Sejak abad ke-16 kota Semarang sudah
menjadi kota terpenting kedua dengan posisinya
sebagai kota Pelabuhan.
Semarang menjadi pintu gerbang ekspor dan impor
dipenjuru dunia yang menghasilkan akulturasi
pertemuan kebudayaan
dari berbagai macam etnik
Cina, Arab, dan Eropa.
Banyak orang swasta Eropa
yang berdatangan ke kota
Semarang untuk berinvestasi
sektor industri dan
perdagangan di kota Semarang.
Mereka bisa membeli tanah
pemerintahan kolonial atau
menyewa tanah milik
orang-orang Bumiputera
dalam jangka panjang sampai
dengam 75tahun dan dapat
diperbarui dan diperpanjang
lagi untuk tempat usaha dan
perumahan
Pada awalnya kedatangan VOC di Semarang yang
membuat perjanjian atas permintaan Sultan
Mataram dan Amangkurat II untuk mengalahkan
pemberontakan Trunaja, bupati Madura.
VOC akhirnya berhasil mengalahkan trunaja, bupati
Madura. Sesuai dengan perjanjian Sultan Mataram
dan Amangkurat II, VOC diberikan kekuasaan
wilayah Semarang dan Pantai Utara Jawa sampai
Madura. Kemudian VOC memindahkan kantor
pusatnya dari Jepara ke Semarang serta membangun
benteng pertahanan.
Pembangunan
benteng pertahanan
itu sebagian batas
pemukiman pega-
wai-pegawai VOC
dengan masyarakat
sekitar.
Benteng itu diberi
nama Europeesche
Buurt yang berarti
pemukiman orang
Eropa atau De Oude
Stas (kawasan kota
lama)
Sebagai perlindungan diri dari serangan masyarakat
sekitar. Benteng yang mengelilingi pemukiman
Eropa akhirnya dibongkar karena populasi orang
Eropa semakin bertambah dan menyebar di luar
wilayah-wilayah benteng.
Kedatangan VOC membuat kota lama Semarang
semakin beragam kebudayaan.
Penyebaran pemukiman ini mempengaruhi
kebudayaan dalam masyarakat di kota lama
Semarang untuk saling membaur.
Kemudian pembaruan kebudayaan ini
membentuk suatu kebudayaan baru
yaitu percampuran antara kebudayaan
Jawa dan kebudayaan Eropa (Belanda)
di tengah-tengah masyarakat kota
Semarang.
Pada awalnya kebudayaan ini dipengaruhi larangan
membawa perempuan Belanda ke Hindia Belanda
(Indonesia). Hal ini membuat pegawai-pegawai
Belanda untuk menikahi penduduk setempat dan
melahirkan anak-anak campuran.
Dua kebudayaan ini semakin erat serta didukung
oleh segolongan masyarakat Indonesia dan Eropa
yang kemudian disebut dengan kebudayaan Indis.
Kebudayaan Indis adalah hasil akulturasi
dari dua kebudayaan yaitu kebudayaan Eropa
(Belanda) dan kebudayaan Jawa.
Keberadaan bangsa Belanda sebagai penguasa di
Pulau Jawa salah satu faktor utama yang
mendukung pertemuan dua kebudayaan Barat
dan kebudayaan Timur.
Dengan terbentuknya kebudayaan Indis di kota lama
Semarang, menambah kebudayaan baru
dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan pengaruh kebudayaan
tata busana gaya Jawa, wanita Eropa terpengaruh dari
para baboe dan nyai. Hal ini membantu mereka dalam
beradaptasi pada wilayah tropis yang terletak di pesisir
Utara pulau Jawa.
Untuk acara resmi mereka tetap mengenakan
pakaian eropa. Para wanita Eropa
mempetahankan kebudayaan mereka
dengan menggunakan pakaian gaun Eropa
yang tebal dan rambut palsunya.
Pada mata pencaharian juga terpengaruh
kebudayaan Indis dalam masyarakat di kota lama
Dikelompokan berdasarkan etnis yang sudah
disahkan dalam UUD 1854.
Lapangan pekerjaan yang tersedia pada masa itu
memprioritaskan seorang berkebangsaan Eropa
sebagai golongan teratas untuk menempati posisi
dalam pekerjaan dibidang Pemerintahan dan bidang
Ekonomi. Jika tidak memenuhi syarat barulah
diambil tenaga golongan Bumiputera.
Sedangkan warga Eropa atau Indo-Eropa
memiliki mata pencaharian sebagai penjahit,
pandai besi, tukang cukur, penjilid buku,
pengolah berlian, tukang daging, ahli bedah,
perajin topi, penenun, dan pekerjaan lainnya.
Golongan kedua untuk penduduk Cina sebagai tuan
tanah, pedagang keliling, pedagang besar, pedagang
kecil dan buruh. Untuk golongan
terbawah terdapat masyarakat bumiputera yang
bekerja sebagai buruh atau pegawai rendahan di
kantor perkebunan, pembantu rumah tangga, dan
tukang kayu.
Perkembangan kebudayaa Indis turut
mempengaruhi pada kelengkapan dan
peralatan rumah tangga yang disebut meubelair yang
dibuat dari bahan dasar kayu jati dengan ukiran
bergaya Jawa dan gaya Eropa.
Dirumah Indis terdapat tempat berkumpul atau
galerie (ruang tamu) untuk meletakkan berbagai
macam peralatan yang memiliki petunjuk tentang
kedudukan pemilik rumah dalam susunan
masyarakat kolonial.
Untuk peralatan dapur, masyarakat Indis
menggunakan alat-alat tradisional Jawa
seperti kendi, tungku dan talenan serta memiliki
juru masak seorang bumiputera.
Perkembangan Kebudayaan Indis di Kota
Lama Semarang.
Naskah, Editor, Ilustrator, Layout
Oleh Melita Prihatini
Kebudayaan Indis adalah hasil akulturasi dari dua
kebudayaan Eropa (Belanda) dan kebudayaan Jawa.
Kehadiran VOC mempengaruhi dalam
perkembangan kebudayan Indis.
Pada awalnya VOC melakukan perjanjian antara
Sultan Mataram dan Amangkurat II untuk
mengalahkan Bupati Madura karena memberontak
hingga akhirnya VOC mampu mengalahkan Madura.
Sultan Mataram dan Amangkurat II harus
menempati perjanjian dengan memberikan imbalan
penguasaan wilayah Semarang dan Pantura Jawa
sampai Madura kepada VOC. Pada tahun 1708 VOC
kemudian memindahkan kantor pusatnya dari
Jepara ke Semarang dan membangun benteng
pertahanan yang berfungsi sebagai pemukiman VOC
di Semarang. Benteng itu disebut De Vijfhoek atau
dikenal dengan Kawasan Kota Lama Semarang.