The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Untuk memenuhi tugas kuliah mata kuliah IT membuat ebook berisi 5 makalah

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Syam Suddin, 2020-12-02 15:36:55

Tugas IT Ebook 5 makalah

Untuk memenuhi tugas kuliah mata kuliah IT membuat ebook berisi 5 makalah

Keywords: 5 makalah

Dalam perkembangan ilmu tafsir, amsal memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap perkembangan berfikir umat Islam dalam mendalami dan memahami al-
Qur’an10. Demikian juga dengan Manna Qathan11 juga menguraikan faedah mempelajari
amsal ini yang dapat dilihat berikut ini:

a. Menampilkan sesuatu yang ma’qul (rasional) dalam bentuk konkrit yang
dapat dirasakan indera manusia, sehingga akal mudah menerimanya.
Sebab pengertian-pengertian abstrak tidak akan tertanam dalam benak
kecuali jika ia dituangkan dalam bentuk indrawi yang dekat dengan
pemahaman. Misalnya Allah membuat perumpamaan bagi orang yang
menafkahkan hartanya secara riya’ bahwa ia tidak akan mendapatkan
pahala sedikitpun dari perbuatannya itu, sebagaimana al-Qur’an Surat Al
Baqarah (2) ayat 264

b. Mendorong orang yang diberi matsal untuk berbuat
sesuai dengan isi matsal, jika ia merupakan sesuatu yang
disenangi jiwa. MisalnyaAllah membuat matsal bagi
keadaan orang yang menafkahkan harta di jalan Allah, di
mana hal itu akan memberikan kepadanya kebaikan
yang banyak. Misalnya Surat Al Baqarah (2) ayat 261

c. Menjauhkan dan menghindarkan, jika isi matsal berupa
sesuatu yang dibenci jiwa. Misalnya tentang larangan
menggunjing, sebagaimana dalam al-Qur’an Surat Al
Hujarat (49) ayat 12

d. Untuk memuji orang yang diberi matsal. Seperti Firman
Allah tentang para sahabat, di dalam Al Qur‟an Surat Al
Fath (48) ayat 29

e. Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat
yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya
matsal tentang keadaan orang dikaruniai kitabullah tetapi
ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya
sebagaimana dalam al-Qur’an Surat al-A’raf (7) ayat 175 –

10 Chirzin, Muhammad. Al –Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 2003, , 131.
11 Al Qathan Manna, Studi Ilmu-Ilmu Al –Qur’an, ,. 361

50

176.
f. Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam

memberikannasihat, lebih kuat dalam memberikan
peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Allah
banyak menyebut amtsal dalam al-Qur‟an untuk
peringatan dan pelajaran.
g. Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu
ungkapan yang padat, seperti amtsal kaminah dan
amtsal mursalah dalam ayat – ayat di atas

4. NILAI PENDIDIKAN AMTSAL ALQUR’AN
Amsal al-Qur’an memiliki makna pendidikan di dalamnya, sebagaimana firman

Allah Allah dalam Al-Qur’an surat az-Zumar ayat 27 :

‫َو َل َق ْد َض َر ْب َنا ِلل ّنا ِ ِسفى َٰه َذا ٱ ْل ُق ْر َءا ِن ِمن ُك ّل َم َث ٍل ّل َع ّل ُه ْم َي َت َذ ّك ُرو َن‬

Artinya: Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam
al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat
pelajaran.

Dengan memperhatikan isi kandungan ayat di atas jelaslah bahwa akan
banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari perumpamaan-perumpamaan dalam
banyak hal khususnya dalam bidang pendidikan.

1) Mempermudah mengingat dan memahami sesuatu
Setiap hal yang dijadikan perumpamaan yang digunakan dalam
perumpamaan al-Qur’an, merupakan hal yang sering ditemukan
dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga manusia mudah
mengingatnya karena gambarannya sering ditemukan. Sesuatu yang
lebih sering ditemukan, akan lebih mudah mengingatnya daripada
hal yang jarang ditemukan. Misalnya, Allah membuat perumpamaan
kalimat yang baik dengan “pohon yang baik”. Gambaran ”pohon
yang baik” sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. (Q.S.
Ibrahim ayat 24- 25).

2) Melatih untuk biasa berfikir
Dengan perumpamaan dan perbandingan, pikiran manusia akan

51

terlatih untuk beranalogi agar mendapatkan kesimpulan yang benar.
Jadi dengan amstal akan dapat melatih berpikir manusia. Santrock
dalam bukunya psikologi pendidikan menyebutkan bahwa guru
bukan hanya memberikan informasi kepada fikiran anak didik akan
tetapi guru juga mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia
mereka, menemukan pengetahuan merenung dan berfikir secara
kritis. Semangat untuk membiasakan diri kita dan siswa yang kita
didik untuk berfikir ternyata telah jauh muncul dalam Islam sebelum
para ahli Barat mengemukan teori-teori mereka.12
3) Belajar memahami persoalan yang abstrak
Dengan amstal manusia diajak untuk memahami konsep yang
abstrak secara mudah dengan cara memperhatikan konsep yang lebih
konkret yang dapat diindrai. Penyebabnya pengertian-pengertian
yang abstrak itu tidak akan tertanam dalam benak kecuali jika
dituangkan dalam bentuk indrawi yang lebih dekat dan mudah
dipahami. Jadi amstal berguna untuk mempermudah pemahaman
manusia. Mislanya, Allah membuat perumpamaan untuk keadaan
orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ seperti tanah di
atasbatu licin, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat yang
mengakibatkan hanyutnya tanah yang ada di atas batu licin itu. Oleh
karena itu, dengan amstal akan mengetuk mata hati manusia agar ia
tersentuh dan terbuka pikirannya sehingga mampu memahami ayat-
ayat Allah. Tersentuh mata hati dan terbukanya pikiran manusia
merupakan kunci untuk dapat menerima hidayah Allah.
4) Memberikan motivasi melaksanakan kebaikan dan meninggalkan
larangan Pemberiaan contoh akan mendorong orang untuk berbuat
sesuatu sesuai dengan contoh itu. Hal itu terjadi bila contoh itu
merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Misalnya Allah membuat
tamtsil bagi keadaan orang yang menafkahkan harta di jalan Allah
akan diberikan kebaikan yang banyak sekali, bahkan berlipat ganda.
”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang

12 Jhon W.Santrock, Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo B.S, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008

52

menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus
biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 261)

Begitu juga sebaliknya Pemberian tamsil akan
mendorong orang untuk tidak berbuat seperti yang
ditamsilkan. Hal itu terjadi jika yang ditamsilkan itu
merupakan sesuatu yang dibenci oleh jiwa.
Contohnya, seperti firman Allah tentang larangan
menggunjing sebagai berikut: ”Hai orang-orang yang
beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa
dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian
yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging/bangkai saudaranya yang sudah
mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya (Q.S.
Al-Hujurat:12)
5) Pemberian pujian
Pemberian amstal dimaksudkan untuk memuji orang yang diberi
tamstil tersebut, dalam dunia pendidikan pujian juga masuk dalam
reward. Makna ini diungkapkan dari firman Allah dalam memuji
para sahabat Nabi yang pada mulanya mereka hanya golongan
minoritas saja, kemudian tumbuh berkembang hingga keadaannya
semakin kuat dan mengagumkan hati karena kebesaran mereka.
6) Efektif dan efesien
Amstal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam
memberikannasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan
lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak menyebut amstal dalam
al-Qur’an untuk peringatan dan pelajaran. Kemudian bahasa yang
digunakan juga indah dan singkat, sehingga ini menjadi pelajaran
untuk kita dalam proses mendidik yaitu memberikan nasehat dengan
menawarkan contoh dengan bahasa yang indah dan dapat diterima

53

oleh akal fikiran.
Demikian beberapa hal yang dapat ambil hikmah dari amstal

al-Qur’an, jika ingin melihat pendidikan sebagai suatu komponen
yang lengkap yang terdiri dari tujuan, metode, materi dan media
yang digunakan, maka amstal al-Qur’an bisa dijadikan rujukan.
Misalnya dalam hal tujuan, maka amstal al-Qur’an salah satunya
bertujuan untuk membuat manusia berfikir sehingga akan menjadi
lebih dewasa, dalam hal materi amstal al-Qur’an mengandung
pelajaran tentang keimanana, akhlak, ibadah, sejarah dan keilmuan.
Dalam hal metode, amstal al-Qur’an menyampaikan hal yang abstrak
dengan menghadirkan hal yang kongkrit (dalam perumpamaannya)
sehingga mudah difahami, selanjutnya tentang media yang
digunakan amstal al-Qur’an menghadirkan sesuatu yang nyata yang
biasa dilihat atau ditemukan dalam kehidupan sehari-sehari.

54

BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Amsal merupakan kerangka yang menampilkan makna-makna dalambentuk

yang hidupndan jelas dalam pikiran, menyamakan hal yang ghaib dengan yang
hadir, yang abstrak dengan konkrit dan menganalogikan sesuatu dengan hal yang
serupa. Amsatl adalah salah satu gaya al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai
penjelasan dan segi-segi kemukjizatan. Dengan adanya amsatl maka akan didapati di
dalam al- Qur’an makna yang lebih indah, menarik, dan menakjubkan.

Faedah mempelajari amstal yaitu, menampilkan sesuatu yang rasional dalam
bentuk konkrit yang dapat dirasakan indera manusia, sehingga akal mudah
menerimanya. Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak seakan-
akan sesuatu yang tampak, menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu
ungkapan yang padat, mendorong orang yang diberi mastal untuk berbuat sesuai
dengan isi mastal,menjauhkan dan menghindarkan, jika isi mastal berupa sesuatu
yang dibenci jiwa. Untuk memuji orang yang diberi mastal. Untuk menggambarkan
sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak, dan
Amstal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih
kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati.

Dalam aspek pendidikan amstal bisa dilihat dalam beberapa hal yang masuk
dalam komponen pendidikan yaitu: dari segi tujuan amstal bertujuan untuk
membuat manusia berfikir, dalam hal materi amstal al-Qur’an mengandung
pelajaran tentang keimanan, akhlak, ibadah, sejarah dan keilmuan. Dalam hal
metode, amsal al-Qur’an menyampaikan hal yang abstrak dengan menghadirkan hal
yang konkrit (dalam perumpamaannya) sehingga mudah difahami, selanjutnya
tentang media yang digunakan amstal al-Qur’an menghadirkan sesuatu yang nyata
yang biasa dilihat atau ditemukan dalam kehidupan sehari-sehari.

55

DAFTAR PUSTAKA

Al Qathan, Manna, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Terjemah Mudzakir AS
Jakarta : Litera Antar Nusa, 1993.
Chirzin, Muhammad, “Khasha ‘is al-Amtsal fl Qur’an wa Aghradhuha wal-
Maudhu’at allati ‘Alajatha, Al-Jami’ah, UIN Sunan Kalijaga, Edisi al-
Jami’ah journal of Islamic Stude 42/2/2004 .
Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2003
Permata al-Qur’an, Yogyakarta, Qirtas, 2003
Nur ‘Ala Nur 10 Tema Besar Al-Qur’an Sebagai Pedoman Hidup, Pustaka
Gramedia Utama, Jakarta, 2011.
Feist, Jess, Teori Kepribadian; Theories of Personality, Terj. Smita Prathita
Sjahputri, Salemba HUmanika, Jakarta, 2010.
Hamid, Salahuddin, Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Inti media Cipta
Nusantara, 2002.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Itqan Publishing, 2002.
M.Quraish, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung, Mizan, 2004.
Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah, Tangerang: Lentera Hati: 2005.
Syahidin. Metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi. Jakarta: CV
Misaka Galiza. 2001.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia,Jakarta : Yayasan Peyelenggara
Penerjemah/ Penafsir al-Qur’an, 1973.

56

MAKALAH
TEKNIK MENERJEMAH JUMLAH ISMIYAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar-dasar Penerjemahan

Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Abdul Kholiq, MA.

Disusun oleh
Badruz Zaman
Abdul Hakim Musyara
Faruq Auliyan Syaifil Hikam

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA
FAKULTAS USHLUHUDDIN

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
57

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT.
Karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, kami
bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Ilmu Kalam dengan judul
“Teknik Menerjemah Jumlah Ismiyah.”
Kami selaku penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Abdul Kholiq, MA . selaku dosen mata kuliah Ilmu Kalam yang telah
memberikan kepercayaan untuk membuat makalah ini, orang tua yang
senantiasa berdoa untuk kelancaran tugas kami, serta pada teman-teman
yang telah memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bisa
memberikan suatu manfaat bagi kami dan para pembaca serta dapat
dijadikan referensi untuk penyusunan makalah di waktu yang akan
datang.

Jakarta, 22 November 2020
Penyusun

Kelompok 10

58

DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................... I
Daftar isi...................................................................................................II
Bab I Pendahuluan..................................................................................1

 Latar Belakang..................................................................................1
 Rumusan Masalah.............................................................................1
 Tujuan Masalah.................................................................................1
Bab II Pembahasan.................................................................................2
4. Pola Mubtada’ Khabar.......................................................................2
5. Pola Mubtada’ Muakhkhar Khabar Muqaddam..................................4
6. Pola Khabar Jumlah...........................................................................6
7. Pola Khabar Syibhul Jumlah..............................................................6
8. Praktik Menerjemah QS, Ar Rum ayat 11, Fathir ayat 6-7.................7
Bab III Penutup........................................................................................9
3. Kesimpulan.......................................................................................9
4. Saran.................................................................................................9
Daftar pustaka
...................................................................................................................
10

59

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang
Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Al Quran

dan sebagian besar kitab kitab hukum Islam. Dan bahasa yang
akan digunakan kelak di akhirat.

Kosakata dalam Bahasa Arab memiliki bentuk bentuk yang
lebih komplek dan sedikit sulit di fahami terutama bagi pemula.
Oleh karena itu penulis berniat untuk mencoba memaparkan
tentang salahsatu bentuk kalimat dalam Bahasa Arab, yaitu
Jumlah Ismiyah yang terbentuk dari Mubtada dan Khobar.

Mubtada dan Khobar adalah bentuk kalimat yang saling
berkaitan satu sama lainnya, sehingga belumlah menjadi kalimat
yang sempurna jikalau mubtada belum dilengkapi oleh khobar.
Mubtada dan Khobar juga memiliki ketentuan ketentuan yang
sudah baku, seperti harus sesuainya antara mubtada dan khobar
dalam mufrod, tasniah,jama’nya dan muannats, mudzakkarnya.
Pada makalah ini penulis akan memperdalam pembahasan
tentang kesesuaian antara mubtada dan khobar.
Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfa’at khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi seluruh ummat islam di seluruh
dunia.

 Rumusan Masalah

3. Apa saja pola mubtada’ khabar?

4. Apa saja pola Mubtada’ Muakhkhar Khabar Muqaddam?

5. Apa saja pola Khabar Jumlah?

6. Apa saja pola Khabar Syibhul Jumlah?

7. Bagaimana praktik menerjemah QS, Ar Rum ayat 11, Fathir ayat
6-7?

 Tujuan Masalah

3. Untuk mengetahui pola mubtada’ khabar

4. Untuk mengetahui pola Mubtada’ Muakhkhar Khabar Muqaddam

5. Untuk mengetahui pola Khabar Jumlah

60

6. Untuk mengetahui pola Khabar Syibhul Jumlah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pola Mubtada’ Khabar
A. Mubtada’
1. Pengertian Mubtada’

Mubtada adalah setiap isim yang dimulai pada awal kalimat baik
didahului oleh nafyu maupun istifham, contoh (‫محمجججد مبتسم‬
=Muhammad tersenyum), contoh didahului oleh nafyu (‫ما قادم الضيف‬
=tamu itu tidak datang) dan contoh isim yang didahului oleh kata
Tanya (‫= أ ناجح عل ّي‬apakah yang lulus adalah Ali).[13]

Dan hukum isim yang dimulai pada awal kalimat tersebut (‫)المبتدأ‬
adalah Marfu’ (dibaca akhir katanya dengan harakah dhamma),
kecuali apabila isim tersebut didahului oleh huruf Jarr tambahan
atau yang menyerupainya maka hukumnya secara Lafadznya
adalah Majrur namun kedudukannya dalam kalimat tetaplah Marfu’.
Contohnya firman Allah SWT : ‫ وما من إله إل الله‬kata Ilah pada ayat
tersebut secara lafadznya adalah majrur namun kedudukannya
tetaplah Rafa’.[14]

Dan Mubtada terbagi menjadi dua, yaitu Mubtada Sharih (‫مبتدأ‬

‫ )صريح‬yang mencakup semua isim dhahir seperti pada contoh di

atas, dan juga terdiri dari Dhamir, contohnya (‫= هجججو مجتهدج‬dia

bersungguh-sungguh) atau (‫= أنت مخلص‬kamu ikhlas), yang Kedua

adalah Mubtada Muawwal (‫ )مؤول‬dari An (‫ )أن‬dan fi’ilnya, contohnya

firman Allah SWT (‫ )وأن تصجوموا خجير لكم‬dan (‫)أن تتحجدوا أرهب لعجدوكم‬

mubtada pada contoh ini adalah An dan Fi’ilnya dita’wilkan menjadi

isim mashdar sebagai mubtada. [15]

2. Macam macam mubtada’
Apabila dilihat dari Khabarnya maka Mubtada terbagi menjadi

dua, yaitu Mubtada yang mempunyai khabar, contohnya (‫محمججد‬
‫ )مبتسم‬dan Mubtada yang tidak memiliki Khabar, akan tetapi
mempunyai isim marfu’yang menempati posisi dari pada khabar,
contohnya (‫= أنججائم الطفل‬apakah bayi telah tidur) Naim adalah
mubtada sedangkan Thif adalah Fa’il yang menempati posisi

13 Moch Anwar. Ilmu Nahwu ; Terjemahan Matan ljumuriyyah dan ‘Imrithy (Bandung : Sinar Baru Algesindo ,
2007) hlm.85
14 Djawahir Djuha. Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu) Terjemahan Matan Al-Ajrumiyah (Bandung : Sinar Baru
Algesindo , 2007) hlm. 85-86
15 Ibid., hlm. 87.

61

khabar, Mubtada yang memiliki khabar haruslah terdiri dari isim
sharih atau dhahir ataupun yang telah dita’wilkan menjadi mashdar
yang sharih, sedangkan mubtada yang tidak memiliki khabar tidak
boleh menta’wilkannya dan penggunaanya haruslah selalu disertai
dengan Nafyu atau istifham.

Adapun Isim marfu’yang terletak setelah mubtada yang tidak
memiliki khabar yang dibarengi oleh Nafyu atau istifham maka
kedudukannya dalam I’rab kalimat adalah sebagai berikut:
a. Apabila menunjukkan kepada sifat yang tunggal dan
setelahnya adalah isim yang tunggal contohnya (‫ )أ مسافر الرجل‬atau
(‫ )ما محبوب الكسول‬maka I’rabnya ada dua kemungkinan yaitu :
1) Sifat yang pertama setelah istifham (musafir) adalah
mubtada dan setelahnya adalah Fa’il karena letaknya setelah Isim
Fa’il, atau Naib Fa’il apabila terletak setelah isim maf’ul, keduanya
marfu’menempati kedudukan khabar.
2) Sifat yang pertama (musafir) adalah khabar yang
didahulukan (khabar muqaddam) sedangkan kata (rajul) adalah
mubtada yang diakhirkan (mubtada muakkhar).
b. Apabila sifat yang pertama menunjukkan pada isim tunggal
kemudian setelahnya adalah Mutsanna (yang menunjukkan bentuk
dua) atau Jamak, maka sifat yang pertama adalah mubtada dan isim
setelahnya tersebut adalah Fa’il atau naib fa’il yang menempati
posisi khabar, contoh (‫ )ما مهمل الطالبان‬dan (‫ )ما محبوب المقصرون‬kata
Muhmil adalah mubtada sedangkan thalibani adalah Fa’il karena
terletak setelah isim Fa’il, dan kata Mahbub adalah mubtada
sedangkan Muqshirun adalah Naíb Fa’il karena terletak setelah Isim
Maf’ul.
c. Apabila sifat yang pertama berbentu dua (mutsanna) atau
Jamak dan setelahnya adalah mutsanna atau jamak maka isim yang
pertama adalah khabar yang didahulukan (khabar muqaddam) dan
isim yang setelahnya adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada
muakkhar), contohnya (‫ )أ مسافران الضيفان‬dan (‫)ما مقصرون المجتهدون‬,
kata musafirani dan muqshirun adalah khabar muqaddam
sedangkan dhaifani dan mujtahidun adalah Mubtada muakkhar.

Apabila dilihat dari contoh-contoh di atas dapat dilihat
perbedaan kedudukan mubtada yang kadang didahulukan (mubtada
muqaddam) dan kadang diakhirkan (mubtada muakkhar),
kesemuanya itu mempunyai aturan yang wajib didahulukan maupun
boleh didahulukan.

B. Khabar
1. Pengertian Khabar

62

Sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai Jumlah Ismiah (
‫ )الجملججة السججميةج‬yang terdiri dari dua bagian yang memberikan
petunjuk serta pemahaman kepada pendengar agar diterima. Para
pakar Nahwu menyebut bagian pertama dari jumlah ismiah ini
dengan Mubtada karena ia adalah bagian yang dimulai dalam
pembicaraan, sedangkan bagian keduanya dinamakan Khabar
karena ia memberitahukan keadaan yang ada pada mubtada, dan
bisa saja terdiri dari segala bentuk sifat baik ia isim fa’il, atau maf’ul
ataupun tafdhil, contohnya, (‫ )محمد فاضل‬dan (‫)علي محبوب‬.[16]

2. Hukum Khabar
Para ahli nahwu menyebutkan hukum dari pada khabar adalah
sebagai berikut:
a. Wajib merafa’ (memberi harakah dhamma) khabar, penyebab
khabar itu marfu’adalah mubtada , contohnya (‫ )أنت كججريم‬Karim
adalah khabar marfu’disebabkan oleh mubtada.
b. Khabar pada dasarnya haruslah nakirah, contohnya (‫محمد‬
‫ )فاضل‬fadhil adalah nakirah dan ia khabar mubtada.
c. Khabar haruslah disesuaikan atau ikut kepada mubtada dari
segi tunggalnya atau tasniyah (bentuk duanya) ataupun jamak.
d. Boleh menghilangkan khabarnya apabila ada dalil yang
menunjukkan kepadanya, dan masalah ini nanti akan dibahas pada
pembahasannya.
e. Wajib menghilangkan khabarnya, masalh ini pun akan
dibahas nanti pada pembahasannya.
f. Khabar boleh banyak dan beragam sedangkan mubtadanya
hanya satu, contohnya (‫ )محمجد ذكي فطن‬zakiyun dan fithn adalah
khabar mubtada.
g. Boleh dan wajib didahulukan khabar dari pada mubtada, dan
pembahasan ini pun akan di bahas pada pembahasannya.

B. Pola Mubtada’ Muakhkhar Khabar Muqaddam

1. Wajib mendahulukan dan Wajib menghilangkan Mubtada
Mubtada itu wajib didahulukan apabila:
a. Isim yang mempunyai kedudukan sebagai pendahuluan di
dalam kalimat, seperti isim syarat, atau istifham atau Ma yang
menunjukkan ketakjuban, contohnya (‫من يقجرأ الشجعر ينم ثروتجه اللغوية‬
=barangsiapa yang membaca syair maka akan bertambah
kekayaannya dengan bahasa), kata Man di sini adalah mubtada
yang harus di dahulukan karena posisinya dalam kalimat sebagai
pembukaan dan pendahuluan,
b. Mubtada yang menyerupai isim syarat,

16 Djawahir Djuha. Loc.cit . hlm. 87

63

c. Isim tersebut haruslah disandarkan kepada isim yang
menempati posisi dan kedudukan kata pendahuluan,
d. Apabila khabarnya adalah jumlah fi’liyah dan fa’ilnya adalah
dhamir yang tersembunyi yang kembali kepada mubtada.
e. Isim tersebut haruslah disertai dengan huruf Lam untuk
memulai atau Lam tauwkid.
f. Mubtada dan khabarnya adalah Ma’rifat atau kedua-duanya
nakirah dan tidak adanya kata yang menjelaskannya.
g. Mubtada teringkas khabarnya oleh Illa atau Innama.
h. Selain dari tujuh masalah di atas, maka boleh mendahulukan
atau mengakhirkan mubtada.
Mubtada wajib dihilangkan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila mubtada ikut kepada Sifat yang marfu’ dengan tujuan
memuji atau menghina atau sebagai rasa iba dan sayang.
b. Jika menunjukkan jawaban terhadap sumpah.
c. Jika khabarnya adalah mashdar yang mengganti fi’ilnya.
d. Jika khabarnya dikhususkan pada pujian atau cercaan setelah
kata Ni’ma (‫ )نعم‬dan Bi’sa (‫ )بئس‬dan terletak diakhir.
2. Wajib mendahulukan dan menghilangkan Khabar
Khabar wajib di dahulukan dari mubtada dalam keadaan sebagai
berikut:
a. Apabila mubtada nya adalah isim nakirah yang semata-mata
tidak untuk memberitahukan dan khabarnya adalah jar wal majrur
atau dharf, contohnya (‫= في المدرسججة معلمججون‬di sekolah ada para
guru), (‫= عنجدنا ضجيف‬ada tamu). Jika mubtadanya nakirah dengan
maksud untuk memberitahukan maka hukumnya boleh didahulukan
atau pada tempatnya semula, contohnya (‫)صديق قديم عندنا‬.
b. Jika khabarnya adalah istifham (kata Tanya) atau disandarkan
pada kata Tanya, contohnya (‫= كيف حالك‬bagaimana kabarmu),
c. Apabila ada dhamir yang berhubungan atau bergandengan
dengan mubtada sedangkan kembalinya dhamir tersebut kepada
khabarnya atau sebagian dari khabarnya, contohnya, (‫في المدرسة‬
‫= طلبها‬di sekolah ada murid-murid-nya),
d. Meringkas khabar mubtada dengan Illa (‫ )إل‬atau Innama (‫)إنما‬,
contohnya, (‫= ما فائز إل محمد‬tiada yang menang kecuali Muhammad),
Adapun tempat-tempat dimana khabar itu wajib dihilangkan adalah
sebagai berikut:
a. apabila mubtadanya adalah isim yang sharih yang
menunjukkan pada sumpah, contohnya (‫= لعمجرك لشجهدن الحق‬demi
hidupmu saya bersaksi dengan kebenaran), khabarnya wajib
dihilangkan, asalnya adalah (‫)لعمرك قسمي‬.
b. Khabarnya menunjukkan pada sifat yang mutlak artinya sifat
tersebut menunjukkan akan keberadaan dari sesuatu, dan hal itu

64

terdapat pada kata yang bergandengan dengan jar majrur atau
dharf, contohnya (‫= الماء في البريقج‬air berada di dalam teko), (‫الكتاب‬
‫= فجججوق المكتب‬buku berada di atas meja), yang menunjukkan
khabarnya telah dihilangkan yaitu (‫)موجود‬. Dan apabila mubtadanya
terletak setelah Lau la (‫ )لجججول‬maka khabarnya yang berarti
keberadaan pun wajib dihilangkan, contohnya (‫لول الله لصدمت السيارة‬
‫= الطفل‬jika tidak ada Allah, maka mobil akan menabrak anak itu),
khabar yang dihilangkan adalah kata (‫ )موجود‬pada contoh ini.
c. Jika mubtadanya adalah mashdar atau isim tafdhil yang
disandarkan pada mashdar dan setelahnya bukanlah khabar
melainkan hal yang menduduki tempatnya khabar, contohnya (
‫= تشجيعي الطالب متفوقا‬saya mendukung pelajar yang berprestasi), (:
‫= أفضل صلة العبجد خاشجعا‬sebaik-baik shalatnya sorang hamba dalam
keadaan khusu’) asalnya adalah (‫)أفضل صلة العبد عند خشوعه‬.
d. Khabarnya terletak setelah huruf Wau (‫ )واو‬yang berarti
dengan/bersama (‫)مع‬, contohnya, (‫= كجل طجالب وزميله‬semua pelajar
bersama kawanya), wau di sini berarti bersama sehingga khabarnya
dihilangkan, dan khabar yang dihilangkan adalah kata (‫)مقرونان‬.

C. Macam-macam Khabar (Mufrad, Jumlah, Syibhul Jumlah)

Khabar terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Khabar Mufrad (‫)المفرد‬, khabar yang bukan berbentuk kalimat
atau yang menyerupai kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata
baik menunjukkan pada tunggal atau mutsanna (bentuk dua)
ataupun jamak, dan harus disesuaikan dengan Mubtada dalam
pentazkiran (berbentuk muzakkarf=lk) atau ta’nis juga dalam
bentuk tunggal, mutsanna dan jamak. Contoh (‫= القمجر منجير‬bulan
bersinar), (‫= الطالبة مؤدبة‬pelajar pr itu sopan).
b. Khabar Jumlah (‫)جملة‬, khabar yang berbentuk kalimat baik
jumlah ismiah (‫ )اسمية‬maupun fi’liyah (‫)فعليه‬. Contoh khabar jumlah
ismiah (‫= الحديقة أشججارها خضجراء‬taman itu pepohonannya berwarna
hijau) atau (‫= الثوب لونه ناصع‬pakaian itu warnanya bersih), Atsaub
=adalah mubtada pertama, Lawn=Mubtada kedua dan mudhaf,
dhamir Hu=mudhaf ilaih, Nashi’=khabar mubtada kedua, Jumlah
dari mubtada kedua dan khabarnya menempati posisi rafa’ yaitu
khabar dari mubtada pertama.
c. Khabar syibhu jumlah (‫)شبه الجملة‬, khabar yang bukan mufrad
atau jumlah akan tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal
majrur (‫ )ججار ومججرور‬dan dharf =kata keterangan,(‫)ظجرف‬. Contoh
khabar dari jar wal majrur (‫= الكتاب في الحقيبة‬buku di dalam tas), (
‫= الماء في البريق‬air di dalam teko).

D. Praktik Menerjemah QS, Ar Rum ayat 11, Fathir ayat 6-7

65

Ar-rum 11,
‫ا َللّٰ ُه يَبْدَؤُا الْ َخلْقَ ث ُ ّم يُعِي ْدُهٗ ثُ ّم ا ِلَيْهِ تُ ْر َجعُوْ َن‬

UII (Gus Baha’):
“Allah berkuasa memulai ciptaan lalu membangkitkannya kembali,
kemudian kamu semuanya dikembalikan kepada-Nya.”
KEMENAG:
“Allah yang memulai (makhluk), kemudian mengulanginya kembali;
kemudian kepada-Nya kamu dapat dikembalikan.”
QURAISH SHIHAB:
“Allah menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian
mengembalikan (menghidupkan)nya kembali; kemudian kepada-
Nya-lah kamu dikembalikan.”
TAFSIRIYYAH:
“Allahlah yang memulai penciptaan. Kemudian Allah akan
menghidupkan kembali manusia setelah mati. Kemudian kalian
akan dikembalikan kepada-Nya untuk menghadapi perhitungan
amal kalian.”

Fathir 6-7

ِ‫ا ِ ّن ال ّشيْطٰ َن لَك ُ ْم عَدُوّ فَاتّ ِخذُوْهُ عَدُوً ۗا ا ِنّ َما ي َدْعُوْا ِح ْزبَ ٗه لِي َك ُوْن ُوْا ِم ْن ا َ ْص ٰح ِب ال ّسعِي ْر‬

‫ا َلّذِيْ َن ك َفَ ُروْا لَهُ ْم عَذَا ٌب َشدِي ْدٌ ۗە وَالّذِيْ َن ا ٰ َمنُوْا وَعَ ِملُوا ال ّٰصلِ ٰح ِت لَهُ ْم ّمغْفِرةٌ وّا َ ْج ٌر ك َبِي ْ ٌر‬
UII (Gus Baha’):
“Ketahuilah bahwa setan betul-betul musuhmu, hadapilah setan
sebagai musuh, setan akan selalu mengajak pengikutnya supaya
menjadi penghuni neraka yang menyala.”
“Orang-orang yang kafir akan menerima siksa yang sangat keras,
sedang orang-orang yang beriman dan selalu beramal saleh akan
menerima ampunan dan pahala yang besar.”
KEMENAG:
“Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai
musuh, karena sebenarnya setan itu hanya mengajak golongannya
agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”
“Orang-orang yang kafir, mereka akan mendapat azab yang sangat
keras. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan,
mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.”
QURAISH SHIHAB :
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah
ia musuh (mu), karena sebenarnya syaitan-syaitan itu hanya ajakan
golongannya yang menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”

66

“Orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang keras. Dan orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh bagi mereka
ampunan dan pahala yang besar.”
TAFSIRIYAH:
“Sungguh setan adalah musuh bagi kalian. Wahai manusia, karena
itu hendaklah kalian tetap jadikan setan sebagai musuh. Setan
hanya mengajak pengikut-pengikutnya agar menjadi penghuni
neraka sa’ir.”
“Para pengikut setan adalah orang-orang kafir. Kelak di akhirat
orang-orang kafir akan mendapatkan adzab yang berat. Adapun
orang-orang yang beriman dan beramal Soleh, mereka akan
mendapatkan ampunan dan pahala yang besar.”
Dari versi- versi terjemahan di atas, tidak ada perbedaan yang
sangat mencolok, semuanya hampir sama, cuma terjemahan
Tafsiriyyah yang agak sedikit berbeda. Mungkin karena proses
terjemahannya melalui metode tafsir jadi ada sedikit keterangan
tambahan untuk memahamkan pembaca.
Kalau menurut kami, versi UII inilah yang bahasanya mudah
dipahami oleh masyarakat umum.

Terjemah versi pemakalah:
Arrum 11
“Allah berkuasa untuk memulai menciptakan makhluknya, lalu
membangkitkannya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu
dikembalikan.”
Fathir 6-7
“Sesungguhnya setan itu adalah benar-benar menjadi musuhmu,
maka hadapilah ia sebagai musuhmu. Karena setan selalu mengajak
pengikutnya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-
nyala.”

“Orang-orang kafir akan mendapatkan siksa yang sangat keras.
Sedangkan orang-orang yang beriman dan melakukan amal shaleh
akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar.”

67

BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
1. Asal dari pada mubtada adalah ma’rifah sedangkan khabar
adalah Nakirah, contohnya (‫)الطلب متفوقججون‬, namun kadang ada
mubtada datang dalam bentuk ma’rifat dan khabarnya pun ma’rifat,
contohnya (‫ )اللججه ربنا‬dan (‫ )محمججد نبينا‬mubtadanya ma’rifah dan
khabarnya pun ma’rifah karena idhafah. Contoh lain (‫والسججابقون‬
‫ )السابقون‬assabiqun yang pertama adalah mubtada dan yang kedua
adalah khabarnya, sama dengan (‫)أنت أنت‬, terdiri dari mubtada dan
khabar, tapi bisa juga assabiqun dan anta yang kedua adalah taukid
(menegaskan) pada yang pertama.
2. Jika mubtadanya adalah mashdar marfu’, maka mubtadanya
boleh didahulukan, contohnya (‫)سلم عليكم‬.
3. Asal dari khabar mubtada adalah satu, namun boleh saja
khabar terhadap mubtada menjadi banyak, contohnya (‫محمد شاعر‬
‫ )كاتب قاص‬kata penyair, penulis dan penulis kisah semuanya adalah

68

khabar dari mubtada yang menunjukkan bolehnya ta’addud khabar
terhadap mubtada.
4. Haruslah memperhatikan pnyesuaian antara khabar dan
mubtada, sebagaimana yang telah disebutkan pada hukum-hukum
khabar di atas, akan tetapi ada sebagian ayat-ayat Al Quran yang
membingungkan dan menimbulkan kesan bertentangan dengan
hukum penyesuaian tersebut, padahal jika dilihat dengan seksama
ternyata semua itu ada kesesuaian antar keduanya.
 Saran

Untuk penyempurnaan pembuatan makalah kedepannya, kami
mengharapkan adanya saran dari semua pihak baik dosen maupun
seluruh mahasiswa yang membaca makalah ini terhadap
kekurangan yang terdapat pada makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar , K . H . Moch. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajrumiyah dan
‘Imrithy. Bandung: Sinar Baru Algesindo , 2007.

Djuha , Djawahir . Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu) Terjemahan Matan Al-
Ajrumiyah. Bandung : Sinar Baru Algesindo , 2007

Djupri , Ghaziadin . Ilmu Nahwu Praktis. Surabaya : Apollo.

69

70

71


Click to View FlipBook Version