The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by manaluuuuuuuuuu, 2022-10-02 23:40:15

BUKU II PERDATA MA RI

BUKU II MA RI

..

.. V. PERKARA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN (BPSK)

A. Syarat Pengajuan Keberatan Atas Putusan BPSK
l. Keberatan diajukan dalam bentuk gugatan (bukan voluntair)

sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor
• ~ B. 01 Tahun 2006.

... 2. Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
kerja sejak Pelaku Usaha atau konsumen menerima pemberitahuan
putusan BPSK.

3. Keberatan diajukan dalam rangkap 6 (enam) untuk dikirim oleh
Panitera kepada pihak yang berkepentingan termasuk BPSK.

4. Keberatan diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri di
tempat kedudukan hukum Pelaku Usaha atau Konsumen sesuai
dengan prosedur pendaftaran perkara perdata.

5. BPSK bukan merupakan pihak.

Tata Cara Pengajuan Keberatan Atas Putusan BPSK

I. Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat betas) hari
kerja terhitung sejak pelaku usaha atau konsumen menerima
pemberitahuan putusan BPSK

2. Keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang•
Undang No. 8 Tahun 1999, yaitu:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah
putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu.
b. Setelah putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen
yang bersifat menentukan, yang disembunyikan pihak lawan.

c. Putusan diambil dari basil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

d. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk majelis Hakim yang
mempunyai pengetahuan cukup di bidang perlindungan
konsumen.

·. 3. Dalam hal keberatan diajukan atas dasar sebagaimana dimaksud

173

dalam butir 2 di atas, Majelis Hakim dapat mengeluarkan ..
pembatalan putusan BPSK.

4. Dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain di luar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 3 di atas, Majelis

Hakim dapat mengadili sendiri sengketa konsumen yang

bersangkutan.

5. Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan BPSK
dan berkas perkara.

6. Dalam hal mengadili sendiri Majelis Hakim wajib memperhatikan •
ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999.

7. Majelis Hakim harus memberikan putusan dalam waktu 21 (dua
puluh satu) hari kerja sejak sidang pertama.

8. Upaya hukum terhadap putusan keberatan atas putusan BPSK
adalah kasasi.

-.

.....

174

VI. ARBITRASE

A. Kewenangan Mengadili.

I. Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para
pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase (klausul
arbitrase) vide Pasal 3 jo. Pasal 11 Undang-Undang No. 30 tahun
1999;

2. Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan
arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh Arbiter atau kuasanya
pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat Termohon berdomisili.

B. Pelaksanaan Putusan Arbitrase

.· 1. Putusan Arbitrase nasional baik yang ad hoc maupun yang
institusional yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh
.. Termohon, dapat diajukan pelaksanaan putusannya ke Pengadilan
Negeri dimana Termohon berdomisili, sesuai Pasal 59, 62, 63 dan
.. 64 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.

2. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan
putusan arbitrase intemasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 66
dan 67 Undang-Undang 30 Tahun 1999.

3. Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah
eksekusi, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum mana eksekusi itu akan
dilaksanakan.

4. Putusan Arbitrase Intemasional dapat dilaksanakan di Indonesia
setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.

5. Putusan arbitrase intemasional yang menyangkut Negara Republik
Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa hanya dapat
dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahk~ah
Agung Republik Indonesia, yang dilimpahkan kepada Pengadtlan
Negeri Jakarta Pusat.

6. Permohonan pelaksanaan putusan Arbitrase Intemasional harus
disertai dengan:

-,

175

a. Lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase intemasional,
sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah • •

terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia

b. Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar
putusan arbitrase Intemasional sesuai ketentuan perihal
otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya
dalam bahasa Indonesia.

c. Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di ..
negara tempat putusan arbitrase intemasional tersebut
ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara Pemohon terikat
pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral '"
dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase intemasional.

c. Pembatalan Putusan Arbitrase

1. Yang dapat dimohonkan pembatalan adalah putusan arbitrase

nasional, sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam

Undang-undang No. 30 Tahun 1999, sesuai ketentuan Pasal 70 ...
sampai dengan 72 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.

2. Permohonan pembatalan putusan arbitrase nasional harus diajukan
secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari :
penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase tersebut kepada
Panitera Pengadilan Negeri, permohonan di maksud diajukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri tempat domisili Termohon.

3. Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan dalam

bentuk gugatan (bukan voluntair) dan disidangkan oleh Majelis

Hakim.

4. Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua

Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
.kerja sejak permohonan pembatalan diterima, .,,

5. Terhadap putusan Arbitrase Intemasional hanya dapat dilaksanakan
sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum (public ....
order), vide Pasal 66 dan Pasal 68 Undang-Undang No. 30 Tahon
1999.

6. Terhadap putusan pembatalan dapat diajukan banding (diartikan
kasasi) ke Mahkamah Agung yang akan memutus perkara tersebut
dalam tingkat pertama dan terakhir.

176

VII. PERKARA KEBERATAN TERHADAP PENETAPAN
KPUD PROVINSI DAN KPUD KABUPATEN/KOTA.

A. Kewenangan:
-. I. Keberatan Penetapan KPUD Tingkat Propinsi, diajukan kepada

Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tinggi tempat kedudukan
KPUD tersebut (Pasal 2 ayat 2 Penna No. 02 Tahun 2005 jo Pasal 94
ayat (I) Peraturan PemerintahNo. 6 Tahun 2005 jo Pasal 104 ayat (1)
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004);

2. Keberatan Penetapan KPUD Tingkat Kabupaten/Kota oleh
Mahkamah Agung didelegasikan ke Pengadilan Tinggi yang
meliputi wilayah hukum Kabupaten/Kota tersebut (Pasal 2 ayat 3
Perma No. 02 Tahun 2005 jo Pasal 94 ayat (6) dan (1) Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2005 jo Pasal 104 ayat (6) dan (1)
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004);

... B. Pengajuan keberatan :

1. Keberatan diajukan dalam bentuk permohonan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2005.

2. Keberatan Penetapan KPUD Tingkat Propinsi diajukan ke
Mahkamah Agung RI melalui Pengadilan Tinggi tempat Pilkada,
paling Iambat 3 hari kerja setelah penetapan KPUD Propinsi.

3. Keberatan Penetapan KPUD Tingkat Kabupaten/Kota diajukan ke
Pengadilan Tinggi yang meliputi wilayah hukum Kabupaten/Kota
melalui Pengadilan Negeri setempat, paling Iambat 3 hari kerja
setelah penetapan KPUD.

C. Alasan Keberatan :
1. Kesalahan penghitungan suara yang diumumkan oleh KPUD dan
basil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.

2. Permintaan untuk membatalkan basil penghitungan suara yang
diumumkan KPUD dan menetapkan basil perbitungan suara yang
benar menurut Pemohon (Pasal 3 ayat 5 PERMA No. 02 Tahun
2005).

177

3. Keberatan ditanda tangani oleh Pemohon atau Kuasa
Hukumnya/ Advokat, dengan dilengkapi bukti-bukti pendukung '

(asli atau photo copy yang dilegalisir) dalam rangkap 7 beserta
nama saksi yang bersangkutan.

D. Pemeriksaan di persidangan :

1. Pemeriksaan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum oleh
Majelis Hakim yang terdiri dari 5 (lima) orang Hakim, kecuali
dalam hal jumlah tersebut tidak mencukupi, majelis terdiri dari 3
(tiga) orang Hakim (Pasal 3 ayat (8) Perma No. 02 Tahun 2005).

2. Tenggang waktu antara pendaftaran perkara sampai dengan "
pengucapan putusan, maximal 14 (empat belas) hari kerja (Pasal 3
ayat (7) PERMA No. 02 Tahun 2005).

3. Pemanggilan dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja
sebelum hari sidang.

4. Dalam hal Pemohon tidak hadir pada hari sidang pertama,
permohonan keberatan dinyatakan gugur. Dalam hal Termohon ....
tidak hadir pada persidangan pertama, pemeriksaan tetap
dilanjutkan (Pasal 3 ayat (I 0) PERMA No. 02 Tahun 2005).

E. Putusan

a. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan formal dinyatakan
tidak dapat diterima.

b. Keberatan yang tidak beralasan harus ditolak.

c. Dalam hal Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi berpendapat
bahwa keberatan beralasan, permohonan dikabulkan.

d. Dalam hal permohonan dikabulkan, Mahkamah Agung RI atau
Pengadilan Tinggi menyatakan membatalkan basil penghitungan ·"
suara yang ditetapkan oleh KPUD dan menetapkan hasil
perhitungan suara yang benar,

e. Putusan Mahkarnah Agung RI dan putusan Pengadilan Tinggi
tersebut di atas bersifat final dan mengikat (Pasal 4 Perma No. 02
Tahun 2005 jo Pasal 94 ayat (7) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun
2005 jo Pasal l 06 ayat (5) atau (7) Undang-Undang No. 32 Tahun
2004).

178

f. Putusan Mahkamah Agung RI atau Pengadilan Tinggi dikirimkan
kepada KPUD Propinsi atau Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja setelah putusan diucapkan .

..

179

VIII. PERKARA PARTAI POLITIK ..

A. Pengertian:

Perkara partai politik adalah perkara yang berkenaan dengan ketentuan •
Undang-Undang tentang Partai Politik (vide Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2002 tentang Partai Politik).

B. Kewengan Mengadili :

1. Perkara partai politik diajukan melalui pengadilan negeri

2. Tata cara penyelesaian perkara partai politik dilakukan menurut
hukum acara yang berlaku, sepanjang tidak diatur tersendiri dalam
Undang-Undang tentang Partai Politik.

C. Tata Cara Pengajuan Perkara:

1. Perkara partai politik diajukan oleh Pemohon dalam bentuk
gugatan.

2. Pengadilan Negeri menyelesaikan perkara partai politik paling lama -.

60 (enam puluh) hari kerja. Apabila hari ke enam puluh (60) jatuh

pada hari sabtu, minggu atau hari libur berlaku hari berikutnya. :

D. Upaya Hokum.

1. Putusan pengadilan negeri atas perkara partai politik adalah putusan
tingkat pertama dan terakhir dan hanya dapat diajukan kasasi
kepada Mahkamah Agung.

2 Mahkamah Agung menyelesaian perkara partai politik paling

lambat 30 (tiga puluh) hari kerja. Apabila hari ke tiga puluh (30)

jatuh hari sabtu, minggu atau hari libur berlaku hari berikutnya. "

.3. Prosedur pengajukan permohonan kasasi atas perkara partai politik,

mengikuti ketentuan prosedur permohonan kasasi sebagaimana

diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana

telah diubah dan ditarnbah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2005.

180

KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 03 TAHUN 2005
Ten tang

TATA CARA PENGAJUAN UPAYA HUKUM
KEBERA TAN TERHADAP PUTUSAN KPPU

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

: Menimbang a. bahwa karena Peraturan Mahkamah Agung Nomor I
Tahun 2003 tidak memadai untuk menampung
.. perkembangan (permasalahan penanganan perkara
keberatan terhadap Putusan K PPU:

b. bahwa untuk kelancaran pemeriksaan keberatan
terhadap putusan KPPU, Mahkamah Agung
memandang perlu mengatur tata cara pengajuan
keberatan terhadap putusan KPPU dengan Peraturan
Mahkamah Agung:

c. bahwa untuk itu perlu diterbitkan Peraturan
Mahkamah Agung.

Mengingat I. PasaJ 24 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana telah
diubah dan ditambah, dengan Perubahan Keempat
-. Tahun 2002;

2. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR)
Staatsblad Nomor 44 tahun 1941 dan Reglemen

181

Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura

(RBg), Staatsblad Nomor 227 tahun 1927; •

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun J 986 sebagai-mana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum;

5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004

tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat;

7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang ..

Kekuasaan KeHakiman;

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA

CARA PENGAJUAN UPAYA HOKUM

KEBERATAN TERHADAP PUTUSANKPPU.

BABI
KETENTUANUMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan:

I. Keberatan adalah upaya hukum bagi Pelaku Usaha yang tidak menerima
putusan K PPU;

182

2. KPPU adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

3. Pemeriksaan tambahan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU
sehubungan dengan perintah Majelis Hakim yang menangani keberatan;

4. Hari adalah hari kerja.

Pasal 2

1. Keberatan terhadap Putusan KPPU hanya diajukan oleh Pelaku Usaha
Terlapor kepada Pengadilan Negeri dttempat kedudukan hukum usaha
Pelaku Usaha tersebut;

2. Keberatan atas Putusan KPPU diperiksa dan diputus oleh Majelis
Hakim;

3. Dalam hal diajukan keberatan, KPPU merupakan pihak.

Pasal 3

.- Putusan atau Penetapan KPPU mengenai pelanggaran Undang-Undang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tidak

: termasuk sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana tetah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang•

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

BAB II
TATA CARA PENGAJUANUPAYA HUKUM KEBERATAN

TERHADAP PUTUSANKPPU

Pasal 4

(I) Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (em pat be las) hari
terhitung sejak Pelaku Usaha menerima pemberitahuan putusan KPPU
dan atau diumumkan melalui website KPPU;

(2) Keberatan diajukan melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
bersangkutan sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara perdata dengan
memberikan salinan keberatan kepada KPPU;

183

(3) Dalam hal keberatan diajukan oleh lebih dari I (satu) Pelaku Usaha untuk
putusan KPPU yang sama, dan memiliki kedudukan hukum yang sama, ...
perkara tersebut harus didaftar dengan nomor yang sama;

(4) Dalam hal keberatan diajukan oleh lebih dari I (satu) Pelaku Usaha untuk •
putusan KPPU yang sama tetapi berbeda tempat kedudukan hukumnya,
KPPU dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Mahkamah Agung
untuk menunjuk salah satu Pengadilan Negeri disertai usulan Pengadilan
mana yang akan memeriksa keberatan tersebut;

(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), oleh KPPU
ditembuskan kepada seluruh Ketua Pengadilan Negeri yang menerima
permohonan keberatan;

(6) Pengadilan Negeri yang menerima tembusan permohonan tersebut harus
menghentikan pemeriksaan dan menunggu penunjukan Mahkamah
Agung;

(7) Setelah permohonan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Mahkamah Agung dalam waktu 14 (empat belas) hari menunjuk
Pengadilan Negeri yang memeriksa keberatan tersebut;

(8) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pemberitahuan dari -.

Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri yang tidak ditunjuk harus

mengirimkan berkas perkara disertai (sisa) biaya perkara ke Pengadilan

Negeri yang ditunjuk; •

BAB III
TATA CARA PEMERIKSAAN KEBERATAN

Pasal 5

(1) Segera setelah menerima keberatan, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk
Majelis Hakim yang sedapat mungkin terdiri dari Hakim-Hakim yang • ..
mempunyai pengetahuan yang cukup dibidang hukum persaingan usaha;

(2) Dalam hal pelaku usaha mengajukan keberatan, KPPU wajib menye- .. "
rahkan putusan dan berkas perkaranya kepada Pengadilan Negeri yang
memeriksa perkara keberatan pada hari persidangan pertama;

(3) Pemeriksaan dilakukan tanpa melalui proses mediasi;
(4) Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan KPPU dan

berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)~

184

. - (5) Majelis Hakim harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut;
(6) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), jangka
waktu pemeriksaan dihitung kembali sejak Majelis Hakim menerima
berkas perkara yang dikirim oleh Pengadilan Negeri lain yang tidak
ditunjuk oleh Mahkamah Agung.

BAB IV PEMERIKSAAN
TAMBAHAN

Pasal 6

( 1) Dalam hal Majelis Hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka
melalui putusan sela memerintahkan kepada KPPU untuk dilakukan
pemeriksaan tambahan;

(2) Perintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) memuat hal-hal yang
harus diperiksa dengan alasan-alasan yang jelas dan jangka waktu
pemeriksaan tambahan yang diperlukan;

.: (3) Dalam hal perkara dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I),
sisa waktu pemeriksaan keberatan ditangguhkan;

' • (4) Dengan memperhitungkan sisa waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3), sidang lanjutan pemeriksaan keberatan harus sudah dimulai selambat•
larnbatnya 7 (tujuh) hari setelah KPPU menyerahkan berkas pemeriksaan
tambahan.

BABV
PELAKSANAANPUTUSAN

Pasal 7

. (I) Permohonan penetapan eksekusi atas putusan yang telah diperiksa
melalui prosedur keberatan, diajukan KPPU kepada Pengadilan Negeri
yang memutus perkara keberatan bersangkutan;

(2) Permohonan penetapan eksekusi putusan yang tidak diajukan keberatan,
diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan hukum pelaku
usaha,

-.

185

BAB VI

KETENTUANPENUTUP

Pasal 8

Kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Mahkamah Agung ini, Hukum Acara
Perdata yang berlaku diterapkan pula terhadap Pengadilan Negeri.

Pasal 9

Dengan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung ini, maka Peraturan

Mahkamah Agung Nornor I Tahun 2003 tidak berlaku lagi.

Pasal 10

Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 18 Juli 2005

KETUA MAHKAMAH AGUNG RI

BAGIR MANAN

...

186

..

KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONE$1A

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 01 T AHUN 2006

Tentang

TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

.• Menimbang : a. bahwa terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK} yang final dan mengikat pada
... hakekatnya tidak dapat diajukan keberatan, kecuali
dipenuhi syarat=syarat tertentu sebagaimana diatur

dalam Peraturan Mahkamah Agung ini;

b. bahwa hingga saat ini belum ada ketentuan yang
mengatur tata cara pengajuan keberatan terhadap
putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK);

c. bahwa ketiadaan pengaturan tentang tata cara
tersebut menjadi hambatan bagi Pengadilan Negeri
dalam melakukan pemeriksaan terhadap upaya
keberatan;

d. bahwa untuk kelancaran pcmeriksaan keberatan
terhadap putusan BPSK, Mahkamah Agung
memandang perlu mengatur tata cara pengajuan
keberatan terhadap putusan BPSK dengan
Peraturan Mahkamah Agung;

187

e. bahwa sebelum dilakukan revisi terhadap Undang•

Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan ••
Konsumen, maka perlu dibuat Peraturan
Mahkamah Agung untuk memper-lancar
pelaksanaan Undang-undang tersebut.

Mengingat 1. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR)
Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941 dan Reglemen
Menetapkan Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan •
188 Madura (RBg), Staatsblad Nomor 227 tahun 1927;

2. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara ..
Republik Indonesia Tahun 1945~

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen;

4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang -.
Kekuasaan Kel-lakiman:

6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang :
Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004;

7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Umum, sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang 8 Tahun 2004.

MUMUTUSKAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA TENT ANG TATA CARA

PENGAJUAN KEBERATAN TERHADAP

PUTUSAN SADAN PENYELESAIAN SENGKETA

KONSUMEN (BPSK).

...

BABI
KETENTUANUMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan :
1. Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang memeriksa perkara keberatan.
2. BPSK adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen selanjutnya disingkat BPSK.
- 3. Keberatan adalah upaya bagi pelaku usaha dan konsumen yang tidak
menerima putusan BPSK.
4. Hari adalah hari kerja.

Pasal 2
Keberatan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan
oleh BPSK.

Pasal 3
• (1) Keberatan terhadap Putusan BPSK dapat diajukan baik oleh Pelaku

Usaha dan/atau Konsumen kepada Pengadilan Negeri di tempat
kedudukan hukum konsumen tersebut.
(2) Konsumen yang tidak mempunyai tempat kedudukan hukum di Indonesia
harus mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum
BPSK yang mengeluarkan putusan.
(3) Dalam hal diajukan keberatan, BPSK bukan merupakah pihak.

" - Pasal 4

Keberatan atas Putusan BPSK diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim.

189

BAB II
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN

TERHADAP PUTUSAN BPSK

Pasal 5

(1) Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari •
terhitung sejak Pelaku Usaha atau Konsumen menerima pemberitahuan
putusan BPSK.

(2) Keberatan diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri sesuai
dengan prosedur pendaftaran perkara perdata.

(3) Keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) diajukan dalam 6 (enam)
rangkap yang identik untuk dikirimkan oleh panitera kepada pihak yang
berkepentingan termasuk BPSK.

(4) Dalam hal keberatan diajukan oleh konsumen dan pelaku usaha terhadap
putusan BPSK yang sama, maka perkara terse but harus d idaftar dengan
nomor yang sama.

BAB III ,
TAT A CARA PEMERIKSAAN KEBERA TAN

Pasal 6

(I) Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim sedapat mungkin
terdiri dari Hakim-Hakim yang mempunyai pengetahuan yang cukup
dibidang perlindungan konsumen.

(2) Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan BPSK dan
berkas perkara.

(3) Keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila

memenuhi persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur

dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu :

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pernerikaan, setelah

putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu:
b. Setelah putusan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang

bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau

190

c. Putusan diarnbil dari basil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan sengketa .

. . (4) Dalarn hal keberatan diajukan atas dasar sebagaimana dimaksud ayat (3),
Majelis Hakim dapat mengeluarkan pembatalan putusan BPSK.
(5) Dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan Iain di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud ayat (3), Majelis Hakim dapat mengadili sendiri
sengketa konsumen yang bersangkutan.
(6) Dafam mensadili sendiri Majelis Hakim wajib memperhatikan ganti rugi
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999.
(7) Majelis Hakim harus memberikan putusan dalam waktu 21 (dua puluh
satu) hari sejak sidang pertama dilakukan.

BAB IV
PENETAPAN EKSEKUSI
., Pasal 7

~ ~ (1) Konsumen mengajukan permohonan eksekusi atas putusan BPSK yang
• tidak diajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan
hukum konsumen yang bersangkutan atau dalam wilayah hukum BPSK
yang mengeluarkan putusan.
(2) Permohonan eksekusi atas putusan BPSK yang telah diperiksa melalui
prosedur keberatan, ditetapkan oleh Pengadilan Negeri yang memutus ·
perkara keberatan bersangkutan.

BABV
KETENTUANPENUTUP

Pasal 8

• Kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Mahkamah Agung ini, Hukum Acara

Perdata yang berlaku diterapkan pula terhadap keberatan atas putusan
arbitrase BPSK.

191

Pasal 9 .
Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Maret 2006

KETUA MAHKAMAH AGUNG RI,

BAGIR MANAN



192

,...

KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 02 TAHUN 2005

Ten tang

TATA CARA PENGAJUAN UPAYA HUKUM KEBERATAN
TERHADAP PENETAPAN HASIL PILKADA DAN PILWAKADA

DARI KPUD PROPINSI DAN KPUD KABUPAT•:N/KOTA

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

.'f

Menimbang a. bahwa berdasarkan Pasal I 06 Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah,
Mahkamah Agung diberi kewenangan untuk
menerima, memeriksa dan memutus sengketa hasil
penetapan perhitungan suara Pilkada dan Pilwakada
dari KPUD;

b. bahwa hingga saat ini belum ada ketentuan yang
mengatur tentang Tata cara pcngajuan keberatan
terhadap penetapan hasil Pilkada & Pilwakada dari
KPUD;

c. bahwa ketiadaan pengaturan tcntang Tata cara
tersebut akan mempersulit pihak-pihak yang akan
mempergunakan upaya hukum keberatan, sementara
itu beberapa daerah akan segera melaksanakan

193

Pilkada dan Pilwakada secara langsung yang akan

. ·diselenggarakan oleh KPUD:

d. bahwa untuk membuka akses serta demi kelancaran
pengajuan keberatan terhadap penetapan hasil
Pilkada dan Pilwakada oleh KPUD. maka
Mahkamah Agung memandang perlu mengatur tata
cara pengajuan keberatan terhadap penetapan hasil -
Pilkada dan Pilwakada dari KPUD dengan Peraturan •
Mahkamah Agung:

e. Bahwa dalam pertemuan antara Ketua Mahkamah •
Agung dengan para Ketua Pengadilan Tinggi se•
Indonesia pada tanggal 14 April 2005 telah
disampaikan saran dan pendapat untuk
menyempurnakan Peraturan Mahkamah Agung No.
O I Tahun 2005 tersebut;

Memperhatikan Hasil pertemuan Ketua Mahkamah Agung dengan para ~

Mengingat Ketua Pengadilan Tinggi se-lndonesia pada tanggal 14

194 April 2005; ..

1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
Perubahan keempat Tahun 2002:

2. Undang-Undang Nomor 4 Tatum 2004, tentang
Kekuasaan KeHakiman:

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang • .,.
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung:

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umurn;

5. Pasal I 06 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2005
tentang Pemilihan Kepala Daerah;

.. w

Menetapkan MEMUTUSKAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN
UPAYA HUKUM KEBERATAN TERHADAP
PENETAPAN HASIL PEMILIHAN KEPALA
DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

.- Dalarn Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan:

. 1. Keberatan adalah upaya hukum bagi pasangan Calon Kepala Daerah dan

't Calon Wakil Kepala Daerah, yang tidak menyetujui penetapan hasil
perhitungan suara tahap akhir pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dari Komisi Pemilihan Umum Daerah;

2. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD,
adalah KPUD Propinsi dan KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk menyeleng-garakan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di setiap Propinsi
dan/atau Kabupaten/Kota;

3. Hari adalah hari kerja;
4. Pemohon adalah pasangan Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil
I Kepala Daerah Tingkat Propinsi maupun Tingkat Kabupaten/Kota;

s. Termohon adalah KPUD Tingkat Propinsi atau KPUD Tingkat

Kabupaten/Kota.

195

BAB II
TENTANG KEWENANGAN

Pasal 2 ."

(1) Mahkamah Agung berwenang memeriksa keberatan terhadap Penetapan
Hasil Perhitungan Suara Tahap Akhir dari KPUD tentang Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;

(2) Keberatan terhadap keputusan KPUD sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Tinggi tempat kedudukan KPUD propinsi..

(3) Untuk pemeriksaan keberatan terhadap penetapan hasil penghitungan
suara tahap akhir dari KPUD tentang pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah kabupaten/kota, Mahkamah Agung mendelegasikan
wewenangnya kepada Pengadilan Tinggi yang wilayah hukumnya
meliputi kabupaten/kota yang bersangkutan;

(4) Keberatan terhadap keputusan KPUD sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan
Negeri tempat kedudukan KPUD kabupaten/kota.

(5) Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi memutus permohonan
keberatan pada tingkat pertama dan terakhir:

BAB III TATACARAPENGAJUAN UPAYA HUKUM
KEBERATAN TERHADAP

PENETAPANBASIL PERHITUNGANSUARA

Pasal 3

(1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah propinsi atau kabupaten/kota hanya dapat diajukan

berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi

terpilihnya pasangan calon;

196



(2) Keberatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (I) diajukan kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tinggi paling lambat 3 (tiga) hari

setelah penetapan basil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

propinsi;

. (3) Keberatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (I) diajukan kepada
Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri paling lambat 3 (tiga) hari
setelah penetapan basil pemilihan kepala daerah dan wakil kepada
daerah kabupaten/kota;

(4) Keberatan ditandatangani oleh pemohon atau kuasa hukumnya dengan
dilengkapi bukti-bukti pendukung, baik asli atau foto copy yang telah
dilegalisir beserta nama saksi yang akan dihadirkan oleh para pihak yang

bersangkutan, dan dibuat dalam rangkap 7 (tujuh);

(5) Keberatan yang diajukan oleh pemohon atau kuasa hukumnya wajib
menguraikan dengan jelas dan rinci tentang :
a Kesalahan dari perhitungan suara yang diumumkan oleh K.PUD clan

basil perhitungan suara yang benar menurut pemohon;

b. Permintaan untuk membatalkan basil perhitungan SUal'8 yang

diumumkan KPUD dan menetapkan hasil perhitungan suara yang

benar menurut pemohon.

(6) Kepada pemohon diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp.
300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) untuk pemeriksaan di Mahkamah
Agung dan Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) untuk pemeriksaan di

Pengadilan Tinggi;

(7) Setelah pennohonan diterima dan diregister, Mahkamah Agung atau
Pengadilan Tinggi secepatnya memeriksa keberatan dimaksud dan

memutuskannya dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari;

(8) Persidangan Mahkamah Agung dilakukan oleh Majelis Hakim yang

terdiri dari 5 (lima) orang Hakim Agung, dan persidangan Pengadilan

Tinggi juga dilakukan oleh majelis Hakim yang terdiri dari 5 Oima)

orang Hakim Tinggi, kecuali dalam hal jum lah tersebut tidak mencukupi,

majelis terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim Tinggi., pemeriksaao dilakukan

dengan mendengar pemohon dan termohon dalam sidang yang temuka

untuk umum;
·...

197

.,

(9) Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi memanggil para pihak untuk
didengar keterangannya;

(10) Dalam hal pemohon tidak hadir pada hari sidang pertama. permohonan
keberatan dinyatakan gugur. Dal am hat tcrmohon tidak had ir pada
persidangan pertama, pemeriksaan tetap dilanjutkan,

BABIV
PUTUSAN

Pasal 4

(1) Putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum;

(2) Dalam hal Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi berpendapat
bahwa keberatan tidak memenuhi persyaratan formal. permohonan
dinyatakan tidak dapat diterima;

(3) Dalam hal Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi berpen-dapat
bahwa keberatan tidak beralasan. permohonan ditolak:

(4) Dalam hal Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi berpendapar

bahwa keberatan beralasan, permohonan dikabulkan.

(5) Dalam hal permohonan dikabulkan. Mahkamah Agung atau Pengadilan

Tinggi rnenyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang

ditetapkan oleh KPUD dan menetapkan hasil pcnghitungan suara yang·

Benar; ·

(6) Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pcngadilan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), (3), (4) dan ayat (5) bcrsifat final dan mengikat.

BABV PEMBERITAHUAN.ISI .....
PUTUSAN
Pasal 5 ..

(1) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 4 ayat

(2), (3), (4) dan (5) dikirimkan kepada KPUD Propinsi selambat•

lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diucapkan:

198

(2) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2), (3), (4) dan (5) dikirimkan kepada KPUD kabupaten/kota selarnbat•

lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diucapkan.

BAB VI

KETENTUAN LAIN
Pasal 6

Hal-ha! yang tidak diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung ini diterapkan
ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan Mahkamah Agung ini.

BAB VII

KETENTUANPENUTUP
Pasal 7

(I) Peraturan Mahkarnah Agung Republik Indonesia ini mulai bcrlaku pada
tanggal ditetapkan.

(2) Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkarnah Agung ini maka Peraturan
Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2005 dinyatakan tidak berlaku Jagi.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Mei 2005

KETUA MAHKAMAH AGUNG RI,
~

BAGIR MANAN

199


Click to View FlipBook Version