e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
ANALISIS STRUKTUR DAN KAIDAH KEBAHASAAN
TEKS ANEKDOT DALAM BUKU MATI KETAWA CARA DARIPADA
SOEHARTO SEBAGAI ALTERNATIF PEMILIHAN BAHAN AJAR
BAHASA INDONESIA DI SMA
Ni Putu Vina Novita Sari1, Made Sri Indriani2, Gede Artawan3
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {[email protected], [email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) analisis struktur teks anekdot
dalam buku Mati Ketawa Cara daripada Soeharto; (2) analisis kaidah kebahasaan
teks anekdot dalam buku Mati Ketawa Cara daripada Soeharto; dan (3) analisis
kelayakan teks anekdot dalam buku Mati Ketawa Cara daripada Soeharto menjadi
bahan ajar Bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini berjenis deskriptif menggunakan
pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode
dokumentasi. Data dipilih dengan teknik sampel bertujuan. Hasil penelitian ini adalah
(1) struktur teks anekdot dalam buku Mati Ketawa Cara daripada Soeharto dapat
dibedakan atas teks anekdot berstruktur lengkap dan teks anekdot berstruktur tidak
lengkap. Dari 30 anekdot, 26 anekdot berstruktur lengkap dan 4 anekdot berstruktur
tidak lengkap; (2) Kaidah kebahasaan teks anekdot yang ada dalam buku Mati
Ketawa Cara daripada Soeharto, yaitu penggunaan kalimat langsung, kalimat
perintah, kalimat seru, kalimat retoris, kalimat yang menyatakan waktu lampau, kata
kerja aksi, konjungsi penanda hubungan waktu, dan konjungsi penanda akibat. Satu
anekdot paling banyak mengandung enam ciri kebahasaan dan paling sedikit
mengandung dua ciri kebahasaan; (3) Ditemukan 24 anekdot yang memenuhi kriteria
sebagai bahan ajar berdasarkan struktur dan kaidah kebahasaan teks anekdot.
Ditinjau dari segi kebahasaan dan psikologi perkembangan remaja, dari 24 data,
hanya 21 data yang layak dijadikan bahan ajar Bahasa Indonesia di SMA, yaitu “Obral
Otak”, “Yang Boleh dan yang Tidak”, “Masker”, “Sesama Setan”, “Sumbangan
Terbesar untuk Rakyat Indonesia”, “Ingin Sampaikan Kabar Gembira”, “Nanti Saya
Laporkan”, “Teka-Teki Suksesi”, “Jendral Kuper”, “Cita-cita”, “Dibyo Jaga Traffic
Light”, “Prabowo Jadi Intel”, “Ah, Bukan Urusan Kita!”, “TV dan Menteri”, “Harmoko
Bingung”, “Kiat Sukses Oom Liem”, “Kabar Buat Bung Gafur”, “Ralat Bohong”,
“Neraka Ganjarannya”, “SDM yang Paling Berharga”, dan “Uang Lebih Penting”.
Pembelajaran struktur dan kaidah kebahasaan teks anekdot termuat dalam KI 3 dan
KD 3.1: Memahami struktur dan kaidah teks anekdot, laporan hasil observasi,
prosedur kompleks, eksposisi, dan negosiasi, baik melalui lisan maupun tulisan.
Kata kunci: teks anekot, bahan ajar, pembelajaran
ABSTRACT
This study aims to describe (1) anecdotal text structural analysis in the book of Mati
Ketawa Cara daripada Soeharto; (2) the analysis of the linguistic rules of the
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
anecdotal text in the book of Mati Ketawa Cara daripada Soeharto; and (3) anecdotal
text analysis of feasibility in the book Mati Ketawa Cara daripada Soeharto of being
used as teaching material in the Indonesian language High School. This research is
descriptive type using qualitative approach. The data in this study were collected by
documentation method. Data were selected by purposive sampling technique. The
results of this study are (1) the structure of anecdotal text in the book of Mati Ketawa
Cara daripada Soeharto can be distinguished over the text of anecdotes with complete
structure and anecdotal text of incomplete structures. Of the 30 data, 26 data
structures complete and 4 data structures incomplete; (2) The rules of the language of
anecdotal text in the book of Mati Ketawa Cara daripada Soeharto is characterized by
the use of direct sentences, command phrases, intriguing sentences, rhetorical
phrases, phrases expressing the past, action verbs, time-linking conjunctions, and
consequential marker conjunctions. An anecdote contains at most 6 linguistic features
and at least contains two linguistic features; (3) Found 24 eligible data based on the
structure and rules of the language. In terms of linguistic and psychology of
adolescent development, from 24 data, 21 data worthy of being used as teaching
material in the Indonesian langua, namely “Obral Otak”, “Yang Boleh dan yang Tidak”,
“Masker”, “Sesama Setan”, “Sumbangan Terbesar untuk Rakyat Indonesia”, “Ingin
Sampaikan Kabar Gembira”, “Nanti Saya Laporkan”, “Teka-Teki Suksesi”, “Jendral
Kuper”, “Cita-cita”, “Dibyo Jaga Traffic Light”, “Prabowo Jadi Intel”, “Ah, Bukan Urusan
Kita!”, “TV dan Menteri”, “Harmoko Bingung”, “Kiat Sukses Oom Liem”, “Kabar Buat
Bung Gafur”, “Ralat Bohong”, “Neraka Ganjarannya”, “SDM yang Paling Berharga”,
dan “Uang Lebih Penting”. Learning the structure and rules of language of anecdotal
text contained in basic competencies 3.1: Understanding the structure and rules of
anecdotal text, observation reports, complex procedures, expositions, and
negotiations, both through oral and written.
Keywords: anecdotal text, teaching materials, learning
PENDAHULUAN penting atau terkenal dan berdasarkan
Paradigma pembelajaran Bahasa kejadian yang sebenarnya maupun fiktif.
Indonesia dalam Kurikulum 2013 adalah Berdasarkan hasil beberapa penelitian
berbasis teks. Teks adalah satuan diketahui bahwa dalam pembelajaran
bilingual yang dimediakan secara lisan memproduksi teks anekdot, masih banyak
maupun tulisan dengan tata tertentu dan siswa yang kurang termotivasi, sulit dalam
makna secara kontekstual (Kemendikbud, menentukan topik, menuangkan
2013). Berdasarkan paradigma tersebut, gagasannya ke dalam bentuk tulisan.
dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Padahal, dilihat dari pengertiannya,
Indonesia di sekolah, siswa dituntut untuk pembelajaran anekdot seharusnya
dapat memproduksi berbagai macam teks. menyenangkan karena terdapat unsur
Sebelum memproduksi teks, adapun yang humor di dalamnya (Damayanti dkk.,
perlu dikuasai siswa, yaitu memahami 2014; Kusnadi, 2016). Penyebab
struktur dan kaidah, mengabstraksi, terjadinya hal itu disinyalir minimnya
mengonversi, menganalisis, dan penguasaan guru terhadap metode,
mengevaluasi suatu teks. Salah satu teks media, maupun bahan ajar sehingga
yang baru muncul secara tersurat pada belum terciptanya pembelajaran yang
Kurikulum 2013 adalah teks anekdot. kreatif dan inovatif.
Kemendikbud (2013:111) menyatakan Adanya permasalahan tersebut,
bahwa teks anekdot ialah sebuah cerita diperlukan penyelesaian secara kolektif
singkat yang menarik karena lucu dan yang melibatkan berbagai kalangan.
mengesankan, biasanya mengenai orang Khususnya bagi mahasiswa di bidang
pendidikan, salah satu jalan yang dapat
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
ditempuh untuk menangulangi pembelajaran Bahasa Indonesia, sampai
saat ini, relevan untuk dilakukan
permasalahan tersebut adalah melakukan mengingat teks anekdot relatif baru
diajarkan di sekolah. Oleh karena itu, perlu
penelitian terkait teks anekdot dan dicarikan berbagai macam contoh anekdot
untuk dijadikan bahan ajar sebagai salah
pengajarannya. Hasil-hasil penelitian itu satu penunjang pelaksanaan
pembelajaran.
akan mampu membantu guru dalam
Buku Mati Ketawa Cara daripada
menyelesaikan permasalahannya Soeharto dipilih sebagai sumber data
penelitian ini. Kumpulan wacana dalam
sehingga tujuan pembelajaran dapat buku ini memiliki ciri-ciri yang sama
dengan teks anekdot. Adapun ciri-ciri teks
tercapai. anekdot, yaitu: (1) teks anekdot bersifat
humor atau lelucon, artinya teks anekdot
Penelitian-penelitian tentang anekdot berisikan kisah-kisah lucu atau bualan, (2)
bersifat menggelitik, artinya teks anekdot
yang ditemui umumnya mengkaji tentang dapat menghibur pembaca dengan
kelucuan yang ada dalam teks, (3) bersifat
perencanaan pembelajaran teks anekdot, menyindir, (4) bisa jadi mengenai orang
penting, (4) memiliki tujuan tertentu, (5)
pelaksanaan pembelajaran teks anekdot, kisah cerita yang disajikan hampir
menyerupai dongeng, dan (5)
evaluasi pembelajaran teks anekdot, serta menceritakan tentang karakter hewan dan
manusia sering terhubung secara umum
pengembangan media pembelajaran teks dan realistis (Kemendikbud, 2013). Begitu
juga dengan wacana dalam buku ini juga
anekdot. Dari sekian banyak penelitian berisi humor dan lelucon. Lelucon atau
humor yang ada di dalamnya bukan hanya
tentang teks anekdot, peneliti melihat ada dibuat untuk hiburan semata, melainkan
memiliki tujuan tertentu, yakni mengkritik,
celah yang masih perlu diisi guna menyindir, menghujat orang penting
(baca: pemerintah), khususnya zaman
menyelesaikan permasalahan- Orde Baru.
permasalahan di atas. Celah yang peneliti Anekdot dalam buku Mati Ketawa Cara
daripada Soeharto dianalisis struktur dan
maksud adalah melakukan analisis kaidah kebahasaaannya. Hasil analisis ini
memberikan pertimbangan mengenai
terhadap teks anekdot sebagai alternatif layak tidaknya suatu anekdot dijadikan
bahan ajar dengan harapan memperkaya
mengadaan bahan ajar di sekolah. ketersediaan bahan ajar pembelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah. Sutjipta dan
Pujawan (2014) menguatkan bahwa Swacita (2006:7) menguatkan bahwa
ketersediaan bahan ajar dapat membantu
bahan ajar yang representatif dalam pendidik dan peserta didik atau dosen dan
mahasiswa dalam kegiatan belajar
pembelajaran Bahasa Indonesia belum mengajar. Ketersediaan bahan ajar yang
beragam akan memberikan manfaat yang
ada sehingga pelaksanaan Kurikulum sangat besar pada peserta didik di
antaranya suasana dan kegiatan
2013 sulit diwujudkan. Buku paket Bahasa pembelajaran menjadi lebih menarik dan
menantang. Untuk mendapatkan simpulan
Indonesia yang diterbitkan oleh mengenai layak tidaknya suatu anekdot
dijadikan bahan ajar, selain menganalisis
pemerintah, baik untuk pegangan pendidik
maupun pegangan peserta didik, yang
menjadi sarana penunjang dalam
pembelajaran belum dapat memfasilitasi
pembelajaran. Pendidik masih
kebingungan dalam
mengimplementasikan Kurikulum 2013
karena isi buku paket Bahasa Indonesia
belum mendeskripsikan secara
komprehensif isi silabus.
Penelitian ini difokuskan pada analisis
struktur dan kaidah kebahasaaan suatu
teks anekdot. Struktur dan kaidah
kebahasaan adalah salah satu kompetensi
yang harus dikuasai siswa sebelum
memproduksi teks anekdot berdasarkan
tahapan pembelajaran. Semakin banyak
penelitian tentang struktur dan kaidah
kebahasaan teks anekdot dengan sudut
pandang yang berbeda akan dapat
memberikan sumbangan yang banyak
pula bagi penyelesaian permasalahan
dalam pembelajaran teks anekdot.
Penelitian tentang analisis struktur dan
kaidah kebahasaan teks anekdot sebagai
alternatif pemilihan bahan ajar
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
struktur dan kaidah kebahasaannya, juga and Huberman (Sugiyono, 2008), yang
dilakukan peninjauan terhadap aspek terdiri atas tiga tahap. Pertama, reduksi
kebahasaan dan psikologi perkembangan data (data reduction) dilakukan dengan
remaja, serta menyesuaikannya dengan memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar hal-hal penting, mencari polanya dan
pembelajaran teks anekdot di SMA. membuang yang tidak perlu. Adapun hal-
hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
METODE PENELITIAN (1) Membaca secara mendalam buku
yang buku Mati Ketawa Cara daripada
Penilitian ini berjenis deskriptif dan Soeharto; (2) Memilih data dalam buku
menggunakan pendekatan kualitatif. Mati Ketawa Cara daripada Soeharto; (3)
Menganalisis struktur teks anekdot terpilih;
Adapun yang dideskripsikan dalam (4) Menganalisis kaidah kebahasaan
seluruh teks anekdot terpilih; (5) Meninjau
penelitian ini, meliputi (1) analisis struktur kelayakan teks anekdot sebagai bahan
ajar Bahasa Indonesia di SMA dari segi
teks anekdot dalam buku Mati Ketawa kebahasaan, psikologi perkembangan
remaja, dan kesesuaianya dengan
Cara daripada Soeharto; (2) analisis Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
kaidah kebahasaan teks anekdot dalam Kurikulum 2013. Kedua, penyajian data
(data display), dilakukan dengan
buku Mati Ketawa Cara daripada mengolah dan menganalisis data untuk
memperoleh jawaban yang tepat dan
Soeharto; dan (3) analisis kelayakan teks sesuai dengan rumusan masalah. Data
yang telah dianalisis dalam penelitian ini
anekdot dalam buku Mati Ketawa Cara diuraikan sedemikian rupa dan
dihubungkan dengan teori-teori yang
daripada Soeharto menjadi bahan ajar relevan sehingga permasalahan dalam
penelitian ini terjawab. Ketiga, penarikan
Bahasa Indonesia di SMA. simpulan/verifikasi (coclusion drawing),
pembuatan simpulan adalah jawaban dari
Data dalam penelitian ini diperoleh permasalahan yang sesuai dengan
dengan metode dokumentasi. Metode keadaan dan apa adanya. Hasil penelitian
ini secermat mungkin dikaji sehingga bisa
dokumentasi digunakan untuk memperoleh simpulan yang tepat.
mengumpulkan teks-teks anekdot dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
Buku Mati Ketawa Cara daripada
buku Mati Ketawa Cara daripada
Soeharto adalah buku elektronik yang
Soeharto. Peneliti menggunakan teknik berisi kumpulan anekdot tentang
pemerintah era Orde Baru. Anekdot yang
sampel bertujuan (purposive sampling) terkumpul dalam buku ini awalnya adalah
anekdot lisan yang tersebar di kalangan
dalam menentukan data. Anekdot yang rakyat Indonesia yang kemudian
dibukukan. Buku ini diterbitkan oleh
dipilih adalah anekdot yang memiliki ciri- Anggota Ikatan Penerbit Buku Indonesia
Alternatif (IKAPIA) Jakarta. Seluruh teks
ciri pokok populasi. Dari 135 anekdot anekdot dalam buku ini disajikan dalam
pola narasi. Anekdot-anekdot tersebut
dalam buku Mati Ketawa Cara daripada menceritakan kisah-kisah mengenai
tokoh-tokohnya terkenal pada era Orde
Soeharto, dipilih 30 teks anekdot, yaitu Baru di Indonesia. Adapun tokoh-tokoh
tersebut, yaitu Soeharto, Tutut, Tommy,
“Obral Otak”, “Yang Boleh dan yang
Tidak”, “Masker”, “Sesama Setan”,
“Sumbangan Terbesar untuk Rakyat
Indonesia”, “Ingin Sampaikan Kabar
Gembira”, “Nanti Saya Laporkan”, “Teka-
Teki Suksesi”, “Jendral Kuper”, “Kiat
Mancing Ikan”, “Kelangkaan Hakim Jujur”,
“Kiamat”, “Rahasia Tommy Menang
Balapan”, “Tuhan pun Menangis”, “Cita-
cita”, “Dibyo Jaga Traffic Light”, “Prabowo
Jadi Intel”, “Ah, Bukan Urusan Kita!”, “TV
dan Menteri”, “Harmoko Bingung”, “Kiat
Sukses Oom Liem”, “Kabar Buat Bung
Gafur”,“Ralat Bohong”, “Neraka
Ganjarannya”, “SDM yang Paling
Berharga”, “Uang Lebih Penting”, “Tes
Kelinci”, “Dwi Fungsi”, “Beli Televisi Minus
Harmoko”, dan “Pemerintah dan Bikini”.
Teks anekdot yang telah dipilih
selanjutnya dianalisis. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah prosedur dan model analisis Miles
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
Harmoko, Habbibie, Titiek, Abdul Gofur, koda. Kecuali satu anekdot, 29 anekdot
Abdul Latief, Oom Liem, dan lain
sebagainya. Berdasarkan tokohnya, lainnya tidak memiliki unsur koda.
anekdot dalam buku ini berjenis anekdot
tokoh terkenal. Walaupun tokoh-tokohnya Adapun teks anekdot yang memiliki
merupakan fakta atau ada dalam
kenyataan, berdasarkan sifat peristiwanya, struktur lengkap, yang bagian-bagiannya
anekot dalam buku ini berjenis anekdot
fiksi karena latar dan kejadian yang terdiri atas abstraksi, orientasi, krisis,
diceritakan merupakan rekaan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan reaksi, dan koda adalah teks anekot
Sucipto dkk (2013:5) bahwa anekdot fiksi berjudul “Ralat Bohong”. Hasil analisis
adalah anekdot yang menceritakan kisah struktur teks anekdot “Ralat Bohong”
fiksi atau khayal. Anekdot fiksi
menggunakan tokoh rekaan atau latar dapat dilihat sebagai berikut.
rekaan. Akan tetapi, kadang-kadang
terdapat anekdot dengan tokoh bukan Ralat Bohong
rekaan, tetapi latar yang digunakan
bersifat fiktif. Sebuah surat kabar terkemuka terbitan
Struktur teks anekdot terdiri atas Jakarta menurunkan headline dengan
abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan judul besar di halaman depan, ‘50%
koda. Abstraksi adalah bagian pembuka
teks anekdot yang berfungsi memberi PEJABAT TINGGI KITA KORUPTOR DAN
gambaran umum tentang suatu yang akan PENJAHAT’ (Abstraksi). Tentu saja
diceritakan dalam anekdot. Orientasi
adalah bagian yang menunjukkan awal keesokan harinya sang pemimpin redaksi
kejadian cerita atau latar belakang
bagaimana peristiwa terjadi. Krisis adalah dipanggil menghadap ke Departemen
bagian yang menyampaikan hal atau
masalah unik yang ada dalam suatu Penerangan dan ke Mabes ABRI di
anekdot. Reaksi merupakan klimaks cerita
yang berisi respons atas perstiwa unik Cilangkap (Orientasi). Si pemimpin
(ganjil) pada bagian krisis. Koda
merupakan bagian akhir atau kesimpulan redaksi dimaki-maki dan diminta segera
cerita, yang berisi persetujuan, komentar,
ataupun penjelasan atas maksud yang meralat beritanya. Bila tidak SIUPP-nya
tertuang dalam teks anekdot
(Kemendikbud, 2016; Kosasih, 2014). bakal dicabut (Krisis). Maka keesokan
Berkaitan dengan itu, ditemukan ada dua
jenis teks anekot dalam buku Mati Ketawa harinya dimuatlah ralat berita sehari
Cara daripada Soeharto berdasarkan
kelengkapan strukturnya, yaitu (1) anekdot sebelumnya. Berikut ralatnya secara
berstruktur lengkap dan (2) anekdot lengkap: “Dengan ini kami meralat
berstruktur tidak lengkap. headline kemarin yang berjudul ‘50%
Secara keseluruhan, analisis atas 30 PEJABAT TINGGI KITA KORUPTOR DAN
teks anekdot dalam penelitian ini bagian PENJAHAT’ yang ternyata sama sekali
abstraksi ditemukan pada 29 anekdot. tidak benar. Yang benar adalah ‘50%
Sama halnya dengan abstraksi, bagian
orientasi juga ditemukan dalam 29 teks PEJABAT TINGGI KITA BUKAN
anekdot. Bagian krisis menempati posisi KORUPTOR DAN BUKAN PENJAHAT’
terbanyak, yakni ada pada seluruh
anekdot. Sementara itu, unsur reaksi (Reaksi). Dengan demikian headline yang
ditemukan pada 28 teks anekdot. Bagian
yang paling sedikit ditemukan adalah kami turunkan dianggap tidak pernah
ada.” (Koda)
Peneliti banyak menemukan anekdot
yang tidak memiliki koda, namun memiliki
bagian-bagian lainnya. Anekdot-anekdot
tersebut tetap dikategorikan sebagai
anekdot berstruktur lengkap karena
bagian koda bersifat opsional. Sesuai
dengan pernyataan Kemendikbud (2016);
Kosasih (2014) bahwa koda merupakan
bagian akhir dari cerita unik tersebut (teks
anekdot). Keberadaan koda bersifat
opsional. Artinya, suatu teks anekdot
boleh berisi koda atau tanpa koda.
Adapun teks anekdot berstruktur lengkap
(tanpa koda), yaitu “Obral Otak”, “Yang
Boleh dan yang Tidak”, “Masker”,
“Sesama Setan”, “Sumbangan Terbesar
untuk Rakyat Indonesia”, “Ingin
Sampaikan Kabar Gembira”, “Nanti Saya
Laporkan”, “Teka-Teki Suksesi”, “Jendral
Kuper”, “Kiat Mancing Ikan”, “Kiamat”,
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
“Cita-cita”, “Dibyo Jaga Traffic Light”, Kaidah kebahasaannya teks anekdot
“Prabowo Jadi Intel”, “Ah, Bukan Urusan dalam buku Mati Ketawa Cara daripada
Kita!”, “TV dan Menteri”, “Harmoko Soeharto dianalisis berdasarkan delapan
Bingung”, “Kiat Sukses Oom Liem”, “Kabar ciri-ciri kebahasaan, yaitu (1)
Buat Bung Gafur”, “Neraka Ganjarannya”, menggunakan kalimat langsung, (2)
“SDM yang Paling Berharga”, “Uang Lebih menggunakan kalimat perintah, (3)
Penting”, “Tes Kelinci”, “Dwi Fungsi”, dan menggunakan kalimat seru, (4)
“Pemerintah dan Bikini”. menggunakan kalimat retoris, (5)
menggunakan kalimat yang menyatakan
Sebagaimana yang telah dinyatakan di waktu lampau, (6) menggunakan kata
kerja aksi, (7) menggunakan konjungsi
atas, selain anekdot berstruktur lengkap, hubungan waktu, dan (8) menggunakan
konjungsi penanda akibat. Di antara
dalam penelitian ini juga ditemukan kedelapan kaidah kebahasaan tersebut,
kaidah kebahasaan yang paling banyak
anekdot berstruktur tidak lengkap. Teks ditemukan dalam penelitian ini adalah
penggunaan kalimat langsung dan kata
anekdot yang dikategorikan berstruktur kerja aksi. Dua ciri kebahasaan tersebut
ditemukan pada seluruh anekdot. Selain
tidak lengkap bukan hanya tidak berisi itu, penggunaan kalimat seru juga cukup
banyak ditemukan. Secara keseluruhan
koda, tetapi juga tidak memiliki bagian- ada 20 anekdot yang menggunakan
kalimat seru. Penggunaan konjungsi
bagian lainnya, misalnya tanpa abstraksi penanda waktu berbeda tipis dengan
penggunaan kalimat seru, yakni
atau tanpa orientasi, atau tanpa reaksi. ditemukan dalam 19 teks anekdot.
Sementara itu, penggunaan kalimat
Adapun teks anekdot berstruktur tidak mengandung bentuk lampau hanya
ditemukan dalam 13 teks anekdot,
lengkap yang ditemukan dalam penelitian berbeda tipis dengan penggunaan kalimat
ini, yaitu “Kelangkaan Hakim Jujur”, perintah yang ditemukan dalam sebelas
“Rahasia Tommy Menang Balapan", teks anekdot. Adapun ciri kebahasaan
“Tuhan pun Menangis”, ”Beli Televisi yang paling jarang ditemukan dalam
Minus Harmoko”. Salah satu contoh penelitian ini adalah penggunaan
konjungsi penanda akibat dan kalimat
analisis teks anekot berstruktur tidak retoris. Kunjungsi penanda akibat
ditemukan dalam tujuh teks anekdot,
lengkap, dapat dilihat pada anekdot sedangkan penggunaan kalimat retoris
“Kelangkaan Hakim Jujur” beirkut. hanya terdapat pada empat teks anekdot.
Kelangkaan Hakim Jujur Beberapa contoh hasil analisis ciri
kebahasaan teks anekdot dalam buku
Seorang janda muda di Jakarta Mati Ketawa Cara daripada Soeharto,
yaitu (1) penggunaan kalimat langsung:
mengatakan dengan bangga kepada “Berapa penghasilan rata-rata buruh
temannya: (Orientasi). “Kau sudah tahu Jerman sekarang?” tanya Alatas. (dalam
“Ah, Bukan Urusan Kita!”), (2)
siapa yang akan mengawiniku? Seorang penggunaan kalimat perintah: Khusus kali
ini saya tugaskan kalian agar menjaga
hakim agung dan seorang yang amat wilayah perairan Kepulauan Seribu.
jujur!” (Krisis). Temannya heran: “Lho, (dalam “Kiat Mancing Ikan”), (3)
kamu bakal punya suami dua orang?” penggunaan kalimat seru: Bagus, Pak.
Malah saya sudah dapat tugas untuk
(Reaksi). menyelidiki sebuah kasus perkelahian.
(dalam “Prabowo Jadi Intel”), (4)
Jika dikaitkan dengan penelitian lain,
penelitian Sugiantomas dan Damayanti
(2015) dan Rahayu (2017) juga
memperoleh temuan yang sama dengan
penelitian ini, yaitu teks anekdot
berstruktur lengkap dan teks anekdot
berstruktur tidak lengkap. Dari 20 judul
teks anekdot bertema politik dalam buku
“Gus Dur Ku, Gus Dur Anda, Gus Dur
Kita” Karya Muhammad AS Hikam yang
dianalisis oleh Sugiantomas dan
Damayani, ditemukan 13 judul teks
anekdot bertema politik yang memiliki
struktur lengkap, dan tujuh anekot
berstruktur tidak lengkap, sedangkan
Rahayu (2017) menemukan sepuluh data
berstruktur lengkap dan 20 data
bersturktur tidak lengkap dari 30 data yang
dianalisis.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
penggunaan kalimat retoris: Si Kemendikbud (2016) menyatakan
konglomerat bertanya, “Kekurangan itu bahwa minimal sebuah teks anekdot
apa?” Sedangkan si jenderal bertanya, mengandung tiga ciri kebahasaan untuk
“Maaf itu apa?” (dalam “Jendral Kuper”), dapat dijadikan bahan ajar. Perlu diketahui
bahwa Kemendikbud hanya menggunaan
(5) penggunaan kalimat yang menyatakan enam ciri kebahasaan dalam menganalisis
kaidah kebahasaan teks anekdot.
waktu lampau: Suatu malam Dibyo ketika Berdasarkan enam ciri kebahasaan
tersebut, ditentukan bahwa teks anekdot
masih di Akademi Kepolisian di Candi, di yang dapat dijadikan bahan ajar adalah
anekdot memenuhi setengah dari seluruh
pinggiran Semarang, mendapat tugas ciri kebahasaan teks anekdot.
praktek lapangan. (dalam “Dibyo Jaga
Traffic Light”), (6) penggunaan kata kerja Peneliti mengadopsi penyataan
Kemendibud di atas dalam menentukan
aksi: menangkap, menangkapnya teks anekdot yang dapat dijadikan bahan
ajar dilihat dari kaidah kebahasaanya.
menempatkan, menanyai, mengambil, Karena penelitian ini menggunakan
delapan ciri kebahasaan dalam
membakar, membawa, berteriak-teriak menganalisis teks anekdot, maka anekdot
(dalam “Tes Kelinci”), (7) penggunaan yang dikategorikan layak dijadikan bahan
ajar adalah anekdot yang memiliki
konjungsi hubungan waktu: kini, lantas, setengah dari keseluruhan ciri
kebahasaan teks anekdot, yaitu
sampai sekarang, akhirnya (dalam Kiat mengandung empat ciri kebahasaan.
Sukses Oom Liem), dan (8) penggunaan Berdasarkan hasil analisis struktur dan
kaidah kebahasaan teks anekdot dalam
konjungsi penanda akibat: sehingga, oleh buku Mati Ketawa Cara daripada
karena itu (dalam “Obral Otak”) Soeharto, ditemukan bahwa ada 24 teks
anekdot yang memiliki struktur lengkap
Satu teks anekdot, sangat dan mengandung minimal empat ciri
kebahasaan kebahasaan. Anekdot-
memungkinkan tidak mengandung anekdot itulah yang dianalisis
kelayakannya sebagai bahan ajar Bahasa
kedelapan ciri kebahasaan tersebut. Indonesia. Analisis kelayakan teks
anekdot dalam buku Mati Ketawa Cara
Dalam penelitian ini tidak ditemukan daripada Soeharto sebagai bahan ajar
ditinjau dari aspek kebahasaan dan aspek
adanya seluruh ciri kebahasaan dalam psikologi perkembangan remaja. Hasil
tinjauan dua aspek tersebut selanjutnya
satu anekdot. Berdasarkan hasil analisis, dihubungkan dengan Kompotensi Inti dan
Kompetensi Dasar pembelajaran Bahasa
ditemukan paling banyak satu anekdot Indonesia di SMA.
1. Aspek Kebahasaan
mengandung enam kaidah kebahasaaan
Aspek kebahasaan yang diamati
dan paling sedikit mengandung dua ciri dalam penelitian ini adalah meliputi
pemahaman siswa mengenai kosakata,
kebahasaan. Adapun teks anekdot yang variasi kalimat, ungkapan, dan ragam
bahasa yang digunakan dalam teks
mempunyai enam ciri kebahasaan, yaitu anekdot. Sebagaimana yang disampaikan
“Sumbangan Terbesar untuk Rakyat Rahmanto (2000) bahwa aspek
Indonesia”, “Nanti Saya Laporkan”, “Teka- kebahasaan meliputi kosakata yang
Teki Suksesi”, “Kiat Mancing Ikan”, “Dibyo dipakai pengarang, struktur kata dan
Jaga Traffic Light”, “Prabowo Jadi Intel”, kalimat, ungkapan, dan lain-lain. Selain itu
“TV dan Menteri”, dan “Harmoko Bingung”. harus mempertimbangkan komunitas
Teks anekdot yang mengandung lima ciri
kebahasaan, yaitu “Tes Kelinci”, “Obral
Otak”, “Yang Boleh dan yang Tidak”,
“Masker”, “Sesama Setan”, “Ingin
Sampaikan Kabar Gembira”, “Kiat Sukses
Oom Liem”, “Kabar Buat Bung Gafur”,
“Neraka Ganjarannya”, dan “Uang Lebih
Penting”. Sementara itu, teks anekdot
yang memiliki empat ciri kebahasaan,
yakni “Jendral Kuper”, “Cita-cita”, “Dwi
Fungsi”, “Ah, Bukan Urusan Kita!”, “Ralat
Bohong”, dan “SDM yang Paling
Berharga”. Adapun yang mempunyai tiga
ciri kebahasan terdapat pada teks anekdot
yang berjudul “Pemerintah dan Bikini”.
Terakhir, anekdot yang hanya
mengandung dua ciri kebahasaan, yaitu
“Kiamat”.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
pembaca yang menjadi target sasaran tersebut tampak disengaja oleh pengarang
untuk mencapai efek tertentu.
sehingga siswa diharapkan dapat Sebagaimana yang disampaikan Sucipto
dkk. (2013) bahwa anekdot menggunakan
memahami bahasa dengan segala berbagai jenis kalimat. Kalimat-kalimat
dalam anekdot dirangkai untuk
fenomena dalam penggunaannya. Siswa membentuk kesatuan cerita dan
membagikan efek humor. Agar tujuan
yang akan dijadikan sasaran untuk tersebut tercapai, kadang-kadang
digunakan kalimat tidak baku.
mempelajari teks anekdot yang dianalisis Berdasarkan kutipan tersebut, dapat
dilihat bahwa kalimat tersebut tetaplah
ini adalah siswa SMA, yang dikategorikan komunikatif karena strukturnya sama
dengan penggunaan bahasa dalam
sebagai anak remaja. Berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
bahasa yang digunakan untuk menulis
itu, analisis diarahkan kepada teks anekdot dalam buku Mati Ketawa
Cara daripada Soeharto komunikatif dan
pemahaman siswa SMA, selaku anak dapat dipahami oleh anak remaja.
remaja terhadap kosakata, variasi kalimat,
dan ragam bahasa yang tertulis dalam
teks anekdot.
Berdasarkan analisis penggunaan
kosakata, diketahui bahwa teks anekdot
dalam buku Mati Ketawa Cara daripada
Soeharto secara umum ditulis dengan
kosakata yang sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal itulah yang
membuat anekdot-anekdot tersebut
mudah dipahami. Memang ditemukan 2. Aspek Psikologi Perkembangan Remaja
penggunaan beberapa kosakata yang Teks anekdot adalah sebuah teks
jarang dipakai dalam kehidupan sehari- yang berbentuk cerita pendek. Dalam
hari, misalnya “hardik” (dalam “Dibyo Jaga suatu teks anekdot terdapat suatu maksud
Traffic Light”), “penjarah” (dalam “Teks yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Kelinci”), “dipolitisir” (dalam “Yang Boleh Untuk mengetahui maksud yang
dan yang Tidak”), “menukas” (dalam disampaikan dalam suatu anekdot,
“Sesama Setan”). Namun, seorang pembaca perlu melakukan
penggunaannya sangat minim jumlahnya. analisis terhadap teks anekdot. Analisis
Selain itu, kata-kata tersebut tetap dapat aspek psikologi perkembangan remaja
dipahami berdasarkan koteks kalimatnya. dalam penelitian ini, berkaitan dengan
Penggunaan kata “hardik” dalam koteks dengan kemampuan psikologi siswa SMA
“Ke mana saja engkau?” hardik Sang dalam menangkap maksud teks anekdot
Sersan, misalnya, tentu dapat dipahami dalam buku Mati Ketawa Cara daripada
sebagai sebuah ekspresi bentakan, Soeharto. Berdasarkan tujuan
berdasarkan koteks kalimat-kalimat penulisannya, anekdot-anekdot dalam
sebelumnya. Begitu juga dengan kata-kata buku Mati Ketawa Cara daripada Soeharto
lainnya. Jika dilihat koteksnya, kehadiran termasuk anekdot hiburan, sindiran, dan
kata-kata tersebut tidak membuat teks kritik.
anekdot sulit dipahami. Malah sebaliknya, Anekdot yang dikategorikan sebagai
kehadiran satu atau dua kosakata yang anekdot hiburan, yaitu “Teka-Teki
jarang digunakan oleh siswa sebagai anak Suksesi”, “Dibyo Jaga Traffic Light”,
remaja akan memambah perbendaharaan “Prabowo Jadi Intel”, dan “Negara
kosakata siswa. Ganjarannya”. Anekdot-anekdot tersebut
Variasi kalimat teks anekdot dalam termasuk anekdot hiburan karena tujuan
buku Mati Ketawa Cara daripada Soeharto pembuatannya hanyalah untuk menghibur
secara umum juga mencirikan struktur semata. Anekdot dalam data-data tersebut
kalimat yang dugunakan dalam memuat lelucon tentang seseorang. Saat
percakapan non-formal, cenderung membaca anekdot-anekdot tersebut,
menggunakan struktur kalimat tidak baku. pembaca dapat membayang peristiwa
Misalnya “… Ssttt. Mulut saya pakai lucu yang dialami para tokohnya. Begitu
masker bukannya sebab takut asap. pula dengan seorang anak remaja
Presiden menyuruh saya tutup mulut” berdasarkan perkembangan psikologisnya
(dalam “Masker”). Pemilihan struktur
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
sudah mampu menangkap keculuan yang memiliki kecenderungan tidak tertarik
ada dalam anekdot-anekdot tersebut. dengan topik-topik yang berbau konstitusi.
Anekdot yang dikategorikan sebagai Jika topik ini dipaksakan untuk dipelajari
anekdot sindiran, yaitu “Sesama Setan”, anak remaja, maka anak akan sulit
“Sumbangan Terbesar untuk Rakyat mengikuti pelajaran.
Indonesia”, “Ingin Sampaikan Kabar Hal yang sama juga ditemukan dalam
Gembira”, “Nanti Saya Laporkan”, “Cita- beberapa anekdot kritik. Secara
cita”, “TV dan Menteri”, “Kiat Sukses Oom keseluruhan, dalam penelitian ini
Liem”, “Kabar Buat Bung Gafur”. Anekdot- ditemukan sembilan anekdot kritik.
anekdot tersebut disebut anekdot sindiran Dikategorikan sebagai anekdot kritik
karena tujuan pembuatannya adalah karena anekdot dibuat untuk tujuan
menyindir prilaku, sikap, atau kepribadian mengkritik. Teks anekdot yang termasuk
seseorang. Dalam KBBI, menyindir anekdot kritik, yaitu “Tes Kelinci”, “Dwi
Fungsi”, “Obral Otak”, “Yang Boleh dan
didefinisikan sebagai kegiatan mencela,
mengejek, seseorang secara tidak yang Tidak”, “Masker”, “Kiat Mancing
Ikan”, “Ah, Bukan Urusan Kita!”, “Ralat
langsung atau tidak terus terang. Jika Bohong”, “SDM yang Paling Berharga”.
dihubungkan dengan psikologi
perkembangan remaja, dalam membaca Adapun kritik yang disampaikan dalam
anekdot-anekdot di atas, seorang remaja anekdot-anekdot tersebut adalah kritikan
dapat menangkap sindiran-sindiran yang terhadap pemerintah maupun kebijakan
dibalut dengan humor. Sebagaimana yang pada masa Orde Baru.
disampaikan Alport (dalam Sarwono, Adapun anekdot kritik yang tidak
2012) bahwa secara psikologi memuhi aspek psikologi perkembangan
remaja, yaitu “Tes Kelinci”, “Dwi Fungsi”,
perkembangan, seorang remaja “Kiat Mamancing Ikan”. Teks anekdot “Tes
mengalami pemekaran diri sendiri (self
objectivication). Seorang remaja telah Kelinci” ditulis untuk mengkritik
mempunyai wawasan tentang diri sendiri, penangkapan sewenang-wenang oleh
memiliki kemampuan menangkap humor, anggota militer, yang terdiri atas ABRI,
memiliki falsafaah hidup tertentu (unifying BIA (Badan Intelegen ABRI), Kepolisian
philosophy of life). Selain itu, sindiran yang yang disimbolkan dengan seekor tikus
dibalut humor tersebut cukup mudah yang mengakui dirinya kelinci. Jika
ditangkap karena disampaikan dengan dihubungkan dengan kondisi saat ini, anak
bahasa yang mudah dipahami dan remaja pada umumnya tidak memiliki
disajikan dengan teknik penceritaan yang kedekatan dengan peristiwa yang ada
baik sehingga anak remaja mampu dalam anekdot. Ketidakdekatan tersebut
membayang keganjilan yang terjadi. berpengaruh terhadap proses
Keganjilan-keganjilan tersebutlah menjadi pemahamannya. Apalagi dengan anekdot
“Dwi Fungsi” dan “Kiat Memancing”. Sama
dasar untuk menafsirkan maksud dari teks
anekdot. halnya dengan dua anekdot sebelumnya,
Namun, ada satu anekdot sindiran secara psikologi perkembangan remaja,
anekdot “Dwi Fungsi” cukup sulit dipahami
yang cukup sulit dipahami anak remaja
berdasarkan psikologi perkembangannya, anak remaja karena tidak diketahui
yaitu “Harmoko Bingung”. Untuk konteksnya. Anekdot “Dwi Fungsi” adalah
memahami maksud suatu anekdot, anekdot yang bertujuan mengkritik satu
seseorang perlu mengetahui konteks yang konsep, yaitu dwifungsi. Konsep yang
dibicarakan dalam teks anekdot. Maksud memuat tugas ganda militer, selian
anekdot “Harmoko Bingung” tidak bisa mengamankan negara, militer juga
ditangkap karena anak remaja relatatif diizinkan memegang posisi pemerintahan.
tidak mengeketahui konteks peristiwa Konsep ini pertama kali diterapkan pada
yang dibicarakan. Konteks dalam anekdot tahun 1958 di Indonesia. Kritik dalam
tersebut berkaitan dengan konstitusi. anekdot tersebut disampaikan melalui
Seorang anak remaja cenderung belum tokoh Sugiyono yang berkata, “Kalau
begitu kalian semua harus masuk ABRI”
mampu memahami hal-hal yang berbau
konstitusi. Selian itu, anak remaja juga saat merespons jawaban yang
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
disampaikan anak-anaknya mengenai berkomunikasi, termasuk kritik, karena
cita-citanya kelak. Logika meraih cita-cita secara psikologi perkembangan, seorang
apapun dengan menjadi anggota ABRI, anak remaja telah dapat menalar dengan
seperti dalam anekdot tersebut, tentu baik. Sebagaimana yang disampaikan
cukup sulit dipahami oleh siswa remaja Case; Keating; McLean; Carlson dkk
saat ini, mengingat konsep dwifungsi (dalam Sarwono, 2012) bahwa
sudah tidak berlaku lagi di Indonesia. kemampuan berpikir pada usia remaja
Sementara itu, dalam anekdot “Kiat
Memancing Ikan” juga terdapat konsep- mulai maksimal disebabkan oleh
konsep yang tidak dikenal oleh anak meningkatnya ketersediaan sumberdaya
remaja saat ini, yaitu “Pembekalan” dan“P-
4” (Pedoman Penghayatan dan kognitif (cognititive resource). Peningkatan
Pengamalan Pancasila), salah satu ini disebabkan oleh automaticyty atau
program yang dicetuskan pada era Orde kecepatan pemrosesan, pengetahuan
Baru. Tidak ditemukannya referen-referen lintas bidang yang semakin luas,
dalam teks anekdot tersebut dalam meningkatkan kemampuan dalam
kehidupan saat ini membuat anekdot- menggabungkan informasi abstrak dan
anekdot tersebut tidak relevan diajarkan. menggunakan argumen-argumen logis,
Berbeda halnya dengan anekdot kritik, serta semakin banyak memiliki strategi
seperti “Obral Otak”, “Yang Boleh dan
yang Tidak”, “Masker”, “Ah, Bukan Urusan dalam mendapatkan dan menggunakan
Kita!”, “Ralat Bohong”, dan “SDM yang
Paling Berharga” lebih bisa dipahami informasi.
seorang remaja. Walaupun, anekdot- Dengan demikian, berdasarkan
anekdot ini dibuat pada era Orde Baru, analisis terhadap 24 teks anekot dalam
sampai saat ini referen peristiwa yang ada buku Mati Ketawa Cara daripada Soeharto
dalam anekdot masih bisa ditemui oleh di atas dapat disimpulkan bahwa teks
anak remaja. Misalnya, anekdot “Obral
Otak” di atas, bertujuan untuk mengkritik anekdot yang memenuhi aspek
orang-orang Indonesia. Dalam anekdot kebahasaan dan aspek psikologi
perkembangan remaja, yaitu “Obral Otak”,
tersebut, disampaikan bahwa otak orang “Yang Boleh dan yang Tidak”, “Masker”,
“Sesama Setan”, “Sumbangan Terbesar
Indonesia masih orisinil karena belum untuk Rakyat Indonesia”, “Ingin
Sampaikan Kabar Gembira”, “Nanti Saya
pernah dipakai. Hal itu merupakan kritik Laporkan”, “Teka-Teki Suksesi”, “Jendral
Kuper”, “Cita-cita”, “Dibyo Jaga Traffic
yang disampaikan oleh pengarang kepada Light”, “Prabowo Jadi Intel”, “Ah, Bukan
Urusan Kita!”, “TV dan Menteri”, “Harmoko
rakyat Indonesia yang jarang berpikir, Bingung”, “Kiat Sukses Oom Liem”, “Kabar
Buat Bung Gafur”, “Ralat Bohong”,
berbeda dengan bangsa lain yang terbiasa “Neraka Ganjarannya”, “SDM yang Paling
Berharga”, “Uang Lebih Penting”. Berbeda
berpikir. Begitu juga dengan anekdot halnya dengan teks anekdot “Harmoko
lainnya, “Ah, Bukan Urusan Kita!” yang Bingung”, “Tes Kelinci”, “Dwi Fungsi”, “Kiat
Mamancing Ikan” yang hanya memenuhi
mengkritik soal upah pekerja di Indonesia,
“Ralat Bohong” mengkritik mengenai aspek kebahasaan saja.
kebebasan pers, “SDM Paling Berharga”
Teks anekdot yang dapat dijadikan
yang mengkritik kebijakan tentang Tenang
bahan ajar adalah teks anekdot yang
Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar
memenuhi aspek kebahasaan dan aspek
negeri. Anekdot-ankdot tersebut bersifat
psikologi perkembangan remaja. Karena
lebih universal dibanding tiga anekdot
akan dijadikan bahan ajar Bahasa
sebelumnya.
Indonesia Kurikulum 2013 (edisi revisi
Di antara tiga jenis anekdot
2016), selain memperhatikan dua aspek
berdasarkan tujuan penyampaiannya,
tersebut, sebagaimana yang disampaikan
anekdot kritik yang paling sulit dipahami
Depdiknas (2006) bahwa hasil analisis
karena memelurkan penalaran yang lebih
juga perlu disesuaikan dengan
untuk menemukan maksudnya. Walaupun
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi
demikian, seorang siswa SMA, yang
Dasar (KD) pembelajaran Bahasa
tergolong anak remaja, telah mampu
menguliti berbagai maksud dalam
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
Indonesia Kurikulum 2013 (edisi revisi ajar Bahasa Indonesia di SMA kelas X
2016). Dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia Kurikulum 2013 (edisi revisi berjumlah 21 teks anekdot, yaitu (1) “Obral
2016), pembelajaran teks anekdot
diajarkan pada kelas X. Di kelas X, Otak”, (2) “Yang Boleh dan yang Tidak”,
pembelajaran teks anekdot dirumuskan
dalam KI 3. Terkait dengan KI tersebut, (3) “Masker”, (4) “Sesama Setan”, (5)
pembelajaran terkait struktur dan kaidah
kebahasaan teks anekdot termuat dalam “Sumbangan Terbesar untuk Rakyat
KD 1.1: Memahami struktur dan kaidah
teks anekdot, laporan hasil observasi, Indonesia”, (6) “Ingin Sampaikan Kabar
prosedur kompleks, eksposisi, dan
negosiasi, baik melalui lisan maupun Gembira”, (7) “Nanti Saya Laporkan”, (8)
tulisan. Pada saat berlangsungnya
pembelajaran tentang memahami struktur “Teka-Teki Suksesi”, (9) “Jendral Kuper”,
dan kaidah kebahasaan teks anekdot
inilah teks anekdot yang telah dianalisis (10) “Cita-cita”, (11) “Dibyo Jaga Traffic
kelayakannya sebagai bahan ajar, hasil
dari penelitian ini, dapat dimanfaatkan Light”, (12) “Prabowo Jadi Intel”, (13) “Ah,
sebagai alternatif bahan ajar Bahasa
Indonesia, tepatnya di SMA kelas X. Bukan Urusan Kita!”, (14) “TV dan
Menteri”, (15) “Harmoko Bingung”, (16)
“Kiat Sukses Oom Liem”, (17) “Kabar Buat
Bung Gafur”, (18) “Ralat Bohong”, (19)
“Neraka Ganjarannya”, (20) “SDM yang
Paling Berharga”, (21) “Uang Lebih
Penting”. Pembelajaran struktur dan
kaidah kebahasaan teks anekdot termuat
dalam KD 1.1: Memahami struktur dan
kaidah teks anekdot, laporan hasil
observasi, prosedur kompleks, eksposisi,
dan negosiasi, baik melalui lisan maupun
SIMPULAN DAN SARAN tulisan.
Berdasarkan hasil dan pembahasan Berdasarkan pemaparan hasil
yang dipaparkan di tas dapat disimpulkan penelitian, rangkuman, dan simpulan di
beberapa hal mengenai penelitian ini. atas, saran-saran yang dapat disampaikan
Pertama, struktur teks anekdot dalam dalam penelitian ini. Pertama, bagi Guru
penelitian ini dapat dibedakan menjadi Bahasa Indonesia, yaitu sebaiknya dalam
dua, yaitu teks anekdot berstruktur melaksanakan pembelajaran Bahasa
lengkap dan teks berstruktur tidak Indonesia guru tidak hanya berpatok pada
lengkap. Dari 30 data yang dianalisis, ada buku paket yang diberikan oleh
26 anekdot yang berstruktur lengkap dan pemerintah sebagai sarana menunjang
4 anekdot yang berstruktur tidak lengkap. pembelajaran karena buku tersebut
Kedua, Kaidah kebahasaan teks anekdot memiliki keterbatasan. Akan lebih baik bila
dalam buku Mati Ketawa Cara daripada guru dapat meluangkan waktu untuk
Soeharto ditandai dengan penggunaan mencari berbagai macam bahan ajar
kalimat langsung, kalimat perintah, kalimat alternatif sebagai pendukung
seru, kalimat retoris, kalimat yang pembelajaran Bahasa Indonesia di
menyatakan waktu lampau, kata kerja sekolah. Di samping itu, satu bahan ajar
aksi, konjungsi penanda hubungan waktu, yang baik digunakan dalam sebuah kelas,
dan konjungsi penanda akibat. Satu belum tentu baik digunakan dalam kelas
anekdot paling banyak mengandung 6 ciri lain, mengingat perkembangan psikologi,
kebahasaan dan paling sedikit perkemabngan bahasa masing-masing
mengandung 2 ciri kebahasaan. Untuk siswa berbeda. Gurulah yang paling
dapat dijadikan bahan ajar, satu teks mengetahui perkembangan bahasa dan
anekdot setidaknya mengandug empat ciri perkemabangan psikologis siswanya.
kebahasaan. Ketiga, teks anekdot yang Kedua, bagi penelitian, yakni penelitian
layak dijadikan bahan ajar didapat dengan masih terbatas karena hanya meneliti
melakukan peninjauan dari segi tentang teks anekdot untuk dijadikan
kebahasaan dan psikologi perkembangan bahan ajar dalam pembelajaran
remaja. Berdasarkan hasil tinjauan memahami struktur dan kaidah
terhadap aspek-aspek tersebut, kebahasaan teks anekdot. Oleh karena
didapatkan bahwa teks anekdot yang itu, peneliti lain bisa melakukan penelitian
layak dijadikan sebagai alternatif bahan yang berkaitan dengan pengadaan bahan
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
ajar untuk pembelajaran selain memahami Pascasarjana, Universitas Pendidikan
struktur dan kaidah kebahasaan teks
anekdot sehingga penyediann bahan ajar Gansha.
sebagai salah satu pendukung
pelaksanaan pembelajaran di sekolah Sarwono, Sarlito W..2012. Psikologi
menjadi lebih kaya.
Remaja (Edisi Revisi). Depok: Raja
Grafindo Persada.
Sutjipta, N. dan Swacita, I.B.. 2006.
Membuat Bahan Ajar: Denpasar: LP3
DAFTAR PUSTAKA UNUD.
Damayanti dkk. 2014. “Pembelajaran
Sucipto, Maya Gustina dkk. 2013. Bahasa
Menulis Teks Anekdot Berpendekatan Indonesia Mata Pelajaran Wajib.
Saintifik dengan Model Pembelajaran Klaten: Intan Parawira.
Berbasis Proyek (Project Based Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Learning) pada Siswa Kelas X Tata Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kecantikan Kulit 1 di SMK Negeri 2 Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Singaraja”. e-Journal Universitas
Alfabeta.
Pendidikan Ganesha Jurusan Sugiantomas, Aan dan Wida Damayanti.
2015. “Struktur Teks Anekdot Bertema
Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Volume 2, Nomor 1. Politik Dalam Buku “Gus Dur Ku Gus
Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Dur Anda Gus Dur Kita” karya
Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Muhammad As Hikam sebagai
Direktorat Jenderal Manajemen Alternatif Pemilihan Bahan Ajar
Bahasa Indonesia Di SMA”. Artikel
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kemendikbud. 2013. Buku Guru Bahasa Ilmiah (tidak diterbitkan). Pendidikan
Indonesia untuk SMA/SMK/MAK Bahasa dan Sastra Indonesia,
Kelas X. Jakarta: Kementrian Universitas Kuningan.
Pradita Lara Puji Rahayu. 2017. “Analisis
Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. Superstruktur Wacana Stand Up
-------. 2016. Buku Guru Bahasa Comedy Academy sebagai Bahan
Indonesia untuk SMA/SMK/MAK Ajar Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kelas X (Edisi Revisi 2016). Jakarta: Sekolah Menengah Atas Kelas X”.
Kementrian Pendidikan dan Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta:
Kebudayaan Republik Indonesia. Program Studi Pendidikan Bahasa
Kosasih, E. (2014). Jenis-jenis Teks Indonesia Fakultas Keguruan dan
(Analisis Fungsi, Struktur, dan Kaidah Ilmu Pendidikan Universitas
serta Langkah Penulisannya). Muhammadiyah.
Bandung: Yrama Widya.
Kusnadi, Rini Nur Anggraeni. 2016.
“Pembelajaran Menganalisis Teks
Anekdot dengan Menggunakan
Metode Paradigma Kritis pada Siswa
Kelas X SMK Pakuan Lembang
Tahun Pelajaran 2016/2017”. Skripsi
(tidak diterbitkan). Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia
dan Daerah, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas
Pasundan Bandung.
Pujawan, Sang Putu Merta. 2014.
“Pengembangan Bahan Ajar Berbasis
Teks Anekdot dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia untuk Peserta Didik
Kelas X SMA Negeri 2 Semarapura”.
Tesis (tidak diterbitkan). Program
Studi Pendidikan Bahasa, Program