mesti kutebus
angin menderu dalam entah mengunci hati. Pekatnya
lekat sampai
ke ubun.
: jangan berharap atas janji nanti merusak hati.
Ah!
Teluk Kuantan, 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 57

Sajak

SULAIMAN JUNED

Belajar pada Sunyi

pada
kesunyian yang senyap
memahat perjalanan membungkus gerimis dalam ruang
rindu. Sedang terik menjemput cahaya—aku
ikat pikir dan jiwa pada siang dan malam.
: deru hujan mengajarkan gigil tak henti jadi pelajaran.
Ah!
Padang Panjang, 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 58

Sajak

SULAIMAN JUNED

Menenteng Kesunyian

acapkali
antara sehat dan sakit
terlalu sulit dibedakan di musim ini—bercakap-cakap
dengan jiwa
terbelah.
: sendiri menenteng sunyi dalam senyap keramaian.
acapkali
salah dalam menjemput siang dan petang, tempat
meneteskan embun di perjalanan kehidupan membangun
kasih sayang di hutan-hutan
cinta.
: selebihnya malam menggantung di mata.
Ah!
Padang Panjang, 2021

Sulaiman Juned. Lahir di Gampong (desa) kecil Usi Dayah,
Pidie, Aceh, 12 Mei 1965. Ia seorang Seniman, Dosen/Ketua
Jurusan Seni Teater ISI Padang Panjang, dan Penasihat
Komunitas Seni Kuflet. Menulis puisi, cerpen, esai, drama,
reportase budaya, artikel, kolom dimuat di berbagai media
massa. Menyelesaikan Program Doktoral (S3), Pascasarjana
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 59

Sajak

DIAN RUSDIANA

Lelaki yang Memanggul Bulan

lelaki itu tekun memanggul bulan di tubuhnya
sesekali ia mengeringkan peluhnya dengan mimpi
lalu kembali menyusuri jalan dengan dada terbelah
ia rapikan fajar yang jatuh dari genggaman
dan terus menuntun nasib sambil menata langkah
berkisah tentang sepotong pagi yang rebah
langit masih merah saga
dengan mata berkacakaca
ia terus mendaki ke leher langit yang kian renta
tubuhnya tak lelah memanggul bulan
hanya untuk nyala senyuman
Bekasi, Mei 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 60

Sajak

DIAN RUSDIANA

Perempuan yang Merayapi Gigil Kota

biarlah angin melepaskan diri dari pelukan ranting
saat sang rawi menatap lembut seorang perempuan
berkerudung gebu
peluh kerap merayapi pijar wajahmu
dan senyum yang merekah seperti untaian mawar
yang mengundang mata untuk singgah
kotakota yang kaukunjungi
diamdiam telah mencuri masa kecil
gedunggedung telah mencatat perjalanan
mengekal di sekujur tubuh yang termakan usia
tak peduli beribu gigil yang menyerbu
bersama hujan yang menyekap dari waktu ke waktu
kau tetap bertahan bersama jutaan kecamuk
melawan amuk cuaca yang datang tanpa mengetuk
mungkin hari ini kau gagal membawa sekeranjangsenyuman
bersama angkaangka yang menjelma sepotong roti
dan sekali lagi kau harus melangitkan mimpi
karena tak sanggup membeli riwayat
Bekasi, Januari 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 61

Sajak

DIAN RUSDIANA

Labirin Usia

: Indri Noviyanti

kau yang tekun merawat cuaca
masih kucatat dalam ingatan
tentang sebuah kelahiran yang hadirkan tawa musim
petualangan terus menghiasi perjalananmu
seperti senja yang selalu hinggap saat matahari mulai istirah
rasanya ingin kauputar ulang jarum jam
yang terus berloncatan dari sudut waktu
mengemas semua mimpi dalam sebuah perayaan
tiga pangeran bermahkota awan
mengajakmu bermain pelangi
dan mendirikan sebuah istana rindu
yang menjejak di labirin usia
Bekasi, Januari 2021

Dian Rusdiana, lahir di Jakarta, 14 September 1978.
Tergabung dalam komunitas Forum Sastra Bekasi (FSB)
dan Kelas Puisi Bekasi (KPB). Buku puisinya Perisai Bumi
(2020). Beberapa puisinya sempat dimuat di Majalah
Horison, koran Indopos, dan beberapa buku antologi
bersama. Saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 62

Karya: Muhammad Khatami
Instagram: @khatamiahmedkhan

Telusur

Antara
Starbuck
dan Raudhah

Oleh Fataty Maulidiyah

Foto: Dok. Fataty Maulidiyah STARBUCK merupakan merek kopi yang sudah
mendunia, bahkan beberapa pihak menilainya
sebagai simbol kapitalisme karena telah
melakukan perseteruan atas klaim kopi
Ethiopia. Namun, kini Starbuck lebih banyak
dikenali sebagai kopinya anak muda.

Dibuka pertama kali di Seattle, Washington
(jadi ingat film favorit Slepless In Seattle,
dibintangi Meg Ryan dan Tom Hanks), pada
Maret 1971, oleh tiga rekanan; Guru Bahasa
Inggris Jerry Baldwin, Guru Sejarah Zev Siegl
dan Penulis Gordon Bowker. Perusahaan ini
akhirnya diberi nama sesuai nama mualim satu
kapal Pequod, Starbuck.

Starbuck sebagai perusahaan kopi terbesar
dengan 20.336 kedai di 61 negara termasuk
13.123 di Amerika Serikat, 1.299 di Kanada, 977
di Jepang, 793 di Britania Raya, 732 di
Tiongkok, 473 di Korsel, 363 di Meksiko, 282 di
Taiwan, 204 di Filipina, 164 di Thailand, dan
326 di Indonesia.

Saya sebenarnya tidak terlalu fanatik terhadap
satu merek berkaitan dengan menikmati kopi.
Tetapi saya memiliki cara sendiri untuk
menikmati kopi. Saya bisa menikmati kopi
"Kapan Rabi" eh Kapal Api,

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 64

Telusur Foto: Dok. Fataty Maulidiyah

Indocaffe, dan yang sering saya lakukan Rasulullah SAW. Kira-kira jika Rasulullah
adalah mengkombain Nescaffe Classic - masih ada, bolehkah pedagang nonmuslim
Santan Kara. Rasanya luar biasa. Pahit berada di Madinah? Dekat Masjid?
beraroma kelapa. Bukankah ini Haramain?

Nikmatnya kopi bagi saya adalah terletak Ternyata dalam sejarah, bermuamalah
pada bagaimana cara kita menikmatinya. Rasulullah sudah seringkali bertransaksi
Lebih dari sekadar kopinya. dengan kaum Yahudi. Kaum Yahudi juga
tidak keberatan, karena Rasulullah sangat
Termasuk ketika saya menikmati Starbuck, amanah. Dan sejak dibangungnya Zam-zam
justru ketika saya berada di Madinah. Tower, memang nuansa gemerlap duniawi
Setelah edisi Raudhah bakda subuh, saya yang cukup kontras dengan keberadaan
baru keluar Raudhah sekitar pukul 09.00 Ka’bah sebagai kiblat umat Islam di dunia
pagi. Sebuah suasana yang paling saya sedikit banyak pasti akan mengurangi
sukai. Pemandangan Masjid Nabawi, terasa kesakralan ibadah haji maupun umrah.
sangat lengkap.
Namun saya akhiri perenungan sejenak
Langit biru dan payung-payung yang pagi itu. Saya tak mau melewatkan selfie di
bermekaran. Momen kubah depan outlet. Apalagi outlet Starbuck ditulis
yang bergeser lalu burung-burung dara juga dalam bahasa Arab. Cukup unik.
berhamburan masuk masjid, dan ketika Segelas kopi dan satu cupcake yang harum
keluar di gerbang 25 itu di depan outlet dan hangat, melengkapi haru biru
Starbuck di depan gerbang yang menebar perjuanganku subuh waktu itu menunggu
aroma harum. gerbang kayu Raudhah dibuka, dan
burung-burung merpati yang tubuhnya
Setelah berlari-lari kecil mengejar kawanan gembul-gembul itu menambah
burung dara, rasa haus dan lapar serta keindahannya. What A Wonderful Morning!
kedai yang cukup instagramable (*)
menggodaku untuk menuju ke sana.

Segelas kopi dan cupcake. Lumayan juga
harganya masing-masing 25R, jadi total
jajan pagi itu habis Rp200 ribu. Gak papa
wes sekali-sekali, kapan lagi menikmati
Starbuck di pagi hari depan gerbang 25
Masjid Nabawi lurus Raudhah. Momen yang
mungkin jarang terjadi lagi.

Ada yang sedikit saya renungi pada pagi itu.
Starbuck sebagai produk asing (AS), berada
di Tanah Suci, bahkan tepat di Masjid
Nabawi di mana jasad suci

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 65

Karya: Muhammad Khatami
Instagram: @khatamiahmedkhan

Puisi

ISNA SYIFA AZIZAH

To be Continued
Season 4

ISNA SYIFA AZIZAH Merambat batuk yang dikutuk
di kemiskinan udara yang sejuk
Lahir di Curup, Rejang Lebong. Aktif adakah maut lebih sering bersaut
menulis sejak tahun 2018. Mahasiswi sementara mulut kita penuh carut marut
semester 6 jurusan PAI IAIN Curup.
Pukul berapa berita mengudara
Beberapa karyanya terpilih dan menyebar ke seluruh gendang telinga:
tergabung dalam buku antologi bersama. mata merah, air mata tumpah.

Juara 1 lomba cerpen Ukkuser IAIN Pukul berapa negara berangkut pergi
Curup (2020). Kontributor antologi menyampaikan bantuan yang tenggelam
bersama Festival Sastra Bengkulu (2019). dimakan rayap-rayap istana:
Kontributor antologi puisi Banjarbaru perut berteriak, tercekik rasa lapar.
Rainy Day Literary Festival (2020).
Kita memelihara dua ekor pilihan
yang mesti tetap bertahan dalam ketabahan
yang sengaja ditambahkan meski penuh
kekurangan.

(Curup, 2021)

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 67

Puisi

ISNA SYIFA AZIZAH

Sebuah Memori 2

Kau menanyakan kota mana penuh rindu.
Sedikit dari keraguanku menjawab:
ialah kota yang ada Aku.
Kau memesankan dua es coklat memikat tiap diingat.
Apakah kau juga yang memesan jingga lewat senja?
Habislah sore itu dengan cerita lucu sampai cerita tidak lucu.
Kenyanglah sore itu dengan keluhan menjadi dewasa yang baru.
Apakah ini akan terekam dalam kepala kita yang sibuk bercita-cita?
Kau memesan lagi semangkuk cilok yang mencolok.
Mengerti bahwa hidup bukan hal yang harus diolok-olok.
Merahlah matamu sebab pedas yang terlalu:
ini terlalu enak sampai mulutku tidak mau menelannya.
Apakah kau penuh dengan kepura-puraan yang tidak kutahu?
Apakah aku bentuk kepalsuan yang sedang bersembunyi dalam wujud rindu?
Kau tidak lagi memesan apa-apa
sementara aku tertawa mengambil jeda
Masih hangat kenangan kita
Masih enak disantap bersama
(Curup, 2021)

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 68

Puisi

ROY FRANS S

Sepenggal Kisah
Perjalanan Arabika
dan Robusta

ROY FRANS S Kalaulah ada kopi bisa bercerita
Mungkin dia tak akan berdusta
Sering dipanggil Roy Dabut. PNS Biarlah arabika dan robusta
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Saat
Menjadi sepenggal kisah di sebuah meja di sudut
ini bertugas di KPPBC TMP B, kota
Kualanamu. Aktif berkegiatan di Kelas
Puisi Bekasi (KPB), Customs Literacy Bisa saja tak ada yang peduli
Akan kenangan yang tak terbeli
Forum (CLiF), Komunitas Sastra
Kemenkeu, dan Poetry Writing Society. Ketika bibir cangkir arabes berpadu dengan bibir
Ia dapat dihubungi melalui alamat surel: berasa gulali
Lalu berpindah ke penikmat senja di pantai Bali
[email protected].
Anjani nama yang diberi untuk arabika
Robusta lalu dipanggil Raka
Tiada yang tahu selain mereka
Para pencari indraloka dan neraka

Kopi yang berpadu pahit dan manis
Menjelma dalam balutan gaun batis
Lalu beranjak bersama malam diiringi gerimis
Dan hanya arabika dan robusta yang tahu pelajaran
biologis

Bekasi, 13 Maret 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 69

Puisi

LISTIO WULAN

Asam
di Tenggorokan Ibu

LISTIO WULAN NURMUTAQIN 1/
nyeri menyalin adegan
Kelahiran Brebes, tinggal dan besar di Linu ke sumsum tulang
daerah Bekasi. Bergiat di Kelas Puisi Sisakan asam di tenggorokan
Jabodetabek (KP), Kelas Puisi Bekasi
(KPB), Kelas Menulis Daring (KMD). 2/
Menulis antologi nonfiksi Sulaman Rasa Kelahi pikir meradang
dan Romantika Cinta (Penerbit Mjb), juga rongga penuh sumbatan
antologi puisi bertajuk Kertas Terlipat
(Penerbit Megalitra). Akun instagram 3/
nyinyir dan cicilan
@Listio11. Berserak di dada
sedang tiap sel saraf
menolak berserah

4/
Maka ibu rebah sejenak
toraks luka dan doa
menggenggam jemarinya

5/
tabah ibu seluas tiap persendian
sekuat gigi geraham
tak bertepi mengeja duka muram

Bekasi, 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 70

Puisi

LISTIO WULAN

Seribu Hari
Menuju Jalan Pulang

kau racau paling purba
riuh paling desing
rute pulang paling kuingin
dan aku ingin seribu hari paling

kau rambu yang membuatku bergegas balik
jalan buntu yang kumasuki
kemacetan yang kudatangi
dan aku ingin seribu hari paling

kau tangis kota yang kuziarahi
dan kupeluk semalaman
lampu merah yang memaksa henti
lalu kudapati
: seribu rute jalan paling asing
tapi aku ingin

Tambun, 3 Agustus 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 71

Puisi

ZAINAL ARIF

Tafakur (1)

ZAINAL ARIF Matahari telah condong ke barat
makin lama, panasnya semakin berkurang
Mahasiswa kelahiran 1 Januari 1994, tinggal menunggu waktu, hingga akhirnya
adalah seorang penulis pemula yang ia tenggelam dan hilang di seberang lautan
mulai memasuki dunia literasi kala baru
Mungkin, kala siang ia begitu perkasa
mulai kuliah tahun 2019. Tulisan- hingga tiada seorang pun mampu menatapnya
tulisannya pernah terbit di beberapa cahaya memancar begitu terang-benderang
antologi puisi dan cerpen. Di antaranya, meski pagi, belum begitu membara.
antologi puisi Kidung Rindu Penantian,
Simpul Hati, Antologi Cerpen Pijar Namun, lihatlah kala senja
Asmaradahana, dan beberapa antologi ketika ia mulai rebah di ufuk sana
ke mana perginya sinar menyilaukan mata
lainnya. Bergiat di Ruang Kreatif ke mana hilangnya sengatan yang membuat
Hamasah STAI Imam Bonjol Padang gersang dunia
perlahan hilang, pergi entah ke mana.
Panjang.
Semua ada masanya
semua ada waktunya
bila sudah tiba, kita bisa apa?

Lasi, 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 72

Puisi

ZAINAL ARIF

Tafakur (2)

Apakah hidup hanya ketika kita masih ada
Lalu ketika kita pergi, semua pun lupa
Lalu, untuk apa kita tercipta
Jika tak ada bekas sebagai pertanda
Seperti bayangan yang setia di kala cahaya
menerpa
Kemudian sirna oleh gelap gulita
Lasi, 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 73

Puisi

EPI MUDA

Bermenung
dalam Sepi

EPI MUDA Malam masih panjang
dingin mengundang luka
Mahasiswa tingkat dua STFK LEDALERO, sepi lalu berderai jatuh menghapus air mata
Maumere. Penulis sekarang berdomisili bagaikan sekam padi ditiup angin
di biara SVD Unit Agustinus. Tulisannya terbang tanpa tujuan
rasa selalu menjaga waktu memukul bising
terbit di berbagai media massa baik angin malam mengiringi sunyi dengan suara
media cetak maupun online. Akun halus
merangkul dan mengantar harapan
Facebook: Tiber Moeda.
Kedua kaki bersilat membelah bumi
membuka dosa yang telah menjamur
kedua tangan terbuka membelah langit
mengirim doa dengan air mata
menanti turunnya manna
seperti Musa menurunkan dua Loh batu dari
Gunung Sion

Sepi menghadirkan bayangan
seperti tuhanku menampakkan diri
saat perjalanan menuju Emaus dan bersuara
lembut.

"Apa yang kamu cari?"

Dalam diam, aku bernada rindu.
"Aku mencari yang sebelumnya sudah
kudapatkan."

Unit Agustinus, 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 74

Puisi

LIDWINA IKA

Bernalar atau Sasar

MARIA LIDWINA IKA HARYUNDARI Aku terseok nyaris ditelan zaman
terengah mengejar ketertinggalan
Pengajar di Batam. Buku tunggalnya gawai memerangkap dan memenjarakan
bertajuk Felix Culpa (2016) dan Sasando otak jadi suntuk dan lelah berkepanjangan
Sunyi (2018). Ia telah menulis sekitar 25
Kami tertawa sendiri
antologi bersama dalam dua tahun dari gawai sendiri-sendiri
terakhir berupa kumpulan puisi, putiba, Sungguh, kebersamaan yang sepi
cerpen, cerdu, pentigraf, feature, tatika, tawa riang tapi sunyi
dan memoar. Ia dapat dihubungi melalui
Bersama menunduk pada layar
surel: [email protected]. tenggelam dalam tiap episode tayangan
menyelam dalam lompatan-lompatan gagasan
berenang dalam takikan-takikan siluet
kehidupan
mengambang di permukaan nurani
jauh dari bening hati

Menunduk pada layar
bisa bernalar tapi juga bisa menemu sasar

Batam, 2 Juli 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 75

Puisi

LIDWINA IKA

Buatmu Saja

Ruang putih telah sunyi
tinggal nyitnyit elektrokardiogram bergambar
serupa rumput
tinggal desis nebulizer lembut yang mengantar
udara segar dalam
mata kosong menerawang
pada pandang dalam nanar tanpa sasar

Satu orang datang
lagi, untuk yang kesekian kali hari ini
dalam panik dan ketakutan
tanpa bantuan
karena oksigen menghilang dari peredaran
Sei Temiang terbayang-bayang
bunyi ambulans terngiang-ngiang

“Ini, buatmu saja,”
sebuah nebulizer terantar padanya
“Saya tidak lebih perlu daripadamu.
Sehatlah. Anak istri menunggumu,”

Malam hari, televisi memberitakan
seorang laki-laki yang berikrar berselibat
melajang demi panggilan hidup suci
merelakan tabung oksigennya untuk pasien di
sebelahnya.

Batam, 30 Juli 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 76

Puisi

DEVI MELANI

Dentangan Kesebelas

Ibu adalah jenjang
Pada celah langit lembayung dan awan putih yang beranjak hitam
Membungkus senja berangkai tawa, nan bungkam dalam segurat senyum
Jenjang pada kening bagai peta nasib
Menopang langkah pada ranjang di anak tangga terakhir
Ketika aku mulai menguap dan memandang jam dinding pada arah jam
sebelas
Kita menghitung bersama hingga dentangan kesebelas
Setelah menari di bawah bulan yang setengah. Aku cinta!
Ibu adalah sepasang tumit yang menua,
Menapaki pendakian dan lereng, bahkan terguling
Kulit yang mengering dan berbintik
Merajut benang pada bangku rotan yang bergoyang
Waktu itu.
Aku menyeret kaki pada ubin-ubin yang sesekali berderik, langkah pertama
Lalu gemetar kakiku menopang yang tertumpu padanya
Seolah tak suka aku merangkak, ibuku menjadi tongkat
Lalu, kadang kala. Aku menulis di atas kaca
Agar samar dan rupa buram deretan abjad yang kutulis
Rupanya cahaya menembus kaca yang terkikis, menafsirkan.
Berpendar melengkung menerawang dan lepas
Tahukah? Cahaya itu ibu. Aku cinta!

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 77

Puisi

Kini bangku rotan tidak lagi bergoyang, ibu
Ada yang terlepas dari tanganku, saat jam dinding berdentang sebelas kali
Saat aku menumpahkan air pada ubin yang berduka
Aku merangkak dan menghitung sendiri, dekat dan lekat padanya
Aku hanyut hingga tidak menyangka ini adalah dentangan kesembilan
Lalu aku melihat ke bawah,
Aku di anak tangga terakhir seperti pada keningmu, ibu.
Aku masih melihat cahaya pada bulan. Sama
Seperti malam-malam sebelumnya. Aku mulai memberi kepalan di tanganku
Untuk ibu. Berdiri.
Cintaku ibu, pada setiap dentangan pada setiap jam!
Lalu, melukis bersama mendiang ibuku,
Di sini, pada jantung kita yang berdetak bersama.
Untuk ibu
Menari di bawah sinar bulan yang retak.

DEVI MELANI. Seorang guru di Kecamatan Kapur
IX. Penulis asli Minang ini lahir di Kabupaten Lima
Puluh Kota, Sumatra Barat. Kegiatannya sehari-hari
di dunia pendidikan membawanya untuk mencintai
buku dan berharap menularkannya pada generasi di
pelosok tempat tinggalnya. Beberapa karyanya yang
sudah diterbitkan dalam antologi puisi adalah 1995-
2018 dan Tasbih Cinta yang Terusik. Ia bisa di
hubungi melalui surel: [email protected].

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 78

Puisi

MASYA FIRDAUS MASYA FIRDAUS

Berasal dari Cilacap. Lahir pada 9 Terimpit Kabut
Maret 1973. Berprofesi sebagai
babysitter. Tiga tahun lalu mulai Langit-langit hitam
Mencekam mencekik urat nadiku
mendalami dunia kepenulisan. Buku Tidak ada bedanya siang
solonya yang berjudul Mimpi yang Matahari membakar tulang

Tertunda dan Mendobrak Jeruji Kubertahan, antara hidup dan mati
Imajinasi terbit tahun 2020. Anak Angin membadai
Langit dan Bumi dan Menangkap Bola Meniupku sampai dilereng jurang
Tanganku mencengkeram akar
Keajaiban terbit tahun 2021.
Bertahan pada sebongkah batu
Merah merekah hingga pagi berkabut
Mengimpit hingga malam tiba

Jiwa luka menganga
Tertimbun batu awan hitam
Pecah ruah
Menjadi rahmat

Jakarta, 21 Agustus 2021

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 79

Cerpen

Detik-
Detik
Terakhir

Oleh Khoirul Anam

Beberapa jam yang lalu hujan turun.
Di ruang tengah, Algy tak lagi
bergairah melakukan apa pun, kecuali
berdiam diri dengan tatapan kosong
ke depan, dan memamah banyak hal
dalam pikirannya mentah-mentah.
Sudah lama nian Algy tidak keluar
rumah. Hari ini dia duduk di sofa
hanya ditemani secangkir kopi.

Sekilas dia pandangi kopi yang masih hangat.
Sebelum menyesapnya, rokok di atas meja
dia ambil sebatang dan menyulutnya. Dengan
hati-hati, Algy mengangkat cangkir serta
tatakannya—pelan sekali dia menyentuh
gagang cangkir itu. Namun, hampir saja
pangkal cangkir menyentuh bibir, dia
menurunkannya.

“Ada yang kurang!” Algy berlalu menuju
dapur. Barusan setelah menyeduh kopi, dia
lupa tidak membawa sendok. Biasanya
dengan setiap dua puluh tujuh kali adukan,
dia bisa menikmati kopi dengan tenang.
Angka itu adalah tanggal lahir sekaligus
tanggal pernikahannya.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 80

Cerpen

Sekonyong-konyong Algy kembali “Segera tes kesuburan rahimmu.
duduk, lalu menunaikan ibadah Keburu lapuk, tahu rasa nanti.”
mengaduk kopinya. Alih-alih ketika
menikmati kopi juga isapan rokok, Karin terus berusaha menepis
telinganya menangkap jelas suara pernyataan itu. Namun, ketika
lonceng jam dinding yang tak seperti kesabarannya hangus terbakar dan
biasanya. cibiran itu terus berdengung, dia mulai
berani melakukan hal yang sebenarnya
Kali ini sungguh Algy tersentak. Suara sudah dia ketahui, bahwa tindakannya
itu seolah ledakan bom yang berkali- menyakiti suaminya sendiri.
kali mengacaukan pendengarannya.
Suara itu terus mengintai. Tiba-tiba Pada suatu malam, di atas ranjang Karin
kepalanya pening. Untuk kesekian mendengar suara isak tangis, samar-
kalinya, dia meraung dan tak peduli jika samar. Sebelum itu, siang harinya
nanti pita suaranya putus. terjadi pertengkaran hebat antara dia
dan Algy. Tak main-main, Karin berani
Di luar hujan semakin deras, suara jam melontarkan sumpah serapahnya.
dinding terdengar nyaring
mengimbangi detak jantungnya. “Kenapa tidak memberi tahuku jika
kamu melakukan vasektomi sebelum
*** kita menikah?” nada bicaranya tinggi
delapan oktaf, “Oh, ya. Sudah berapa
Tiga tahun sudah Karin menikah wanita yang kamu tiduri, hah?”
dengan Algy, lulusan Sarjana Ekonomi
dan bekerja di perusahaan PT Unilever “Rin, aku tidak ada maksud lain kecuali
Bandung. Kali pertama dalam hidup, ...,” ucapannya terpotong.
baru sekarang Karin terpuruk ke dalam
sebuah lembah yang bisa dibilang, “Kecuali apa? Kamu tega, ya. Selama ini
menghancurkan dunianya. Ya, akhir- aku ngerasa terkena sindrom ovarium
akhir ini, dia merasakan cibiran orang polikistik. Karena itu aku harus
bak dentuman bola kasti berapi yang berulangkali pulang balik memeriksa
masuk paksa lewat gendang telinga. rahimku, dan melakukan suntik
Terlebih setiap berpapasan dengan hormon. Tapi ternyata, batangmu yang
keluarga dan kerabat terdekatnya. bermasalah.”

“Kapan punya anak?” “Rin, tolong dengarkan dulu
penjelasanku.”
“Ayah sudah pengen menimang cucu
dari kamu!” “Sudah terlambat. Omongan orang-
orang sudah mengeram di kepalaku,
“Jangan-jangan, kamu mandul, yah?” lalu menetaskan kebencian padamu.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 81

Cerpen

Waktu itu Algy terpaksa melakukan Tetapi sekarang takdir berkata lain.
vasektomi karena sebagai sebuah nazar. Karin menjadi lebih ganas ketika
Dia dililit hutang semasa kuliah. Hanya meminta Algy untuk melakukan analisis
dengan cara itu, Algy merasa bisa semen. Algy menolak dan berterus
melunasi hutang dan tidak membebani terang pernah melakukan bedah minor,
keluarganya. Algy pun berjanji, sekali tanpa sepengetahuanya. Dan salah satu
lagi sebagai sebuah nazar jika dia dari keegosian Karin, sampai saat ini,
diwisuda, tak akan dia ceritakan pada dia masih tidak mau mendengarkan
siapa-siapa tentang vasektomi kecuali penjelasan apa pun dari suaminya.
pada istrinya.
Algy yang harga dirinya raib ditelan
Keyakinan Algy bahwa isterinya, menghempaskan tubuh di
Karin bisa menerima atas ranjang. Satu pekan sudah dia alpa
keadaanya, berawal di dari kantor. Pikirannya kalut marut.
suatu senja, di kedai Malam terasa bertandang lebih cepat
kopi langganan. dari biasanya.
Percakapan mereka
serius juga penuh debar. Seketika terdengar suara mobil
memasuki halaman rumah. Algy berjalan
“Sungguh, kita akan tua dan mati menuju jendela, melihat siapa yang baru
bersama?” saja datang. Karin keluar dari dalam
mobil. Sempat terjadi ciuman panjang di
Karin memasang wajah malu-malu. sana—entah dengan lelaki mana. Dia
Lama sekali dia tak menjawab. Dadanya langsung pura-pura terlelap sebelum
bergemuruh sangat kencang. Sejurus Karin masuk dan tidur di sampingnya.
kemudian, dia tersenyum.
Ketika bulan menggantung di tengah
“Sungguh, kita akan tua dan mati langit, ada suara isak tangis, tidak
bersama!” Karin mengulang ucapan terlalu nyaring. Namun Karin
yang sama, tapi dengan penuh mendengarnya.
semangat dan nada menyetujui.
Keduanya mengaduk kopi, pelan. ***
Tatapan mereka beradu dilengkapi
tukar senyum yang terus merekah. Tiga bulan sudah berlalu. Pada malam
hari, direktur perusahaan menelepon
Algy yang berbaring dengan sejuta
sawang di kepalanya. Suaranya yang
sedikit parau bilang, bahwa dirinya
sedang sakit parah.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 82

Cerpen

Akhir-akhir ini dia jarang melihat akan merebahkan tubuhnya lagi di atas
istrinya di rumah. Sesekali Karin ranjang, tapi urung. Langkah
datang, mandi, mengganti baju lalu membawanya menuju dapur.
pergi lagi. Sebagai suami, Algy sudah
berusaha meminta kesempatan untuk Satu seduhan kopi
menjelaskan. Namun lagi-lagi Karin tak sempurna kesukaannya
mengindahkannya, bahkan menutup —tentu juga Karin—dia
daun telinga saat dia berbicara. bawa ke atas meja. Baru
sebentar dia
Sekarang dia begitu terasing dari menghempaskan tubuh
semesta. Dia bangun dari ranjang, di atas sofa, dia harus
langkah gontainya seperti hendak kembali ke dapur guna
rubuh. Dilihatnya map berwarna abu- mengambil sendok yang
abu. Sebelum membukanya, di depan tertinggal.
jendela, gerimis turun. Percakapan tadi
sore terdengar menggema di setiap Sebelum menuju ruang tengah, di atas
sudut ruangan. meja kecil terdapat pigura cantik
berbingkai indah berwarna agak
“Aku minta cerai. Dan selanjutnya akan keemasan. Di sisinya vas berwarna
menikah dengan pria lain. Rumah ini cokelat dengan bunga anggrek di
terserahmu. Ibu dan ayah menyetujui dalamnya. Sorot matanya tajam melihat
permintaanku setelah aku menjelaskan foto Karin, dia terlihat cantik nian dari
semuanya.” biasanya. Dia menggunakan gaun satin
katun berwarna dusty pink dengan
“Rin, dengarkan dulu penjelasanku!” perpaduan bell sleeve. Sedangkan
wanita di depannya berlalu. dirinya berdiri tegap mengenakan Jas
hitam legam. Gaya rambutnya dibelah
Map yang dia abaikan sedari tadi kini pinggir yang satu sisinya lebih tipis. Sisi
berada di tangannya. Hanya untuk rambut lainnya yang lebih panjang
sekadar membukanya dia gemetar. disisir ke belakang, dengan arah
Hujan mulai agak deras. Sedikit terkejut diagonal.
dia ketika melihat isi di dalam map.
Ternyata, Karin sudah menandatangani Pigura itu kemudian terpecah belah,
surat perceraian. Kini tinggal namanya dibanting ke lantai. Foto itu dia bakar,
yang masih belum tersentuh tinta— lalu dihamburkan lewat jendela dan
minta persetujuan. Dia meremasnya terbawa angin hujan, beserta kenangan-
sekuat tenaga. Pupus sudah semua kenangan.
harapannya. Hujan semakin hebat. Algy
beteriakan keras bersamaan dengan Algy kembali duduk dan menunaikan
guntur berkilat zig-zag membelah ibadah rutinnya. Kebetulan sekali,
langit. kebiasaan itu terus dia lakukan hingga

Kepalanya terasa pening, sempat dia

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 83

Cerpen

sekarang. Algy dan Karin memang lahir di telinga kanan, pena yang tergeletak
pada tanggal yang sama, dua puluh di atas meja dia masukkan ke sebelah
tujuh. Dan mereka menikah pada angka kiri. Suara itu semakin menggema,
itu juga. Maka sewaktu di kedai kopi, dadanya berdetak tak karuan.
ketika Karin berkata sanggup hidup dan
semati dengannya, kesepakan Dia meraung keras sekali. Pita suaranya
ditetapkan; bahwa mengaduk kopi putus. Guntur bersahutan. Dia
dengan angka itu merupakan ukuran menghampiri jam dinding,
benar versi mereka. membantingnya sekuat tenanga.
Lonceng dan kedua jarum jam yang
Beberapa adukan sudah dia mulai. masih berdetak, dia patahkan
Pejaman matanya berusaha mengusir semuanya.
ingatan-ingatan; tentang rahasianya
agar bisa meminang kekasihnya pada Seketika, dunia dan seisinya berhenti—
waktu itu. Pun, tentang bagaimana dia tanpa gerak. (*)
mengikuti program vasektomi dengan
uang besar sebagai ganti. Dia tahu diri, Yogyakarta, 3 Agustus 2021
ekonomi keluarganya tidak
memungkinkan untuk membantunya Khoirul Anam, mahasiswa UIN Sunan
hingga lulus. Dan dengan kegigihannya, Kalijaga, berproses di Lesehan Sastra
dia bisa wisuda dan mendapat Kutub Yogyakarta (LSKY). Lebih dekat
pekerjaan baik. dengannya di Instagram @ahmadr.a_

Kini, di setiap detik hidupnya sudah dia
anggap tak ada guna. Akar-akar pohon
upas seolah meracuni tempurung
kepalanya. Matanya terus berusaha
terpejam, berat bagai ditarik bagian atas
kelopak dan di bawahnya terbebani
sekarung besi berton-ton. Detak
jantungnya terus bergemuruh digencar
ingatan yang tak kunjung terusir.

Tiba-tiba, entah diadukan ke berapa.
Suara lonceng juga detik jarum jam
dinding menyerobot masuk lewat
gendang telinga. Algy membelalakkan
mata. Sumpalan jari tangan juga bantal
tak mempan menghalangi suara itu.
Lama-lama tidak betah juga, Algy
mengambil sendok. Lalu satu sodokan

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 84

Oase

SASTRA
PENGHALUS

JIWA

“Ajarkan anakmu sastra agar mereka berani
menegakkan kebenaran.“ (Ahli Hikmah)

Oleh Dilla, S.Pd.

MAKNA sastra menurut KBBI adalah menuntut pengetahuan, teori atau
bahasa atau kata-kata, gaya bahasa konsep, seringkali mengabaikan
yang dipakai dalam kitab-kitab pengajaran sastra ini di kelas.
(bukan bahasa sehari-hari). Menurut
Ahmad Badrun, sastra adalah Sangat banyak yang dapat digali
kegiatan seni yang mempergunakan dengan mengenalkan sastra kepada
bahasa dan garis simbol-simbol lain anak-anak didik. Apa lagi sekarang
sebagai alat dan bersifat imajinatif. diterapkannya metode PPK
Bentuk karya sastra di Indonesia (Penguatan Pendidikan Karakter) di
ada tiga, yaitu prosa, puisi, dan sekolah. Melalui pengajaran sastra,
drama. Ketiga karya ini memiliki secara tidak langsung telah
bentuk yang sangat beragam dan mengajarkan dan menanamkan
sarat dengan makna dan nilai-nilai penilaian karakter kepada siswa.
yang berguna. Ketika Kurikulum Tidak salah para pakar
1994, pengajaran sastra mendapat menyimpulkan, semakin banyak
tempat yang istimewa di bangku seseorang membaca sebuah karya
pendidikan, bahkan guru sastra sastra semakin berbudi pekerti
adalah orang-orang pilihan yang haluslah orang tersebut. Mengapa
benar-benar menguasai dan bisa bisa begitu? Karena di dalam karya
memotivasi tentang kesusastraan sastra sangat banyak nilai-nilai
dan mempunyai karya. Sayangnya, moral yang secara tidak langsung
sekarang pengajaran sastra sudah tertanam di alam bawah sadar para
mulai dikesampingkan. Banyaknya penikmat dan pembacanya.
muatan kurikulum yang Sehingga akan mengubah karakter
mereka ke arah yang positif sesuai

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 85

Oase

dengan nilai yang terdapat dalam Ilustrasi: Canva.com
karya tersebut.
nonfiksi yaitu novel yang bercerita
Karya sastra pun sangat banyak tentang hal nyata yang sudah
ragamnya, salah satunya adalah pernah terjadi berdasarkan
karya berbentuk prosa yang sangat pengalaman, kisah nyata, maupun
banyak beredar di masyarakat. sejarah. Misalnya novel Laskar
Tidak sedikit karya prosa berupa Pelangi, Negeri Lima Menara, Ayat-
novel yang best seller dan diangkat Ayat Cinta, dan berbagai novel yang
ke layar lebar. Banyak para latar ceritanya ada di bumi.
penikmat karya tersebut terinspirasi Berdasarkan genre ceritanya, ada
dan termotivasi dengan alur yang novel romantis, horor, misteri,
ada di dalam cerita. Novel ini pun komedi, dan novel inspiratif.
juga ada beberapa jenis.
Berdasarkan nyata atau tidaknya Sangat banyak pilihan novel sastra
suatu cerita, ada novel bergenre yang bisa dibaca. Dengan membaca
fiksi dan nonfiksi. Novel fiksi yaitu karya ini, kita bisa bertualang ke
novel yang tidak pernah terjadi. seluruh negeri tanpa beranjak dari
Latar, tokoh, dan alur cerita tempat duduk. Dengan novel kita
hanyalah rekaan saja. Misalnya novel bisa tertawa geli, merinding, tegang,
Harry Potter dan novel Twilight. dan juga bisa bersedih atau
Sedangkan novel menangis, sesuai dengan jenis karya
yang dibaca. Saat ini banyak beredar
novel inspiratif, yaitu

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 86

Oase

novel yang bisa menginspirasi dan Ilustrasi: Canva.com
memotivasi pembacanya, sarat
dengan pesan moral atau hikmah. ajarkanlah sastra kepada anak-anak
Dalam novel ini kita diajak untuk kita agar mereka berani mengubah
menyelami kisah dan pengalaman kelemahan menjadi kekuatan.
hidup pengarang yang Mengubah mereka berani
mengharukan, penuh tantangan dan menegakkan kebenaran agar
semangat juang yang tinggi untuk karakter bangsa tetap terjaga, agar
mencapai masa depan yang cerah jiwa-jiwa mereka bisa tetap hidup.
dan cita-cita yang diimpikan, Sangat banyak manfaat dalam
sehingga bisa memotivasi para membaca karya sastra. Melalui
pembacanya. pelajaran sastra, anak-anak kita
akan mempunyai karakter yang kuat
Di dalam novel ada nilai-nilai moral dan mampu menjadi pribadi yang
yang bisa diteladani dan dijadikan tangguh. Melalui pembelajaran
rujukan serta pelajaran dalam hidup. sastra, anak akan dibawa menyelami
Sangat banyak pelajaran dan nasihat alam bawah sadar mereka untuk
yang disampaikan dalam karya bisa mengeluarkan nilai-nilai positif
sastra. Pada hakikatnya, sebuah dalam diri mereka karena melalui
karya sastra adalah gambaran mini karya sastra anak diajar berbuat baik
dan deskripsi kehidupan manusia sehingga menjadikan mereka
yang disampaikan dalam bentuk memiliki budi pekerti yang lembut.
tulisan. Sering ketika kita membaca
sebuah karya, seolah-olah tokoh Pembelajaran sastra juga melatih
yang diceritakan dalam cerita anak untuk pintar
tersebut adalah diri kita, baik sifat,
tindakan, dan kebiasaannya. Pada
dasarnya, karya sastra adalah
gambaran sebuah episode
kehidupan manusia yang
sesungguhnya. Secara tidak
langsung, karya sastra mengarahkan
kehidupan kita untuk meniru tokoh-
tokoh yang ada di dalam karya
tersebut.

Apalagi kalau tokoh tersebut adalah
tokoh utama yang baik dan menjadi
panutan. Sangat banyak nilai-nilai
dan pelajaran yang bisa kita ambil
dari membaca sebuah karya sastra.
Maka dari itu,

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 87

Oase

berkomunikasi karena di dalam imajinasi dan mengajarkan anak
sastra anak diajarkan untuk bertutur lebih kreatif dan inovatif,
dan menyampaikan kembali apa menjadikan anak santun berbahasa
yang telah dibacanya. Rangkaian dan berbudaya. Tidak salah pesan
kalimat dalam sastra sangat indah Buya Hamka di dalam sebuah
dan banyak kiasan, menimbulkan tulisannya,“Sesuatu yang
daya kritis pada anak untuk dibutuhkan untuk menghaluskan
menganalisis maknanya, sehingga jiwa adalah seni dan sastra.” Karena
dapat mengajarkan kepada anak pemenang kehidupan itu adalah
untuk berpikir lebih kritis dan bisa orang yang tetap sejuk di tempat
memecahkan masalah (problem panas, yang tetap manis di tempat
solving) di dalam kehidupannya. pahit, tetap merasa kecil meskipun
telah menjadi besar dan tetap
Begitu banyaknya manfaat tenang di tengah badai yang paling
pembelajaran sastra bagi anak, hebat. Siapa dan dimana didapat
sudah sepatutnya kita sebagai guru pengajaran itu, di dalam karya
dan orang tua memberikan bacaan sastra. (*)
dan karya sastra yang berkualitas
kepada mereka karena di dalam
sastra bisa membentuk karakter
positif pada anak, melatih perasaan
peka sehingga mereka peduli pada
lingkungan. Selain itu, melatih

Ilustrasi: Canva.com

Dilla, S.Pd., lahir di Bukittinggi, 8
Juni 1981. Mengajar di SMP Islam Al-

Ishlah Bukittinggi, sebagai guru
Bahasa Indonesia. Dia juga aktif
menulis di media massa seperti
Haluan, Singgalang, Rakyat Sumbar
dan juga media online. Ia Pimpinan
Redaksi Majalah Sekolah Beraksi

yang sudah ber-ISSN. Telah
menerbitkan beberapa buku
antologi baik fiksi dan nonfiksi,
serta sebuah buku tunggal berjudul
Menggapai Cinta Ilahi. Surel:

[email protected].

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 88

Karya: Muhammad Khatami
Instagram: @khatamiahmedkhan

Ota Lepau

Semut

TERSEBUTLAH, suatu pagi yang rancak, di Lepau Engku
Raoh, di Simpang Lapan, seekor semut naik ke tadah teh
telur Engku Kari. Teh telur itu tinggal setengah.

"Engku, ini tidak dihabiskan?" tanya seekor Semut kepada
Engku Kari. Bola mata semut itu awas, khawatir kalau-kalau
Engku Kari main sentil saja nanti. Bisa terbang-hambur
badannya ke dinding lepau.

Engku Kari tak menjawab. Atau tak mendengar. Dia masih
asyik membaca koran. Isi koran, politik ke politik saja,
gumamnya.

Seekor semut lain datang mendekat ke tadah teh telur itu.
Semut pertama tiba-tiba berubah air mukanya.

"Ha! Dari mana kau tahu aku di sini? Pulanglah!" seru Semut
pertama kepada kawannya yang baru datang itu.

"Hei. Janganlah begitu. Aku hendak mencoba pula bagaimana
rasa teh telur yang diminum Engku Kari," jawab Semut kedua.
Agak protes dia.

Tak lama kemudian, Semut ketiga datang, membawa lima
rombongan Semut lainnya.

"Ondeh, datang pula kalian, jadi berkurang jatah saya nanti.
Pergilah ke sana, cari lepau lain!" protes Semut pertama tadi
yang seolah tak suka melihat kedatangan teman-temannya
yang ramai itu. Air mukanya bertambah keruh. Tampak kalau
Semut pertama itu tidak senang.

"Oi, Mut, kau macam tak tahu saja, di mana ada yang manis,
di situ ada pula kita!" sahut Semut yang paling buncit
perutnya. Sesekali dia mendehem. Pura-pura berwibawa.

"Sesama Semut tak boleh saling mendahului, marilah
berbagi," celetuk Semut yang datang paling akhir.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 90

Ota Lepau

Entah mendengar entah tidak, Engku Kari meneguk teh
telurnya, lalu meletakkannya kembali di meja. Ia juga
menutup korannya, lalu melempar pandang ke luar jendela
lepau yang menghadap ke Gunung Marapi. Udara di dalam
lepau itu hangat. Cuaca memang sedang ekstrem.

Semut-semut yang ribut tadi itu masih bertungkus lumus
hendak berebut mengambil sisa teh telur Engku Kari yang
tinggal sedikit di gelas di atas meja.

Sepertinya Engku Kari memang tidak mendengar perdebatan
Semut itu, atau pura-pura tak tahu.

Yang pasti, setelah ia membayar di kasir, sisa teh telur
diteguknya habis, buih-buihnya dia keruk pula pakai sendok,
dimasukkan ke mulut, dan gelas itu bersih sebersih-
bersihnya. Setelah membayar di kasir, ia bergegas pulang.

Engku Raoh datang mengambil tadah dan gelas itu,
kemudian mencucinya.

Semut-semut menundukkan kepala, kecewa, lalu berbaris
pulang, menuruni kaki meja, sambil menyanyikan lagu
“sakitnya tuh di sini...”

***

SETELAH gagal mendapatkan sisa teh telur yang tinggal
setengah milik Engku Kari di lepau Engku Raoh di Simpang
Lapan, di hari yang lain, Semut pertama datang lagi.

Dia berharap Engku Kari mau menyisakan sedikit teh telur
yang katanya lezat itu sehingga menerbitkan air liur Semut
pertama dan mengundang penasaran semut-semut lain,
kawan-kawannya. Rupanya cerita tentang kelezatan teh telur
Engku Raoh telah viral di dunia semut. Tersebut dari mulut
ke mulut. Berdengung dari telinga ke telinga.

Tumpahan teh telur di tadah Engku Kari jadi jugalah, kata
Semut itu, kalau memang tidak dapat menikmati sisanya di
dalam gelas.

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 91

Ota Lepau

Tapi, setelah lama menunggu dengan harap-harap cemas di
sudut meja lepau yang kayunya bekas sundutan api rokok—
dan kawan-kawan Semut pertama mengintip pula—hingga
langit senja memudar dilumat malam, Engku Kari tak
menampakkan lubang hidungnya.

Engku Kari tak datang hari itu. Entah ke mana. Mungkin
sebab seharian tadi rinai tak reda.

Tapi walau tak datang ke lepau Engku Raoh, dia menitip
pesan kepada Engku Sut agar berutang teh telur lalu
membungkusnya dan menyinggahi dangau Engku Kari di
kaki Singgalang. Teh telur titipan itu akan ia minum sembari
menghabiskan hari menyiang ilalang yang meninggi di
belakang dangau yang mulai bersarang lungau.

Engku Kari berencana, lahan sebidang di belakang rumahnya
itu hendak dijadikan parak, menanam apotek hidup. Selain
itu, membuat tebat lele agak sepetak. Jika berhasil,
pengeluarannya akan berkurang sedikit, sebab lauk-pauk
sehari-harinya sudah tersedia di belakang rumah.

Di lepau Engku Raoh, semut-semut menunggu kedatangan
Engku Kari dengan harap-harap cemas. Entah kenapa hanya
Engku Kari yang ditunggu, padahal Engku-Engku lain minum
teh telur juga.

Adakah kode rahasia rasa teh telur di gelas Engku Kari yang
diracik Engku Raoh dan rasanya berbeda dari teh telur
Engku-Engku lainnya?

Entahlah. Hanya Engku Kari dan Engku Raoh yang tahu.
Semut-semut itu pun penasaran hingga mencari tahu pula,
sampai mengigau-igau bagai semut yang kehilangan akal.

Muhammad Subhan

elipsis | Edisi 004 / Tahun I / September—Oktober 2021 | 92

LUKISAN PENSIL KARYA PELUKIS MUHAMMAD KHATAMI LAINNYA KUNJUNGI:
INSTAGRAM: @KHATAMIAHMEDKHAN

MAJALAH KITA

MARI DUKUNG MAJALAH KITA

Anda dapat mendukung Majalah Digital elipsis
dengan cara berlangganan per tiga edisi.

Hubungi kami di WhatsApp 0813-9391-9101 (Anita)

Edisi 001 Edisi 002 Edisi 003

3 Majalah Digital elipsis
dalam format PDF resolusi
60kEDISI tinggi akan dikirim ke email

30k pemesan/pelanggan.

HARGA PELANGGAN

SEGERA

TERBIT DI EGYPT VAN ANDALAS

EgyptP e n e r b i t B u k u
van Andalas

egypt_van_andalas Egypt van Andalas


Click to View FlipBook Version