The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Anisa Nurbaiti Islami Chotimah, 2020-12-02 08:45:35

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH SISWA KELAS X IPS 1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK BOYOLALI

Oleh : Anisa Nurbaiti I C (K4418010)

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH
SISWA KELAS X IPS 1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK BOYOLALI

TAHUN PELAJARAN 2020/2021
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas

Dosen Pengampu : Dr. Musa Pelu, S.Pd, M.Pd

Oleh
Anisa Nurbaiti Islami Chotimah (K4418010)

PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional merupakan sebuah sistem yang digunakan oleh
suatu negara untuk menjamin pemerataan kesempatan dalam mendapatkan
pendidikan. Pendidikan menjadi bidang yang sangat penting di era modern
dewasa ini. Sehingga tuntutan pelaksanaan tingkatan pendidikan dan
pencarian imu dibutuhkan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan Pendidikan
Nasional sudah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 alenia ke-IV. Sistem pendidikan nasional memiliki
tujuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya dalam hal
ini dapat dilakukan pada bidang pendidikan. Pendidikan Nasional juga
dilakukan untuk pembaharuan sistem pelaksanaan kegiatan pendidikan agar
mampu berjalan secara terencana kearah yang berkesinambungan. Sistem
pelaksanaan kegiatan pembelajaran atau pendidikan tersebut sudah tertera
pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 yang
membahas mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

Kondisi masyarakat yang dinamis mampu mendorong adanya
perubahan kebutuhan masyarakat dari masa ke masa. Hal ini akibat
menyesuaikan kebutuhan apa yang sedang dibutuhkan dalam lingkungan
sosial. Kedinamisan kebutuhan disini mampu mempengaruhi beberapa aspek
bidang kehidupan, salah satunya adalah bidang pendidikan. Pendidikan
dewasa ini selalu mengalami perubahan yang semakin berkembang dengan
disesuaikannya kurikulum pembelajaran tertentu. Lembaga pendidikan formal
yaitu sekolah sendiri dalam keberlangsungannya sudah menerapkan kurikulum
2013 yang menuntut keaktifan siswa di dalam kelas serta mendorong siswa
untuk mampu berfikir secara kritis dalam menghadapi masalah. Guru disini
hanya sebagai seorang fasilitator, dimana guru hanya menyediakan fasilitas
seperti pemberian materi pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar
dalam kelas. Sekolah memiliki peran penting dalam memaksimalkan dan
meningkatkan mutu kualitas pendidikan siswa serta tingkat kecerdasan dan
keterampilan siswanya. Untuk mencapai semua itu dari pihak orang tua, guru
serta pihak sekolah harus saling bekerjasama agar tercapai sasaran yang
diharapkan bersama. Guru melakukan proses pembelajaran dilakukan dengan
melalui interaksi langsung secara tatap muka dengan siswa dalam kelas.
Keberlangsungan sistem pendidikan kegiatan belajar mengajar disini tidak

selamanya mengalami proses yang dikehendaki. Dalam pelaksanaannya sering
terjadi permasalahan-permasalahan yang muncul saat proses pembelajaran
berlangsung. Masalah ini dapat mempengaruhi kondisi pembelajaran dalam
kelas dan kualitas hasil belajar yang diperoleh siswa.

Berbicara mengenai pada tingkatan kelas X, memang menjadi
tantangan yang besar bagi seorang guru yang menghadapi siswa pada masa
peralihan tersebut. Siswa yang sebelumnya hanya berpacu pada teacher center
sekarang harus mampu menjadi student center sesuai kondisi kurikulum
sekarang ini. Agar siswa menjadi individu yang aktif dan tanggap dalam
pembelajaran, metode yang digunakan juga harus mendorong siswa untuk bisa
berbicara aktif dalam kelas. Dengan itu maka terdapat salah satu metode
pembelajaran yang mampu mendorong siswa lebih aktif dalam kelas dan
menjadikan siswa mampu berfikir secara kritis. Metode pembelajaran tersebut
yaitu Jigsaw. Jigsaw merupakan model atau metode pembelajaran yang ada
dalam kegiatan pendidikan digunakan oleh seorang guru dalam kegiatan
pembelajaran. Metode ini mampu mendorong keaktifan siswa karena, dalam
prosesnya nanti siswa akan dituntut berbicara didepan temannya sendiri secara
bergantian dan siswa juga dituntut mampu memahami materi yang
disampaikan dan memunculkan pertanyaan dalam pembeajaran tersebut.

Oleh karena itu, dengan adanya latar belakang masalah mengenai
tantangan pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik,
utamanya untuk keas X tersebut, disini memunculkan suatu judul yang
nantinya akan dapat dilakukannya penelitian dalam memecahkan masalah
tersebut. Judul yang muncul pada penelitian ini yaitu, “PENERAPAN
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK
MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SEJARAH
SISWA KELAS X IPS 1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK BOYOLALI”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat di identifikasi
permasalahan dalam kelas X IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali sebagai
berikut :
1. Kurang antusias dan kurang berminatnya siswa saat mengikuti proses

pembelajaran. Kejenuhan siswa pada pembelajaran salah satunya
disebabkan

karena penggunaan metode pengajaran yang kurang bervariasi, seringkali
siswa hanya diminta untuk mendengarkan dan mencatat apa yang
dijelaskan oleh guru, serta mengerjakan apa yang diperintahkan guru,
sehingga siswa menjadi bosan dan mengabaikan mata pelajaran sejarah.
Sebenarnya, siswa dapat berkonsentrasi pada awal pelajaran dimulai, tetapi
setelah satu jam kemudian siswa sudah mulai bosan dan kehilangan
konsentrasi belajar.
2. Guru menggunakan metode yang bersifat tradisional (ceramah) di mana
guru memberikan informasi atau pengetahuan kepada siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah pada saat
pra tindakan, peneliti mencoba melakukan refleksi terhadap proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Refleksi merupakan kegiatan dimana
peneliti dan guru berkolaborasi melihat hal-hal yang terjadi pada saat proses
pembalajaran berlangsung dan mencari cara untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Setelah penulis dan guru kolaborasi melakukan refleksi, peneliti dan
guru kolaborasi mencoba melakukan fokus masalah yang benar-benar harus
segera dipecahkan yang dialami siswa. Sebab pada dasarnya penelitian
tindakan kelas dilakukan sebagai proses perbaikan pembelajaran dan subjek
dari penelitian tindakan kelas adalah siswa yang mengikuti proses
pembelajaran. Untuk itu peneliti dan guru kolaborasi memfokuskan masalah
mengenai penerapan model pembelajaran dan meningkatkan prestasi atau hasil
belajar mata pelajaran sejarah pada siswa kelas X IPS 1 SMA Negeri 1
Ngemplak Boyolali. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di mana siswa dibagi
menjadi kelompok kecil (4-6 orang) yang kemudian diberikan topik dan
masing-masing anggota kelompok diberikan bagian-bagian dari topik. Setelah
itu membentuk kelompok ahli yang terdiri dari anggota disetiap kelompok
awal, kemudian mendiskusikan tentang materi bagiannya. Setelah itu mereka
kembali lagi ke kelompok dan menjelaskan bagian materinya kepada anggota
kelompok awal. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa sebagai
hasil dari aktivitas dalam belajar, sehingga dalam penelitian ini prestasi belajar

dapat diukur dari segi nilai tes yang diberikan oleh guru pada periode tertentu.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah yang akan
dipecahkan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan

motivasi siswa untuk lebih fokus dalam belajar sosiologi kelas X IPS 1
SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali?
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat menjadi salah
satu alternatif bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar sejarah siswa
kelas X IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali?

E. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
1. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi

siswa untuk lebih fokus dalam belajar sejarah kelas X IPS 1 SMA Negeri 1
Ngemplak Boyolali.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil
belajar belajar sejarah kelas X IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali.

F. Manfaat

1. Manfaat Teoritis
a. Bagi peserta didik

1) Siswa dapat meningkatan keaktifan dan hasil belajar sejarah siswa kelas X
IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali.

2) Siswa dapat meningkatkan keaktifan belajar.
3) Siswa dapat meningkatkan hasil belajar.
4) Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
b. Bagi Guru
1) Sebagai referensi baru bagi guru tentang model pembelajaran yang

inovatif, dan bervariasi untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
sejarah siswa.
2) Memberikan pengalaman dalam merencanakan penggunaan model
pembelajaran yang menarik dan seru.
3) Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik siswa.

c. Bagi sekolah
1) Sekolah dapat memberikan masukan positif dalam rangka perbaikan
pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran
2) Sekolah dapat meningkatkan kinerja sekolah dengan optimalnya kinerja
guru
3) Sekolah dapat mewujudkan pembelajaran sejarah yang efektif di sekolah.

d. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan pertimbangan untuk mencari pemecahan masalah dalam

pelaksanaan pembelajaran sejarah melalui penerapan metode kooperatif tipe
jigsaw.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu skema atau langkah-
langkah yang digunakan seorang guru dalam menyampaikan materi
kepada peserta didik. Metode sendiri merupakan cara-cara atau teknik
yang dianggap sesuai untuk menyampaikan materi ajar. Metode
sebagai stategi pembelajaran biasa dikaitkan dengan media, waktu
yang tersedia untuk belajar. Model pembelajaran merupakan landasan
praktik pembelajaran hasil penurunan dari teori psikologi pendidikan
dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap
implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di
kelas.

Menurut Mills dalam Agus Suprijono (2010: 45-46) “Model
adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak
berdasarkan model itu”. Sedangkan, Winataputra (2001) dalam
Sugiyanto (2009: 3) “Model pembelajaran adalah Kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran”.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, dapat penulis simpulkan
bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk dari pembelajaran
yang didalamnya terdapat prosedur yang sistematis untuk mengatur
aktivitas pembelajaran sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Guru perlu memilih model pembelajaran yang cocok untuk strategi

pembelajaran yang diterapkan kepada siswanya, pemilihan strategi
pembelajaran harus juga memperhatikan asumsi bahwa tidak ada satu
model pembelajaran yang dapat digunakan dengan baik untuk semua
bahan kajian. Semua model pembelajaran memiliki keunggulan dan
kekurangan, model pembelajaran tertentu hanya baik untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam proses pembelajaran juga perlu diperhatikan
bahwa tidaklah setiap model pembelajaran mampu dikembangkan dan
diaplikasikan pada seluruh materi ajar yang akan disampaikan. Oleh
karena itu, setiap pengajar hendaknya dapat memilih model
pembelajaran tersebut secara bergantian sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, sesuai dengan pokok bahasan yang
diajarkan, dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para
siswa.
b. Jenis-jenis Model Pembelajaran

Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para
ahli dalam upaya mengoptimalkan hasil belajar siswa. Sugiyanto
(2009: 3) membagi lima macam model pembelajaran yaitu dijelaskan
sebagai berikut :
1) Model pembelajaran Kontekstual (constextual teaching and

learning- CTL)
Merupakan konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia
nyata siswa. Model pembelajaran ini juga mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.
2) Model pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)

Merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
4-6 orang, dengan struktur kelompok heterogen. Strategi
belajarnya khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada
peserta didik agar bekerjasama selama proses pembelajaran.

Cooperative learning ini dapat meningkatkan sikap tolong
menolong dalam perilaku sosial. Siswa di motivasi berani
mengemukakan pendapat, menghargai pendapat teman dan saling
tukar pendapat (sharing ideas).
3) Model pembelajaran Quantum (Quantum learning)

Merupakan pembelajaran yang mengupayakan belajar yang meriah
dan menyenangkan dengan segala nuansanya, dengan menyertakan
segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan
momen belajar. Pembelajaran kuantum (Quantum learning)
bersandar pada konsep “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan
antarkan dunia kita ke dunia mereka” (De Porter, 2001: 7).
Pembelajaran kuantum juga memaksimalkan fungsi otak kanan dan
kiri pada diri peserta didik.
4) Model pembelajaran Terpadu

Model pembelajarn terpadu yakni pada dasarnya sebagai kegiatan
mengajar dengan memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu
tema. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dengan cara ini dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa
materi pelajaran disajikan tiap pertemuan.
5) Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Yakni dalam model ini mengambil psikologi kognitif sebagai
dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada yang sedang
dikerjakan siswa (perilaku mereka), tetapi pada apa yang siswa
pikirkan (kognisi mereka) selama mereka mengerjakannya.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Koperatif

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan
suatu model pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil dan
bekerjasama. Keberhasilan dari model ini sangat tergantung pada
kemampuan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual

maupun dalam bentuk kelompok. Menurut Agus Suprijono (2010: 54)
mendefinisikan “pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih
luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”. Strategi belajarnya
khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar
bekerjasama selama proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
atau Cooperative Learning ini dapat meningkatkan sikap tolong
menolong dalam perilaku sosial. Siswa di motivasi berani
mengemukakan pendapat, menghargai pendapat teman dan saling
tukar pendapat.

Berdasarkan pengertian pembelajaran kooperatif di atas,
dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
yang dilakukan secara berkelompok dan semua anggota kelompok
tersebut saling berbagi informasi atau pengetahuan yang mereka miliki
dengan anggota kelompok yang lainnya dengan arahan dari guru,
dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan- pertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
menyelesaikan masalah.
b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama
dalam memaksimalkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie (2010:31) ada
lima. Kelima ciri-ciri pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Saling Ketergantungan Positif

Dimaksud bahwa guru menciptakan pembelajaran dimana siswa
saling membutuhkan satu sama lain. Hubungan saling
membutuhkan inilah yang disebut saling ketergantungan positif
yang membuat siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajaran.
2) Tanggung Jawab Perseorangan

Yakni setiap individu bertanggungjawaba atas pemahaman materi

dan nilainya masing-masing, karena penilaian kelompok
didasarkan atas rata- rata penguasaan semua anggota kelompok
secara individual.
3) Tatap Muka

Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi dengan tujuan untuk saling berbagi informasi atau
pengetahuan antar anggota dalam kelompok.
4) Komunikasi Antar Anggota

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan
semua anggotanya untuk dapat memiliki sikap tenggang rasa, sikap
sopan terhadap teman, mendengarkan dan mengutarakan pendapat
temannya.
5) Evaluasi Proses Kelompok

Evaluasi diperlukan untuk mengevaluasi proses kerja kelompok
dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa belerjasama
dengan lebih efektif.

Setiap siswa dalam pembelajaran kooperatif akan mempunyai
tanggungjawab untuk tugasnya apabila dilakukan dengan menganut
unsut-unsur tersebut secara sempurna serta berpeluang mempunyai
pengetahuan yang lain memalui kelompo yang berbeda. Pelaksanaan
prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
c. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran merupakan proses yang betujuan. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut diperlukan model
pembelajaran yang cocok. Masing- masing model pembelajaran
mempunyai tujuan yang berbeda. Namun pada dasarnya tujuan dari
penerapan suatu model pembelajaran adalah meningkatkan kualitas
proses pembelajaran dan hasil belajar mengajar. Ada tiga tujuan
dikembangkannya model pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim
dalam Isjoni (2011:27). Ketiga tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1) Hasil belajar akademik

Dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup baragam
tujuan social, juga memperbaiki prestasi siswa atau akademik
penting lainnya. Model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping itu,
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada
siswa baik secara individu maupan kelompok yang bekerja
bersama menyelesaikan tugas akademik.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain adalah penerimaaan secara luas dari orang-orang yang
berbeda berdasarkan ras, kelas social,kemampuan dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi memberi
peluang bagi siswa dari berbagaai latar belakang dan kondisi untuk
bekerja dengan saling bergantung pada tugas akademik dan
melalui struktur penghargaan kooperatif aka belajar saling
menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan ketrampilan sosial

Mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerjasama dengan
kolaborasi. Ketrampilan-ktrampilan sosial penting dimiliki siswa,
sebab saat ini banyak anak muda yang kurang dalam ketrampilan
sosial.

d. Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu model
pembelajaran yang mampu memotivasi siswa dalam proses
pembelajaran dan memberikan pengaruh positif terhadap iklim ruang
kelas yang pada saatnya akan turut mendorong pencapaian yang lebih
besar pada kualitas proses dan hasil belajar. Anita Lie (2010: 54)
beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yakni, sebagai berikut:

1) Teknik mencari pasangan ( make a match )

Teknik dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
2) Bertukar pasangan

Siswa berkesempatan bekerjasama dengan cara berpasangan
dengan siswa lain untuk mengerjakan tugasnya.
3) Berpikir, berpasangan, berbagi ( think pair sair )

Siswa berkesempatan untuk dapat bekerja sendiri dan bekerjasama
dengan siswa lain. Di sini siswa dapat berfikir sendiri untuk
mengerjakan tugas dan kemudian mendiskusikannya dengan
pasangan dan kelompoknya.
4) Berkirim salam dan soal

Dalam teknik ini siswa berkesempatan memperoleh pengetahuan
melalui belajar dari pertanyaan yang dibuat oleh temannya, yaitu
dengan bertukar soal dengan kelompok lain dan selanjutnya
memberikan jawaban kepada yang memberikan soal.
5) Kepala bernomor

Dalam teknik ini siswa berkesempatan untuk saling membagikan
ide dan pertimbangan jawaban yang tepat. Teknik ini juga
mendorong semangat untuk bekerjasama dalam kelompok.
6) Dua tinggal dua tamu ( two stay two stray ).

Dalam teknik ini siswa berkesempatan membagikan hasil
informasi kepada kelompok lain dan mencari informasi dari
kelompok lain.
7) Keliling kelompok

Dalam teknik ini siswa berkesempatan memberikan kontribusi
mereka dan mendengarkan pemikiran anggota lain. Cara yang
dapat dilakukan adalah dengan salah satu siswa dalam masing-
masing kelompok berbicara mengenai pendapat mereka dan diikuti
siswa lain secara berurutan.
8) Lingkar kecil lingkar besar ( inside –outside circle )

Dalam teknik siswa berbagi informasi pada saat yang bersamaan.
Cara yang dilakukan adalah dengan membentuk lingkaran dan
bergeser, sehingga masing-masing siswa dapat pasangan yang
berganti-ganti untuk bertukar informasi.
9) Jigsaw

Dalam teknik ini guru memperhatikan latar belakang pengalaman
siswa dan membantu siswa mengaktifkan latar belakang
pengalaman siswa ini agar bahan pelajaran lebih bermakna.
10) Bercerita berpasangan.

Dalam teknik ini siswa dirangsang untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan berimajinasi sehingga siswa terdorong
untuk belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis simpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
mengutamakan pembelajaran secara berkelompok dalam kelas.
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif dan efisien dengan belajar secara
berkelompok. Pelaksanaan tipe pembelajaran kooperatif tersebut,
siswa benar-benar dilibatkan secara aktif dalam proses belajar
mengajar. Sehingga dalam proses belajar mengajar siswa akan
merasa nyaman dan membuat siswa akan lebih menyukai pelajaran
serta akan mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
3. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw

a. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw

Model pembelajaran cooperative learning merupakan salah
satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual.
Sistem pengajaran cooperative learning dapat didefinisikan sebagai
sistem belajar kelompok yang terstruktur. Oleh karena itu, banyak
guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative
learning karena mereka beranggapan telah biasa menggunakan
cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun

sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakn sebagai
cooperative learning, tetapi model pembelajaran tile inj dapat
menggunakan pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang
memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan kegiatan
belajar mereka dan belajar dari peserta didik lainnya dalam kelompok
tersebut dan mampu terbentuknya keaktifan disini.

Ada beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran
cooperative, walaupun prinsip dasar dari pembelajaran cooperative ini
tidak berubah. Jigsaw merupakan salah satu tipe dari cooperative
learning yang dikembangkan oleh Arenson et al. Pembelajaran
kooperatif model jigsaw ini mengambil pola cara kerja sebuah gergaji
(zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara
bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Seperti yang diungkapkan oleh Lie dalam Rusman (2014, h. 218)
bahwa, “pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model
belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil
yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa
bekerja sama saling ketergantungan positif dan tanggung jawab secara
mandiri”. Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi
model Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana
setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap,
pendapat, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk
secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh
anggota. Zaini mengemukakan Model pembelajaran Jigsaw
merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang
akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi
ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan
sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
b. Tujuan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw

Ide utama dari belajar cooperative learning adalah siswa

bekerja sama untuk belajar bertanggung jawab pada kemajuan belajar
temannya. Zamroni dalam Trianto (2012, h. 57) mengemukakan
bahwa manfaat dari penerapan cooperative learning mengurangi
kesenjangan pendidikan khususnya dalam mewujudkan input pada
level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat
mengembangkan sikap solidaritas sosial di kalangan siswa.

Pembelajaran cooperative dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial. Pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw
disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan
membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan
pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pemberlajaran cooperative tipe
jigsaw ini siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai
guru.

Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah
untuk mengajarkan kepada siswa untuk mengajarkan kepada siswa
keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting
dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa
sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung
sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.
c. Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw

Pembelajaran cooperative berbeda dengan strategi
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam
kelompok. Model pembelajaran cooperatife jigsaw ini adalah sebuah
model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan pada kerja
kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Karakteristik
pembelajaran cooperative dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan
secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh
karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap
anggota tim harus saling membantu dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
2) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip
kebersamaan atau bekerja sama perlu ditekankan dalam
pembelajaran kooperatif. Tanpa adanya kerja sama yang baik,
pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil maksimal.
3) Keterampilan bekerja sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktekan melalui aktivitas dalam
kegoatan pembelajaran dalam berkelompok. Dengan demikian
siswa perlu didorong untuk mau dan ssanggup untuk berinteraksi
dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
4) Didasarkan pada manajemen kooperatif

Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan
memnunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanaakan
sesuai rencana, dan langkah-langkah pembelajaran sudah
ditentukan.
d. Unsur Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua
kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran Jigsaw harus
diterapkan. Unsur unsur tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Saling Ketergatungan Positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga anggota kelompok

harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai
tujuan mereka. Dalam metode jigsaw, Aronson menyarankan
jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang
saja dan keempat orang ini ditugaskan membaca bagian yang
berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar
informasi agar mendorong semua peserta didik untuk memiliki
kesempatan untuk berbicara dan aktif dalam kelas.
2) Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa
bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci
keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam
penyusunan tugasnya.
3) Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka
dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajaran untuk membentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya
dari pada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Inti dari kegiatan
ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan
mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok dengan
latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi
modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota
kelompok.
4) Komunikasi Antar Anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan
berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa
dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian

mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka. Ada kalanya pembelajar perlu diberitahu secara
eksplisit mengenai caracara berkomunikasi secara efektif seperti
bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus
menyinggung perasaan orang tersebut.
5) Evaluasi Proses Kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka
agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu
evaluasi ini tidak perlu diajarkan setiap kali ada kerja kelompok,
melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa
kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran Cooperative
Learning.
4. Keaktifan Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan dan
mendorong keaktifan belajar siswa dalam kelas melalui berbagai interaksi
dan pengalaman belajar. Aktifitas siswa menjadi hal yang penting karena
seorang guru dapat lebih menekankan pada aspek kognitif, dengan
menekankan pada kemampuan mental yang dipelajari sehingga hanya
berpusat pada pemahaman pengetahuan ilmu yang dimiliki. Guru perlu
menyadari bahwa pada saat mengajar dalam kurikulum sekarang ini,
mereka dapat lebih memposisikan keberadaannya dalam kegiatan
oembelajaran bertujuan sebagai fasilitator. Yang memberikan segala
fasilitas ilmu pegetahuan kepada peserta didiknya. Sehingga dalam proses
pembelajaran siswa akan dituntut lebih aktif dan mendorng oeserta didik
untuk berani mengemukakan pendapatnya. Keberadaan guru hanya
sebagai penunjang dan membantu keilmuan dari segala pemikiran yang
dimiliki oleh peserta didiknya.

Keaktifan yang dimiliki oleh siswa atau peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran di kelas tentu memiliki karakteristik yang
berbeda- beda dalam pelaksanaanya. Siswa dikatakan memiliki
keaktifan belajar apabila melaksanakan beberapa kriteria berikut:
Mencatat materi soal yang diamati dari hasil pembahasan,
mengajukan pendapat kepada guru atau kepada siawa lain, merespon
pertanyaan dan instruksi dari guru, berdiskusi dan berpartisipasi
aktif dalam kelompok, mengerjakan hasil analisis video,
merumuskan kesimpulan, mempresentasikan hasil kerja kelompok,
memanfaatkan referensi buku yang ada.

Dari adanya beberapa kriteria atau karakteristik dari keaktifan
dalam kegiatan pembelajaran tersebut dapat ditemukannya satu
tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini, utamanya pada tipe
pembelajaran kooperatif. Krtieria yang ada tersebut bertujun agar
dalam pelaksanaan oembelajaran dalam kelas tersebut mendorong
peserta didiknya untuk lebih bisa membangun suasana pembelajaran
di kelas dengan model atau metode yang diberikan oleh guru. Peserta
didik didorong aktif untuk dapat berbicara dan memberikan respon
yang baik dari kegiatan pembelajaran tersebut. Karena dengan
aktifnya peserta didik dalam memberikan responnya yang baik, maka
kondisi pemahaman peserta didik akan materi yang disampaikan
akan tersampaikan dan dilaksanaakn oleh guru dengan baik.
B. Kerangka Berpikir

Pada studi pendahuluan diawali dengan kegiatan wawancara dan pretest
terhadap siswa kelas X IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali tahun ajaran
2020/2021 dan akan menunjukan kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Kesulitan
yang dihadapi oleh siswa akan di pecahkan bersama-sama agar dapat mengatasi
permasalahan dengan sesegera mungkin.

Model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw merupakan suatu model
pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil dan bekerjasama. Keberhasilan
dari model ini sangat tergantung pada kemampuan aktivitas anggota kelompok, baik
secara individual maupun dalam bentuk kelompok. Praktiknya model ini dilakukan
dengan mengelompokkan siswa menjadi beberapak kelompok secara heterogen dan
menyelesaikan tugas bergiliran dalam waktu tertentu. Rencana tersebut dituangkan
dalam rencana pelaksananaan pembelajaran untuuk dilaksanakan dalam dua siklus

dan setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Satu sikulus terbagi menjadi empat
tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Kondisi akhir penggunaan model pembelajaran koopratif tipe jigsaw
diharapkan mampu meningkatkan keaktifan dan hasil beralajr sejarah pada siswa
kelas X IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2020/2021.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini divisualisasikan sebagai berikut:

Kondisi Awal Siswa kesulitan Keaktifan dan hasil
dalam hal keaktifan belajar siswa kelas X IPS
dan belajar sejarah 1 SMA Negeri 1 Boyolali

Tindakan Penerapan Siklus I
model - Perencanaan
pembelajaran - Pelaksanaan
kooperatif - Observasi
model jigsaw - Refleksi

Siklus II
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- Observasi
- Refleksi

Kondisi Akhir Keaktifan dan Hasil
belajar sejarah
siswa kelas X IPS 1
SMA Negeri 1
Ngemplak Boyolali

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

C. Hipotesis Tindakan

Menurut Sugiyono (2011), “Hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis merupakan
jawaban sementara yang masih perlu diuji kebenarannya. Berdasarkan kajian
teori dan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis tindakan bahwa
“Terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan
metode pembelajaran tipe Jigsaw pada mata pelajaran sejarah Kelas X IPS 1
SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali”.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ngemplak
Boyolali beralamat di Jl. Embarkasi H., Ngemplak, Donohudan, Kec.
Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kepala Sekolah SMA
Negeri 1 Ngemplak Boyolali bernama Drs. Sunarmo, M.Pd. Alasan
peneliti melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali kelas
X IPS 1 dengan alasan sebagai berikut :
a. Sekolah tersebut belum pernah dipergunakan sebagai subyek

penelitian sejenis, terutama di kelas X IPS 1sehingga terhindar dari
kemungkinan penelitian yang sama dan berulang.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara kolaborasi atau
bekerja sama dengan guru mata pelajaran sejarah. Sedangkan peneliti
disini sebagai pengamat / observer dan juga membantu dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran selama Penelitian Tindakan Kelas ini
berlangsung.

2. Waktu Penelitian

Waktu untuk Kegiatan Penelitian adalah mulai bulan November
2020 sampai dengan bulan Januari 2020. Waktu ini meliputi kegiatan
persiapan sampai penyusunan proposal penelitian, Adapun rincian waktu
pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

No Keterangan November Desember Januari
1 Persiapan Penelitian
2020 2020 2020

a. Perijinan kepada

pihak sekolah
b. Pengajuan judul

penelitian
c. Penyusunan

proposal
penelitian

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas.
Penelitian tindakan atau (action research) merupakan penelitian pada upaya
pemecahan masalah atau perbaikan di dalam pembelajaran yang dirancang
menggunakan metode penelitian tindakan (classroom action research) yang
bersifat reflektif dan kolaboratif. Adapun prosedur pelaksanaan penelitian
tindakan berupa suatu siklus berbentuk spiral (a spiral of steps) langkah-
langkahnya terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi,
dan refleksi (Kemmis dan Tagart dalam Wiraatmadja, 2006: 66).

Arikunto (2006: 2-3) menjelaskan bahwa, penelitian tindakan kelas,
dalam bahasa inggrisnya Classroom Action Research (CAR) merupakan,
sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di dalam kelas. Dengan
menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu penelitian, tindakan,
kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa suatu
tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama

C. Subyek dan obyek penelitian
1. Subyek penelitian

Subyek dari penelitian yang penulis lakukan adalah siswa kelas X IPS 1.
Pertimbangan dalam memilih kelas X IPS sebagai subyek penelitian,
sebagai berikut:
a) Penulis akan melakukan observasi dari beberapa kelas sosial (IPS),

dan memilih kelas dengan kondisi nilai yang banyak berada
dibawah KKM

b) SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali belum pernah digunakan untuk
penelitian sejenis, sehingga terhindar dari penelitian ulang oleh
penulis.

2. Obyek penelitian

Objek penelitian pada penelitian tindakan kelas ini adalah berbagai
kegiatan yang terjadi didalam kelas selama berlangsungnya proses
belajar mengajar yang terdiri dari:
a) Pemilihan strategi atau model pembelajaran.

b) Pelaksanaan strategi atau model pembelajaran yang dipilih, yaitu
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

c) Suasana belajar saat berlangsungnya proses belajar mengajar.

d) Keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran.

e) Pemaparan Materi Pembelajaran

f) Hasil proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi yang
sesuai,digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1. Angket

Menurut Sugiyono (2016: 199) Kuesioner merupakan teknikpengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkatpertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.Peneliti

menggunakan angket berstruktur dengan bentuk jawaban tertutup,yaitu

angket yang setiap jawabannya sudah tersedia berbagai alternatifjawaban
(Zainal Arifin, 2013:167).
2. Tes Tertulis

Tes tertulis atau sering disebut paper and pencil test adalah tes
yangmenuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tulisan (Zainal
Arifin,2013: 124). Tes merupakan alat yang digunakan untuk
mengetahui tingkatkepahaman siswa pada mata pelajaran Akuntansi
Keuangan khususnyaKompetensi Dasar Persediaan. Bentuk tes berupa
pilihan ganda maupunuraian. Penelitian ini menggunakan pre test dan
post test. Tes tersebutberkaitan dengan materi yang telah disampaikan
oleh guru pada pertemuantersebut, sehingga guru dapat mengetahui
apakah siswa paham pada materi pembelajaran tersebut.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut
Suprayogo dalam Tanzeh analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan,
pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah
fenomena memiliki nilai sosial, akademis, dan .

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Analisis data
ini dilakukan setelah data yang diperoleh dari sample melalui instrumen yang
dipilih dan akan digunakan untuk menjawab masalah dalam penelitian atau
untuk menguji hipotesa yang diajukan melalui penyajian data. Data yang
terkumpul tidak mesti seluruhnya disajikan dalam pelaporan penelitian,
penyajian data ini adalah dalam rangka untuk memperlihatkan data kepada
para pembaca tentang realitas yang sebenarnya terjadi sesuai dengan fokus
dan tema penelitian, oleh karena itu data yang disajikan dalam penelitian
tentunya adalah data yang terkait tengan tema bahasan saja yang perlu
disajikan. Aktifitas dalam analisis data yaitu reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi data
(conclusion drawing / verification)

1. Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup
banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Menyajikan Data Penyajian data dilakukan dalam rangka
mengorganisasikan hasil reduksi dengan cara menyusun secara narasi
sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi, sehingga
dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Data yang sudah terorganisir ini dideskripsikan sehingga
bermakna baik dalam bentuk narasi, grafis maupun tabel.
Dalam penelitian, penyajian data akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah dipahami. Dalam melakukan penyajian data selain dengan teks
yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network dan chart.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Penarikan

kesimpulan dan verifikasi adalah memberikan kesimpulan terhadap hasil
penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini juga mencakup pencarian makna data
serta pemberian penjelasan. Selanjutnya dilakukan kegiatan verifikasi yaitu
kegiatan mencari validitas kesimpulan dan kecocokan makna-makna yang
muncul dari data. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan
menerapkan model pembelajaran langsung dengan media kartu ayat maka
data yang diperlukan berupa data hasil belajar yang diperoleh dari hasil
belajar/nilai tes.

Hasil belajar dianalisis dengan teknik analisis hasil evaluasi untuk
mengetahui ketuntasan belajar dengan cara menganalisis data hasil tes
dengan kriteria ketuntasan belajar, prosentase hasil belajar yang diperoleh
siswa tersebut kemudian dibandingkan dengan KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimum) yang telah ditentukan. Seorang siswa disebut tuntas belajar jika
telah mencapai skor 75 persen ke atas, untuk menghitung hasil belajar dengan
membandingkan jumlah nilai yang diperoleh siswa dengan jumlah skor
maksimum kemudian dikalikan 100% atau digunakan rumus Percentages
Correction sebagai berikut:

S = x 100



Keterangan:
S: Nilai yang dicari/diharapkan
R: jumlah skor dari item/soal yang dijawab benar
N: skor maksimal ideal dari tes tersebut.

Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui

peningkatan hasil belajar siswa pada penelitian ini yakni dengan

membandingkan persentase ketuntasan belajar dalam penerapan model

pembelajaran Cooperatif tipe jigsaw pada siklus I dan siklus II. Sedangkan

persentase ketuntasan belajar dihitung dengan cara membandingkan jumlah

siswa yang tuntas belajar dengan jumlah siswa secara keseluruhan (siswa

maksimal) kemudian dikalikan 100%.

Prenstasi ketuntasan P = jumlah siswa yang tuntas belajar x 100%


F. Indikator Kinerja

Indikator Keberhasilan Pada penelitian ini, kriteria keberhasilan
tindakan dilihat dari indikator kerjasama, keaktifan, dan hasil belajar peserta
didik.

1. Kerjasama Kerjasama adalah salah satu bentuk usaha bersama yang
dilakukan antara orang perorangan maupun kelompok untuk mencapai
tujuan bersama. Kerjasama dilakukan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, tanpa adanya kerjasama tujuan tersebut akan sulit dicapai.
Menurut Isjoni, kerjasama merupakan kerja kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda, serta siswa dituntut memiliki keterampilan-
keterampilan berkerjasama. Untuk mencapai keterampilan dalam
bekerjasama terdapat 8 indikator yang perlu diamati, yaitu:
a. Keikut sertaan memberikan ide atau pendapat.

b. Menanggapi pendapat dan menerima pendapat orang lain

c. Melaksanakan tugas
d. Keikutsertaan dalam memecahkan masalah
e. Kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok
f. Keikutsertaan membuat laporan
g. Keikutsertaan dalam presentasi kelompok
h. Kepedulian membantu teman dalam memecahkan masalah.

Indikator kerjasama yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah
jika kerjasama pendidik dan peserta didik pada proses pembelajaran
mencapai 75% (berkriteria cukup). Indikator kerjasama dalam penelitian
ini diperoleh dari hasil observasi peserta didik. Isjoni, Pembelajaran
Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan antar Peserta Didik,.

2. Keaktifan

Nana Sudjana mengatakan bahwa penilaian proses belajar
mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam
beberapa hal, diantaranya:

a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

b. Terlibat dalam pemecahan masalah

c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak
memahami persoalan yang dihadapinya

d. Berusaha mencari berbagai informasi yang

diperlukan untuk pemecahan masalah

e. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru

f. Menilai kemampuan diri dan hasil-hasil yang diperolehnya

g. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis

h. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah
diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya.

Indikator keaktifan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah

jika keaktifan peserta didik pada proses pembelajaran mencapai 75%
(berkriteria cukup). Indikator keaktifan dalam penelitian ini diperoleh
dari hasil observasi peserta didik.

3. Hasil Belajar

Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang diacukan
kepada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan
demikian, derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang
seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya.
Biasanya keberhasilan siswa ditentukan kriterianya, yakni berkisar antara
75-80 persen. Artinya, siswa dikatakan berhasil apabila ia menguasai
atau dapat mencapai sekitar 75-80 persen dari tujuan atau nilai yang
seharusnya dicapai. Kurang dari kriteria tersebut dinyatakan belum
berhasil.68 Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ditentukan
kriterianya, yaitu 75 persen. Rumusnya adalah :

S = x 100


Keterangan :

S: Nilai yang dicari/diharapkan

R: Jumlah skor dari item/soal yang dijawab benar
N: skor maksimal ideal dari tes tersebut

Artinya skor yang dinyatakan lulus adalah dengan membandingkan
jumlah nilai yang diperoleh siswa dengan jumlah skor maksimal dikalikan
100. Maka siswa yang skor besarnya diatas 75 persen dinyatakan lulus, atau
berhasil secara individual dalam mengikuti program pembelajaran Sosiologi
dengan menggunakan model pembelajaran Cooperatif tipe jigsaw.

G. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian tindakan ini terdapat tahapan-tahapan yang harus
diperhatikan oleh peneliti. Arikunto berpendapat, “Secara garis besar terdapat
empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan dan (4) refleksi” (2006:16). Hal tersebut dapat kami gambarkan
dan jelaskan sebagai berikut :

SIKLUS 1 Perencanaan
Perencanaan

SIKLUS 2

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan

?

Gambar Model Penelitian Tindakan.
(Suharsimi Arikunto, 2006: 16)

Keterangan:

1) Perencanaan

Tahap perencanaan, peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,
kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Penelitian tindakan kelas yang ideal sebetulnya dilakukan secara
berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang
mengamati proses jalannya tindakan. Hal ini sering disebut juga dengan
istilah kolaborasi. Dalam penelitian tindakan ini juga dilakukan dengan
cara kolaborasi antara peneliti dan guru mata pelajaran sosiologi kelas X
IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali. Penelitian ini dilakukan dengan
cara kolaborasi karena dianggap peneliti belum memiliki
keprofesioanalismean sebagai guru, sebab peneliti masih dalam tahap
belajar menjadi guru. Selain itu penelitian tindakan ini dilakukan
kolaborasi sebagai upaya meminimalisirkan unsur subyektifitas
pengamatan serta mutu kecermatan pengamatan yang dilakukan.

Tahap perencanaan meliputi: (1) peneliti mengajak guru mata
pelajaran sejarah kelas X IPS 1 SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali untuk
berkolaborasi melakukan penelitian tindakan kelas, (2) peneliti melakukan
wawancara terhadap guru sejarah dan siswa kelas X IPS 1 (3) peneliti
melakukan pengamatan proses pembelajaran sejarah kelas X IPS 1 dan

mengidentifikasi permasalahan yang ada selama proses pembelajaran, (4)
peneliti menganalisis permasalahan yang timbul dengan mengacu pada
teori yang relevan, (5) peneliti merancang bentuk tindakan siklus pertama,
alat evaluasi dan lembar pengamatan, (6) peneliti menyusun jadwal
penelitian tindakan kelas, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
menyusun soal tes untuk evaluasi.

Dalam tahap ini pulalah peneliti memaparkan rencana tindakan
bahwa penelitian akan dilakukan dua siklus di mana masing-masing siklus
terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan
refleksi. Namun jika dalam dua siklus belum mencapai target maka peneliti
melakukan siklus berikutnya.

2) Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan merupakan implementasi atau penerapan
isi perencanaan mengenai tindakan yang akan dilakukan dalam proses
pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaannya guru harus ingat dan
berusaha menaati apa yang dirumuskan dalam perencanaan penelitian.
Tetapi guru harus pula bersifat wajar tidak dibuat-buat. Dalam refleksi,
keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan perlu diperhatikan dengan
seksama agar sinkron dengan maksud semula. Tahap ini dilakukan untuk
menguji kebenaran melalui tindakan yang telah direncanakan.

Pada tahap ini peneliti melakukan hipotesis tindakan, yaitu untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X IPS 1 SMA Negeri 1
Ngemplak Boyolali dalam mata pelajaran sosiologi dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
3) Pengamatan

Kegiatan ini mencakup kegiatan mengamati pada saat
pelaksaanaan tindakan yang dilakukan oleh pengamat (peneliti). Pada tahap
ini sebenarnya tidak bisa dipisahkan dengan tahap pelaksanaannya. Sebab
tahap ini dilakukan bersama-sama saat guru sedang melakukan tindakan.
Sebutan tahap ke-2 diberikan kepada guru yang bertindak sebagai
pelaksana juga sebagai pengamat. Dengan kata lain penelitian ini tidak
dilakukan dengan cara kolaborasi.

Pada tahap ini peneliti yang bertindak sebagai pengamat
melakukan pengamatan terhadap proses pembelajarn yang sedang
berlangsung, khususnya aktivitas belajar siswa yang sedang melakukan

kegiatan pembelajaran di kelas dengan bimbingan guru.
4) Refleksi

Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa
yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika
guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan

dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi perencanaan tindakan.
Istilah refleksi disini sama dengan “memantul”. Memantul dapat diartikan
sebagai upaya guru sebagai pelaksana kegiatan bercerita terhadap peneliti
(pengamat) mengenai hal-hal yang dirasa sudah dilakukan peneliti baik dan
belum baik ketika sedang melakukan tindakan. Dengan kata lain, guru
pelaksana sedang melakukan evaluasi diri. Refleksi ini lah yang mendasari
dalam upaya perbaikan dalam siklus selanjutnya.

Setelah guru pelaksana dan peneliti melakukan tahap-tahap
tersebut dan sudah mencapai target indikator kinerja penelitian maka
peneliti dapat memulai menyusun laporan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. MetodePenelitianKualitatif. Jakarta :BumiAksara

Arikunto, Suharsimi. 2006. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek. Jakarta
:RinekaCipta

Wiraatmadja, Rochiati. 2006. MetodePenelitian Kelas. Bandung. Remaja.

Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Penerbit Teras,
2011)
Sulistyorini, Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: Teras, 2009)
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005)
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, R&D). Bandung: CV Alfabeta
Arifin, Zainal. (2013). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. (2016). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
A.M, Sardiman (2016). Interaksi &Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Eko, B. & Kharisudin, I. (2010). Improving The Autodidact Learning of Student
On Kalkulus Through Cooperative Learning “Student Teams Achievement
Division” By Portofolio Programed. Jurnal Penelitian pendidikan, 27(1): 78-83.
Tersedia di http://journal.unnesa.ac.id diakses pada 24/01/2017 pada pukul 21.48
E Kieso, Donald, Jerry J, Weygandt and Teery D. Warfield. (2011). Intermediate ,
Accounting, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat
Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/otomotif-
s1/article/view/5507/0 diakses pada 09/10/2016 pada pukul 16.06

http://journal.um.ac.id/index.php/jabe/article/download/6071/2550diaks
es 09/10/2016 pada pukul 16.07

Kompri. (2015). Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Kunandar.(2011).Langkah Mudah Penelitian Tindakan kelas
Rajawali Pers. Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta:

Majid, Abdul. (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Martani, Dwi. (2012). Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Jakarta:
Salemba Empat.

Harti, Dwi. (2011). Modul Akuntansi 2B. Jakarta:Erlangga.

Mulyadi. (2001).Sistem Akuntansi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.


Click to View FlipBook Version