"Tadi motorku mati ditengah jalan, jadi aku harus mendorongnya" "Kamu lupa ya? Kan kemarin aku sudah bilang kalau jangan kesini diatas jam 18.00. Sudah, ayo cepat masuk" Adeline pun memarkirkan motornya dan langsung masuk ke rumah Monica. Adeline duduk di ruang tamu sambil menunggu Monica yang sedang membuatkannya minum. Sambil menunggu, Adeline melihat-lihat keadaan rumah Monica. Matanya tiba-tiba tertuju pada pintu rumah tersebut. Ia bingung karena melihat kain hitam yang diletakkan diatas pintu. Sesudah Monica selesai membuat minum, ia langsung menghampiri Adeline yang sedang menunggunya di ruang tamu. "Sebenarnya kenapa kok tidak boleh datang ke rumahmu diatas jam 18.00? Dan kenapa ada kain hitam di pintu itu?", Tanya Adeline kebingungan "Ada sosok perempuan yang selalu mengganggu kampung ini. Sosok itu mengganggu orang-orang yang memasuki kampung ini diatas jam 18.00 dan sosok itu juga akan memasuki rumah yang pintunya tidak diberi kain hitam. Jadi, tadi aku kaget saat melihatmu datang diatas jam 18.00" "Oh iya aku lupa kalau aku datang diatas jam 18.00, wah bagaimana ini?" 45
"Tidak apa-apa, pintu rumah ini sudah diberi kain hitam jadi perempuan itu tidak dapat mengganggumu. Aku peringatkan, jangan kamu buka kain hitam itu", jawab Monica sambil menenangkan Adeline Setelah pembicaraan tersebut, tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras dan disertai dengan angin yang kencang. "Aku siapin makan malam dulu ya. Kamu tunggu dulu disini.", Kata Monica Adeline menonton TV yang ada di ruang tamu tersebut, dan kebetulam acara TVnya adalah acara komedi. Adeline tertawa-tawa menonton acara tersebut. Saat sedang asik menonton, angin dari luar bertambah kencang sampai membuat kain hitam yang diletakkan diatas pintu itu jatuh. Melihat hal itu, Adeline langsung mengambil kain tersebut dan menaruhnya di ruang tamu, bukan menaruhnya kembali keatas pintu. Setelah itu, ia lanjut menonton acara komedi yang sedang disiarkan. Tak lama, Monica kembali ke ruang tamu dan duduk di sebelah Adeline. "Mon, lihat deh acaranya lucu. Aku ngga bisa berhenti ketawa dari tadi", ucapnya sambil tertawa "Hahaha", tak lama Monica pun ikut tertawa Semakin lama acara tersebut semakin lucu "Hahahahaha", Monica tertawa 46
Adeline merasa aneh dengan nada tertawa Monica. Ia merasa bahwa Monica tertawa dengan nada yang semakin lama semakin tinggi "Kok Monica tertawanya aneh ya?", Tanya Adeline dalam hati Karena Adeline merasa terganggu dengan suara Monica, Adeline pun langsung menengok ke arah Monica yang duduk di sebelahnya. Saat melihat ke arah Monica, Adeline pun sangat kaget karena melihat Monica berubah menjadi sosok yang menyeramkan. "Loh ternyata dari tadi yang menonton TV dengan ku bukan Monica", ucap Adeline dengan keras Di tengah kepanikan itu, HP Adeline berdering. Ia langsung mengambil HP tersebut dan ternyata itu adalah Monica yang sedang meneleponnya. Adeline langsung mengangkat telepon tersebut "Halo Mon, kamu dimana?" "Aku di ..." "Mon? Monica?" Tak lama telepon pun mati karena tidak ada sinyal Adeline semakin panik. Sosok itu menempel di dinding dengan posisi terbalik. Sosok itu memakai baju berwarna putih, berlidah panjang, dan ada beberapa luka di kepalanya. 47
"Duh Monica kemana? Aku takut sendirian disini", ucap Adeline yang sudah mengekuarkan air mata "Jangan takut, ayo menonton lagi, hahahaha", ucap sosok itu Karena semakin takut, Adeline lari meninggalkan ruang tamu itu "Mau lari kemana? Aku tetap akan mengikutimu" "Jangan!", Ucap Adeline sambil berlari ketakutan Akhirnya Adeline masuk ke suatu kamar dan langsung menutup pintu kamar tersebut. "Aku menemukanmu Adeline" Tak lama, sosok itu menembus dinding kamar tersebut. "Tidak! Jangan ganggu aku" "Kamu telah melanggar peraturan kampung ini, dan kamu yang membuatku dapat masuk ke rumah ini. Sekarang, ayo ikut aku" "Tidak akan aku ikut dengan mu" Adeline semakin menangis, lalu ia berdoa agar sosok itu menghilang. Saat sedang berdoa, sosok itu juga mengikuti doa yang di ucapkan oleh Adeline. Sosok itu seolah-olah sedang mengejek Adeline. "Sudah lah Adeline, ikut saja dengan ku" 48
Adeline sudah tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya meminta tolong sambil berteriak agar ada orang mendengarnya. Ia juga berdoa dalam hati agar sosok itu hilang. Tak lama, Adeline mendengar suara Monica "Adeline, kamu dimana?" "Mon, aku disini" teriak Adeline dari dalam kamar Monica langsung berlari ke arah suara itu. Sesampainya di depan kamar, Monica langsung membuka pintu kamar tersebut. Saat Monica membuka kamar, sosok itu pun hilang. "Kamu kenapa?" "Mon, aku takut. Tadi ada sosok perempuan yang menggangguku" "Line, tenang dulu ya, sosok itu sudah hilang kok", ucap Monica yang sedang menenangkan Adeline. Akhirnya Adeline dapat tenang. Setelah itu, ia langsung menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. "Tadi waktu aku lagi menonton TV, aku melihatmu datang dari arah dapur. Setelah itu aku mengajakmu untuk menonton TV. Di tengah acara aku merasa ada yang aneh dengan suaramu, lalu aku langsung menengok ke arahmu. Saat menengok ke arahmu, aku melihat sosok perempuan 49
dengan lidah yang panjang, berbaju putih, dan ada beberapa luka di kepalanya" "Loh kok sosok itu bisa masuk ke rumah ini?", Tanya Monica heran Setelah itu, Monica memgecek pintu rumahnya. Ia melihat kain hitam yang diletakkan di pintu itu sudah hilang "Line, kain hitam yang ada di pintu ini di mana?" Adeline menuju ruang tamu dan mengambil kain hitam itu "Ini Mon kain hitamnya" "Kamu apain kain ini? Kenapa kain ini bisa di ruang tamu?" "Tadi kain ini jatuh saat ada angin kencang. Jadi aku mengambilnya dan menaruhnya di ruang tamu. Aku pikir biar kamu aja yang nanti menaruhnya kembali keatas pintu" "Pantas saja", ucap Monica sambil menghela napas "Sosok itu dapat masuk ke dalam rumah jika tidak ada kain hitam yang diletakkan diatas pintu", ucapnya "Oh begitu ya. Terus tadi kamu kemana kok tidak ada di rumah?" "Tadi aku sudah bilang kalau aku mau beli minyak dulu di warung. Waktu itu kamu tidak mendengarku karena kamu 50
asik menonton TV. Karena sudah mau hujan, jadi aku langsung pergi saja" "Lama sekali kamu membeli minyak, kan aku jadi diganggu sama sosok itu" "Tadi waktu mau pulang tiba-tiba hujan turun. Karena hujannya deras jadi aku menunggu dulu agar sedikit reda. Saat itu aku menelepon mu tetapi tidak ada sinyal", jelasnya Setelah Monica selesai menjelaskan, ia ingin melanjutkan memasak makanan untuk makan malam. "Sekarang bantu aku masak saja biar kamu tidak takut dan sendirian lagi" "Baiklah" Setelah selesai memasak, mereka berdua langsung makan malam bersama dan lalu tidur karena hari sudah malam. Kejadian ini adalah kejadian yang tak dapat dilupakan oleh mereka, khususnya Adeline. Ia menjadikan ini sebagai sebuah pelajaran. 51
Fright Oleh: Aubry Malka Ch. Namaku Mary Petter Anderson biasa dipanggil Mary. Umurku 16 tahun dan aku memiliki seorang adik laki-laki berumur 6 tahun bernama James Petter Anderson. Aku biasa memanggilnya jem-jem. Kami berdua sangat dekat. Hingga pada suatu hari, kami harus terpisah karena suatu peristiwa. “Mary, ibu pergi dulu ya sayang” Teriak ibu dari ruang tamu. “Makanan ada di meja makan, dan jangan lupa untuk mencuci piring setelah kau selesai makan. Tolong jaga jemjem juga. Ibu dan ayah akan kembali saat matahari terbenam.” Pintu kemudian tertutup dan hanya tinggal 2 orang di rumah. Baru 1 minggu aku dan keluargaku pindah ke rumah baru kami. Rumah baru kami berada di pinggiran kota dan tidak ada satu rumahpun di sana kecuali rumah kami. Perlu waktu 1 jam untuk pergi ke tengah kota. Aku dan jem-jem sudah makan dan kami juga sudah mencuci piring. Aku merasa bosan kemudian, aku mengajak jem-jem untuk berjalan-jalan ke luar rumah. Aku berkata kepda jem-jem, “Ayo jalan-jalan ke luar. Aku bosan. Tapi berjanji jangan beritahu ayah dan ibu.” “Iya Mary aku berjanji!”, katanya dengan bersemangat. 52
Aku dan jem-jem kemudian pergi menjauh dari rumah kami. Jem-jem menaiki sepeda kuning kesayangannya sedangkan aku berjalan di belakangnya. 10 menit berlalu, aku menemukan sebuah rumah kosong yang sangat besar. Gerbangnya telihat terbuka. Aku kemudian memutuskan untuk masuk ke rumah itu. “Jem-jem! Kemarilah dan coba cari aku.” Setelah berkata begitu aku bergegas masuk ke rumah tadi. “Oke Mary aku pasti akan menemukanmu hihihi.” Balas jem-jem dari luar kemudian diikuti suara kakinya yang sedang berlari. Aku masuk ke sebuah kamar yang berada di sudut ruangan. Di dalam kamar itu ada kasur usang yang berdebu juga sebuah lemari kayu yang sudah rusak. Kamar itu terasa sangat pengap namun aku tidak boleh kalah dari jem-jem. Aku mencoba melihat kasur dan lemari tadi lebih dekat dan tibatiba muncullah sosok anak laki-laki dengan wajah yang setengah hancur dan bekas darah yang mengering. Disebelahnya juga terdapat 2 sosok seorang laki-laki dan perempuan dewasa. Jantungku berdegup lebih kencang. Sosok itu masih tertinggal di pikiranku. Terus menghantui pikiranku. Dan membawaku jauh dari kenyataan. Aku kemudian berlari meninggalkan ruangan itu. Berkeliling rumah mencari jem-jem, adik kecilku. Aku 53
kemudian masuk ke sebuah kamar yang berada di lantai atas. Aku melihat jem-jem terduduk di lantai dengan badan yang menggigil, mata yang berkaca-kaca. Aku mendekat dan berkata, “Jem-jem apa yang kau lakukan? Mengapa kau mencekik dirimu sendiri” “Mary. J-j-jangan mendek-k-kat Mary”, kata jem-jem dengan terbata-bata. “Jem-jem apa yang... AAAAAAAAAAAA” Aku menjerit melihat sosok laki-laki yang sangat kurus sedang mencekik jem-jem. Sosok itu sangat kurus hingga aku bisa melihat tulang-tulangnya. Ia juga memiliki rambut putih yang sangat panjang hingga menyentuh lantai. “Aku menemukanmu Mary. Kini giliranmu untuk mencari kami”, ucap sosok tadi kemudian ia menghilang dalam sekejap. “TIDAKKKKKKKKK! AYAHHHH, IBUUUUU!” “Mary! Kau baik-baik saja nak? Apa yang terjadi?” Ibu dan ayahku tiba-tiba muncul dari balik pintu. Sudah terlambat, jem-jem sudah hilang dibawa sosok laki-laki kurus tadi. Meski begitu, aku tetap bercerita apa yang baru saja terjadi. 54
Selesai bercerita, ayahku meminta aku dan ibu untuk tetap di kamar tadi kemudian ia pergi mencari jem-jem. Ayah turun sambil terus meneriaki nama jem-jem. Ayah menemukan jem-jem yang sedang terduduk sambil menangis. Jem-jem ditemukan di kamar lantai bawah, kamar yang tadi aku gunakan untuk bersembunyi. “Jem-jem! Anakku! Tidak apa-apa ayah di sini. Tidak apa-apa... Tidak apa-apa.....”, ucap ayah sembari menenangkan jem-jem yang terus menangis. Ayah kemudian menggendong jem-jem dan berteriak dari bawah bahwa jem-jem sudah ditemukan. Aku dan ibu kemudian bergegas turun untuk menemui mereka. Kami berempat kemudian keluar dari rumah tua tadi. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan bahwa hal yang aku lihat hanya imajinasiku saja. Jem-jem nyatanya tidak pernah hilang. Akulah orang yang membuat skenario tadi di dalam pikiranku. Atau begitulah menurutku. 55
Siapa Dia Oleh: Shayna Arella B.K Di sebuah pedesaan terdapat satu sekolah yang berada tepat di tengah-tengah desa. Sekolah itu adalah sekolah satu-satunya yang ada di desa. Di sekolah itu terdapat seorang murid laki-laki yang bernama Andi. Dia adalah anak yang sangat pintar, tapi sayang dia tidak punya teman. Andi adalah anak yang pendiam dan susah bergaul, jadi setiap hari ia selalu menyendiri. Saat istirahat Andi lebih memilih membaca buku di perpustakan dibanding pergi ke kantin. Tapi entah kenapa perpustakaan akhir-akhir ini sangat ramai, Andi pun mulai tidak nyaman berada di perpustakaan. Di sekolah memang ada 2 perpustakaan, perpustakaan baru berada di area depan dan perpustakaan lama terdapat di area belakang sekolah. Karena keramaian di perpustakaan baru yang mengganggu kenyamanan Andi, ia memutuskan untuk pergi ke perpustkaan lama. Perpustakaan lama ini memang jarang dikunjungi oleh para siswa, bahkan tidak ada guru yang menjaga perpustakaan itu. Tapi perpustakaan itu masih rapih dan bersih. “Wah tempatnya sepi sekali, tidak ada satu orang pun disini”, kata Andi dalam hati. Andi pun memilih buku dan menuju ke area tengah yang terdapat sofa kecil dan meja. Saat sedang asyik membaca, Andi mendengar suara yang berkata, “Hai, siapa namamu?”. Andi pun kebingungan dan mencari dimana suara itu berasal. Suara itu ternyata berasal dari seorang anak perempuan yang berdiri disamping rak 56
buku. Anak perempuan itu menggunakan seragam yang berbeda dengan Andi, wajahnya cantik dan kulitnya putih. Andi pun bertanya, “Siapa kamu?”, dan anak itu pun menjawab dengan senyuman. Tiba-tiba anak perempuan itu berjalan mendekati Andi dan duduk disampingnya. “Apa boleh ku menjadi temanmu Andi?”, Andi terkejut karena anak perempuan itu mengetahui namanya. “Kamu tau namaku?”, jawab Andi heran. “Ya tentu saja, aku selalu memperhatikanmu”, jawab anak itu. Andi pun terdiam dan melanjutkan membaca bukunya. Sebenarnya ia merasa tak nyaman dengan keberadaan anak itu, karena selama ini Andi tidak pernah bergaul dengan siapapun. Tapi tiba-tiba anak itu mulai membuka percakapan lagi, “Kamu suka membaca ya, aku tau buku yang bagus disini”, jawab anak itu. Anak itu pun langsung mengeluarkan buku dan memberikannya kepada Andi. Andi pun sedikit tertarik dengan buku itu, mulai saat itu ia mulai membalas percakapannya dengan anak perempuan itu. Ternyata obrolan mereka membuat Andi merasa sangat senang dan nyaman dengan anak itu. Tak terasa bel istirahat pun berbunyi, Andi bergegas ingin masuk ke kelas. Saat ingin keluar anak itu berkata, “Kapanpun kamu butuh teman datanglah kesini, aku siap menjadi temanmu”, Andi pun mengangguk dan meninggalkan perpustakaan. Keesokan harinya Andi mendatangi perpustakaan lama dan bertemu dengan anak itu lagi. Mereka berbincangbincang dan bermain di sana. Andi sangat senang bisa memiliki teman yang membuatnya tidak merasa kesepian lagi. Setiap hari Andi selalu pergi ke perpustakaan untuk 57
menemui anak perempuan itu. Tanpa Andi sadari ia tak pernah mengetahui siapa nama anak itu dan dari mana dia. Setiap Andi bertanya ,‘’Siapa namamu, sampai detik ini aku belum pernah mengenalmu’’, dan anak itu selalu membalasnya dengan senyuman. Hari-hari berlalu, Andi pun merasa bahwa ia sudah menemukan teman yang membuatnya nyaman. Hingga suatu hari Andi memberanikan diri untuk bertanya pada perempuan itu, “Sebenarnya siapa kamu, kenapa kamu selalu membalas pertanyaan ku dengan senyuman dan kenapa seragammu berbeda dengan ku, dan kenapa aku tidak pernah melihatmu selain di perpustakaan?”, tanya Andi dengan tegas. Anak perempuan itu seakan terdiam dan berkata, “Berjanjilah padaku, setelah mengetahui semua ini jangan menghindar dan takut”, mendengar itu Andi pun terheran. “Takut, kenapa harus takut?”, tanyanya dalam hati. Tiba-tiba anak itu menangis dan berkata “Inilah aku”, air mata yang keluar dari anak itu adalah darah. Wajah anak itu tiba-tiba berubah menjadi wajah yang Andi tidak kenali, kulitnya terlihat banyak luka-luka dan seragam yang ia pakai tiba-tiba penuh bercak darah. Anak itu tersenyum pada Andi, senyumannya sangat lebar sehingga mulutnya terlihat seperti robek. “Ini aku, maafkan aku tidak memberi tahumu selama ini karena aku tahu ketakutanku akan terjadi”. Andi pun langsung lari keluar perpustakaan. Jantungnya berdebar kencang seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat. Saking kencangnya Andi berlari, ia sampai menabrak wali kelasnya. Wali kelas Andi pun heran melihat wajah Andi yang pucat dan keringat dingin. “Ada apa Andi, kamu sakit?”, Andi masih terdiam dan ketakutan. Akhirnya 58
wali kelas mengajaknya ke UKS dan menenangkan Andi. “Andi ada apa, wajahmu pucat sekali dan seperti sedang ketakutan”. Setelah Andi sudah mulai tenang, Andi pun bercerita tentang apa yang ia alami. Wali kelasnya yang mendengar cerita Andi sedikit terkejut dan berkata, “Ternyata dia masih disini”. “Dia, siapa dia?”, tanya Andi. Wali kelas Andi pun mulai bercerita, “Dulu di sekolah ini ada salah satu siswi, anaknya cantik dan kulitnya putih. Anak ini sangat pendiam dan tidak mudah bergaul, setiap hari ia menghabiskan waktunya untuk membaca buku. Anak ini bernama Ann. Ia anak yang sangat pintar, sehingga banyak sekali orang yang iri padanya, salah satunya adalah Kirana. Kirana adalah teman sekelas Ann. Kirana selalu iri pada Ann karena ia cantik dan pintar. Tidak sedikit siswa-siswa yang menyukainya karena kecantikannya. Puncak keirian Kirana terjadi pada saat ia mengetahui laki-laki yang ia sukai ternyata menyatakan perasaannya kepada Ann. Kirana sangat marah kepada Ann, dan mengajak teman-temannya menghampiri Ann saat istirahat. Kirana dan teman-temannya mendatangi Ann dan mulai memukuli Ann. Ann yang hanya sendiri tidak bisa melawan Kirana dan teman-teman yang lain. Ann sangat kesakitan dan meminta teman-temannya untuk berhenti memukulnya, tetapi temannya menghiraukan perkataan itu. Naasnya Ann tewas tepat di sebelah rak buku di perpustakaan akibat perbuatan teman-temannya itu. Seragamnya penuh dengan bercak darah. Sejak kejadian itu, banyak siswa yang diganggu oleh seorang anak perempuan yang selalu berusaha mencari teman karena ia selalu merasa kesepian. Sejak saat 59
itu pihak sekolah pun membangun perpustakaan baru supaya para siswa-siswi dapat membaca buku dengan nyaman, tetapi pihak sekolah tidak menutup perpustakaan lama”. Andi lemas mendengar cerita itu. Wali kelasnya pun mempersilahkan Andi untuk pulang dan beristirahat. Andi menangis seharian didalam kamarnya, ia merasa bahwa Ann lah yang membuatnya merasa tidak kesepian. Tetapi Andi juga tidak menyangka bahwa yang selama ini berada dengannya itu bukan manusia. Keesokan harinya Andi terkejut karena para guru sudah berkumpul di depan perpustakaan lama. “Ada apa ini bu?”, Tanya Andi kepada wali kelasnya. “Andi, pihak sekolah sudah memutuskan untuk menghancurkan perpustakaan ini supaya kejadian yang kamu alami tidak terulang lagi”. Andi sangat sedih mendengarnya, ia merasa tidak akan melihat Ann lagi. Dalam hati ia berkata, “Terimakasih Ann, aku tidak akan pernah melupakanmu”. Mulai detik itu Andi kembali membaca buku di perpustakaan baru dan menjalani kehidupannya seperti biasa, tanpa seorang teman dan selalu kesepian. 60
Kejutan Oleh : Wina Adiasmono Namaku adalah Anka Adelina Vadina. Aku lahir di Semarang tanggal 31 Oktober 2009, saat ini umurku 13 tahun. Aku adalah seorang anak tunggal yang hidup bersama ayah dan ibuku di perbatasan antara pedesaan dan perkotaan. Sekolahku berada di tengah kota yaitu, SMP TARU 1 SEMARANG. Pada pukul 04.00 pagi ibuku selalu sudah bangun untuk bersih-bersih dan kemudian menyiapkan sarapan. Sesaat sesudah menyiapkan sarapan untuk aku dan ayah, ibu membangunkan aku. “ Anka... bangun nak, ini sudah pukul 05.00.” “Hoam.. aduh buk aku masih ngantuk nih, 30 menit lagi ya?” “Mana bisa Anka, yang ada nanti kamu terlambat ke sekolah rumah kamu kan jauh jadi butuh waktu lama untuk perjalanan ke sekolah.” “Ahh.. nanti kan bisa suruh ayah bawa motornya ngebut aja.” “Hey.. tidak boleh seperti itu. Itu bisa membahayakan ayah dan juga diri kamu sendiri. Ayo bangun terus rapikan tempat tidurmu, sudah ditunggu ayah di meja makan untuk sarapan bersama.” 61
“Baik buk.. Anka bangun.” Aku pun bangun untuk merapikan tempat tidur kemudian menuju meja makan. Aku sarapan bersama ayah dan ibu sambil berbincang-bincang. “Ibu dan Anka, ayah sedang ada banyak kerjaan di kantor jadi, nanti ayah izin tidak pulang ke rumah sampai besok ya. Kalian berdua jaga diri baik-baik.” “Iya ayah semangat kerjanya ya.” ucap ibu. “Semangat ayah. Jadi nanti yang jemput Anka siapa dong?” “Ibu kan nanti juga sedang ada urusan di kantor, pulangnya subuh.” “Nanti untuk sementara Anka akan dijemput dan ditemani oleh paman mau tidak?” tanya ayah. “Ahh.. tidak usah deh kalau begitu malah bikin repot paman. Rumah paman kan jauh dari rumah kita. Nanti Anka di rumah sendiri dulu sampai subuh tidak apa-apa. Soalnya kan ibu nanti pulang meskipun pulangnya subuh. Untuk pulangnya Anka naik Gojek aja.” “Yang bener kamu mau di rumah sendiri sampai subuh?” tanya ibu. “Emang kamu berani di rumah sendiri Anka? Sebelumnya kamu belum pernah ditinggal di rumah 62
sendirian, nanti kalau ada apa-apa bagaimana?” tanya ayah dengan serius. “Tidak apa-apa ayah dan ibu, Anka sekalian belajar untuk berani dan mandiri nih..” “Nanti.. Kalau tiba-tiba ada monster yang mau makan Anka bagaimana? Anka.. Aku ingin memakan kamu..” ledek ayah. “Ih.. Ayah ini lo.. Tidak lucu tahu.” “Hahahaha” tawa ayah dan ibu yang sangat geli saat melihat aku sedang kesal. “Baiklah kalau Anka maunya begitu, nanti jaga diri baik-baik ya di rumah sendiri.” nasihat ibu. “Iyaa Anka, kalau semisal ada orang yang tidak dikenal mengetuk pintu tidak usah dibukakan saja.” nasihat ayah. “Siap ayah dan ibu, Anka bakal jaga diri baik-baik.” “Ya sudah, ayo kita berangkat sekarang ayah dan ibu makannya udah selesai semua ini.” “Tunggu, kita bereskan dulu ini agar tidak berantakan.” ucap ibu. “Baik buk.” ucapku yang bersamaan dengan ayah. Setelah membereskan alat-alat makan pada pukul 06.00 tepat kami bertiga berangkat bersama-sama menggunakan mobil. Ayah mengendarai mobil ke sekolah 63
untuk mengantarkan aku terlebih dahulu. Setelah perjalanan 30 menit, sampailah aku di sekolah. Aku berpamitan dengan ayah dan ibu kemudian segera masuk ke sekolah. Karena bel masuk sekolah sebentar lagi akan berbunyi yaitu pukul 06.40. Setelah mengantarkan aku, ayah mengantarkan ibu ke kantor. Kemudian baru ayah menuju kantor sendirian. “Kring...” bel pulang sekolah berbunyi pada pukul 14.00 tepat. Aku dan teman-temanku berkemas-kemas lalu piket kelas. Setelah selesai menyapu dan merapikan meja serta kursi, aku langsung keluar kelas. Aku memesan Gojek untuk pergi ke toko alat tulis terlebih dahulu karena ada beberapa alat tulisku yang sudah habis. Sesudah selesai membeli alat tulis, aku memesan Gocar karena ternyata saat aku berbelanja di dalam toko hujan turun. Sesampainya aku di rumah sudah pukul 16.00. Aku membayar Gocar dan mulai keluar dari mobil. Aku memandangi suasana sekeliling rumah yang tampak sangat sepi karena tidak ada ayah dan ibu. Meskipun hanya mereka berdua, namun menurutku hanya mereka yang dapat menghidupkan suasana ramai di dalam rumah. Aku mulai masuk ke dalam rumah untuk membereskan apa saja yang baru aku beli untuk sekolah besok. Setelah itu aku mandi dan mulai memasak makan malam sendiri, yaitu nasi goreng. Aku sudah bisa memasak sendiri karena diajari oleh ibu saat SD kelas 6. Pada saat memasak tiba-tiba... 64
“Gubrak..” ada suara seperti benda terjatuh di depan rumah. “Astaga.. suara apa itu? Kok keras sekali.. ihh jadi merinding deh, jangan-jangan itu monster!” “Haduh.. kok jadi kepikiran monster sih. Gara-gara ayah nii, dahlah ngga usah aku hiraukan suara itu tadi. Paling juga kucing menjatuhkan pot bunga milik mama.” Aku tetap mulai melanjutkan memasak hingga selesai tanpa mengecek suara tadi. Sesudah selesai memasak aku langsung memakan makan malam buatanku dan kemudian mencuci alat makan yang sudah aku gunakan. Sekarang saatnya aku mulai belajar untuk besok. Pada saat aku belajar di kamar semua aman terkendali. Namun tiba-tiba suara seperti benda terjatuh di depan rumah kembali terdengar lagi. Aku takut jika itu adalah monster, aku tidak berani mengecek keluar rumah. Aku berdiam diri di dalam kamar tidak mau keluar karna ketakutan. Suara itu makin lama makin keras dan terus berulang. “Aduh.. bagaimana ini? Aku sudah sangat ketakutan sendirian di sini.. huhuu..” Aku mulai menelepon ayah, namun tidak ada respon sama sekali. Kemudian aku menelepon ibu, dan sama saja tidak ada respon sama sekali, mereka berdua tidak ada kabar sejak seharian ini. Dan akhirnya tidak ada pilihan lain, aku 65
menelepon paman dan menyuruhnya untuk datang ke rumah menemani aku hingga ayah ibu pulang karena aku sudah benar-benar ketakutan oleh suara itu. “Tok.. Tok.. Tok..” Aku mulai lega mendengar suara ketukan pintu itu karena aku yakin itu pasti paman. Aku segera menuju ke pintu tersebut dan membukanya, namun... saat aku bukakan ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Jantungku berhenti beberapa detik sebab ketakutan sangat hebat. Aku segera menutup pintu kemudian lari menuju kamar. “Tok.. Tok.. Tok..” Aku sudah tidak berani membukakan pintu lagi. Namun makin lama suara ketukan pintu tersebut makin kencang. Ketakutanku pun semakin hebat. Sesaat kemudian paman menelepon berkata jika paman sudah ada di depan rumah dan mengetuk pintu sejak tadi. Aku kembali menuju ke pintu dan membukanya kembali, aku berharap tidak terjadi apa-apa. Namun ternyata pada saat aku bukakan.. boom, alangkah sangat terkejutnya aku. Sudah ada ayah, ibu, paman serta sanak saudara yang lainnya berada di depan rumah sambil mengenakan pakaian Halloween. Aku baru ingat jika ini adalah hari ulang tahunku yang bersamaan dengan Halloween. Ternyata mereka semua 66
bekerja sama untuk mengerjai aku. Aku sangat kesal, tapi aku akhirnya senang karena semuanya beramai-ramai merayakan hari ulang tahunku. 67
Sebuah Lentera Oleh: Lintang Saviori P. S. Raka mengendarai sepeda motornya, sambil melalui jalan yang sepi, hanya ada beberapa mobil dan motor yang lewat. Gedung –Gedung, toko, rumah, semuanya sudah gelap dan diam. Yang menerangi hanyalah bulan dan lampu - lampu jalan yang redup. Setelah beberapa saat, sampailah Raka di rumahnya. Rumahnya tidaklah besar, berwarna abu-abu dan hanya memiliki tiga ruang dan satu kamar mandi. Setelah memasukkan sepeda motornya, Raka masuk ke kamarnya, menggantungkan jaket, lalu duduk di kasur di kamarnya. Dengan lelah, Raka melepas sepatu dan kaos kakinya, dan berbaring. “Ah, lihat siapa yang baru pulang,” kata suara lemah berbicara kepadanya. Raka berpaling, dan menjawab, “Oh, hai lagi, Harsly”. Raka tidak pernah tahu dan mengerti, makhluk apa Harsly itu. Badannya tinggi, tertutup jubah kain coklat dan memiliki mata hijau dan besar, memiliki gigi dan taring yang mengerikan. Harsly selalu muncul entah dari mana seperti hantu, dan hanya Raka yang bisa melihat sosok Harsly ini. Raka bertemu Harsly setelah orang tuanya meninggal lima tahun lalu, Harsly selalu muncul dan berbicara dengan Raka. Jika sedang sedih, Harsly datang, bukan untuk menghibur, Harsly malah membuat Raka merasa lebih sedih. Saat ini Harsly, berdiri di sebelah kasur, bertanya pada Raka, “Hari ini menyedihkan seperti biasanya, hm?” Harsly tersenyum lebar dengan tampang menghina, “Begitulah, hari ini hanya empat pelanggan yang datang,” jawab Raka. “Ha!, tempat itu tidak pernah 68
laku kan? Tentu, karena kejelekanmu tempat itu tidak laku!” kata Harsly, tertawa meledek. Memang sejak pertama bertemu, Harsly selalu menghina dan mengganggu Raka, entah soal penampilan atau keadaan Raka. Perkataan Harsly selalu membuat Raka merasa bersalah, merasa dirinya jelek dan buruk, dan patah hati. Walaupun Harsly sangat mengganggu dan membuat sedih, Raka hanya pasrah dan hidup dengannya, karena Raka tidak bisa menyingkirkan Harsly. Raka berpaling dari Harsley, dan mencoba tidur. Dalam hati, Raka merasa sangat sedih, mengingat keadaannya. Tetapi Rakatahu, walau dalam keadaan terpuruk, suatu saat di akan bangkit, menyingkirkan Harsley dan hidup bahagia. Itulah pikiran yang membuatnya masih hidup sampai sekarang. Lama kelamaan, tawa Harsly menghilang, dan Raka tertidur. Hari berjalan seperti biasanya. Mini market sepi, Raka hanya bisa membaca koran, atau berbicara pada Ali, yang bertugas mengisi rak mini market. Seperti hari ini, saat Ali datang seperti biasa untuk mengisi rak makanan ringan, Ali melihat ada keripik rasa ayam dan telur. Lalu Ali dan Raka berdebat tentang mana yang datang lebih dulu, telur atau ayam. Perbincangan dengan Ali selalu membuat Raka lupa soal kesedihannya, dan membuat Raka bahagia. Kemudian, Ali pergi dari mini market untuk pergi ke mini market lainnya. Ada rasa sepi dan hampa di hati Raka. Dan Harsly muncul lagi, “Hohoho, Ali meninggalkanmu sendiri. Lagi. Aku yakin dia tidak betah melihat dirimu!” kata Harsly. “Sudahlah, tinggalkan aku sendiri.” Lalu datanglah seorang wanita muda ke mini market itu. Wanita itu tampak masih muda, mungkin 69
seumuran Raka. Wanita itu memiliki kulit putih bersih, badan ramping, dan rambut hitam. Ia mengambil sebotol minuman soda, lalu ke kasir. “Apakah ada hal lain yang ingin anda beli?” “Tidak ada, mas. itu saja,” jawab wanita tersebut dengan suara lembut. Setelah selesai, Raka berkata, “Baik, semua jadinya sepuluh ribu, ya.” Lalu wanita itu mengambil dompet dari tas kecilnya, dan menyodorkan uang sepuluh ribu pada Raka. Wanita itu pergi, namun dompet wanita tersebut jatuh dari tasnya tanpa sepengetahuan wanita itu. Dengan cepat, Raka memungut dompet itu dan mengejar Wanita, “Mbak, ini dompet anda! Tadi jatuh!” seru Raka. “Astaga! Kok bisa jatuh!” kata wanita itu. Wanita itu pun berhenti tepat di bawah tiang lampu di tepi jalan dan menerima dompet tersebut. Wanita itupun berterimakasih, “Terimakasih mas... maaf belum kenalan ya. Nama mas siapa?” “Oh, R-Raka mbak,” Jawab Ethan sambil terbata – bata karena gugup. “Ooh, Mas Raka tha. Perkenalkan, namaku Lili.” Kata Wanita, yang ternyata bernama Lili. “Ya sudah, senang ketemu kamu ya, Raka. Tapi sekarang aku harus kembali ke tempat kerjaku di sana,” kata Lili, menunjuk sebuah restoran yang berada di pinggir jalan, cukup dekat dari supermarket. Raka kembali tetapi sambil memikirkan tentang kecantikan dan kelembutan Lili. Saat itu juga, muncullah Harsly dan berbicara dengan Raka. Harsly terkejut melihat Raka tersenyum, karena sudah lama sekali sejak Raka tersenyum. “Wah, tumben sekali kamu tersenyum. Ada apa dengan wanita itu hah?”Raka menatap Harsly, dan berkata, “Harsly, sepertinya aku jatuh cinta.” 70
Hari itu Raka dapat pulang lebih awal, ia berencana mencari tempat makan untuk makan malam. Dia teringat restoran yang merupakan tempat kerja Lili. Raka pergi ke restoran tersebut, Raka duduk di salah satu tempat duduk, lalu datanglah pekerja, dengan pakaian merah dan sambil membawa kertas dan pena untuk menulis pesanan. “Baik, mas, mau pesan apa?” tanya pekerja itu. Raka yang langsung mengenali suara itupun lantas berpaling kea rah pekerja terebut, “Eh, Lili, ketemu lagi.” “Owalah, mas Raka ternyata,” kata Lili. Raka merasa senang, karena Lili mengingat namanya. Raka pun memesan makanan dan setelah Lili menyodorkan pesanan itu ke koki, Lili duduk dengan Raka. Jantung Raka berdebar kencang. Mereka berbicara tentang banyak hal, tentang restoran ini milik bibi Lili sampai Raka bercerita tentang keluargnya. Selama berbincang, Raka tak bisa berhenti menatap mata Lili. Setiap dekat dengan Lili, Raka merasakan suatu perasaan, yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Rasa tentram, rasa sangat bahagia, tenang, dan ingin terus bersama dengan Lili. Mereka berdua berbicara cukup lama, sampai makanan yang dipesan Raka jadi, lalu Lili kembali melakukan pekerjaannya. Sebelum pulang, Raka menemui Lili yang sedang mengepel lantai. “Li, aku pulang dulu ya,” kata Ethan. “Oh iya mas, hati – hati di jalan ya!”. Sesampainya di rumah, Raka tidak bisa tidur malam itu karena rasa bahagianya. Lalu muncul si Harsly “Halo, pecundang! Bagaimana kabar hidupmu yang menyedi-“ perkataan Harsly terpotong karena melihat Raka tampak bahagia. Dengan sangat heran Harsly bertanya, “Hei, nak, ada apa 7071
dengan kamu? Bukannya hidupmu buruk? Bagaimana kamu bisa tersenyum?” Raka menjawab, “Aku bertemu dengan Lili lagi dan berbincang dengannya, dan sekarang, dia dekat sekali dengan aku.” “HAHAHAHA! Orang seperti Lina mana mau sama kamu! Dia mungkin hanya baik saja dengan kamu. Tidak usah pikir yang jauh – jauh!” Ejek Harsly seperti biasa. “Biarkan aku bahagia! Sudah lama sekali aku tidak seperti ini.” Kata Raka sebelum ahkirnya mengusir Harsly. Hari hari berlalu, kedekatan Lili dan Raka pun semakin hari semakin dekat. Raka dengan girang menutup mini market, dia senang karena dia akan bertemu dan menghabiskan waktu berdua dengan Lili lagi. Ia pergi ke restoran Lili, namun saat dia akan masuk, dia melihat Lili duduk di tempat dia mereka biasanya duduk, namun kali ini Lili sedang berbincang dengan seorang laki – laki. Raka tampaknya mengenal pria itu, dan ternyata, itu adalah pria kaya yang tadi menjadi pelanggan mini marketnya. Lili tampak senang berbicara dengan pria itu, mereka tampaknya membincangkan sesuatu yang seru. Senyum di wajah Raka memudar.,hanya bisa melihat dari luar. Lili dan lelaki itu berdiri, mereka keluar menuju parkiran. Raka dengan segera bersembunyi di balik pohon, masih memandangi mereka, lalu mereka dengan mobil lelaki itu pergi. Raka merasakan patah hati, dan dingin dengan cepat memenuhi tubuhnya. Lalu, dia merasakan ada cakar kucing besar menyentuh Pundak Raka. 72
“Aku benar kan? Wanita itu tidak tertarik denganmu! HAHAHA!” Kata Harsly yang muncul tiba – tiba setelah dua hari tidak hadir. Raka dengan murung segera lari ke sepeda motornya, lalu mengendarai dengan cepat ke rumah, ia menangis, masih tidak percaya. Harsly, duduk di bagian belakang motor, “Wanita itu mengkhianatimu, hah? Pasti kamu merasa dikhianati! Hohoho malangnya kamu itu!” Segala kebahagiaan yang bisa dipikirkan Raka hilang sekejap mata. Dia merasakan dingin, kedinginan itu menusuk tulang dan hatinya. Sesampainya di rumah, Raka langsung ke ranjangnya, meratapi keadaannya. Harsly, tertawa sangat puas, terus menghina Raka, Raka sudah putus asa. Dia mulai merasa semua yang dikatakan Harsly itu benar. Dia juga berpikir kesendirian dalam hidupnya tidak akan hilang. Dia mulai berpikir, kalau hidupnya itu tidak bermakna. Senyuman licik Harsly dan mata hijau besarnya masih menghantui dan menertawakan Raka. Seiring berjalannya waktu, tangisan Raka berkurang, mulai tenang, dan tertidur. Dan sekarang, yang ada hanya kegelapan. Raka berdiri di sebuah tempat yang sangat gelap. Raka mencoba untuk melihat sekitarnya, namun yang hanya dia bisa lihat hanyalah kegelapan. Tempat itu sangat sunyi, satu – satunya suara yang terdengar adalah angin yang berhembus. Angin itu berhembus kencang, dan rasa 73
dingin dari angin itu menerpa Raka. Raka berpikir, dimanakah aku? Apakah ini kematian? Raka berjalan dan berlari ke sana kemari, namun itu tidak membawa Raka ke mana – mana. Raka berteriak minta tolong, tetapi tidak ada yang menjawab, hanya ada kekosongan dan kegelapan. Rakapun duduk, menangis, tahu jika tidak ada jalan keluar, tidak ada harapan, ia memikirkan apa saja yang ia perbuat, hingga harus merasakan penderitaan seperti ini. Lalu, datanglah sepercik cahaya. Raka dengan cepat berpaling ke arah cahaya itu, hanya sebuah titik kecil, semakin lama semakin mendekat. Ternyata cahaya itu adalah sebuah lentera, dibawa oleh seekor merpati putih, lebih putih dari semua merpati yang pernah Raka lihat. Rakapun berhenti menangis, dan berdiri. Merpati itu sampai didepan Raka dan berkata, “Ambil lentera ini, anakku,” kata suara misterius yang terdengar oleh Raka, datang dari merpati itu. Raka terkejut, dengan takut bertanya pada merpati itu,”Siapakah kamu?” “Itu tidak penting. Ambillah lentera ini,” jawab merpati itu. Raka dengan ragu mengambil lentera itu, tanpa mengalihkan pandangannya dari merpati itu, dengan bingung menatap lentera yang diberikan merpati itu. Cahaya api di dalamnya menerangi tempat itu. Raka tidak lagi merasakan dingin, yang ia rasakan adalah kehangatan api lentera itu. Merpati itu berkata, “Anak muda, api lentera itu menghangatkanmu, kan? Sama 74
dengannya dengan cinta. Cinta datang entah dari mana ke hidupmu. Dan cinta mengisi kehampaan, dan membuat hidupmu terarah.” Raka menyadari bahwa cahaya lentera itu membuat jalan yang berada di bawah Raka terlihat, dengan pelan dan pasti mengikuti arah jalan tersebut, tahu bahwa jalan itu akan mengeluarkannyna dari kehampaan dan kegelapan tempat itu. Melalui belokan, tanjakan, dan turunan jalan itu, sebelum ahkirnya datanglah angin, meniup api yang ada di lentera itu. Api lentera itu hampir mati, sehingga membuat cahaya itu redup dan berkelap – kelip, Raka dengan panik menghalangi arah datangnya angin dengan tangannya. Raka merasakan dingin itu lagi, Merpati itu hanya memandang tangan Raka yang berusaha melindungi api lentera itu. “Ah, angin. Angin akan datang di jalanmu, terus mengganggu dan mengganggu, angin akan terus berusaha mematikan api lenteramu. Dan jika api lenteramu mati, kamu tahu apa yang terjadi?” Raka, yang masih berusaha menghadang angin, menatap merpati itu, menjawab, “Aku akan kedinginan, dan kehilangan cahaya yang menerangi jalanku.” Merpati itu, tampak tersenyum, berkata, “Benar sekali. Sungguh penting untuk melindungi api ini. Kehilangan api ini akan membuatmu terjebak dalam dingin dan kekosongan. Sama halnya dengan cinta. Cinta akan hilang, akan terus diganggu oleh banyak hal, seperti perkataan buruk orang lain, salah paham, bahkan pikiran buruk dari dirimu 75
sendiri. Dan jika cinta itu hilang dan mati, jiwamu juga akan mati dalam kehampaan.” Kemudian, datanglah sebuah angin kencang, dan mematikan api lentera itu dengan cepat, dan menjatuhkan lentera itu. Cahaya langsung hilang dari lentera itu. Raka langsung merasakan dingin mencengkeram tubuhnya. Sang merpati itu terbang dan mendarat ke depan lentera yang jatuh. Dengan putus asa, Raka berkata pada merpati itu, “Api itu mati, padahal aku sudah berusaha melindungi lentera itu. Sekarang aku terjebak di sini, selamanya.” Raka mulai meneteskan air mata lagi, memukul - mukul kepalanya sendiri, merasa bersalah karena api itu padam. Angin berhembus lagi, membuat badan Raka semakin kedinginan. Sang merpati, dengan pelan mendekati Raka dan mengelus tangan Raka dengan sayapnya. “Tidak apa – apa Raka, ada kalanya api itu mati, dan hilang. Bukan karena salahmu, melainkan angin itu. Banyak yang terjadi di hidup ini. Dan kejadian hidup itu dapat merenggut dan menghilangkan cintamu dari muka bumi. Dan itu semua bukan salahmu. Itu memanglah takdir. Memang tampak tidak ada harapan, tapi kamu harus yakin, karena cinta dapat engkau peroleh lagi, namun kamu harus mencarinya. Temukan, lalu pertahankan cinta itu!” Raka sadar, jika hanya menangis dan diam, Raka tidak akan mendapatkan apa – apa. Raka langsung bangun, 76
dan mengambil lentera itu. Raka meraba – raba tanah sekitarnya, mencari sesuatu yang mungkin untuk menyalakan api, dan tanpa terduga, Raka menemukan dua buah batu. Raka , yang sekarang merasa ada harapan, meletakkan lentera itu di tanah, menggesekkan kedua batu itu ke arah lentera itu dengan kencang. Raka terus menggesekkan batu itu, namun tak ada percikan yang keluar, Raka berhenti sejenak karena tangannya lelah. “Tidak mungkin.” “Jangan putus asa. Kamu pasti bisa!” Raka yang mendegar mulai memiliki harapan, ia menggesek batu itu lagi, dengan sangat kuat, akhirnya percikan api keluar dari gesekan batu itu, dan lentera itu menyala. Raka berteriak karena bahagia, dan berdiri lagi untuk melanjutkan perjalanan untuk keluar dari tempat itu. Sang merpati terbang dan kembali ke pundak Raka. Raka melanjutkan perjalanan. Angin datang dan pergi, mencoba meniup api itu. Namun Raka berhasil mempertahankannya. Mereka berjalan, hingga sampai ke depan sebuah pintu. Pintu itu terbuat dari kayu tua. Pintu itu tidak menempel ke dinding apapun, sehingga hanya terlihat seperti pintu yang berdiri di tempat kosong. Raka sadar, bahwa ini adalah akhir perjalanan. Raka melihat ke sang merpati, dan merpati itu mengangguk setuju. Raka menghembuskan nafas, dan membuka pintu itu. Cahaya dari balik pintu itu membutakan Raka, dan Raka-pun melangkah maju. 77
Raka membuka matanya, dan sekarang dia duduk di kasurnya. Raka menyadari bahwa yang baru terjadi adalah mimpi, ia mengambil waktu merenung, mengingat semua yang terjadi di mimpi itu, dan semua yang merpati misterius itu katakan. Raka tahu apa yang harus dilakukan. Dia melihat jam, dan waktu menunjukkan pukul empat pagi. Harsly muncul, dengan senyuman lebarnya yang mengganggu, dan berkata, “Hai, manusia tanpa cinta! Bagaimana kabarmu?” Raka tidak mendengarkan, ia langsung mengeluarkan motornya. Langit masih gelap, namun Raka menyalakan motornya. Harsly, yang bingung, mengikuti dan bertanya, “Hei, kemana kamu mau pergi? Apakah kamu mau ke jembatan, untuk melompat?” “Apa maksudmu pria lain?” Lili mengambil waktu berpikir, lalu tersadar sesuatu. Lili tertawa. Raka hanya memandanginya, bingung. Lili pun menampar tangan Raka lalu berkata, “Oh, kamu pasti lihat aku sama Brandon! Brandon itu anak bibiku, makanya aku dekat sama dia. Lagipula, jika dia bukan sepupuku, aku lebih memilih kamu kok.” Lili tersenyum dan memegang tangan Raka. Lili menatap mata Raka, dan berkata, “Kamu yang paling ganteng untuk aku, Raka. Walaupun mungkin menurutmu kamu banyak kekurangan, kamu yang paling sempurna bagi aku.” 78
Lili mendekatkan kepalanya ke kepala Raka, lalu berbisik, “Aku mencintaimu, Raka,” lalu memeluknya. Mereka berpelukan untuk beberapa saat. Raka merasakan emosi yang tidak bisa dijelaskan. Bingung, kaget, semuanya tecampur jadi satu bagaikan adonan. Yang jelas, dia merasa sangat bahagia. Selesainya berpelukan, matahari terbit. Cahaya matahari yang terang dan hangat mulai menerangi mereka. Lili pun meminta Raka untuk mengantarnya ke restoran. Sebelumnya berangkat, Raka berpaling ke arah tempat dia berpelukan. Harsly, berdiri di situ, nampak terkejut. Lalu Harsly menatap Raka, “Ternyata kamu memang bisa menerima cinta.” Harsly menatap langit yang sudah terang. Harsly memejamkan matanya, dan berkata dengan pelan, “Aku salah. Ternyata memang ada cinta tersisa di dunia ini untukmu.” Lalu menghilang. Raka tahu, bahwa kedepannya, ia akan bahagia. Raka mengendarai sepeda motornya, dengan Lili memeluknya dari belakang dengan rasa sayang, dan pergi. Sepuluh tahun berlalu. Raka duduk di kursi di depan rumahnya yang berwarna biru cerah. Dia memandangi bunga – bunga yang tertanam di depan rumahnya, sambil meminum secangkir teh. Lalu keluarlah Lili dari rumah, sambil menggendong anak laki - lakinya yang berumur lima bulan, Arthur. Anak laki – lakinya yang lebih tua, yang berumur tujuh tahun, Axel, keluar dari rumah mengikuti ibunya dengan ransel di belakang punggungnya. Saat 79
perjalanan, Raka melewati tempat dia memeluk Lili sepuluh tahun lalu. Pinggir jalan itu sekarang sudah direnovasi dan trotoarnya sudah diganti. Di situ, Raka melihat seekor merpati putih. Merpati putih itu menatap mata Raka, dan mengangguk, lalu terbang dan pergi. Raka berpikir, betapa bahagianya ia sekarang, dan betapa penuh hatinya dengan cinta. Bagaimana dengan Harsly? Raka sudah lupa dengan Harsly, ia menghilang, dan tidak pernah mengganggu Raka lagi. Sekarang Raka sudah bahagia bersama Lili. Kekosongan di jiwanya sudah terisi dengan rasa cinta pada istri dan anak – anaknya. Hidupnya sudah terarah. Dan Raka hidup bahagia bersama Lili sampai akhir hayatnya. 80
Penutup David Lodge pernah menyampaikan bahwa "Bisa dikatakan bahwa cerpen pada hakikatnya haruslah mengarah pada penutupnya". Oleh karena itu, di akhir halaman ini kami ingin menyampaikan pesan penutup untuk mengakhiri buku kami yang berjudul 'Kisahku Kisah kita'. Kami menyadari bahwa buku ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan kata dalam buku ini.