BELUM SAATNYA TANIA FEBY LOURENT MANIK
BELUM SAATNYA PENULIS : TANIA FEBY LOURENT MANIK EDITOR : TANIA FEBY LOURENT MANIK PENERBIT : TANIA FEBY LOURENT MANIK
DAFTAR ISI PROLOG ISI BIODATA PENULIS i 1 2 11 i
Allitha atau yang biasa dipanggil lita, anak berumur 10 tahun. Ia termasuk gadis yang pandai dalam semua mata pelajaran, sehingga dia bisa menyendiri tanpa adanya seorang teman. Kesehariannya ia habiskan dengan bermain handphone, dan interaksi yang ia lakukan hanya dengan asisten rumah tangganya. Setelah itu hanya handphonelah, yang menjadi temannya dalam menghabiskan waktu. "Lita, mama berangkat dulu, yaa?" Allitha hanya mengangguk. Allitha ngga mau menatap yang lain, selain layar handphonenya. Waktu terasa lebih cepat saat Allitha bermain dengan handphonenya. Melupakan kegiatan yang seharusnya ia lakukan. *** Bel pulang telah berbunyi beberapa menit yang lalu, beberapa siswa memilih untuk segera menghampiri rumahnya. Ada juga yang memilih untuk menghabiskan waktunya sekedar bertukar cerita tentang rencana saat mereka akan kembali. "Gita, Hari ini kita main lompat tali, yuk?" tanya Karina seraya memasukkan barang-barangnya. "Yuk! Mama juga udah ngomel-ngomel. Tanamannya habis kita potongin buat main masak-masak" jelasnya diakhiri dengan tertawa. 1
Langkah Allitha terhenti, ia terdiam sejenak mendengarkan rencana teman-temannya. Ia sedikit tertarik, namun ia kembali fokus pada dunia nya sendiri. *** Hari berlalu dengan cepat, hingga tanpa sadar kini malam telah menjadi pagi. Allitha bergerak menuruni kasurnya, dan segera bersiap untuk ke sekolah. Langkah Allitha perlahan terhenti saat melihat Gio, siswa pindahan yang sedang asik bermain bersama teman kelasnya. Allitha merasa bingung, perasaan apa yang membuat jantungnya berdebar. Padahal saat ini ia tidak sedang menunggu waktu ujian. Tidak! Bahkan detakannya melebihi rasa gugup ketika menunggu saatsaat ujian. Allitha mencoba mengatur kembali detakan jantungnya dengan mengartur napas. "Kamu dari tadi memegang dadamu terus? Apakah kamu sama seperti nenekku? Jantungan!?" tanya Gio dengan tiba-tiba. "Ha? Apa ... apa aku terlihat seperti orang yang sakit jantung?" tanya Allitha mencoba untuk tenang. "Hei santai! Aku hanya bertanya, soalnya dari tadi kamu diam dan memegang dadamu terus. Aku takut kamu sedang sakit!" ujarnya. 2
Perasaan Allitha sangat berbunga-bunga. Bagaimana tidak! Orang yang dari tadi membuat jantungnya berdetak sangat cepat sekarang memberikannya perhatian. Allitha ingin sekali berteriak, tetapi ia merasakan mulutnya sedang terkunci rapat. "Gio, ayo kita main bola!" ajak seorang anak perempuan yang sedang berpakaian seragam olahraga yang sama dengan Gio. Kini Allitha merasa marah, ia merasa kesal menatap pemandangan dimana tangan Gio berada di genggaman orang lain. "Aku ke kelas duluan, yaa" pamit Allitha dengan wajah yang kesal. *** Pelajaran matematika, pelajaran yang selalu Allitha sukai. Otaknya seakan menjadi kalkulator ketika ia menyelesaikan beberapa soal. Namun kali ini, ia menjadi linglung dan menjadi tidak tahu apa-apa dalam beberapa detik. Ia bahkan tidak dapat mencerna setiap penjelasan mudah dari gurunya. Hatinya gelisah, pemikirannya terus terarah kepada Gio. "Teman-teman, hari ini Gio ngajakin kita untuk bertamu ke rumahnya. Katanya sih, untuk acara syukuran pindahan," teriak Gita tetangga Gio. 3
"Gita, di sana banyak makanan, kan?" Pertanyaan yang menuai sorakan. Kelas menjadi berisik, beberapa siswa bermain dengan origami pesawat, dan yang lain bercerita tentang kartun kesukaannya. Hanya Allitha yang terdiam, ia sama sekali tidak memahami semua yang menjadi topik pembicaraan. Allitha kembali mengambil handphonenya, dan menonton drama favoritnya. Terlihat beberapa adegan dimana seorang wanita melakukan beberapa hal untuk menarik perhatian wanita lainnya. Allitha mendapatkan ide, ia memilih untuk ikut menghabiskan waktunya dengan cara yang berbeda. Kali ini ia akan memilih untuk ikut bersama temannya, menghabiskan waktu bersama sebagai tamu di rumah Gio. *** "Siang, Om, Tante!" ucap mereka bersamaan. Semua siswa dan para guru mulai memasuki ruang tamu. Terlihat beberapa makanan dan minuman mulai di keluarkan dan mengisi meja makan. Kepala sekolah mengberikan ucapan terima kasih, hingga diakhiri dengan tawa karena mendengar suara berisik dari perut beberapa orang siswa yang mulai kelaparan. 4
Alittha mulai mencari perhatian. Di mulai dengan membantu orang catering membereskan piring kotor, lalu membantu melayani tamu. Orang tua Gio merasa heran dengan tingkah Allitha, sehingga memberikan pengertian kepada Gio untuk berbicara dengan Allitha. "Kau tak perlu melakukan semua ini!" Allitha terkejut, jantungnya mulai berdebar dengan cepat. Debaran itu kembali menghampirinya. "Gio? Kamu kan anak pemilik acara, jangan di sini, sebaiknya dengan orangtua kamu sana, nyambut tamu!" ucapnya dengan napas yang tersengal-sengal. Gio tersenyum, "Kamu sendiri tamu, Kenapa nggak bersikap sebagai tamu saja. Duduk saja, dan biarkan mereka bekerja." Allitha merasa kecewa dengan ucapan Gio. Namun di sisi lain, ia merasa senang, karena berhasil mendapatkan perhatian dari keluarga Gio. Semua terlihat ceria, hingga akhirnya mereka memilih untuk pamit. Beberapa siswa di jemput oleh kedua orangtuanya, beberapa lagi, memilih pulang dengan para guru. *** 5
Bintang perlahan menghiasi langit. Angin berhembus lembut melewati orang yang sedang termenung menatap langit malam. Seorang gadis kecil masih enggan untuk pergi. Ia terus berdiri menatap langit. Tangannya perlahan mengambil handphone yang terletak dalam sakunya. Jarinya mulai bergerak membuat sebuah pola dan menampilkan gambar seorang anak laki-laki yang berumur sebayanya. Senyuman manis menghiasi wajahnya, dan tampaklah sebuah lesung pipi yang jarang dilihat oleh siapapun. "Non Lita, belum tidur?" tanya seorang wanita tua yang merupakan pengasuhnya. "Bi Siti kok nggak sopan banget. Masuk kamar orang kok nggak ngetuk dulu!" omelnya. "Maaf, Non. Tapi bibi khawatir aja, soalnya sudah malem kamar Non Lita masih terang! Besok sekolah loh!" ucapnya mengingatkan. Allitha berjalan dengan lemas menuju kasurnya. Di sisi lain, ia kesal karena keseruannya terganggu, namun di sisi lain ia senang. Karena, jika ia tidur lebih awal maka akan cepat baginya untuk bangun di hari esok dan bertemu dengan Gio. *** 6
Entah kenapa, kini akhir pekan menjadi hari yang paling dibenci oleh Allitha. Ia merasa bosan dengan kesehariannya, hingga kini ia memilih mencari sesuatu yang berbeda. Beberapa film ia tonton, dan berakhir dengan film yang memperlihatkan adegan pertengkaran antara dua orang gadis SMA. "Lo nggak tau diri banget, ya! Berani-beraninya deketin cowok gue!" ucap gadis itu seraya mencabut beberapa helai rambut wanita itu. "Gue nggak rebut cowok lo, yang gue lakuin itu hanya memperjuangkan milik gue!"ucap gadis lainnya. Adegan kekerasan itu berakhir dengan masuknya tokoh pria yang merupakan sumber permasalahan kedua wanita itu. Allitha menatap setiap adegan dengan fokus, ia terus menonton film itu hingga usai. *** Waktu bergulir dengan cepat, hingga tidak terasa kini telah menjadi hari senin. Semua siswa mengikuti upacara dengan tenang, hingga akhirnya sang merah putih berkibar di tiang yang ada di sekolah itu. Allitha berjalan sambil mengibaskan topi merah putihnya. Ia melihat sosok yang selalu ia rindukan sedang duduk manis dengan seorang gadis kecil yang ia kenal, Gita. 7
"Gita!?" teriak Allitha. "Allitha? Kau sudah kerjain PR?" Allita tidak membalas pertanyaan Gita. Ia justru menarik rambut Gita dengan kuat. Tidak mau tinggal diam, Gita membalas perlakuan Allitha dengan menarik rambutnya. Aksi jambak rambutpun mulai terjadi. Gio merasa bingung, hingga ia memilih mencari guru untuk melerai pertengkaran mereka. "HENTIKAN!" teriak Pak Irwan yang merupakan guru BP di sekolah Allitha. "Kalian berdua, ikut bapak ke ruang BK!" Diam, hanya itu yang dapat dilakukan oleh semuanya. Pak Irwan memulai menyelidiki masalah dengan mendengarkan kronologis peristiwa melalui penjelasan Gio. Kini pertanyaan tertuju kepada Allitha. Allitha enggan memberikan penjelasan, karena merasa takut, ia kini hanya meneteskan air mata. Pak Irwan memilih memanggil kedua orangtua Allitha, hingga semua sekolah menjadi riuh. "Lita, Sayang! Kenapa kamu menyerang teman kamu?" tanya sang ibu dengan lembut. 8
"Lita ... Lita nggak suka, kalau Gita deket-deket dengan Gio!" jawabnya yang membuat semua guru kebingungan. "Memangnya kenapa kalau Gita dekat-dekat dengan Gio? Kalian teman, jadi nggak boleh saling marahan!" ucap ibunya memberikan penjelasan. "Lita suka sama Gio, Ma!" ucapnya dengan sedikit pelan tepat di telinga ibunya. Sang ibu terlihat berbincang sebentar dengan para guru dan orangtua Gita. Gio perlahan mendekati Gita dan Allitha hanya mampu menatap dengan kekecewaan serta penyesalan. Gita mengulurkan kelingking nya ke arah Allitha "Apa!?" tanya Allitha saat melihat kelingking Gita terulur di depannya. "Teman!" ucapnya dengan senyum. Allitha menatap Gio dan Gita bergantian, "Teman!" ucapnya yang diakhiri dengan pelukan haru dengan Gita. 9
Allitha berulang kali mengucapkan permintaan maaf, dan hal itu mengundang senyuman di wajah semua orangtua, siswa dan guru. Semua orang telah pergi meninggalkan ruang BK, kini hanya ada Gita, Gio, dan Allitha yang tertinggal di belakang. "Terima kasih, kamu sudah menyukaiku yang tidak seberapa ini! Tapi, kata ibu... tugas kita adalah belajar sebaik mungkin untuk saat ini. Untuk dapat meraih citacita kita nanti." ucap Gio "Bagaimana kalau kita main saja! bukankah itu yang semestinya kita lakukan saat ini? Belajar dan bermain menikmati masa kecil kita," jelas Gita dengan senyuman. Jauh dari sudut sekolah, terlihat empat pasang mata yang memperhatikan sikap manis anak-anak mereka. "Maaf kan ibu, Nak. Ibu telah gagal menjadi orangtua yang baik untukmu. Dengan tumbuh tanpa bimbingan yang layak, dengan membiarkanmu bebas mengenal segala hal yang belum waktunya tuk kamu ketahui!" ucap sang ibu lirih. *** SELESAI 10
PROFIL PENULIS Nama : Tania Feby Lourent Manik Tempat/tanggal lahir : Batam, 23 oktober 2008 Hobi : Dengerin musik Sekolah : SMP Negri 3 Batam
BELUM SAATNYA Teknologi ibarat pisau bermata dua, di satu sisi membawa manfaat namun jika tidak bijak bisa mendatangkan masalah. Bermain handphone saat tidak diperlukan bisa menjadi kebiasaan buruk. Cobalah untuk tidak selalu menggunakan handphone sehingga kamu dapat menikmati waktu bersama teman dan keluarga saat ini. Selalu menggunakan handphone mungkin tidak memberimu kesempatan untuk menjelajahi alam, seni, dan ide yang tidak ada di dunia maya