The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by sofiakristin2000, 2022-03-02 22:44:46

Sejarah Politik Kelompok 8

Sejarah Politik Kelompok 8

Tugas : Sejarah Politik
Dosen Pengampu : Dr. Ahmal, M.Hum

Kelompok 8 (Biografis) (1905111272)
Anggota : (1905112953)
1. Nia Omega Tanjung
2. Sofia Kristin Silalahi

A. Tinjauan Konseptual

Biografi merupakan riwayat hidup tokoh yang ditulis oleh orang lain baik tokoh tersebut masih
hidup atau sudah meninggal. Sedangkan riwayat hidup yang ditulis sendiri disebut otobiografi. kiprah
mempunyai arti gerakan dinamis dari suatu benda maupun hal yang menyerupainya. Berkiprah
mempunyai arti melakukan kegiatan dengan semangat tinggi, bergerak disegala bidang (sosial, politik,
ekonomi, budaya dan sebagainya).

Menurut Kozier Barbara peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Menurut Soerjono Soekanto
(2002:243) peran adalah merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan perannya.

Peran dipengarui oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun luar. Peran menjadi bermakna
ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial maupun politik. Dalam hal politik, peran adalah
posisi dan pengaruh, hak dan kewajiban yang nantinya akan menjalankan peran tersebut.

B. Definisi Ahli

i. Menurut Kartodirjo (2003:76)

Biografi adalah sejarah yang populer dan senantiasa serta sangat menarik banyak
dibutuhkan.

ii. Menurut Toydin (2013:292)

Biografi adalah riwayat hidup seseorang atau tokoh yang ditulis oleh orang lain.

iii. Menurut Sukirno (2016: 55)

Biografi adalah tulisan yang isinya menceritakan atau mengisahkan kehidupan
seseorang atau orang lain. Dalam tulisan tersebut juga berisi biodata, dan riwayat hidup
tokoh yang ditulis.

iv. Menurut Harahap (2014: 6)

Biografi yaitu penelitian terhadap seorang tokoh dalam hubungannya dengan
masyarakat; sifat-sifat, watak, pengaruh pemikiran dan idenya, dan pembentuk watak
tokoh tersebut selama hayatnya.

v. Menurut Nugraha (2013: 1)

Biografi adalah sebuah kisah riwayat hidup seseorang, bisa berbentuk beberapa
kata, beberapa baris kalimat, atau bisa juga dalam bentuk buku, ditulis dalam bahasa tutur
atau gaya bercerita yang menawan dan mendekatkan antara pembaca dan tokoh yang
disosokkan.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa biografi yang dimaksudkan dalam politik yaitu menekankan
pada biografi politik baik dalam tataran pemikiran atau tindakan politik.

C. Contoh Karya

1. Judul : Bung Karno : Biografi Putra Sang Fajar

o Unsur Yang di Bahas :

1. Kelahiran Soekarno

Ir. Soekarno lebih dikenal dengan bung Karno adalah presiden Indonesia pertama sekaligus
proklamator kemerdekaan Indonesia bersama Drs. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno
lahir pada tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai
Srimben. namun karena sering sakit-sakitan pada usia 5 tahun Ayah beliau mengganti namanya
dengan Soekarno.

Soekarno kecil tempat tinggal bersama kakeknya yaitu Raden Harjokromo di Tulung Agung
Jawa timur. Pendidikan pertamanya ia peroleh di sekolah desa di Jombang. Pada tahun 1907 Soekarno
pindah ke Mojokerto bersama dengan pemindahan tugas orang tuanya. Di Mojokerto Soekarno
sekolah di Eerste Indlanse School yang merupakan tempat kerja ayahnya. Bulan Juni 1911 Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) Sekolah Dasar Belanda.

Tahun 1915, Soekarno menyelesaikan pendidikannya di ELS dan melanjutkan ke Hoogere
Burger School (HBS) di Surabaya. Di Surabaya Soekarno tinggal di kediaman Raden Haji Oemar Said
Tjokroaminoto. setelah menamatkan Pendidikan sekolah menengah nya di HBSpada bulan Juli 91

Soekarno memulai hari pertamanya sebagai mahasiswa di Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH,
sejak 1959 menjadi institut Teknologi Bandung). 2 bulan kuliah di TH, warna sempak meninggalkan
th untuk membantu keluarga Tjokroaminoto saat Tjokroaminoto ditahan. 7 bulan kemudian setelah
Tjokroaminoto dilepaskan dari penjara, tahun 1922 Soekarno mendaftar kembali ke TH jurusan teknik
sipil. Soekarno lulus ujian Insinyur pada tanggal 25 Mei 96 dan pada Dies Natalis TH tanggal 3 Juli
1926, ia diwisuda bersama 18 insinyur lainnya.

2. Perjuangan Ir. Soekarno

Jiwa muda bung Karno membawa dirinya pada dunia politik sudah terlihat sejak dia bersekolah
di Surabaya dengan membentuk perkumpulan anak muda yang disebut Jong Java. Hal ini terus
berlanjut saat beliau kuliah di Bandung. Salah satu penyebab dia ikut andil dalam dunia politik adalah
karena melihat penindasan yang dilakukan penjajah yang dengan seenaknya memperbudak bangsa
Indonesia. Rakyat sungguh terpuruk dari segi ekonomi hal ini terlihat pada orang-orang yang berpuasa
adalah sekelompok orang pemilik modal. Dari sinilah terbentuk kolonialisme dan kapitalisme.
Soekarno percaya bahwa kolonialisme terkait erat dengan kapitalisme yaitu suatu sistem ekonomi
yang dikelola oleh sekelompok kecil pemilik modal dan tujuan pokoknya adalah untuk
memaksimalkan keuntungan. Dalam upaya memaksimalisasi keuntungan itu kaum kapitalis tak segan-
segan mengeksploitasi orang lain.

Menurut Soekarno, kolonialisme dan kapitalisme melahirkan struktur masyarakat yang
eksploitatif. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain berjuang secara politis menentang
kolonialisme dan kapitalisme. Dalam menggali dan menemukan idealismenya terkadang ia berbaur
dengan masyarakat. Kemudian Bung Karno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Yang
mana para pendirinya adalah Ir. Soekarno, Mr. Sartono, Dr. Sandi, Ir. Inwari, J. Tilaar, Mr. Iskaq
Tjokroadisuryo, Sudjadi, Mr. Budiarto, dan Mr. Sunario. 5 tokoh yang disebut terakhir adalah bekas
anggota Perhimpunan Indonesia (PI) semasa mereka belajar di negeri Belanda yaitu J. Tilaar, Mr.
Iskaq Tjokroadisuryo, Sudjadi, Mr.Budiarto dan Mr. Sunario. Emang antara PI dan PNI terdapat
hubungan batin dan perjuangannya sama. Dia namanya berubah menjadi Partai Nasional Indonesia
(PNI).

PNI berdiri 4 Juli 1927 di Bandung. Bung Karno adalah sebagai ketua partai. Soekarno
mengganggap bahwa PNI merupakan Partai Pelopor di dalam massa aksi. Menurut Soekarno, partailah
yang memegang obor, partailah yang menyuluhi jalan yang gelap dan penuh dengan ranjau-ranjau itu
sehingga menjadi jalan yang gelap dan penuh ranjau-ranjau itu sehingga menjadi jalan yang terang.
Partailah yang memimpin massa itu dalam perjuangannya merebahkan musuh, partailah yang
memegang komando dari pada barisan massa. Dari sinilah Soekarno membakar semangat rakyat untuk
dapat segera bergabung. Soekarno segera bergerak. Tidak menunggu pengikut partai harus dengan
jumlah yang besar. Pada intinya, partai harus bergerak segera.

Berkat kepemimpinan Bung Karno, PNI tumbuh menjadi satu partai massa yang besar. Bahkaj,
sampai mampu menandingi Sarekat Islam (SI), yang didirikan dan diketuai oleh H.O.S

Tjokroaminoto. Bahkan PNI dapat menarik simpati anggota SI dan PKI ( Partai Komunis Indonesia).
Dalam waktu dua tahun saja, anggota PNI sudah mencapai 10.000. Peter Kasenda mengatakan bahwa
senjata PNI adalah kepercayaan diri. Soekarno adalah ksatria yang disatu pihak memiliki sifat tidak
henti-hentinya berusaha melenyapkan kaum imperialis dan di lain pihak mencoba menyatukan
gerakan-gerakan politik yang berbeda paham dalam sisi Pandawa dibawah satu organisasi yang sama.

Model kepemimpinan Bung Karno dengan gelora jiwa mudanya adalah dengan meledak-ledak
menyampaikan pidatonya dihadapan ribuan orang. Hal itu dilakukan untuk membakar semangat orang
banyak dan menjadi pendukungnya dikemudian hari. Berbagai wilayah bdi Jawa dikunjunginya,
seperti Gresik, Semarang, Pekalongan, Cirebob, Sumedang, dan Bandung. Bahkan, suatu saat ketika
Bung Karno berpidato , polisi memberhentikan dan melarang kegiatan itu. Mr. Suyudi sempat protes
akan kejadian tersebut. Memang Bung Karno dikenal sebagai tokoh orasi ulung, yang digelari sebagai
Singa di Podium.

Demikianlah Soekarno telah berhasil dalam perjuangannya membangunkan semangat
keinsyafan pada rakyat dengan pidato-pidatonya. Dalam masa setahun, PNI telah meliputi seluruh
Jawa. Kongres pertama yang dilangsungkan di Surabaya pada 27-30 Mei 1928 telah mengambil
keputusan dengan menukar perkataan Perserikatan menjadi Partai. juga menjelaskan tujuan PNI yaitu
akan berusaha mencapai kemerdekaan politik dengan jalan menghabisi riwayat penjajahan Belanda,
agar agar dapat dimulai pekerjaan membangun negara kebangsaan. Tujuan itu akan dilaksanakan
dengan menggunakan segenap kekuatan rakyat. Bangsa Belanda tidak mungkin melepaskan Indonesia
atas kemauannya sendiri. Jadi, kemerdekaan itu harus kita buat sendiri, kita buat sendiri dari tangan
pemerintah kolonial Belanda.

3. Pengagas Dasar Negara

Untuk mewujudkan Indonesia merdeka maka harus mempersiapkan beberapa hal. Salah satu
diantaranya adalah dasar ideologi dari bangsa tersebut. Jika dasar yang belum dibangun maka bahasa
itu bersifat rapuh. Oleh karena itu, dalam sidang BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) yang pertama tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato yang
berisi rumusan Pancasila. setelah sidang tersebut dibentuk panitia kecil yang beranggotakan 9 orang
sehingga dikenal sebagai panitia sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno. dengan tugas mengolah
usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai Dasar Negara Republik Indonesia. panitia sembilan
tersebut kemudian menghasilkan piagam Jakarta yang merupakan rumusan dasar negara republik
Indonesia yang ditandatangani tanggal 22 Juni 1945. piagam Jakarta tersebut kemudian menjadi dasar
teks pembukaan UUD 1945.

Pada bulan Agustus 1945, karena merupakan tokoh kunci yang membawa Indonesia menuju
proklamasi kemerdekaan. Bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 1945saat sekutu menjatuhkan bom
atom di Hiroshima , Jepang membubarkan BPUPKI karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya
untuk menyusun rancangan UUD negara Indonesia dan pada tanggal 7 Agustus 1945 membentuk
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia ( PPKI) diketuai Soekarno.

Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus Soekarno dan Hatta mempersiapkan pertemuan PPKI
yang akan membicarakan persiapan proklamasi kemerdekaan yang direncanakan akan diadakan pada
tanggal 18 Agustus 1945. Tetapi golongan pemuda yang melihat PPKI merupakan badan bentukan
Jepang dan menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa sendiri sudah tidak sabar. Selanjutnya pada
tanggal 16 Agustus 1945 dini hari mereka menculik Soekarno dan Hatta kemudian mereka dibawa
oleh para pemuda ke asrama Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Rengasdengklok agar tidak
terpengaruh oleh Jepang.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB bertempat di kediaman Soekarno jalan
Pegangsaan Timur 56, Soekarno membacakan naskah proklamasi yang disambung dengan pidato
singkat tanpa teks. lanjutnya bendera merah putih yang telah dijahit oleh Bu Fatmawati dikibarkan
disusul dengan lagu Indonesia raya. Tanggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi, PPKI melakukan
sidang. yang mana agendanya itu adalah mengesahkan undang-undang dasar 1945 dan pembukaannya
diambil dari piagam Jakarta dengan beberapa perubahan. Kemudian PPKI juga memilih dan
mengangkat presiden dan wakil presiden. Raden Otto Iskandar Dinata mengusulkan Soekarno sebagai
presiden dan Muhammad Hatta sebagai wakil presiden. Lalu usulan tersebut diterima oleh seluruh
anggota PPKI.

Selanjutnya untuk mencegah Belanda menjajah Indonesia kembali Soekarno mengambil
strategi dengan mencari pengakuan dan dukungan internasional bagi Indonesia. mempertimbangkan
kondisi militer Indonesia yang saat itu lebih lemah dibandingkan pasukan sekutu dan pasukan
Belanda. Soekarno juga menyadari bahwa dengan politik kerjasama yang ia lakukan di masa
pendudukan Jepang dapat menyulitkan hubungannya dengan negara-negara Barat. Karena itu untuk
membantu mendapatkan pengakuan internasional Soekarno mengizinkan pembentukan sistem
parlementer yang dipimpin oleh perdana menteri di mana Soekarno tetap sebagai figur presiden
sedangkan kabinet bertanggung jawab kepada KNIP. pada tanggal 14 November 1945 Soekarno
menunjuk Sutan Syahrir sebagai perdana menteri kabinet parlementer yang pertama.

Adapun salah satu strategi Soekarno dalam mempertahankan negara republik Indonesia di awal
berdirinya adalah dengan mempertahankan pemerintahan dalam sebuah Ibukota bahkan di
pengasingan sekalipun. Soekarno pernah beberapa kali memindahkan Ibukota Republik Indonesia.
Setelah pengakuan kedaulatan melalui konferensi meja bundar, pada tanggal 27 Desember 1949
dilaksanakan penyerahan kedaulatan secara formal di Den Haag. Tentara di Jakarta juga terjadi
penyerahan kedaulatan secara simbolis. Soekarno diangkat sebagai presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Muhammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Nama setelah itu terjadi
demonstrasi besar-besaran di mana rakyat menuntut kembali ke negara kesatuan. Maka Pada tanggal
17 Agustus 1950 RIS menjadi NKRI dan Soekarno kembali menjabat sebagai presiden Republik
Indonesia.

Dengan kembalinya NKRI pada tahun 1950, Soekarno dihadapkan berbagai tantangan politik
baru. Sesuai dengan UUDS 1950, Republik Indonesia menganut sistem Kabinet Parlementer, di mana
kabinet dipimpin oleh perdana menteri. Tantangan lainnya adalah membuat UUD yang baru sesuai

amanat UUDS 1950. Dari hasil pemilu tahun 1955 terbentuk konstituante secara demokratis namun
konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Dengan kondisi politik yang tidak
stabil Soekarno mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 yang berisi kembali berlakunya UUD 1945
dan pembubaran konstituante serta pembentukan MPRS dan DPAS. Dengan dekrit presiden 5 Juli
1959 berlakunya kembali UUD 1945 secara otomatis sistem kabinet kembali menjadi kabinet
presidensial. Selain itu tak jarang Soekarno juga harus ikut menengahi berbagai konflik internal
termasuk juga konflik di tubuh militer yang berdampak pada jatuh bangunnya kabinet. seperti
peristiwa 17 Oktober 1952 yang dipicu oleh kericuhan di lingkungan angkatan darat.

Di dunia internasional Soekarno juga memberikan berbagai gagasan. Ini dikarenakan
keprihatinan beliau pada nasib bangsa bangsa Asia dan Afrika yang masih belum merdeka dan belum
memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Bersama Josip Broz Tito dari Yugoslavia, Gamal
Abdel Nasser dari Mesir, Muhammad Ali Jinnah dari Pakistan, U Ni dari Birma, dan Jawaharlal Nehru
dari India, Soekarno memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tanggal 18-
24 April 1955. Hasil dari KAA adalah dasasila Bandung yang berupa pernyataan mengenai dukungan
bagi kedamaian dan kerjasama dunia. Menjadi salah satu pemicu perubahan-perubahan besar di
negara-negara Asia Afrika sehingga terjadi dinamika politik di negara-negara tersebut dengan tujuan
untuk meraih kemerdekaan. Kemudian KAA berlanjut menjadi gerakan non-blok yang menjadi wadah
bagi negara-negara yang tidak berpihak pada bulan tertentu dan mendeklarasikan keinginan mereka
untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi Barat - Timur. Jasa-jasanya dalam memajukan
perdamaian terutama bagi negara-negara yang baru merdeka, nama Soekarno dijadikan nama jalan di
Kairo dan rabat serta dijadikan nama sebuah lapangan di Peshawar.

Disamping terus menggerakkan bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk merdeka, Soekarno juga
menetapkan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. untuk menjalankan kebijakan
tersebut Soekarno mengunjungi berbagai negara termasuk negara-negara adidaya dan bertemu dengan
pemimpin-pemimpin dunia. Beberapa di antaranya itu adalah Nikita Khrushchev dari Uni Sovyet,
John Fitzgerald Kennedy dari Amerika Serikat, Fidel Castro dari Kuba, Mao Tse Tung dari Republik
Rakyat Cina dan Charles De gaulle dari Perancis.

Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959, Soekarno membawa Indonesia memasuki masa demokrasi
terpimpin. Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi dimana seluruh pemikiran dan keputusan
berpusat pada pemimpin negara dalam hal ini presiden Soekarno. Titik balik karir politik Soekarno
terjadi setelah Soekarno menandatangani surat perintah sebelas Maret ( Supersemar). yang mana berisi
perintah kepada letnan jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga
keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Selanjutnya pada tanggal 20 Februari
1967, Soekarno menandatangani surat pernyataan penyerahan kekuasaan di tanah merdeka. sidang
istimewa MPRS kemudian mencabut Soekarno sebagai presiden lalu mengangkat Soeharto menjadi
presiden RI hingga pemilihan umum berikutnya.

o Daftar Pustaka

Situmorang, Jonar. (2016). Bung Karno : Biografi Putra Sang Fajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

2. Judul: DEMORASI UNTUK INDONESIA : PEMIKIRAN POLITIK BUNG HATTA

o Latar Belakang

Demokrasi, seperti halnya konsep-konsep politik terapan lainnya seperti kekuasaan, negara dan
birokrasi, merupakan sebuah istilah yang paling dekat dengan pemahaman masyarakat umum tetapi
sebenarnya mengandung keterbatasan-keterbatasan tertentu. Keterbatasan pertama, karena sifat
keumumannya. Demokrasi yang merupakan konsep politik barat sudah dianggap pasti sebagai cara
terbaik dalam membangun kehidupan suatu bangsa dewasa ini.Indonesia sendiri mengalami
pembaharuan politik mendasar sejak tahun 1998 menandai berakhirnya dua bentuk sistem otoriter
sebelumnya orde lama dan orde baru. Meskipun secara formal konstitusional berdasarkan Undang-
Undang Dasar 1945 kehidupan politik Indonesia sudah sejak zaman kemerdekaan menganut asas
kedaulatan rakyat interupsi dua sistem otoriter tersebut, yang secara keseluruhan berlangsung
berlangsung hampir 4 Dekade setelah menguburkan prinsip kedaulatan rakyat secara substantif.

o Unsur Yang Dibahas

1. Hatta Masa Kanak-Kanak dan Sekolah

Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ayah
Mohammad Hatta bernama Haji Mohammad Jamil dan ibunya bernama Siti Saleha. Ayah Mohammad
Hatta merupakan anak dari Syekh Arsyad, guru agama yang cukup terkenal di Batu hampar, dekat
daerah Payakumbuh. Ibu Mohammad Hatta merupakan orang Bukittinggi asli. Muhammad Hatta
merupakan anak kedua dari pasangan suami istri tersebut. Anak pertama mereka bernama Rafi'ah
seorang perempuan yang lahir pada tahun 1900. Mohammad Hatta lahir dengan nama Mohammad
'Athar'. 'Athar' adalah sebuah kata ber bahasa Arab yang artinya harum . kata Atar dalam pergaulan
sehari-hari diucapkan Atta yang lama kelamaan lalu berubah menjadi Hatta .

Hatta memiliki semangat belajar yang tinggi sehingga ya sudah dapat membaca dan menulis
sebelum masuk ke sekolah rakyat. Ketika umurnya sudah cukup, Hatta masuk ke sekolah rakyat dan
duduk satu kelas dengan kakaknya. Pada pagi hari, Hatta belajar di sekolah rakyat dan pada sore hari,
Hatta belajar bahasa Belanda. Adapun pada malam hari, sesudah salat magrib, harga belajar mengaji di
surau. Meskipun memiliki aktivitas yang padat, Hatta dapat mengatur waktunya dengan baik.

Di sekolah rakyat, Hatta hanya bersekolah sampai tahun ketiga. Pada pertengahan tahun ajaran,
Hatta pindah ke sekolah Belanda, yaitu tu to Europeesche Lagere School (ELS) dan diterima di kelas
2. Pada umumnya murid-murid ELS adalah anak-anak Belanda. Jumlah anak-anak Indonesia yang
terima di sekolah tersebut hanya sedikit, umumnya mereka merupakan anak-anak dari pegawai

pemerintah serta anak-anak orang kaya dan terpandang. Anak-anak dari rakyat biasa tidak diterima
disekolah ini. Walaupun pada awalnya Hatta rasa canggung berada di sekolah ini ia dapat cepat
menyesuaikan diri di sekolah barunya.

Pada tahun 1916, Hatta menamatkan pendidikannya di ELS dan ia ingin melanjutkan
pendidikannya ke ke Hoogere Burger School (HBS). Pada saat itu, HBS tidak ada ada di Sumatera
Barat sehingga Hatta harus pergi ke Jakarta. Sayang tapi tidak memperbolehkannya karena khawatir
kata akan terpengaruh kehidupan kota besar dan lebih banyak bermain daripada belajar apalagi Hatta
masih sangat muda. Ibunya menyuruh kata melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs (MULO) di Padang. MULO adalah sekolah setingkat dengan sekolah menengah pertama
atau SMP sekarang. 3 tahun kemudian setelah tamat dari MULO , Hatta melanjutkan pendidikannya di
sekolah dagang, Prins Hendrik School ( PHS), di Jakarta.

Setelah menempuh pendidikan di Prins Hendrik School selama 3 tahun, Hatta berhasil
menamatkan pendidikannya pada tahun 1921. Setelah itu, Hatta bersiap-siap untuk pergi ke
Belanda.Pada 3 Agustus 1921 Hatta berangkat ke Negeri Belanda saat Hatta berumur 19 tahun. Pada
tanggal 5 September 1921 Hatta sampai di Belanda dan langsung merapat ke Rotterdam. Hatta
memang akan mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Dagang (Handels Hoge School) di kota itu.

2. Karir Politik

Awal perpolitikan Hatta dimulai saat dia sekolah di Belanda, Hatta bergabung dan aktif dalam
organisasi Indische Vereniging (Perkumpulan Hindia), yang sebenarnya adalah organisasi sosial, dan
kemudian berubah menjadi organisaisi politik, terutama dengan pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Dous
Dekker, dan Tjibto Mangunkusumo pada tahun 1913 ketika mereka tidak diperbolehkan bergerak di
Indonesia. Pada tahun 1924 Indische Vereniging berganti nama menjadi Indonesische Vereniging atau
Perhimpunan Indonesia (PI). Pada saat Hatta dipilih menjadia Ketua PI. Setelah PI dibawah pimpinan
Hatta banyak memperlihatkan perubahan. Perhimpunana ini banyak memperhatikan perkembangan
pergerakan nasional di Indonesia.

Pada tanggal 23 September 1927 Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak,
dan Abdul Madjid Djojoadhiningrat, ditangkap oleh penguasa Belanda. Mereka dituduh menjadi
anggota partai terlarang dan menghasut untuk menentang kerajaan Belanda. Setelah bebas dari
tahanan, Hatta melepas jabatannya sebagai ketua PI pada tahun 1929, karena akan melanjutkan
kuliahnya untuk mengikuti ujuan doktoralnya.

Setelah selama 11 tahun belajar di Belanda, akhirnya pada tanggal 5 Juli 1932 Hatta tiba di
Indonesia. Setelah beberapa hari beristirahat, Hatta mulai memfokuskan dirinya untuk memimpin PNI
Baru. Telah terbukti banyak cabang-cabang PNI Baru yang berdiri di berbagai kota. Tetapi tak lama
kemudian, Hatta dan beberapa anggotanya dari PNI Baru termasuk Sjahrir, ditahan, mulanya di
Penjara Glodog, kemudian dibuang ke Digul. Satu tahun Hatta tinggal di Boven Digul, kemudian pada
tahun 1936 Hatta dipindahkan ke tempat pembuangan yang lebih aman dan sentosa alamnya, Banda
Neira.

Kemudian pada 8 Maret 1943, empat Serangkai seprti, Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara,
dan K.H. Mas Mansur, mendirikan Poetera (Pusat Tenaga Rakyat). Poetera sendiri menjaga cita-cita
kemerdekaan Indonesia sebagai tujuan pokok bangsa. Poetera juga berusaha mengubah sistem
pendidikan warisan Belanda menjadi sistem yang lebih cocok untuk Indonesia. Poetera sedikit banyak
berhasil menggalang persatuan sebagai bangsa, juga meningkatkan kemampuan rakyat.

Pada akhir 1843, membentuk lembaga yang bersifat politik yaitu, Tyuo Sangi-in. Lembaga ini
merupakan semacam penasihat bagi pemerintah, terdiri dari orang-orang terkemuka di tingkat daerah
maupun nasional. Tingkat nasional dipimpin oleh Soekarno sebagai ketua, Hatta dan Ki Hadjar
Dewantara sebagai wakil ketua, tetapi pemerintah mengangkat tokoh lain, seperti Kusumo Utoyo dan
Buntaran Martoatmojo.

Hatta kemudian banyak terlibat pembentukan Badan Penyeledikan Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibuka pada 28 Mei 1945. Badan ini menyusun rancangan
Undang-Undang Dasar yang dapat selesai pada Juli 1945. Selain di BPUPKI Hatta juga mengikuti
pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang di bentuk pada awal Agustus
1945. Para anggotanya pun representatif di bandingkan dengan anggota BPUPKI, PPKI mencakup
wakil-wakil dari Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia Timur, disamping dari Jawa.

Pada 16 Agustus 1945, mulanya akan menyelnggarakan rapat, tetapi pada hari itu Soekarno
dan Hatta dipaksa oleh para pemuda ke Rengasdengklok. Pemuda yang memaksa Soekarno dan Hatta
ke Rengasdengkok pun akhirnya setuju dengan saran kedua untuk membawa mereka segera kembali
ke Jakarta, pada 16 Agustus malam. Sesampainya di Jakarta mereka berdua mengadakan Rapat Panitia
Kemerdekaan, yang tergesa-gesa diadakan malam itu juga di rumah Admiral Maeda di Jalan Imam
Bonjol, menghasilkan teks proklamasi yang didikte Hatta dan ditulis oleh Soekarno. Menjelang subuh
panitia bubar untuk kembali berkumpul di Pegangsaan Timur 56, untuk menghadiri Proklamasi
Kemerdekaaan, yang teksnya ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta.

Pada sepuluh pagi tanggal 17 Agustus 1945, akhirnya Proklamsi Kemerdekaan
dikumandangkan dan esok harinya dilakukan Pengesahan UUD (1945) yang dihadiri oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan. Keterlibatan dirinya dalam organisasi-organisasi tersebut akhirnya iktut
mengantarkan dirinya sebagai proklamator kemerdekaan RI bersama Soekarno. Hatta diangkat
aklamasi sebagai wakil persiden pertama RI dan presiden pertama RI dijabat oleh Soekarno. Ketika
menjadi wakil persiden, Hatta banyak berperan penting dalam perumusan berbagai produk hukum
nasioal. Selain itu, Hatta juga turut berperan dalam pembentukan tentara Indonesia. Dengan kesibukan
Soekarno yang sering di luar kota, maka semua persoalan penting diserahkan kepada Hatta.

3. Pemikiran Politik Hatta

Inti dari demokrasi barat sebagaimana ditangkap oleh para pemimpin awal perjuangan
kemerdekaan kita perjuang angkatan 1928 adalah sosok demokrasi yang mewujudkan hak dan
kebebasan individu dalam kehidupan bernegara dalam bentuk berkedaulatan rakyat atau demokrasi
dalam kehidupan politik dan sistem ekonomi kapitalis di bidang ekonomi. Kebebasan individu ini
nantinya mengakibatkan ketidakadilan dalam masyarakat karena kedaulatan hanya berpusat di tangan
Para pemilik modal saja. Bahkan, sebagaimana sudah dikemukakan demokrasi Barat di abad ke-19 ini
masih terbatas di kalangan masyarakat kelas menengah saja, khususnya dalam keikutsertaan dalam
pemilihan umum. Khusus bagi Hatta demokrasi barat dikritik sebagai berikut: “ jadinya, demokrasi
barat yang dilahirkan oleh Revolusi Perancis tiada membawa kemerdekaan rakyat yang sebenarnya,
melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Ketidakadilan dalam masyarakat. Dalam
hubungannya dengan negeri-negeri terjajah, demokrasi Barat telah menghasilkan diskriminasi yang
bersifat rasialis dan menindas titik dengan kata lain, individualisme menghalangi terwujudnya
demokrasi dalam arti yang sebenarnya, yaitu kedaulatan rakyat di semua aspek kehidupan. Hatta
berkesimpulan, demokrasi barat harus ditolak sebagai dasar untuk membangun Indonesia merdeka.
Hatta di sini berbicara tentang pemikiran politik atau ideologi yaitu paham demokrasi yang akan
diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dialami Indonesia merdeka. Hatta selanjutnya
menolak penerapan demokrasi barat untuk membangun Indonesia merdeka sebaliknya mengajukan
konsepsinya sendiri mengenai demokrasi untuk Indonesia. Substansi demokrasi Hatta adalah mass
protestatau sikap kritis rakyat terhadap penguasa musyawarah untuk mencapai mufakat dan tolong-
menolong. Hatta menambahkan, 2 substansi yang pertama menjadi dasar untuk mewujudkan
demokrasi politik sedangkan substansi yang ketiga menjadi dasar bagi demokrasi ekonomi. Substansi
ketiga ini Hatta berkeyakinan kedaulatan rakyat akan terwujud baik dalam kehidupan politik maupun
dalam kehidupan ekonomi.

Demokrasi Hatta bersifat Putu, berbeda dengan demokrasi barat yang hanya menjamin
kedaulatan rakyat dalam kehidupan politik saja. Mengenai sumber-sumber pemikirannya, Hatta
mengungkapkan ada tiga sumber gagasan mengenai demokrasi ajaran Islam mengenai kebenaran dan
keadilan yang dikaitkan dengan tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, demokrasi asli
Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan atau kebersamaan dan paham sosialisme barat tentang peri
kemanusiaan. Dengan menyebutkan tiga sumber ini ini hal secara tersirat menggambarkan tonggak-
tonggak dalam proses sosialisasi politik yang dialaminya serta ingin mengemukakan, proses sosialisasi
yang dialaminya menjadikan ia penganut paham sosialisme demokrasi atau demokrasi sosial
berdasarkan ajaran Islam. Literatur yang ada mengkaitkan demokrasi Hatta dengan faktor agama Islam
dan budaya Minangkabau serta pendidikan modern yang dijalaninya.

Mengenai yang pertama Hatta sendiri mengakui ajaran Islam yang dipahaminya merupakan
salah satu sumber pemikirannya mengenai demokrasi. Sebenarnya, pendasaran Suatu paham politik
pada ajaran agama bukanlah satu hal yang baru. Dalam hal harta yang menyebutkan ajaran Islam yang
dianutnya sebagai salah satu rujukan bagi paham demokrasinya, penjelasannya juga masuk akal. Hatta
menggambarkan bagaimana kakeknyamemahami ajaran Islam dan ingin menyebarkannya ke

pengikut-pengikutnya. Hatta mewarisi ajaran Islam yang bersifat Hakiki yang berkeyakinan berbuat
baik dalam kehidupan di dunia ini merupakan wujud utama pengabdian kepada Allah. Yang dimaksud
dengan kebaikan itu adalah memperjuangkan kebenaran keadilan dan perdamaian, sebagaimana
dikutip sebelumnya. Hatta juga mengibaratkan pemahaman ajaran Islam seperti ini dengan sifat
garam, terasa tapi tidak kelihatan. Bukan sifat gincu, kelihatan tapi tidak terasa. Dengan pemahaman
seperti ini tidak mengherankan apabila perjuangan demokrasi bagi harta merupakan bagian dari
ibadahnya sebagai penganut Islam. Sumber kedua dari paham demokrasi Hatta adalah kekeluargaan
atau kebersamaan kekeluargaan atau kebersamaan ini merupakan prinsip kehidupan masyarakat yang
dapat ditemukan di seluruh bagian nusantara sejak berabad-abad yang lalu. Tapi yang dimaksud di sini
terutama dan sesuai dengan teori sosialisasi politik adalah prinsip kekeluargaan atau kebersamaan
dalam masyarakat dan budaya Minangkabau sebagaimana dikemukakan oleh Kabau yang demokratis
sebagai unsur pembentuk demokrasi Hatta. Hatta tidak pernah mengakui hal ini secara terbuka
mengenai memaksudkan gagasannya mengenai demokrasi asli Indonesia sebenarnya adalah tradisi
kehidupan demokrasi dalam masyarakat negeri di Minangkabau. Suatu hal yang memang masuk akal
untuk kepentingan mempertahankan semangat ke Indonesiaan yang sejak awal sudah ditunjukkan
Hatta dengan kuat. Tetapi kemungkinan ini pantas diduga apalagi jika diingat luhak Agam sebagai
daerah kelahiran Hatta termasuk penganut tradisi bodi caniago yang egaliter dan mencakup negeri-
negeri yang bersifat otonom satu sama lain dan kedalam bersifat demokratis dibawa para penghulu.
Hatta pernah berbicara santai dalam bahasa Minang dengan seorang perantau Minang di Geneva tahun
1972.

Pemikiran Hatta tentang demokrasi dapat dipahami tentang demokrasi dari substansi dan
sumbernya. Substansi demokrasi Hatta adalah rakyat yang berdaulat di semua aspek kehidupan titik
ini bisa dicapai apabila demokrasi didasarkan pada paham kebersamaan dan kekeluargaan, khususnya
musyawarah atau mufakat dalam kehidupan politik dan tolong-menolong melalui koperasi dalam
kehidupan ekonomi. Demokrasi Hatta ini bersumber dari ajaran Islam tentang kebenaran perdamaian
dan persaudaraan antar umat manusia paham sosialisme barat tentang perikemanusiaan dan tradisi
kebersamaan atau kekeluargaan tradisional bangsa Indonesia. Tetapi, juga terlihat kecenderungan,
Hatta tidak sepenuhnya menolak demokrasi Barat titik penolakan Hatta terhadap demokrasi barat
terutama ditujukan kepada sistem ekonomi kapitalis yang merugikan rakyat miskin dan terkebelakang.

o Daftar Pustaka

Alam, Wawan Tunggul. Demi Bangsaku: Pertentangan Sukarno VS Hatta. Jakarta: Gramedia, 2003.

Bakri, Umar Suryadi. Metode Penelitian Dalam Hubungan Internasional. Yogyakarata: Pustaka
Belajar, 2007.

Effendi, Sulaiman. Kiprah dan Pemikiran Politik- Politik Tokoh. Yogyakarta: IRCISOD, 200

3. Judul : DINA MANGSA TAHAPAN KATILU: BIOGRAFI POLITIK ÉMMA
POERADIREDJA, 1935 – 1941

o Latar Belakang

Dalam masyarakat kolonial pada permulaan abad XX, posisi perempuan seringkali
dianggap tidak terlalu menentukan. Pada masa ini, anggapan yang umum bahwa kewajiban
seorang perempuan adalah mengurus rumah tangga dan mengasuh serta mendidik anak-
anaknya saja. Anak-anak perempuan dididik hanya agar kelak mereka taat pada suami dan
menjadi istri yang baik. Anak-anak perempuan kehadirannya hanya sebatas untuk pernikahan.

Lingkungan pergaulan perempuan hanya sebatas rumah tangga. Akibatnya, pendidikan
bagi perempuan yang tujuannya di luar hal-hal yang berhubungan dengan mengurus rumah
tangga, masih dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu peran perempuan dalam rumah
tangga. Memasuki dasawarsa kedua abad XX, perempuan menjadi semakin sadar mengenai
pentingnya pendidikan bagi mereka. Pada kurun tersebut, beberapa perempuan mulai
menganggap bahwa pendidikan menjadi penting agar mereka kelak mampu menjadi istri dan
ibu yang baik. Kaum perempuan mulai menaruh perhatian pada pentingnya pendidikan
modern.

Sejak 1920-an, gerakan emansipasi perempuan menemukan bentuknya yang baru.
Kaum perempuan menghimpunkan diri dalam organisasi-organisasi. Perkumpulan ini banyak
terlibat pada kerja-kerja sosial. Pada masa-masa ini, pergerakan perempuan memusatkan
perhatiannya terutama pada soal pendidikan dan pernikahan. Beberapa isu penting yang
mengemuka antaralain adalah pemberantasan buta huruf, pendidikan dan pemberdayaan kaum
muda, perawatan ibu hamil dan bayi, pembentukan komite untuk perempuan yang tidak
bekerja, perlindungan anak, dan perlawanan terhadap poligami.

Pada perkembangannya, pergerakan perempuan pun menaruh perhatian pada urusan-
urusan politik. Memasuki tahun 1930-an, mulai banyak perempuan yang menjadi anggota
organisasi-organisasi politik atau mendirikan perkumpulan perempuan yang turut bergerak
dalam bidang politik. Gagasan-gagasan kebangsaan dan kemerdekaan mulai diadaptasi sebagai
bagian dari kerja-kerja mengupayakan emansipasi bagi kaum perempuan. Pada umumnya,
gerakan politik kaum perempuan mengambil jalan kooperatif, yakni bersedia terlibat dalam
struktur politik kenegaraan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial. Melalui jalan kooperatif
ini, kaum perempuan menyuarakan tuntutan politik mereka. Salah satu yang paling
mengemuka adalah tuntutan diberlakukannya hak pilih bagi perempuan. Dalam kampanye-
kampanye menuntut hak politik bagi kaum perempuan, lebih jauh lagi terkait dengan peran
politik perempuan pada masa akhir kolonial Hindia Belanda, ada sosok yang cukup penting
untuk dibicarakan. Dia adalah Émma Poeradiredja.

o Unsur yang dibahas
1. Sekilas Kehidupan Emma Poeradiredja

Émma Poeradiredja, lahir di Cilimus Kuningan, 13 Agustus 1902. Ayahnya adalah
Raden Kardana Poeradiredja (1880-1968) dan ibunya Nyi Mas Siti Djariah (1885-1973).
Keluarga Poeradiredja bisa dikatakan sebagai kelurga yang cukup progresif untuk ukuran masa
itu. R. Poeradiredja, sang ayah, beberapa kali menyampaikan tulisan yang gagasan utamanya
adalah mengenai pentingnya kebangkitan orang Sunda dan Jawa. Émma termasuk perempuan
Sunda yang cukup memperoleh pendidikan Barat. Setamat HIS (Hollandsch-Inlandsche
School), 1919, Émma meneruskan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs) di Batavia dan tamat tahun 1921. Lantas Émma bekerja di Djawatan Kereta Api,
mulamula di Jakarta lalu pindah ke Bandung. Kesempatan Émma dalam menempuh
pendidikan telah membuat pandangannya terhadap kedudukan perempuan menjadi lebih
terbuka dan tidak lagi terlalu terikat dalam pandangan feodalistis yang menempatkan
perempuan hanya sebagai “pengikut” Pria . Émma terlibat dalam banyak organisasi
pergerakan. Mulanya Émma terlibat dalam Bond Inlandsche Studeeren (1917).

Pada 1918, Émma bergabung organisasi Jong Java. Pada organisasi inilah, Émma mula-
mula bertemu dengan gagasan-gagasan mengenai kesetaraan dari para tokoh pergerakan
nasional pada awal abad keduapuluh. Émma semakin intensif terlibat dalam dunia pergerakan
sejak pertengahan 1920-an. Pada 1925, Émma bergabung dengan Jong Islamieten Bond (JIB)
yang dinilainya lebih progresif.

Pada 1926, Émma menjadi voorzitster (ketua) JIB cabang Bandung. Pada tahun yang
sama dia pun menjabat sebagai ketua Natipij, yakni organisasi kepanduan yang diadakan oleh
JIB. Sejak 1926 sampai 1935, Émma merupakan ketua Dameskring Bandung, yang tujuan
utamanya adalah membina kepemimpinan kaum perempuan. Pada 1927, Émma tercatat
sebagai anggota Orde van Dieneren van Indie. Pada 1929, dia merupakan sekretaris
pertunjukan seni Hindia yang diadakan oleh organisasi Mardi Bekso Iromo. Pada 30 Maret
1930, Émma dan kawan-kawan menginisiasi pendirian Pasoendan Bagian Istri (PBI). Pada
perkumpulan yang menjadi bagian PP dalam mengurusi pemberdayaan wanita ini, Émma
dipercaya sebagai ketuanya. Sejak Juni 1931, PBI bertransformasi menjadi Pasoendan Istri
(Pasi) dan Émma kembali terpilih menduduki jabatan ketua. Dalam dunia kepanduan, pada
1930, Émma didaulat menjadi leidster (pemimpin) Pandoe Indonesia. Organisasi ini
merupakan anggota dari perkumpulan pandu dunia, Wereldbeweging. Émma pun tercatat
sebagai lidbestuur (anggota pengurus) Meisjes-Gilde Nederlandsch Indische Padvinders
Vereeniging cabang Bandung. Dalam bidang sosial, Émma tercatat sebagai pendiri sekaligus
ketua Roemah Piatoe di Kopoweg. Lembaga sosial yang didirikan sejak 1935 ini tercatat
sebagai panti sosial pertama di Kota Bandung yang didirikan dan dikelola oleh kaum
perempuan bumiputera.

2. Emma dan Kehidupan Politik

Perjuangan perempuan di Hindia Belanda dalam memperoleh hak politiknya,
khususnya hak pilih dapat dibagi menjadi tiga fase. Pertama, 1908- 1925, ketika batas-batas
legal antara lakilaki dan perempuan ditetapkan dalam penentuan dan pemilihan anggota dewan
perwakilan yang mana perempuan belum diberikan hak pilih maupun dipilih. Kedua, 1925-
1937 yang ditandai dengan munculnya tuntutan terhadap diberikannya hak pilih perempuan.
Ketiga, 1937-1941 saat diskusi dan perdebatan mengenai hak pilih perempuan semakin intensif
dan akhirnya tuntutan membuahkan hasil dengan diberikannya hak pilih pasif pada perempuan.
Pada mulanya, hak pilih hanya diberikan pada pria Eropa yang membayar pajak (1908),
kemudian laki-laki dari komuitas lain (bumiputera dan Timur asing) diberikan hak pilih dengan
ketentuan punya kekayaan dan mampu membaca (1917), selanjutnya semua lakilaki berusia
minimal 21 tahun, membayar pajak dengan penghasilan minimal f300 dan bisa baca tulis
memperoleh hak pilih (1925). Kenyataan ini menunjukkan bahwa penentuan kebijakan di
Hindia Belanda hanya dilakukan oleh sebagian kecil saja dari penduduk. Oleh karena
berdasarkan survey tahun 1930, dari keseluruhan populasi hanya 11% laki-laki yang bisa baca
tulis dan 2% perempuan. Menyadari ketimpangan ini, organisasi perempuan yang pada
pertengahan tahun 1920-an masih fokus terhadap soal sosial seperti pendidikan dan
pernikahan, mulai membuka diri untuk terlibat dalam politik. Hal ini didorong juga oleh
perubahan hukum di Belanda yang mulai mengakomodasi partisipasi politik perempuan.
Gejala ini menyebar ke Hindia Belanda dengan direvisinya regulasi pemungutan suara untuk
pemilihan Dewan Kota pada 1925. Memasuki tahun 1930, mulai berkembang kesadaran bahwa
emansipasi bagi perempuan, sebenarnya terjadi ketika perempuan bahu membahu untuk
perjuangan nasional.

Sejak inilah banyak organisasi perempuan yang menghubungkan diri dengan kelompok
nasionalis yang menempuh jalan kooperasi. Émma termasuk sosok yang sadar betul akan
pentingnya peran politik perempuan, meski sebelum 1938, baik Émma pribadi maupun Pasi
secara formal masih menyatakan tidak terlibat dalam kegiatan politik. Pendirian dan aktivitas
Pasi pada 1930-an nampaknya menunjukkan juga gejala harmonisnya hubungan organisasi
perempuan dengan kelompok nasionalis kooperatif. Émma ungkapkan bahwa kehadiran Pasi
yang bersama-sama dengan Pasoendan dalam mengusahakan kesetaraan dan kesejahteraan
masyarakat, menunjukkan bahwa telah terjadi “kesetaraan” antara peran perempuan laki-laki
dalam gerakan kebangsaan, sebagaimana dituntutkan oleh kebudayaan sunda, yakni “Nji
Soenda salamina aja dina gedengeung Ki Soenda”. Perempuan Sunda berada pada posisi
berdampingan dengan laki-laki Sunda dalam menjalankan peran masing-masing. Keduanya
memiliki kontribusi yang sama besarnya bagi kehidupan. Keduanya memiliki kewajiban yang
sama dalam memajukan bangsa. Pada perjalanannya, gerakan perempuan ini kemudian tumbuh
dengan pengetahuan modern tak hanya terhadap hak perkawinan tetapi juga pada hak pilih.
Usaha-usaha dalam pendidikan dan perbaikan kedudukan perempuan dalam perkawinan ini
pada mula sepenuhnya bersifat nonpolitis, kecuali setelah kegiatan-kegiatan organisasi
perempuan ini dihubungkan dengan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Dalam satu
kesempatan, Émma pernah berpendapat tentang kedudukan kaum bumiputera. Dia menyatakan

bahwa kedudukan kaum bumiputera dalam masyarakat Indonesia masihlah rendah. Mereka
tidak bisa memimpin kehidupan mereka sendiri. Secara sosial politik, kedudukannya sebagai
bangsa terjajah, tidak begitu memuaskan.

Dalam penuturannya, Émma menuliskan: “tempat kedoedoekan kita masih rendah
dalam masjarakat Indonesia. Jang memegang pereconomian di bangsa kita adalah orang lain,
jang memegang kepolietikan adalah bangsa lain, pendeknja kita dalam segala roepa
tergantoeng pada bangsa lain. Keadaan ini tentoelah boekan keadaan jang patoeng. Keadaan ini
haroes beroebah! Kita haroes bekerdja dengan sekoeat-koeatnja oentoek memperbaiki keadaan
bangsa kita iutoe”.

Gagasan mengenai rendahnya kedudukan bumiputera sebagai bangsa jajahan inilah
yang menjadi bibit-bibit bagi keterlibatan dan semakin pekanya perempuan dalam urusan-
urusan politik. Kaum perempuan dituntut untuk ikut berupaya memperbaiki kondisi ini.
Kesadaran tentang kewajiban untuk ikut memperbaiki keadaan anak negeri yang hadir dalam
diri perempuan-perempuan bumiputera besar sekali manfaatnya bagi pergerakan nasional Bagi
Émma, kedudukan perempuan dalam kehidupan bangsa adalah sebagai opgebouwd element,
yakni pembangun dalam setiap bagian masyarakat kebangsaan. Émma berkeyakinan bahwa
sesungguhnya kaum perempuan memiliki pengaruh besar dalam menentukan kehidupan suatu
masyarakat. Dalam penilaian Émma, perempuan, khususnya kaum ibu, adalah pihak yang
sangat berpengaruh terhadap kehidupan suatu bangsa.
o Penutup :

Émma Poeradiredja merupakan salah satu representasi perempuan Sunda dalam
pergerakan perempuan pada pertengahan pertama abad keduapuluh. Émma hadir dengan visi
bahwa dalam kehidupan masyarakat, perempuan dan laki-laki harus bersama-sama bekerja
untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Émma menyatakan bahwa dalam upaya
pemberdayaan perempuan ada tiga tahap yang harus ditempuh, yakni memberdayakan
perempuan dalam rumah tangga, memperkuat posisi perempuan dalam kehidupan sosial
masyarakat, dan melibatkan perempuan dalam kehidupan politik. Melalui keterlibatan dalam
politik, perempuan dapat memperjuangkan hakhaknya sebagai warga negara. Tulisan ini hanya
membicarakan sedikit bagian dari kehidupan Émma Poeradiredja dan pergerakan perempuan di
Indonesia.

o Kesimpulan :

Dalam menganalisis masalah pokok, yakni kiprah dan pemikiran politik Émma
Poeradiredja, selain pendekatan sejarah, digunakan pendekatan politik. Pendekatan ini dapat
membantu mengungkap dinamika perilaku dan pemikiran politik seorang Émma dalam proses
politik pada masa-masa akhir Negara Kolonial Hindia Belanda. Kedudukan perempuan dalam
masyarakat merupakan isu utama dari gerakan perempuan. Hal ini terhubung juga dengan
perjuangan hak-hak kewargaan dalam konteks masyarakat dan sistem politik kolonial. Untuk
memahami dinamika gerakan perempuan dalam sistem politik kolonial tersebut perlu diketahui

beberapa konsep, yakni partisipasi politik perempuan, hak warga negara (citizenship rights),
dan kewargaan kolonial (colonial citizenship).

o Daftar Pustaka

Pusaka, Angga, Widyonugrahanto. ( 2018). DINA MANGSA TAHAPAN KATILU: BIOGRAFI
POLITIK ÉMMA POERADIREDJA, 1935 – 1941 . Jurnal Pantajala, Vol. 10 (No.3),

385-402.

Dirapradja, Ietje Marlina. 2001. Kedudukan Wanita Menak dalam Struktur Masyarakat Sunda.
Disertasi. Bandung: Unpad.

Amin, Sjarif. 2013. Perjoangan Paguyuban Pasundan 1914- 1942. Bandung: Pustaka Jaya.

Ekadjati, Edi. S. 2014. Dari Pentas Sejarah Sunda: Sangkuriang hingga Juanda terj.
Purwanto. Bandung: Kiblat-PSS.

Giddens, Anthony. 1992. Sociology 3rd pr. Cambridge: Polity Press.

Gunseikanbu.2603/ 1943. Orang Indonesia Jang Terkemoeka di Djawa. Jakarta.

Locher-Sholten, Elsbeth.2000. Women and the Colonial State: Essays on Gender and
Modernity in the NederlandsIndie 1900-1942. Amsterdam: Amsterdam University

Press.

Soeharto. 2002. Pagoejoeban Pasoendan 1927-1942: Profil Pergerakan Etno-Nasionalis.
Bandung: Satya Historika.

Vreede-de Stuers, Cora. 2008. Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian terj.
Elvira Rosa dkk. Jakarta: Komunitas Bambu.

4. Judul : Biografi Politik dan Kiprah Politik K.H. Cholil

o Unsur Yang Dibahas

1. Riwayat Hidup :
Muhammad Cholil Badawi merupakan anak terakhir dari 7 bersaudara. Nama “Badawi”

diambil dari nama ayahnya yaitu Achmad Badawi dan ibunya yang bernama Umi Qalsum. Ia lahir di
Magelang-Jawa Tengah, 04 Februari 1932. Rumahnya beralamat di Gang Manjuhri No.6, Kauman,
Magelang atau lebih tepatnya di belakang tidak jauh dari Masjid Besar Kauman Magelang. Chalil
melanjutkan Sekolah Rakyat hingga tamat SMA di Magelang kota kelahirannya. Setelah lulus, di masa
remaja chalil tergugah untuk bergabung dalam Tentara Pelajar (TP). Setamat SMA tahun 1953, Chalil

melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan
Ilmu Administrasi Negara.

2. Kiprah Politik

Perjalanan karir yang begitu panjang yang dialami Chalil memanglah sangat tidak mudah.
Dimulai dengan mengajar di SMEA Magelang yang pada akhirnya ia mulai berkecimbung di dunia
perpolitikan, bahkan sudah Chalil lakukan sejak masih di bangku perkuliahan. Chalil berpolitik
dengan mencalonkan dirinya menjadi anggota DPR sebanyak tiga kali periode pada masa
pemerintahan Presiden Soeharto, berikut pembagiannya :

A. Anggota DPR RI Tahun 1971 – 1977

Berawal dari aktif di berbagai organisasi saat di bangku kuliah saat itu pula ia sudah
mulai terjun di perpolitikan. Tahun 1971 Chalil sudah mulai aktif di dunia perpolitikan karena
ia sudah mulai aktif di partai politik yaitu Parmusi (Partai Muslimin Indonesia) bahkan samp ai
bisa mencapai di meduduki kursi DPR. Pemilu pada saat itu Parmusi berhasil meraih tiga kursi.
Ia memilih di DPR pusat meski di daerah juga mencalonkan diri.

Hasil Pemilihan Umum 1971, yang mulai melaksanakan fungsinya pada tanggal 28
Oktober 1971, yaitu sejak dilantik dan diambil sumpahnya para Angota DPR oleh Ketua
Mahkamah Agung Repubik Indonesia. DPR hasil pemilu ini, mengakhiri masa tugasnya paa
tanggal 1 Oktober 1977. Dengan demikian kurun waktu bekerjanya tidak 5 tahun melainkan 6
tahun yaitu dari Oktober 1971 sampai dengan Oktober 1977.

B. Anggota DPR RI Tahun 1977 – 1982

Pada periode ini K.H Chalil Badawi menjabat di Komisi VIII. Sesuai dengan
Keputusan DPR-RI No.18/DPR-RI/IV/77-78 tentang pembentukan komisi-komisi DPR RI
sesuai ruang lingkupnya masing-masing. Pada periode ini DPR jumlah komisinya sama dengan
tahun sebelumnya yaitu 11 komisi termasuk komisi APBN.

Selama menjabat di komisi VIII Chalil merupakan salah satu anggota DPR yang
memberikan pertanyaan tentang kasus-kasus BNI 1946. Pertanyaan tersebut berkisar kepada
masalah-masalah atau kasus-kasus yang timbul di dalam tubuh BNI 1946 dan dimintakan agar
Pemerintah dapat menanganinya secara tuntas (Pertanyaan dan Penanganannya Terlampir).
Dalam hal tersebut sudah jelas bahwa Chalil sangat berperan aktif dalam masa jabatannya dan
dapat mengikutinya dengan baik. Dalam hal ini komisi VIII yang salah satunya Cholil Badawi,
setelah mengamati dan mengikuti masalah yang timbul di dalam BNI 1946 yang diungkapkan
penjabat-penjabat Pemerintahan maupun media masa. Dalam hal ini komisi VIII mengajukan
beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada Presiden melalui Pimpinan DPR RI untuk
menangani kasus tersebut agar tidak berdampak dengan masalah-masalah lainnya. Akhirnya

sesuai dengan Tata tertib pasal 34 dan 35, maka Pimpinan DPR menyampaikan pertanyaan
tersebut di Rapat Pimpinan dan pertanyaan tersebut diteruskan kepada Presiden dengan
permintaan agar pertanyaan tersebut dijawab saat sidang Paripurna Dewan. Adapun
jawabannya tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 1980 yang disampaikan oleh Menpan
Dr. J.B. Sumarlin.

C. Anggota DPR RI Tahun 1982 – 1987

Dalam periode ini Chalil kembali berkontrib usi untuk mengabdikan diri untuk menjadi
Anggota DPR RI. Ini ketiga kali periode Chalil menjadi politisi yang berkancah di
pemerintahan. Pada periode ini Chalil masuk pada komisi VII membidangi Departemen
Keuangan, Departemen Perdagangan, Departeman Koperasi, Bank Indonesia dan Badan
Urusan Logistik.

Sesuai dengan tugas yang dibidanginya di Departemen Keuangan, permasalahan yang
timbul pada saat itu adalah RUU tentang perpajakan. Dalam pembahasan RUU tentang
perpajakan ini dibahas dengan beberapa pembicaraan supaya bisa menghasilkan Undang-
undang yang bisa membawa kebaikan khususnya untuk bidang perpajakan di indonesia.

Dalam sidang Paripurna tersebut, Cholil Badawi merupakan salah satu juru bicara dari
Fraksi Persatuan Pembangunan. Dalam hal ini dia menyampaikan pandangan umum dari
Fraksi Persatuan Pembangunan yaitu dengan tolak ukur GBHN BAB IV huruf D 13 sebagai
penjabaran pasal 23 ayat (2) UUD 1945. Dalam farksi ini menganggap bahwa pajak adalah
salah satu sumber penting pendapatan negara, kenaikan tidak seimbang secara prposional
dengan meningkatnya pendapatan Nasional sebagai hasil dari Pembangunan yang telah
dilakukan selama ini. Yang pada akhirnya Fraksi Persatuan Pembangunan mengajukan
pandangan RUU tentang Ketentuan Umum Pajakan dengan segala pendapat dan koreksiannya
sekaligus pmbahasannya dan RUU tentang Pajak Perseroan.

D. Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat

K.H Chalil Badawi yang secara resmi menjadi anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat periode 1992 - 1997 sesuai dengan Keputusan Presiden Republik indonesia Nomor
242/M tahun 1992 yang mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan daerah
pemilihan Jawa Tengah (SK Terlampir). Pada pemilu tahun 1992 ia kembali terpilih untuk
berkontribusi di perpolitikan Indonesia yang pada saat itu ia masuk MPR dengan Ketua DKI
K.H Drs. Achmad Suady. Selama menjabat ia melaksanakan tugas dan tanggungjaabnya
dengan baik. Seperti yang diketui bahwa tugas MPR yang tidak begitu kesehariannya
dilakukan hanya saja anggota MPR harus tetap ada setiap waktu dibutuhkan. Tugas yang
paling jelas yakni setaip lima tahun sekali untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden. Namun
ia tidak melanjutkan masa jabatannya, ia diberhentikan secara terhormat karena diangkat
menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung.

E. Anggota Dewan Pertimbangan Agung

Sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234/M Tahun
1993 K.H Chalil Badawi merupakan salah satu yang diangkat menjadi Anggota Dewan
Pertimbangan Agung masa jabatan tahun 1993 -1998 secara resmi yang di ambil sumpah/janji
oleh Mahkamah Agung 9 (SK Terlampir). Ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPA pada
saat itu. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa tugas dari DPA adalah menjawab pertanyaan
Presiden terkait dengan segala permasalahan yang terjadi semasa menjabat. Selain itu DPA
juga memberikan masukan baik secara lisan maupun tulisan sehingga nantinya pemerintahan
dapat mengambil keputusan yang baik dalam memimpin. Menjadi DPA harus siap setiap
waktu dan selalu memberikan nasehat yang baik untuk Presiden.

Selama K.H Chalil Badawi menjabat anggota DPA anggotnya berjumlah 15 orang. Ia
selalu menjalankan tugasnya dengan baik dan tanggungjawab. Selama menjabat ia selalu
mendampingi apapun kegiatan presiden dan selalu mmberikan masukan dan saran kepada
terkait apapun yang menjadi permasalahan negara. Karena memang tugas dari DPA maupun
Wantimpres memiliki tugas dan wewenang yang sama hanya berbeda dengan kedudukannya.
Bagi Cholil Badawi seoang pemimpin harus siap dbangunkan tengah malam.

Selain itu kiprah politik yang dilakukanya adalah mencerminkan perubahan zaman
Orde baru ke Orde Lama yang dulunya ia adalah mantan tokoh Masyumi, yang sangat
ditentang dan sangat dimarginalkan oleh pemerintah. Namun ia adalah satu dari beberapa
tokoh yang yang mampu berkontribusi di pemerintahan Soeharto bahkan sampai DPA, yang
merupakan lembaga yang paling dekat Presiden. Hal ini juga tidak dapat dipungkiri bahawa
bisa saja ini merupakan salah satu perannya yang sempat membina perwira-perwira tinggi
tanah air. Bahwa ia di ajukan atau diusulkan dengan Presiden Soeharto melalui perwira
tersebut, diantaranya Prabowo Subianto yang masa itu merupakan menantunya.

o Kesimpulan :

Chalil menjabat sebagai DPR-RI tiga kali periode secara berturutturut melalui Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).Pertama, Tahun 1971
Chalil menjadi angggota DPRRI Tk.II Kab. Magelang/Jawa Tengah atau sesuai Keputusan
Presiden RI No.107/M. Tahun 1971. Kedua, Tahun 1977 sesuai dengan Keputusan Presiden RI
No. 103/M Tahun 1977. Ketiga, Tahun 1982 sesuai dengan Keputusan Presiden RI No. 150/M
Tahun 1982. Yang pada akhirnya ia pensiun di tahun 1987. Namun pada pemilu tahun 1992 ia
berkontribusi menjadi anggota MPR-RI periode 1992 – 1997 mewakili organisai Partai.
Persatuan Pembangunan melalui pemilu sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 242/M
Tahun 1992. Selain itu belum selesai mejabat di MPR, pada tahun 1993 – 1998 ia resmi
dilantik atau penganbilan sumpah/janji sebagai Dewan Pertimbsngan Agung sebagai Wakil
Ketua sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 234/M Tahun 1993 dan Nomor 241/M Tahun
1993.

o Daftar Pustaka :

Adeliza, Wella Dwi, 2020, BIOGRAFI DAN KIPRAH POLITIK K.H. CHOLIL BADAWI Tahun 1971-
1998, Skripsi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Daud, Safari. “Antara Biografi dan Historiografi” (Studi 36 Buku Biografi di Indonesia)”. Jurnal
Analilis vol.XIII, No.1, 2013.

Effendi, M. Rahmat, dalam Artikel : “Pemikiran Politik Islam Antara Simbolik dan Substantivisik
(Kajian Pra, Masa dan Pasca Orde Baru”. (Dosen tetap Fak. Ushuluddin UNISBA).

EMK. Alidar. “Hukum Islam di Indonesia Pada Masa Orde Baru (1966-1997)”. Jurnal Legitimasi,
Vol. I No.2. (Mahasiswa Program Doktor USU Medan), Januari-Juni 2012.

Gaffar, Afan. “Islam dan Politik dalam Era Orde Baru”. UNISIA, No. 17 Tahun XIII Triwulan VI,
1993.


Click to View FlipBook Version