Kelompok 3
Sejarah Indonesia Baru 2
Anggota :
1. Muhammad Ath Thaariq Aziizi (K4419061)
2. Muhammad Miftah Nur ‘Amin (K4419062)
3. Penta Lavida (K4419069)
4. Winda Nur Cahyaningrum (K4419081)
5. Villa Delvia Manim (K4419078)
6. Zaky Farkhan Aufar (K4419084)
Kebijakan Ekonomi Jepang di Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya
A. Kebijakan Ekonomi
Mengingat dari kondisi Jepang masa itu yang mana Jepang sedang terjun dalam kancah
peperangan Pasifik, Jepang memerlukan sumber daya baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia. Oleh karena itu, Jepang menerapkan kebijakan ekonomi yang mana
terpusat pada pada pengumpulan bahan mentah untuk industri perang. Dibagi dalam dua
tahap, yaitu penguasaan dan penyusunan kembali. Jepang menguasai bekas-bekas pabrik gula
milik Belanda, kemudian diserahkan pada perusahaan swasta Jepang, semisal Meiji Seito
Kaisha dan Okinawa Seito Kaisha. Setelah berhasil dikuasai, Jepang kemudian menerapkan
restrukturisasi dengan menerapkan beberapa kebijakan, antara lain:
1. Pemberlakuan sistem autarki, yaitu pemenuhan kebutuhan sendiri dan kebutuhan
perang oleh rakyat dan pemerintah
2. Tonarigumi (Rukun Tetangga), yaitu pengelompokan masyarakat dengan masing-
masing 10-20 KK untuk mempermudah pengumpulan setoran kepada Jepang.
3. Monopoli hasil perkebunan oleh Jepang yang mana diatur dalam UU No.22 Tahun 1942
yang dikeluarkan oleh Gunseikan (Pemerintahan Militer Jepang) yang mana
pemerintah mulai menerapkan penyerahan wajib kepada masyarakat yang mana
dikelola oleh Shokuryo Kanri Zimusho (Badan Pengelolaan Pangan).
4. Pengerahan tenaga untuk kepentingan perang.
Selain itu, selama masa peralihan kekuasaan Belanda-Jepang, perekonomian di Indonesia
lumpuh akibat praktik bumi hangus Belanda di sendi-sendi ekonomi. Oleh karena itu, Jepang
menerapkan anjuran menabung kepada rakyat. Anjuran ini disampaikan melalui propaganda
lewat berbagai media seperti koran (Asia Raja, Tjahaja, Soeara Asia, Sinar Matahari),
majalah (Djawa Baroe edisi Juli 1944), radio, video dan film. Hal ini juga ditujukan untuk
mendukung perekonomian perang dan untuk menyempurnakan perekonomian negara pada
umumnya. Kegiatan penabungan dilakukan di Tyokin Kyoku atau kantor pos bagian tabungan
(sekarang BTN).
B. Kebijakan Sosial
Tujuan Jepang datang ke Indonesia yaitu untuk memperoleh sumber makanan dalam
memenuhi kebutuhan militer Jepang juga menguasai wilayah Asia Tenggara. Jepang juga
menjalin kerjasama dengan kaum terpelajar namun tidak banyak yang ikut bergabung dalam
kerjasama tersebut. Jepang melaksanakan mobilisasi penduduk Indonesia dengan cara
pembentukan seinendan yang beranggotakan remaja usia 14 tahun hingga 25 tahun yang
kemudian diubah menjadi anggota usia 14-22 tahun. Tujuan dari organisasi seinendan yaitu
untuk memobilisasi anggota-anggotanya dalam melakukan berbagai kegiatan dengan
berbagai tujuan. Kemudian ada juga irganisasi yang bernama Jawa Hokokai, organisasi milik
pemerintah Indonesia yang diawasi langsung oleh pejabat Jepang yang diresmikan pada
tanggal 1 Maret 1944 dengan dikepalai oleh pemerintah Jepang yang menjabat sebagai kepala
tentara. Tugas dari para anggota organisasi ini yaitu untuk mengumpulkan hasil upeti maupun
hasil pertanian rakyat. Ada pula organisasi bernama Keibodan yang dikepalai oleh kepala RT
maupun korp pertahanan militer Belanda yang menjadi tanggung jawab dari kepolisian juga
tentara. Namun organisasi ini tidak difasilitasi persenjataan dan tetap berada di tangan
Indonesia. Kebijakan sosial lain yang diterapkan pemerintah Jepang kepada Indonesia yaitu
Romusha. Romusha diambil dari para pekerja Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada
masa pemerintahan Jepang. Parahnya para pekerja paksa ini tidak diberi upah gaji sehingga
banyak menelan korban jiwa. Beruntungnya sistem romusha ini hanya berlaku selama 3
tahun dimulai sejak tahun 1942 hingga tahun 1945. Kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah Jepang sejak awal yaitu sistem autarki. dimana setiap daerah memenuhi
kebutuhannya sendiri. Jepang juga membentuk sistem Tonari Gumi yaitu usaha Jepang yang
sekarang biasa disebut Rukun Tetangga sebagai usaha penyaluran bahan pangan dari
pemerintah ke rakyat juga penyaluran hasil pertanian dari rakyat ke pemerintah. Organisasi
ini hanya terdiri dari 10-20 Kepala Keluarga. Selanjutnya oleh karena luasnya wilayah
pendudukan Jepang maka Jepang memerlukan bantuan pengerahan tenaga kerja dalam hal
pembangunan dan juga pertahanan. Namun karena adanya perang Pasifik maka Jepang
menyerahkannya kepada Romukyokai atau panitia pengerah dari Jepang. Kebijakan tersebut
berisi bahwa setiap rakyat Indonesia harus mengerahkan anak laki-lakinya untuk bekerja
romusha. Dan kebijakan tersebut tidak berlaku bagi mereka yang memiliki kedudukan dan
kekayaan yang tinggi. Mereka dipekerjakan dengan pekerjaan berat namun kebutuhan
makanan dan kesehatan tidak terpenuhi bahkan mereka diperlakukan secara kasar. Karena
banyaknya korban yang tertelan maka membuat penduduk lain menjadi takut untuk menjadi
romusha. Atas dasar itu maka Jepang pada tahun 1943 mengganti namanya sebagai prajurit
ekonomi yang mana sebutan tersebut lebih terhormat daripada romusha. Pihak Jepang juga
mendoktrin bahwa Soekarno ikut dalam romusha dan menggambarkan betapa nikmatnya
menjadi romusha sehingga agar terbesit pemikiran kepada penduduk Indonesia untuk ikut
dalam romusha.
C. Kebijakan Kebudayaan
Jepang menduduki Indonesia untuk menunjang Perang Asia Pasifik Raya dan dengan
tujuan memperlancar pelaksanaan kebijakan mereka mengenai kemakmuran di bawah
pimpinan Jepang, maka pemerintahan militer Jepang di Indonesia memberikan perhatian besar
untuk mengambil hati rakyat dengan cara salah satunya pada bidang kebudayaan. Kemudian
Jepang mendirikan lembaga pusat kebudayaan yakni Keimin Bunka Shidosho yang didirikan
oleh Jepang 1 April 1943, kedudukan lembaga tersebut berada di bawah Sedenbu (Departemen
Propaganda). Badan ini dibentuk untuk membangunkan dan memimpin kebudayaan di tanah
Jawa. Yang beralamatkan di Noordjiwk No. 39 Jakarta. Lembaga kebudayaan ini terbagi
menjadi lima bagian yakni: film, sandiwara, music, ukiran, lukisan, kesenian dan kesusastraan.
1. Kesusastraan
Dipimpin oleh Armin Pane yang merupakan sastrawan handal Indonesia yang
dikenal dengan novelnya yang berjudul ‘’Belenggu’’. Jepang memilih sastrawan muda
karena jiwanya masih dapat dibentuk dengan mudah dan menuntut sastrawan muda
untuk membuat sebuah karya yang tidak ada hubungannya dengan zaman Belanda.
Karya-karya yang mengandung unsur percintaan, kesedihan dan emosi untuk diri
sendiri lebih baik disimpan dikarenakan tidak menguntungkan Jepang. Pada masa awal
kependudukan Jepang, para sastrawan membuat karya yang mengandung unsur-unsur
nasionalisme, kepahlawanan dan semangat bekerja agar dapat membantu Jepang dalam
Perang Asia Timur Raya.
2. Ukiran dan Lukisan
Keimin Bunka Shidosho menyerahkan bagian seni lukis pada pelukis Agoes
Djajasoeminta yang mempunyai tujuan sebagai berikut yakni: a. menyediakan ruangan
untuk latihan melukis bersama. b. menyediakan ruang pameran untuk pameran
bersama. c. memberikan biaya untuk pameran keliling di kota-kota besar se-Indonesia
dengan memberi hadiah dan penghargaan terhadap karya-karya yang dipandang baik.
(d) menyelenggarakan kursus menggambar secara teknis yang diasuh Basoeki
Abdullah. Bantuan materiil Jepang melalui Keimin Bunka Shidoso membawa
keberuntungan bagi pelukis-pelukis nasional yang awalnya tidak dikenal oleh
masyarakat dan mendapatkan kesempatan untuk mengadakan pameran yang kemudian
akan dapat dikenal oleh masyarakat. Nama-nama pelukis yang pada waktu itu dikenal
di masyarakat adalah S. Soedjojono, Affandi, Agoes Djajasoeminta, Otto
Djajasoeminta, Hendra, Basoeki Resobowo, Emiria Soenesa, Henk Ngantoeng,
Mochtar Apin, Soendoro, Trubus, Kerton, Baharudin dan Soedarso. Pada masa Jepang
mereka diberi wadah untuk berkarya dan bertemulah mereka didalam Keimin Bunka
Shidosho dan bersama-sama mengembangkan Seni Rupa pada masa kependudukan
Jepang.
Seni Rupa pada masa Jepang ini dibagi menjadi empat bagian yakni:
Seni Rupa Sejati yang terdiri dari seni lukis, seni arca, seni bangunan dll. Seni Rupa
Propaganda: pelakat, karikatur, reklame, poster dan lain-lain. Seni rupa kerajinan:
batik, barang-barang gerabah dan gelasiran. Seni Rupa Penghidupan seperti seni yang
harus memberi sifat keindahan, kepraktisan dan keserhanaan pada segala benda
Seni rupa diharapkan oleh Jepang untuk mencari corak ketimuran dalam seni rupa
Indonesia sehingga dibutuhkan pertukaran pemikiran antar para seniman agar corak
timur dapat tercipta.
3. Musik
Lagu pada zaman kependudukan Jepang digunakan untuk menyebarkan gagasan
kepada rakyat Indonesia serta untuk meningkatkan moral. Pada masa tersebut lagu-lagu
militer dan kepahlawanan Jepang berulang-ulang diajarkan di sekolah-sekolah, kursus
latihan dan rapat-rapat Seinendan, Fujinkai, dan organisas-organisasi masa lainnya.
Pencipta lagu pada saat itu harus memperhatikan beberapa hal yakni:
a. Melenyapkan pengaruh Inggris dan Amerika.
b. Menghilangkan kecenderungan kepada lagu-lagu tersebut.
c. Mengusahakan sungguh-sungguh yang bersifat timur.
Bagian musik pada masa awal 1943 banyak menciptakan lagu-lagu yang bertemakan
propaganda baik oleh musisi Indonesia maupun musisi Jepang. Lagu-lagu tersebut
dimuat dalam majalah Djawa Baroe mulai bulan Oktober 1943. Contohnya ialah lagu
ciptaan Koesbini dan Syair Hinatu Eitaro yang berjudul ‘’Kirikomi no Uta’’ yang berisi
mengenai ajakan bangsa Indonesia bersama Nippon dalam melawan Inggris dan
Amerika guna kemenangan bersama. lagu-lagu gubahan composer dari Keimin Bunka
Shidoso memiliki fungsi yang berbeda-beda namun intinya ialah lagu-lagu tersebut
menciptakan unsur untuk menggugah semangat rakyat Indonesia
4. Drama
Propaganda yang dilakukan oleh Pemerintahan Militer Jepang terdapat dalam
nuansa setiap drama yang ditulis dan ditampilkan pada saat zaman itu, seperti yang
terlihat pada karya Merayu Sukma (1942) drama tersebut menceritakan tentang tokoh
yang bernama Dainip Jaya yang membela dan melindungi Pandu Setiawan dan Partiwi
dari ancaman seorang penjahat bernama Nadarlan yang telah membunuh Priyayiwati.
Dainip Jaya juga membebaskan Partiwi dari kurungan penjara dan menyadarkan Pandu
dari tindakan bunuh diri yang disebabkan oleh keputus asaan. Tokoh Danip Jaya ini
digambarkan sebagai seorang manusia yang gagah, pemberani dan suka menolong.
Tokoh Dainip Jaya menggambarkan Dai Nippon, Pandu Setiawan dan Partiwi dianggap
pemuda-pemudi bangsa Indonesia yang menghadapi masalah dengan Nadarlan
(Hindia-Belanda). Kemudian, propaganda yang terdapat dalam drama pada masa
kependudukan Jepang ialah upaya untuk membangun budaya Timur dan mengikis
pengaruh budaya Barat. Hampir semua drama yang ditulis pada zaman Jepang
mengungkapkan semangat zaman yang digerakkan oleh dinas propaganda pemerintah
militer Jepang kecuali sebuah drama yang ditulis antara 1 Juli- 6 Juli 1945 oleh Amal
Hamzal yang berjudul ‘’Tuan Amin’’
5. Film
Pada bagian film di Keimin Bunka Shidoso diserahkan kepada Jawa Eiga Kosha
(Perusahaan Film Jawa) yang berganti nama menjadi Nippon Eiga Sha yang kemudian
digabungkan dengan Persatuan Ahli Film Indonesia. Pada 1 September 1943 Nippon
Eiga Sha mulai mengerjakan film cerita yang diberi judul ‘’Berdjoang” dan kemudian
muncul dua film lagi yakni ‘’Keris Poesaka’’ dan ‘’Gelombang’’. Film Berdjoan adalah
suatu film yang melukiskan semangat Heiho yang menjadi semboyannya ialah ‘’Kita
pemuda zaman baru hendaknya hidup yang berarti untuk membela tanah air, di sudut
manapun juga, menurut pembawaan dan keadaan sekitar diri masing-masing!’’. Film
Keris Poesaka merupakan film yang mengingatkan tentang bangsa-bangsa Asia yang
dahulu menyembah matahari dan pesan yang terkandung dalam film ini hendaknya
bangsa Asia menghendaki persatuan, mengembalikan dan membangun Asia dengan
Nippon yang merupakan negeri matahari sebagi pusatnya. Kemudian, film Gelombang
menampilkan gelombang sejarah bangsa Indonesia pada zaman dahulu yang kemudian
dijajah bangsa barat sampai munculnya perang Asia Timur Raya. Film tersebut berisi
cerita perlambangan tarian dan nyanyian.