The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Dosen : Malta Nelisa S. Sos, M. Hum
Jadwal : Rabu 09.41-12.20
Kode : PII1.62.2014
Seksi : 202022340016

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by CALLIZKI CITRA, 2021-04-06 05:49:11

KEARIFAN LOKAL

Dosen : Malta Nelisa S. Sos, M. Hum
Jadwal : Rabu 09.41-12.20
Kode : PII1.62.2014
Seksi : 202022340016

Keywords: #Kearifanlokal

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga Ebook
Kearifan Lokal Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang tahun 2021 telah dapat
diselesaikan. Ebook yang berjudul “Kearifan Lokal” disusun dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Dokumentasi Informasi Minangkabau yang diampu oleh Ibuk Malta Nelisa, S. Sos, M.
Hum.
Ebook ini berisi tentang kumpulan dari kearifan lokal dari berbagai daerah. Dalam
penyusunannya melibatkan berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan banyak terima
kasih atas segala kontribusinya dalam membantu penyusunan ebook ini.
Meski telah disusun secara maksimal, kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam ebook
ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan ebook ini sangat diharapkan. Semoga
ebook ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

Padang, 06 April 2021

Penulis

Daftar isi

I. Kearifan Lokal (Tradisi)……………………………………………..........…….3
I.1. Manyongsong Maulid Nabi
I.2. Mandoa ka Puaso
I.3. Turun Mandi
I.4. Pernikahan Sesuku
I.5. Adab dalam hutan
I.6. Pengistimewaan perempuan
I.7. Tabuik
I.8. Bahasa Pariaman
I,9. Baralek
I.10 . Pawai Obor
I.11. Pawai Khatam Quran
I.12. Melayat orang meninggal
I.13. Adat di koto baru
I.14. Tradisi Seko
I. 15. Tradisi Arah ajun
I.16. Pernikahan
I.17. Tale Haji
I. 18. Pengajian Nujuh Hari
I.19. Mandi Balimau
I.20. Pernikahan Sumando
I.21. Datuak
I.22.Batagak pangulu
I.23. Mantaan Kapia Siriah
I.24. Babilang Ari
I.25. Baarak mambao baban dari induak bako
I.26.Bakotik
I.27. Bakawu

I.28. Alek Nagari
I.29. Makan Bajamba

II. Kearifan Lokal (Arsitektur)………………………………………..........…….23
II.1. Kearifan Lokal Rumah Gadang
III.2. Kearifan Lokal Rumah Gadang(2)
III.3. Kearifan Lokal di Daerah Solok Selatan
III.4. Bangunan yang masih mempertahankan arsitektur Minangkabau

III. Kearifan Lokal IV (Benda Tradisional dan Kuliner)………………...........…….29
III.1. Rendang
III.2. Tudung Saji
III.3.Randang Baluik
III.4. Pinyaram dan Kamaloyang
III.5. Kue Arai pinang
III.6 Pakaian Pengantin Minangkabau
III.7 Babi Panggang Sumatera Utara

IV. Kearifan Lokal V (Kesenian)………………...........................................………40
IV.1. Panaek Godang
IV.2. Batik

V. Kearifan Lokal VI (Cerita Rakyat)………...........…………………………..….44

V.1. Duduk di meja dengan 1 kaki
V.2. Tata letak Kasur dan lemari
V.3. Folklor atau Ungkapan Kepercayaan Masyarakat

I. TRADISI

1. Menyongsong Maulid Nabi
Di dalam tradisi warga Sungai Sarik terdapat sebuah tradisi Manyongsong yaitu

sebuah kegiatan dalam rangka menyambut hari lahirnya Nabi kita yakninya Muhammad
SAW. Acara ini berlangsung tepat tanggal 12 Rabiul Awal ba’da isya. Tradisi yang telah
berjalan turun temurun ini berlangsung atas dasar untuk mengungkapkan rasa syukur
kelahiran Nabi Muhammad SAW,masyarakat setempat kususnya para Ibu-ibu akan
mengadakan masak besar yang nantinya akan dibawa ke surau atau masjid.

Setelah shalat isya berjemaah, biasanya para warga akan menjemput makanan yang
sudah mereka persiapkan. Sebelum acara makan makan berlangsung, maka akan
diadakanya berdoa bersama terlebih dahulu yang dipimpin langsung oleh labai lalu barulah
acara makan bersama. Dengan selesainya acara makan bersama,warga setempat,khususnya
para Ibu-ibu tak lupa pula membersihkan sisa sisa makanan, lalu kembali ke rumah masing
masing.

Sumber : Dok. Pribadi

2. Mandoa Ka Puaso
Di dalam tradisi warga Sungai Sarik juga terdapat tradisi Mandoa Ka Puaso. Acara

dilakukan dalam rangka menyambut bulan puasa, acara ini dilakukan di malam hari selesai
shalat Isya. Dalam tradisi ini dilakukan di salah satu Rumah warga setempat .

Siang harinya, warga akan melakukan masak bersama di halaman rumah tersebut dan
juga malamang atau memasak lamang yang nantinya akan dibagikan ke warga setempat.

Acara mandoa biasanya di awali oleh berdoa bersama yang di pimpin oleh labai dan
juga pembakaran kumayan, kumayan dipercaya dalam memanggil para arwah leluhur yang
sudah meninggal untuk datang dan berdoa bersama sama keluarga yang masih ada di
dunia. Setelah itu barulah acara makan bersama.

Saat acara berlangsung, yang duduk di aula rumah hanyalah para kaum Lelaki dan
juga Pemuka adat, sedangkan, para Wanita hanya duduk di dapur dan boleh makan setelah
para Laki-laki selesai makan,barulah Rumah tersebut di bersihkan kembali

Sumber : Dok. Pribadi

3. Turun Mandi
Salah satu kearifan lokal yang masih dilestarikan oleh masyarakat di Nagari Padang

Limau Sundai adalah "Turun Mandi". Turun mandi merupakan tradisi yang terus
dilestarikan oleh masyarakat di Padang Limau Sundai meski sudah mulai memudar seiring
berjalannya waktu. Acara turun mandi biasanya di barengi dengan aqiqah, akan tetapi jika
pihak keluarga belum sanggup untuk memenuhi kebutuhan untuk acara aqiqah maka acara
turun mandi saja yang dilakukan. Turun mandi adalah tradisi atau kebudayaan yang turun
temurun bagi masyarakat Minangkabau yang biasanya disebut dengan adat atau
kebiasaan.Turun mandi adalah wujud rasa syukur kepada Tuhan atas baru lahirnya seorang
anak. Turun mandi khususnya di Padang Limau Sundai biasanya dilakukan pada tujuh
sampai lima belas hari kelahirannyan sang anak dan berpedoman pada bagaimana kondisi
tali pusar anak.

Turun mandi adalah tradisi upacara arak-arakan anak yang baru lahir ketepi sungai
atau 'batang aie" oleh segerombolan orang dewasa dan anak-anak kecil yang dianut oleh
masyarakat Minangkabau sebagai warisan dari nenek moyang terdahulu, tradisi ini sudah
mulai ditinggalkan oleh masyarakat khususnya di Nagari Padang Limau Sundai, karena
zaman yang sudah berkembang dan maju, akan tetapi masih ada yang melaksanakan bentuk
kearifan lokal yang satu ini. Menjelang upacara turun mandi, terlebih dahulu dilakukan
Do'a yang dipimpin oleh seorang yang diberi nama atau julukan "lobai" yang biasanya
adalah laki laki dewasa atau yang sudah tua, yang mengerti dengan agama, bisa memimpin
do'a dan hafal do'a-do'a lalu dilanjutkan memakan jamuan yang sudah disediakan, biasanya
dihadiri oleh warga laki-laki sekitar dan perempuan dewasa situan rumah. Jika orang tua
atau pihak keluarga si anak mampu utuk melakukan aqiqah, maka proses penyemblihan dua
ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan yang sudah dewasa
dan pas untuk di kurbankan yang dilaksanakan tanpa menunggu upacara turun mandi
selesi. Dalam proses turun mandi ibu dari anak tidak ikut serta dalam upacara ini, karena

masih lemah. Adapun baha-bahan atau peralatan yang dibutuhkan untuk dijadikan jamuan
atau makanan bagi anak-anak yang ikut dalam upacara turun mandi berupa kelapa yang
sudah diparut, ketan yang sudah direndam, pisang seperlunya, tebu secukupnya. Kemudian
bahan-bahan tersebut diletakkan ke atas "Dulang" atau nampan besi, dibungkus dengan
kain kemudian ditutup lagi dengan "dulamak". Ada juga bahan dan Peralatan sebagai
kewajiban atau yang harus ada dan lengkap saat proses turun mandi yaitu kelapa yang
sudah ada tunasnya, puntung kayu yang masi berapi, dan jala.

Langkah awal dari upacara turun mandi yaitu, bayi digendong oleh " bako" nya yang
bertujuan agar sianak dekat dan mengenali bakonya. Adapun bako itu adalah kerabat dekat
dari keluarga dan ayah sibayi. Anak kemudian diarak rami-rami ketepi sungai dengan
segerombolan anak kecil dan beberapa orang dewasa, dukun yang membantu persalinan,
juga ayah si anak. Anak lalu dimandikan oleh dukun yang membantu persalinannya
bersamaan dengan menghanyutkan kelapa dan puntung kayu yang telah disediakan tadi,
kemudian ayah si bayi menangkap kembali kelapa tadi menggunakan jala, tujuannya agar si
anak kelak bisa menangkap ikan dengan jala. Kemudian baha-bahan yang telah diletakkan
di nampan besi tadi dibagikan kepada anak-anak yang ikut dalam upacara untuk dimakan,
tujuan nya agar si bayi tidak menjadi orang yang pelit kepada teman ataupun orang lain.
Untuk orang tua si anak ditinggalkan dua buah pisang, agar si anak tidak melupakan dan
akan mengingat orang tuanya. Setelah upacara turun mandi selesai, maka anak dibawa
pulang kerumahnya dan disusui ibunya. Jika orang tua mengadakan aqiqah untuk anaknya
maka orang sekeliling menyiapkan segala sesuatu untuk aqiqah tersebut.

Upacara turun mandi sangat penting bagi anak, karena dengan tradisi ini akan
mengenalkan anak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar juga akan membantu anak
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
proses upacara turun mandi. Turun mandi ini sendiri dilakukan untuk menghormati nenek
moyang terdahulu yang membangunnya dan berupaya agar generasi penerusnya bisa
mengenali dan melestarikan kebudayaan ini. Dalam upacara turun mandi seorang bako
yang menggendong si bayi nilainya adalah untuk mendekatkan dan mengenali anak kepada
bakonya. Makanan yang berupa kelapa yang diparut, rendaman ketan, dan tebu yang
diberikan kepada anak-anak yang ikut dalam segerombolan tujuannya adalah agar si bayi
tidak pelit kepada teman-temannya dan orang lain. Adapun kelapa yang sudah bertunas
dihanyutkan lalu ditangkap kembali adalah untuk mengajarkan kepada anak dan supaya
anak bisa menjala ikan. Pisang yang disisakan sebanyak dua buah untuk orangtua sibayi
adalah untuk membuat anak selalu mengingat orangtuanya dan memang pada akhirnya
anak harus tetap mengingat orang tuanya.

Sumber : google.com/Adira Finance

4. Pernikahan Sesuku
Tradisi ini melarang baik perempuan maupun laki-laki yang masih dalam satu garis

keturunan (suku) untuk menikah. Garis keturunan yang dimaksud tidak sama dengan
hubungan darah seibu atau seayah.

Larangan ini merupakan larangan tertulis yang diputuskan oleh tokoh-tokoh penting
dalam Minangkabau, seperti ulama atau petinggi tiap daerah. Hal tersebut dilakukan karena
ditakutkan akan menghasilkan keturunan yang tidak sempurna. Bagi siapapun yang
melanggar, baik perempuan maupun laki-laki tersebut akan dikenai sanksi oleh
masyarakat. Mulai dari kehilangan hak secara adat, sanksi moral, dikucilkan, hingga
kerugian secara materi.

Namun, bukan berarti pernikahan tersebut diharamkan, karena sejatinya dalam
agama Islam, pernikahan tersebut dianggap sah. Adat Minangkabau hanya melarang
adanya pernikahan sesuku ini.

Sumber : nagaripost.com

5. Adab dalam Hutan
Mulai dari bersinggulungkan baju yang dipercaya akan dikejar macan, termasuk tipe

kearifan lokal yang berhubungan dengan pakaian. Untuk bentuknya sendiri, kearifan lokal
ini termasuk ke dalam tidak berwujud dengan dimensi nilai lokal. Selanjutnya, ada berburu
babi hutan. Tipe kearifan ini adalah tipe kearifan lokal makanan atau hubungan antar

manusia. Bentuk kearifannya adalah tidak berwujud dengan dimensi pengetahuan lokal dan
keterampilan lokal.

Selain itu, terdapat juga kegiatan berburu yang dilakukan masyarakat Minang.
Biasanya, hewan yang diburu adalah babi hutan. Mereka berburu babi hutan dengan
menggunakan anjing. Apabila mereka berhasil menangkap babi hutan, maka babi hutan
tersebut akan diberikan kepada anjing untuk dimakannya.

Sumber : wordpress.com/jakarasyid

6. Pengistimewaan Perempuan
Kearifan ini termasuk ke dalam tipe kearifan lokal hubungan antar manusia dalam

bentuk kearifan lokal yang berwujud karena hal tersebut sesuai dengan sistem masyarakat
Minangkabau yang menganut sistem matrilineal atau matriakat. Dimensi untuk kearifan ini
adalah dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal dan dimensi solidaritas kelompok
lokal.

Dalam sebuah keluarga, perempuan lah yang paling diutamakan, kasarnya, laki-laki
Minang tidak ada harganya jika dibanding perempuan. Selain karena perempuan dinilai
sebagai makhluk lemah, sistem yang dianut masyarakat Minang makin memperkuat alasan
kenapa perempuan harus diutamakan.

7. Tabuik
Tabuik merupakan tradisi turun temurun yang sudah berlangsung di daerah

Pariaman. Tabuik memiliki tiga fase prosesi dalam pelaksanaannya, pertama, adalah pra
Tabuik meliputi,pembentukan panitia, pengumpulan dana dan proses pengumpulan bahan-
bahan pembuatan Tabuik. Kedua, Proses pembuatan Tabuik meliputi, mambuek daraga
(membuat daraga), maambiak tanah (mengambil tanah), manabang batang pisang
(menebang batang pisang), maatam (ekspresi kesedihan), maarak panja atau jari (mengarak
jarijari), maarak sorban (mengarak sorban). Ketiga, hari H (Acara puncak) meliputi,
Tabuik naiak pangkek (Tabuik naik pangkat), pesta hoyak Tabuik (tanggal 10 muharam),
mambuang Tabuik (membuang Tabuik).

Perayaan Tabuik ini hanya dilaksanakan di Kota Pariaman yang berada di pesisir
pantai Sumatera Barat. Di dalam perayaan hari tabuik, tabuik terbagi menjadi 2 yaitu
tabuik pasa dengan tabuik subarang. Upacara tabuik yang biasa dilakukan oleh masyarakat
Pariaman setiap tahunnya tergolong bentuk ritual keagamaan yang tentunya mengandung
kearifan lokal dan nilai budaya dari masyarakat pendukungnya. Selain itu perayaan acara
tabuik ini bukan hanya tradisi tradisi biasa tetapi juga menjedi acara pariwisata yang dapat
menjadi bahan untuk mengembangkan trasisi lama yang turun temurun yang telah
berkembang di tengah masyarakat.

8. Bahasa Pariaman
Kota Pariaman mengunakan bahasa minangkabau. Bahasa Minangkabau merupakan

bahasa daerah yang masih terpelihara dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh para
penuturnya di propinsi Sumatera Barat.

Salah satu daerah di Sumatera Barat yang menggunakan bahasa Minangkabau
sebagai alat komunikasi adalah Kota Pariaman ,Kecamatan Pariaman Selatan. Bahasa
Minangkabau digunakan dalam sistem tegur sapa dan untuk berkomunikasi sehari-hari. Di
daerah Sumatera Barat bahasa Minangkabau merupakan bahasa pertama (bahasa ibu). Oleh
karena itu, bahasa Minangkabau digunakan sebagai alat komunikasi antar-keluarga, antar-
anggota masyarakat dan sebagai alat pendukung kebudayaan daerah.

9. Upacara Perkawinan Baralek
Upacara perkawinan baralek adalah peristiwa penting dalam kehidupan.Perkawinan

dalam masyarakat nagari Paninggahan bermakna luas dan dalam. Perkawinan bukan hanya
sekedar ikatan atau penyatuan antara pengantin laki-laki(maropulai) dan pengantin
perempuan (anak daro). Akan tetapi, perkawinan itu Merupakan pertemuan antar dua
keluarga. Keluarga laki-laki dengan keluarga Perempuan juga diikat oleh tali yang disebut
ikatan kekerabatan.

Sebelum suatu pasangan dapat melangsungkan pesta Perkawinan atau biasa disebut
dengan baralek oleh Masyarakat Minangkabau, terdapat rangkaian kegiatan yang Harus
dijalani terlebih dahulu. Langkah adat ini tak hanya Melibatkan kedua individu yang akan

menikah saja, namun Juga segenap keluarga besar keduanya. Langkah adat ini Dilakukan
berurutan. Yang pertama dimulai dari ropok, yaitu Tradisi menjodohkan atau saling
memperkenalkan calon Pengantin perempuan atau pria. Biasanya, telah ada Kesepakatan
terlebih dahulu antara Ninik Mamak dengan Orangtua yang anaknya akan dicarikan jodoh..
Jika Sudah merasa cocok dan menemukan Urang Sumando(menantu laki-laki) yang dirasa
tepat, maka akan berlanjut Pada jenjang selanjutnya. Langkah kedua adalah Maminang.
Ketiga adalah mambubua, keempat Pai maningkekjanjang,malam na Inai lalu nikah dan
baralek.

Sebelum hari H baralek,ada juga acara dijapuik Bako dan pada hari H nya ada acara
ma Antan Subang dan manduduk an Ninik mamak.setelah acara itu selesai masih ada acara
terakhir yang disebut maliek Liek.

a. Ropok
Ropok merupakan suatu tradisi rapat antara Ninik mamak Tentang persetujuan

calon untuk kemenakan nya.Ropok ini tingkatan awal Dalam rangkaian adat
perkawinan Minangkabau.

Sumber : Dok. Pribadi
b. Mambubua

Acara mambubua merupakan tingkatan kedua,pada acara mambubua keluarga
perempuan membuat bubur kuning dan menghantarkan bubur itu ke keluarga laki-
laki.yang mengantarkan bubur tersebut adalah mamak,dan sumando.

Sumber : Dok. Pribadi
c. Maningkek Janjang

Maningkek janjang,Acara ini tingkatan ke 3 ,acara ini dilakukan Malam
hari.Acara ini bertujuan untuk mengabarkan bahwa acara baralek akan diadakan
sesudah itu.
d. Malam Bainai

Upacara ini dilakukan khusus bagi anak daro atau Pengantinperempuan. Bainai
berarti meletakkan daun Inai kepada kuku jari calon anak daro. Daun ini Dibiarkan
semalaman hingga meninggalkan bekas Kemerahan pada kuku. Tradisi yang satu ini
Dilaksanakan sebagai bentuk curahan kasih sayang Dan perhatian dari seluruh
keluarga dan tetangga Dekat untuk melepas sang anak daro yang akan
Melangsungkan pesta perkawinan esok hari. Ada juga Masyarakat Minangkabau

yang percaya bahwa Meletakkan daun inai pada kuku bertujuan untuk
Menghindarkan sang anak daro dari hal buruk yang Tak diinginkan.

Sumber : Dokumen Pribadi
e. Nikah

Acara nikah dilaksanakan di kediaman pengantin perempuan/di KUA. Acara
ini dipimpin dan disahkan oleh penghulu dari KUA (Kantor Urusan Agama)

Sumber : Dok. Pribadi
f. Dijapuik Bako

Acara ini Dilakukan sebelum baralek pada sore hari.Acara ini sebuah acara
dimana kita telah memakai pakaian anak daro.sang anak daro di japuik oleh Bako
nya/keluarga dari ayah nak daro.nak daro berjalan Bersama-sama keluarga Bako dan
diiringi dengan musik Talempong.lalu nak daro di antarkan lagi.

Sumber : Dok. Pribadi
g. Hari-H Baralek

Pada hari H baralek ini nak daro dan maropulai Memakai baju adat,nak daro
memakai baju adat nak daro dengan Suntiang dikepala dan maropulai memakai baju

adat juga yang warnanya serasi dengan nak daro.mereka berdua duduk bersanding di
pelaminan dirumah nak daro.

Kemudian sorenya ada acara ma Antan Subang.ma Antan Subang dilakukan.
Lalu malamnya acara yang dilakukan Ninik mamak.acara makan-makan bersama.
Sesudah semua itu selesai,Dilakukan penghantaran makanan yang disebut ma Liek
liek yang bertujuan untuk memberi tahu kepada sanak saudara kalau sang mempelai
telah menyelesaikan acara.

Sumber : Dok. Pribadi
10. Pawai Obor

Pawai Obor yang ada di tempat saya dilaksanakan pada 2 waktu. Yaitu:
• Malam sebelum Lebaran
• Malam sebelum Kemerdekaan

Prosesnya, saya akan mencoba menceritakan dari pengalaman saya sendiri:
• Pertama, kami berbaris di halaman masjid, pada saat itu, kami diberi setiap batang obor

yang berisi minyak, yang nantinya akan dibakar sehingga menyala.
• Lalu, kami berjalan sesuai urutan (waktu itu di samping saya ada sekitar satu/dua

orang), dan Panjang hingga kebelakang.
• Kami berjalan sesuai rute yang telah dilakukan
• Karena saat itu saya ikut pada malam sebelum Lebaran, jadi, peserta pun ikut bertakbir.
• Lalu, kami berhenti/berakhir di tempat yang sudah ditentukan pula (saya lupa nama

tempatnya apa)

Sumber : hariansinggalang.co.id
11. Pawai Khatam Qur’an

Anak-anak pada usia tertentu yang sudah selesai atau khatam pelajaran Al-Qur’annya
yang kemudian diarak dijalan. (beberapa ada yang memakai drumband).

Sumber :amcnews.co.id
12. Kebiasaan Melayat Orang Meninggal

Pada umumnya, pelayat pria (berdasarkan narasumber) terserah apa mau membawa
uang atau tidak untuk diberikan kepada ahli waris yang ditinggalkan. Lalu, pelayat wanita
umumnya membawa beras. Pada malam harinya, pelayat membaca yasin.

Sekarang, di lingkungan saya, alasan mengapa ditiadakannya peringatan 7 hari atau
40 hari meninggalnya Fulan dikarenakan peringatan tersebut memberatkan ahli waris yang
ditinggalkan (menurut narasumber, peringatan orang meninggal tersebut benar-benar
meriah mirip pesta pernikahan)

Menurut narasumber, baru-baru ini ada budaya untuk memakai bendera putih sebagai
tanda ada yang meninggal.

Sumber : klikpositif.com

13. Adat di Koto Baru

Adat itu tersendiri mengajarkan tentang kebaikan bahkan aturan masyarakat yang
harus diikuti. Mana yang dikatakan yang sebenarnya adat ialah ‘ Syarak ‘ yang dikatakan
‘syarak’ ialah Al-Qur’an , Hadis , Ijma , Ijmak dan Kias. Hal ini dikarenakan mayoritas
Koto Baru beragama Islam maka adat koto baru berpedoman pada ajaran islam. Tingkah
laku masyarakat koto baru harus diatur oleh adat jika tidak sesuai maka akan menerima
hukuman seperti denda dan lain sebagainya. Adapun orang yang melanggar sepanjang adat
atau sepanjang Undang-Undang atau pucuk larangan ada kalanya dihuku beras 100, kerbau
seekor , selesung pisak, selengan baju, dan ada kalanya dihukum dengan beras 20 kambing
, adakalanya dilepas dengan ranjau serangkah, adakalanya ampun maaf, adakalanya tegur
ajar dan ada kalanya dihukum dengan beras sepinggan ayam seekor, bak pepatah
mengatakan gedang kayu, gedang bahan maksudnya besar masalahnya maka besar juga
hukumannya. kalau nilai yang terkandung banyak seperti nilai yang masih hidup dan
berkembngan adalah gotong royong antar masyarakat, musyawarah, toleransi serta
merasakan satu perjuangan seperti bak pepatah koto baru ‘bak susun ayam batanduk
kambing’ yang artinya satu kesatuan seperti anak ayam yang anak ayam mengikuti
induknya dan induknya merangkul semua anaknya dan tanduk kambing tidak bisa
dipisahkan satu sama lain selalu berpasanagan.

Koto baru disebut dengan 6 desa koto baru 9 luhah yang dimaksud dengan 9 luhah
atau 8 karena terdapat 9 gelar dari ketua pemimpin anak betino yaitu depati singo lagio ini
boleh ada atau tidak karena itu dikatakan 9 atau 8 sebab depati singo lagio ini berada di dua
daerah pemimpinannya yaitu Koto Beringin dan Koto Baru selain dari Depati Singo Lagio
yaitu Depati Punjung, Depati Senang Gumi, Depati Tambang Bumi, Depati mudo, Mangku
Modo, Mangku Bando, Rio Balang Dan Rio Suku Bungsu. Maka dari itu disebut 9 luhah
atau 8. pada saat bulan Ramadhan tokoh-tokoh adat 9 luhah atau pemangku adat
mengadakan suatu perkumpulan

yang setiap tahunnya berkumpul dirumah adat atau rumah pesusun yang berada di
larik panjang. Yang mana tujuan dari berkumpulnya pemangku adat untuk menimbul yang
usul dan menerbitkan yang usul membuang yang cabul mengenai tingkah laku masyarakat
Koto Baru tiap tahun harus ada perubahan.

14. Tradisi Seko

Seko ialah nama gelar yang diberikan kepada anak jantan /laki-laki keturunan anak
batino /perempuan seperti diberi gelar Depati, Pemangku, Nenek Mamak (peranti) bak
pepatah mengatakan Buruk Pua Jelipung, Patah Tumbuh Hilang Berganti artinya hilang
Depati berganti Depati, hilang Pemangku berganti Pemangku, hilang Nenek Mamak
baganti Nenek Mamak begitulah perjalanan seko yang 3 takah agar sako tidak hilang ( gilir
ganti dengan cara tulus ikhlas). Diadakan kenduri pusaka untuk menyabut sako atau gelar
depati, pemangku, nenek mamak yang disambut anak betino/ perempuan. Sedangkan
pusako ialah suatu nama usang yang jatuh kepada benda seperti sawah, ladang, rumah ,
tanah dll. Pusako terbagi menjadi 2 yaitu pusaka tinggi dan pusaka rendah. Pusaka tinggi
ialah suka nenek kita berbagi maka ditarik sejanjang sawah untuk menjadi harta pusaka

maka turun temurun sawah itu maka sawah itu tinggal pada anak batino atau perempuan.
Sedangkan pusaka rendah ialah diwaktu berkuak atau terjadi perebutan pusaka maka
pusaka tersebut digilir.

Sumber : retciaa.com

15. Tradisi Arah Ajun
Arah Ajun terdiri dari kata “Arah” artinya permisi dan “Ajun” artinya mengatur.

Sitiap acara yang dilaksanakan di koto baru harus ada Arah Ajun yang sering di ucapkan
koto baru yaitu “mintak aroah” atau “minta Permisi” dilakukan pada saat anak jantan dan
anak betino hendak mendirikan/rumah, bertegak bilik, orang gyang meninggal untuk
ditanam, kejo kecil , kejo gedang seperti acara pernikahan,

sembelih hewan kaki empat seperti kambing, sapi, kerbau dan acara lainnya perlu
meminta izin khususnya kepada teganai. Orang yang melakukan Arah Ajun yaitu nenek
mamak, pemangku, depati, pemerintah. Seperti Pemangku dan Depati diunjuk tahu atau
diberi tahu dan pemerintah setempat, harus ada nenek mamak memberi Arah Ajun, serta
dengan pegawai/Alim Ulama untuk menjadi seluruh bidang pada waktu itu.

16. Pelaksanaan Pernikahan
Koto Baru biasanya pernikahan berlangsung selama 5-7 hari sebelum menentukan

hari dirumah memepelai terlebi dahulu “ngimbu janteng niek” (menghimbau kerabat yang
memiliki hubungan) yang artinya mengajak Nenek Mamak dan paman untuk memberi tau
bahwa kemenakannya akan menikah dan menentukan hari pernikahan setelah menentukan
hari pernikahan hari pertama akan diselenggarakan “ngimbu janteng gedeng” yang artinya
menghimbau orang-orang terurtama tokoh adat dikoto baru untuk memberi tau semua
orang bahwa ditempat ini akan diselenggarakan pernikahan serta meminta izin kepada adat
Koto Baru kemudian esoknya dirumah mempelai perempuan untuk mengadakan “gimbu
janteng gedeng”. Kemudian hari hari kedua malam ketiga dirumah mempelai laki-laki
mengadakan tari rentak kudo dan hari ketiga malam keempat dirumah mempelai
perempuan mengadakan tari rentak kudo. Kemudian pada hari keempat dirumah mempelai
laki-laki mengadakan “kejo gedang” atau acara kenduri untuk pelepasan anak jantan/ laki-
laki serta meminta izin anak laki-laki berpulang ke rumah wanita. Kemudian pada hari
kelima dirumah mempelai wanita mengadakan kenduri untuk malam nanti acara

pernikahan atau ijab kabul akan berlangsung dirumah perempuan dirumah perempuan telah
dihiasi bunga serta pelaminan untuk menyambut kedatangan anggota baru disore , dalam
acara tersebut ada kata sambuatan dan parno adat yang mana nenek mamak saut menyahut
meminta izin melaksanakan ijab kabul. Keesokanharinya biasa ada yang mengadakan
resepsi dan ada yang tidak.

17. Acara Tale Haji
Dalam masyarakat Kerinci, tale keberangkatan haji menjadi perwujudan

kebersamaan yang ditunjukkan oleh warga desa ketika salah satu warganya akan berangkat
menjalankan Ibadah Haji ke Mekah. Tale keberangkatan haji tidak akan ada jikalau
masyarakat Kerinci tidak memeluk Agama Islam. Tale dilakukan pada siang dan malam
hari, dalam tale keberangkatan haji ungkapan perasaan terwakili,dan niat tersampaikan
dengan menggunakan bahasa yang santun. Acara tale biasaja dilaksanakan orang koto baru
yang akan Haji maka disebut dengan “ Tale Naek Haji” ini merupakan ucapan syukur
kepada Allah SWT yang telah memanggil untuk dapat pergi kesana di tanah suci. Biasanya
Tale ini seperti nyanyi yang bersaut

sautan berisi meminta do’a . Tale kerangkatan haji dalam masyarakat Kerinci
berfungsi ritual, peneguhan integrasi sosial, dan berfungsi hiburan. Petale mewarisi tradisi
ini tanpa menghilangkan kesakralan dari arti penting keberangkatan haji. Petale dan
masyarakat mengisi hari-hari menjelang keberangkatan dengan bertale bersama sebagai
wujud hubungan sosial. Pertunjukan tale dilakukan dengan dua cara, duduk dan berdiri
secara berhadapan. Dalam posisi duduk, petale menuturkan tale dengan menggoyangkan
tubuh mereka ke kiri dan ke kanan, kedepan dan kebelakang. Dalam posisi berdiri, kaki
digerakkan perlahan maju ke depan, dan jika jumlah petale itu banyak, maka mereka
membentuk syaf, lalu kaki digerakkan kedepan, dan ke belakang secara pelan, gerakan itu
mengikuti irama tale. Pertunjukan tale membutuhkan keahlian, yaitu keahlian memberi
jawaban atas konteks tale yang disampaikan oleh petale lain.

Sumber : kemendikbud.co.id

18. Pengajian “Nujuh Hari”
Pengajian “Nujuh hari” adalah tradisi yang diadakan pada hari ketujuh setelah

kematian seseorang. Masyarakat sekitar sangat berpengaruh dan berperan dalam

pelaksanaan tradisi ini. Diperlukan kerja sama antar masyarakat dalam meringankan beban
salah satu tetangganya.

Menurut pernyataan nenek Mariana, pengajian “Nujuh hari” diadakan pada hari ke
tujuh setelah kematian di rumah duka. Dalam pengajian ini juga akan dilakukan kegiatan
“Bado’a(berdoa) yang dipimpin oleh seorang alim ulama di daerah Tapan dan di ikuti atau
di aminkan oleh para lelaki sekitar rumah duka. Dalam pelaksanaan tradisi ini, kaum
wanita berperan dalam memasak makanan pagi hari untuk pengajian di malam harinya.

Untuk memasak makanan tentunya akan diperlukan biaya oleh keluarga almarhum,
maka masyarakat sekitar akan memberi sejumlah uang(semampunya) di dalam wadah yang
telah di sediakan dan juga datang mengantar beras, kelapa, sabun dll di hari pertama atau
ketiga setelah kematian. Kemudian uang dan bahan-bahan yang didapat dari sumbangan
warga sekitarlah yang akan digunakan untuk memasak makanan bagi bapak-bapak yang
ikut pengajian.

Tradisi pengajian “nujuh hari” ini telah ada sejak zaman dahulu di Tapan, tentunya
tradisi ini sangatlah bernilai moral dan agama yang baik. Masyarakat diajarkan untuk bahu
membahu dalam menghadapi musibah khususnya musibah kematian.

Dari tradisi ini masyarakat diajarkan tentang kebersamaan dan rasa empati terhadap
kesulitan orang lain. Para wanita akan memasak sambil bercerita di pagi hari dan para
lelaki akan melakukan pengajian dan tradisi “Bado’a” di malam harinya. Dan para anak
muda atau remaja akan menyiapkan kayu bakar untuk memasak makanan.

Adapun makanan yang dimasak biasanya berbentuk nasi gulai dan makanan-
makanan lain. Dan orang yang bertugas menghidangkan makanan terhadap orang yang
datang untuk pengajian adalah menantu lelaki di rumah duka atau sumando. Namun jika di
rumah tersebut tidak terdapat sumando maka boleh dihidangkan oleh laki-laki yang masih
ada hubungan keluarga dengan almarhum. Begitu pula ketika jamaah telah selesai makan
maka sumando akan mengangkat dan membereskan piring-piring kotor dan membawanya
ke belakang uuntuk kemudian dicuci oleh ibu-ibu.

Selain laki-laki dewasa, anak-anak juga sering ikut dalam pengajian ini dan sengaja
dibawa oleh orang tua agar mereka tau dan mengerti tradisi di daerah tempat tinggalnya
dan juga agar kearifan lokal ini tidak punah begitu saja.

Pelaksanaan pengajian “ Nujuh hari” ini tentunya dapat menambah ikatan solidaritas
antar elemen masyarakat karena semua ikut berpasrtisipasi ke dalamnya. Tidak pandang
kaya,miskin, tua, muda semua ikut memikul beban dan tanggung jawabnya dalam
pelaksaan pengajian ini.

Hal menarik lainnya yaitu dengan adanya kegiatan “bado’a” setelah pengajian yang
akan dipimpin oleh seorang alim ulama yang telah berpengalaman dan dipercaya memipin
doa di berbagai kegiatan dalam masyarakat. Alim ulama ini tidaklah digaji dan biasanya
tidak ingin menerima uang setelah melakukan pengajian dan berdoa. Namun sebagai
gantinya, masyarakat memberikan uang, beras, kelapa, dll. Kepada sang ulama setiap
seminggu sekali yaitu di hari selasa.

Bentuk lain rasa terimakasih warga terhadap sang ulama dapat dilihat saat sang
ulama atau anggota keluarganya sakit. Disaat itu warga akan berbondong-bondong datang
ke rumah beliau dengan membawa beras, uang, kelapa atau apa pun yang mampu
diberikan.

19. Mandi Balimau

Upacara tradisional ini selain sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan
memasuki bulan puasa, juga merupakan simbol penyucian dan pembersih diri. Masyarakat
Minangkabau mandi dengan menggunakan jeruk nipis sebagai pengganti fungsi sabun.

Adapun masyarakat mengatakan bahwa balimau berarti penekanan mandi benar-benar
bersih.

Manfaat balimau selain untuk liburan juga mempererat tali persaudaraan sesama
muslim. Tujuan besar dari balimau untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT ,
ketika masih diberi kesempatan untuk menjalani puasa di bulan penuh ampunan.
Tata cara pelaksanaan balimau adalah :
1) Membaca niat untuk melaksanakan wujud dari kebersihan hati dan jiwa sebelum

bulan puasa
2) Bersihkan badan terlebih dahulu untuk mengikis kotoran yang menempel pada tubuh,

sucikan hati dengan niat lahir bathin akan menunaikan ibadah puasa sepenuh hati
karena Allah SWT. Mengguyurkan air yang sudah dicampurkan dengan ramuan
bunga dan rempah-rempah ke seluruh dari rambut ke seluruh tubuh.
3) Yakini diri kita bahwa kita tidak melakukan hal yang bertentangan dengan agama,
melainkan semata ingin merealisasikan khazanah budaya yang ada di ranah kita serta
ibadah kepada Allah SWT.

Bahan alami yang digunakan dalam tradisi balimau , antara lain:
o Beberapa buah limau
o Beberapa helai daun pandan dengan diiris halus
o Beberapa kuntum bunga kenanga
o Beberapa kuntum bunga mawar
o Segenggam bunga tanjung
o Segenggam bunga melati

Sumber : news.okezone.com

20. Pernikahan Sumando

Upacara perkawinan adalah peristiwa penting dalam kehidupan. Perkawinan bukan
hanya sekedar ikatan atau penyatuan antara pengantin laki-laki (marapole) dan pengantin
perempuan (anak daro). Akan tetapi, perkawinan itu merupakan pertemuan antar dua
keluarga. Keluarga laki-laki dengan keluarga perempuan juga diikat oleh tali yang disebut
ikatan kekerabatan.

Di Daerah Tanjung Betung adat perkawinan yang digunakan iyalah perkawinan
Sumando yaitu pihak perempuan menunggu pihak lelaki.

Adapun proses atau tata cara perkawinan sumando ini yaitu :
➢ Meminang atau melamar

Meminang atau melamar merupakan kegiatan resmi. Apabila di daerah
Minangkabau acara peminangan dilakukan oleh pihak perempuan yang akan
meminang laki-laki yang akan menjadi calon suaminya, sebaliknya peminangan
disini dilakukan oleh pihak laki-laki yang akan meminang perempuan yang
nantinya bakal menjadi istrinya. Pihak laki-laki bertanya kepada pihak
perempuan. Apabila disetujui maka diadakanlah musyawarah tentang uang
pemberian, beras, mahar dan lain-lain.
➢ Batimbang Tando

Pada malam tertentu pergilah ninik mamak, mamak rumah, orang tua, serta
beberapa orang kerabat dari laki-laki tersebut ke rumah perempuan. Pada malam
ini ninik mamak pihak perempuan dan ninik mamak pihak laki-laki bertemu
(kalau tidak sama ninik mamaknya). Ninik mamak pihak laki-laki bertanya
kepada ninik mamak pihak perempuan, apakah perjanjian tersebut sudah sesuai,
jika sesuai maka diberikanlah tando (tanda) berupa mahar yang terdiri dari cincin,
kain,dan peripih (gelang dari tembaga). Pada acara batimbang tando ini nanti akan
di umumkan ke masyarakat sekitar dan pengantinnya itu di beri makan nasi dan
telur ayam dan bapak-bapaknya itu menggelar acara mendoa.
➢ Kemudian setelah acara batimbang tando, keluarga pria datang lagi ke rumah
perempuan untuk merencanakan tanggal pernikahan, setelah direncanakan barulah
di atur semuanya seperti resepsi, undangan, dan lainnya.

➢ Pernikahan

Pernikahan dilakukan secara Islam. Biasanya dilakukan di Masjid ataupun
di rumah mempelai perempuan. Setelah selesai nikah antara ninik mamak dan
kedua belah pihak beruding untuk mamastikan tanggal perhelatan (pesta
perkawinan). Setelah ditentukan harinya maka pihak laki-laki dan perempuan
masing-masingnya mengadakan acara-acara. Pada acara pernikaha atau pengantin
bersanding di pelaminan yang di hadiri oleh semua keluarga dari pihak laki-laki
dan perempuan.
Adapun beberapa acara yaitu
• Fakat Famili (mengumpulkan kerabat)

Sebelum pesta perkawinan diadakan biasanya diadakan suatu acara dengan
mengundag beberapa keluarga atau kerabat dekat dari pihak yang akan
melangsungkan pesta, acara ini disebut sebagai “poket famili”. Dalam poket
famili akan terlihat suatu rasa kebersamaan di antara pihak dengan kerabat-
kerabat dekatnya, kebersamaan ini terlihat dari adanya partisipasi kerabat dekat
tersebut terhadap pesta yang akan diadakan nantinya.
• Pesta perkawinan

Ada beberapa kegiatan yang dilakuan sebelum pesta diadakan, yaitu :
- Pada pagi hari kepala keluarga dari orang yang pesta tersebut akan

mengadakan suatu ritual penyembelihan hewan yaitu kambing. Hewan yang

harus disembelih harus kambing.

- Pada siang harinya, tibalah saatnya untuk menunggu diantarkannya
“marahpulai” ke rumah “anak daro”. Maanta marahpulai disertai dengan arak-
arakkan oleh para kerabat dan tetangga “marahpulai” tersebut. Arak-arakan ini
dimeriahkan oleh musik “Dikie”, musik ini hanya dimainkan pada saat

menghantarkan pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan, upacara

aqiqah, dan upacara sunat rasul. Dalam arak-arakan ini yang berjalan di depan
adalah “puti” dari pihak “marah pulai”. Puti ini membawa serta wadah yang

didalamnya di letakkan daun sirih dan beberapa pelengkapnya. Sirih ini
diletakkan dalam wadah yang disebut “carano”, sedangkan yang berjalan di
belakang sekali adalah “datuk” yang melakukan pemantauan terhadap arak-

arakan itu.

- Pada sore hari, acara makan adatpun dilaksanakan, yang diundang di sini

hanyalah kaum bapak-bapak beserta tetuatetua adat yang ada pada daerah
tersebut. Makanan adat yang disuguhkan adalah “nasi kuning” beserta “gulai
kambing” serta tidak lupa sirih dalam carano. Bagianbagian tertentu dari

kambing ini seperti mata, kepala, tangan, kaki, dan yang lain hanya boleh

dimakan oleh ara tetua-tetua adat. Setelah acara makan-makan, digelarlah
pidato adat oleh “datuk” dari pihak mempelai perempuan.setelah itu pidato adat
tersebut diteruskan oleh “ datuk “ dari pihak mempelai laki-laki. Pidato adat

berakhir dengan diberikannya “gelar adat” kepada mempelai lakilaki. Adapun
gelar adat ini merupakan gelar adat turun temurun dari mempelai perempuan.
- Terakhir adalah doa penutupan, bersyukur kepada Allah atas selesainya
upacara yang dipimpin oleh alim ulama setempat. Sebelum pulang maka
dibagikanlah nasi kunyit kepada seluruh undangan. Nasi kunyit ini dibungkus
dengan daun yang menandakan bahwa orang tersebut baru pulang dari baralek
(pesta perkawinan).

21. Datuak

Datuak atau penghulu merupakan pimpinan bagi anak kamanakannya dan merupakan
orang yang didahulukan dan ditinggikan. Untuk mempertahankan dan memelihara
martabatnya, pangulu memiliki empat sifat utama. sifat-sifat itu mempedomani sifat Rasul
Allah, Muhammad, yakni siddiq atau benar, amanah atau dipercaya, fatanahatau cerdas,
dan tabligh atau menyampaikan. Keempat sifat rasul itumerupakan sifat dasar seorang
Pangulu yang tidak boleh dilupakannya.

Dari wawancara yang telah dilaksanakan didapati bahwa “Datuak” merupakan tipe
kearifan lokal hubungan dengan sesama manusia karena melaksanakan aktivitas/ kegiatan
yang berhubungan dengan masyarakat, dan juga bertipe Hubungan dengan pakaian, karena
seorang datuak atau penghulu memiliki baju khasnya sendiri. Dalam segi bentuk kearifan
lokal “Datuak” tergolong kedalam kearifan lokal falsafah, tradisi dan kepercayaan serta
kearifan lokal cerita budaya, patuah dan sastra.

Sebagai pemimpin, penghulu mempunyai pakaian kebesaran yang disebut pakaian
adat. Pakaian itu mengandung makna simbolik, adanya makna yang tersembunyi di
dalamnya. Maknanya menunjukkan budi, kepribadian dan perangai seorang penghulu. Jadi,
pakaian bukan hanya sebagai pertanda kebesaran belaka, tetapi merupakan lambang
kepribadian dan tingkah lakunya.

22. Batagak Pangulu

Batagak Pangulu merupakan upacara adat Minangkabau untuk

mengangkat penghulu (kepala adat/pimpinan sebuah suku) yang baru. Upacara tersebut

dilakukan secara besar-besaran dengan memotong kerbau dan bisa berlangsung selama 3-7

hari. Untuk mengangkat seorang penghulu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi

menurut adat.

• Penghulu haruslah seorang laki-laki.
• Penghulu haruslah orang yang baik, dan berasal dari keluarga yang baik pula.
• Telah baligh (dewasa) dan berakal.
• Seorang penghulu haruslah orang yang berilmu.
• Penghulu haruslah memiliki sifat adil, arif, dan bijaksana.
• Penghulu haruslah memiliki sifat tablig, yaitu menyampaikan yang baik-baik

kepada masyarakat.
• Seorang penghulu haruslah bersifat pemurah, tulus, dan sabar.

Batagak Pangulu dilakukan bukan hanya karena pentingnya posisi datuak
dikecamatan lubuk sikaping, tetapi momen ibu adalah momen yang sangat langka
diadakan, karena sudah 78 tahun silam terakhir kali dilakukan.

Melalui studi kepustakaan dan hasil wawancara dengan salah satu orang yang
dituakan dikampung saya dapat menyimpulkan bahwa Batagak Pangulu merupakan hal
yang sangat penting di Kec. Lubik Sikaping.

Dan juga dalam wawancara ini saya menyimpulkan dalam hal batagak pangulu para
niniak mamak , cadiak pandai, hingga urang sumando masih mempertahankan unsur-unsur
penting dalam pelaksanaan dan memiliki nilai budaya yang harus dilestarikan.

Proses Batagak Pangulu dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama, musyawarah
(Barundiang) yang dilakukan oleh keluarga besar (musyawarah saparuik), dengan anak
kemanakan penghulu (musyawarah sapayuang), dan persukuan di bawah suku nan ampek
(musyawarah suku).

Setelah melakukan musyawarah, maka dilanjutkan prosesi adat pemasangan saluak
yang diangkat oleh seorang datuk, pengambilan sumpah (pembai’tan), dan penasehatan
penghulu yang akan diangkat oleh Datuk.

Selanjutnya Prosesi Bararak, yaitu memberitahukan kepada masyarakat bahwa
seorang datuk telah diresmikan menjabat sebagai penghulu suatu kaum.

Setelah prosesi baarak dilanjutkan dengan Prosesi penjamuan (makan besar)
dilaksanakan dengan memberikan jamuan kepada setiap yang hadir dalam upacara Batagak
Pangulu tersebut. Terakhir adalah prosesi naik ke balairung sari di balailamo.

Makna batagak pangulu bagi masyarakat Minangkabau adalah mengukuhkan atau
melegitimasi keberadaan penghulu di Minangkabau serta mengukuhkan sako (gelar)
diwariskan kepada kemenakan.

23. Maantaan Kampia Siriah

Tradisi Maantaan Kampia Siriah ini merupakan acara meminang yang dilakukan oleh
pihak perempuan yang bertandang ke rumah pihak laki-laki dengan membawa kampia
siriah yang di dalamnya terdapat beberapa hal yang harus dibawa yakni Kampia Siriah dan
alat-alat secukupnya lengkap, yakni siriah (17 helai lembar cukup), pinang, gambir, sadah,
tembakau. Dalam acara ini membahas mengenai beberapa hal yang mana tujuannya adalah
selain meminang juga untuk menjalin tali silahturahmi antar pihak laki-laki dan perempuan
yang nantinya akan ada pertalian yang disebut baipa babisa.

Sumber : google.com/Maria Yovinia

24. Babilang Ari
Babilang ari adalah sebuah kegiatan atau acara doa yang dilakukan saat salah seorang

keluarga atau saudara meninggal dunia, acara babilang ari dilakukan dimulai saat hari 3
seseorang meninggal, hitungan babilang ari yaitu: manigo,manujuah, maampek baleh,
manduo puluah, maampek puluah, maanam puluah, manyaratuih dan yang terakhir adalah
malapeh bilang ari.babilang ari sama dengan acara baralek semua anggota kerluaga
memasak dalam beberapa hari, mengundang orang untuk datang kerumah membawa buah
tangan baiasanya buah tangan atau biasa disebut “baban” Yng dibawa berupa bahan
masakan atau kebutuhan sehari hari seperti minyak untuk memasak,telur ,gula dan beras
dimasukan kedalam baki dan dibalut menggunakan kain yang disebut “unjuik” tujuan dari
babilang ari adalah untuk memabantu menghibur keluarga yang berduka biasanya identic
dngan sepi dengan adanya babilang ari maka rumah akan ramai didatangi oleh tetangga
dan saudara saudara jauh,tujuan lainnya yaitu saat malam hari babilang ari akan diadakan
acara berdoa bersama untuk mendoakan almarhum /almarhumah.

Babilang ari termasuk kedalam tipe kearifan lokal yang berkaitan dengan hubungan
sesama manusia,karena pelaksanaan babilang ari juga menunjukan kebersamaan dan
kerukunan dalam keluarga besar,hal ini juga menjadi kesempatan untuk mengunjugi dan
menjalin silaturahmi antara keluarag dan kerabat jauh.

25. Bararak Mambao Baban dari Induak Bako

Dalam acara pernikahan di minangkabau acara pernikahan bukan hanya melibatkan
keluarga ibu dari calon pengantin namun keluarga ayah atau yang biasa disebut “induak
bako” turut serta dalam acara pernikahan dimulai dari acara persiapan pernikahan sampai

selesai, keluarga induak bako saat acara maanta nasi di pengantin perempuan dan mananti

maanta nasi dikeluarga laki laki juga akan membawa banyak orang yang di undang untuk

mengadiri acara pernikahan anak saudara laki lakinya tersebut secara bersama sama sambil

membawa berbagai macam barang kebutuhan rumah tangga, dan berbagai jenis makanan.

Adat ini lebih berkembang di kenagarian sungai nanam contoh baban yang akan dibawa

adalah selimut,dispenser,megicom, piring,gelas,pinyaram,rantang

makanan,kamaloyang,kue pengantin dan itu bukan hanya satu,nasi kuniang dan masih

banyak lagi dalam membawa baban tidak diharuskan masing masing satu barang boleh

membawa lebih banyak barang,karena itu dalam bararak induak bako bisa 30 sampai 40

orang anggota tergantung banyak barang atau baban yang akan dibawa.

Bararak mambao baban dari induak bako memiliki arti yaitu bahwa keluarga besar

dari ayah membantu untuk menyediakan barang barang yang akan di pakai setelah acara

pernikahan, dan sebagai kado atau hadiah atas pernikahan yang di lansungkan. bararak

mambao baban dari induak bako termasuk tipe kearifan lokal dalam hubungan sesama

manusia.

26. Bakotik

Bakotik merupakan tradisi yang diselenggarakan oleh masyarakat di nagari Tebing
Tinggi untuk memilih pengurus masjid yang baru. Bakotik ini dilakukan dari dulu untuk
menjaga serta merawat masjid yang ada di daerah tersebut agar bisa terus dimanfaatkan
sebagai tempat ibadah dan agar masjid tidak terbengkalai. Bakotik ini dilakukan oleh
penduduk setempat dalam 5 tahun sekali dan hanya memiliki satu “kotik” di setiap
nagarinya di Dharmasraya ini. Pengurus yang baru akan bertugas di masjid baru sedangkan
pengurus yang lama akan bertugas di masjid yang lama.

Kegiatan atau acara bakotik ini awal nya dimulai dari masjid terlebih dahulu dengan
melakukan musyawarah serta memilih kepengurusan baru di masjid tersebut. Imam, kotik,
bilal, niniak mamak delapan, pak wali, serta pak jorong duduk bersama-sama dan
meresmikan kepengurusan tersebut. Niniak mamak delapan ini merupakan niniak mamak
dari 8 suku yang ada di nagari Tebing Tinggi yang ikut serta dalam memilih kepengurusan
masjid yang baru dan sebagai perwakilan dari 8 suku tersbut. Setelah itu, pengurus yang
baru akan diarak ke rumah tompat yakni kuburan yang dimuliakan oleh masyarakat
setempat untuk berdoa agar selalu terhindar dari bahaya atau segala penyakit yang bisa saja
terjadi. Setelah itu, mereka pergi ke rumah kotik yang ada di tanah lapang dan bentuknya
seperti menara pemantau. Pengurus yang baru naik kerumah kotik tersebut untuk
memberitahu kepada masyarakat nagari Tebing Tinggi bahwa inilah orang-orang baru
dalam kepengurusan masjid. Diatas sana, pengurus baru atau kotik ini akan membacakan
sholawat dan menyebarkan uang, makanan seperti jagung, padi, buah buahan dan gambar-
gambar yang terbuat dari tepung dan disebarkan dari atas oleh kotik ke bawah. Hal ini akan
bergunan di dalam kehidupan mayarakat setempat yang salah satu contohnya dapat
menyuburkan tanaman yang ada di nagari tersebut. Setelah itu, kotik turun dari rumah
kotik dan dibopong oleh warga ke rumah Panjang untuk melanjukan kegiatan bakotik ini.
Para pengurus masjid di bopong karena kotik tidak boleh menginjak tanah dengan maksud
untuk menjaga keselamatan dari kotik tersebut. Lalu dilanjutkan ke rumah gadang dan
mengakhiri acara tersebut dengan makan bersama dan berdoa.

Sumber : Instagram.com

27. Bakawu

Bakawu merupakan salah satu kegiatan atau tradisi yang dilakukan oleh warga
nagari Tebing Tinggi, yang biasanya dilakukan setelah musim panen atau terdapat warga
yang sedang mengalami penyakit-penyakit yang jarang ditemukan. Dahulunya oleh para
leluhur nagari ini, bakawu dilakukan untuk mengusir segala penyakit yang terjadi di nagari
ini dengan berdoa bersama-sama. Bakawu ini lebih jelasnya untuk menghilangkan
penyakit-penyakit pada padi, seperti padi yang dimakan tikus, rusak akibat hama, atau
faktor lainnya. Di nagari ini terdapat tiga tempat bakawu yakni di “palo koto”, di “tongah”,
dan di “ulak”. Untuk menghilangkan penyakit pada padi ini digunakan daun kelapa muda
yang digambar atau dibentuk pada sebuah kertas kemudian dicipratkan ke padi yang
berpenyakit agar tumbuh subur.

Selain menghilangkan penyakit dari padi, kegiatan bakawu ini juga bisa untuk
menghilangkan penyakit pada manusia yang jarang ditemukan. Hal ini dilakukan dengan
menyediakan bahan-bahan yang digunakan untuk pengobatannya yang dinamakan “uwe”.
Uwe ini merupakan tumbuhan obat-obatan yang sudah dibacakan doa-doa oleh ahli agama.
Uwe ini akan ditempatkan di tiga tempat bakawu kemudia warga setempat berkumpul
disana. Uwe tersebut dicipratkan ke warga yang telah berkumpul untuk menghilangkan
segala penyakitnya. Kemudian terdapat kain dengan tiga warna dan benang yang disebut
benang “cimpono” dengan tiga warna pula yang sesuai dengan warna yakni warna putih,
hitam, dan kuning. Kain dan tali ini ditempatkan di pinggir-pinggir nagari dan juga
tergantung dirumah-rumah.

28. Alek Nagari
Alek nagari merupakan kegiatan silaturahmi yang dilakukan didalam suatu nagari

untuk menjalin hubungan yang baik antar suku yang ada di dalamnya. Kegiatan alek nagari
ini di adakan di rumah Panjang yang dihadiri oleh niniak mamak delapan, bundo
kanduang (sebagai perwakilan seluruh perempuan dari berbagai suku yang ada di nagari
tersebut), orang bajini yang merupakan orang yang membantu di dalam suku yang
dinamakan monti (sebagai penyambung dari penghulu atau memberikan kalimat
pembukaan sebelum acara dilakukan), du balang (orang yang menyampaikan atau memberi
kabar kepada warga untuk dating ke acara tersebut), pandito (orang yang tau tentang
agama). Pada setiap suku terdapat perwakilan untuk menghadiri acara tersebut dan orang-
orang penting di dalam nagari yang akan membicarakan tentang bagaimana masa depan
nagari kedepannya, dan membicarakan hal-hal lainnya. Setelah itu, dilakukanlah makan
bersama dan berdoa agar nagari ini tetap berjalan dengan baik.

Untuk memeriahkan alek nagari ini dilakukan lah kegiatan-kegiatan seperti lomba
asmaul husna antar suku, pacu karung, makan kerupuk, panjat pinang, dan lomba-lomba
lainnya.

Sumber : facebook.com

29. Makan Bajamba

Makan bajamba merupakan tradisi asli Minangkabau. Makan bajamba bisa dilakukan kapan saja
namun tetap yang paling utama dilakukan saat alek pernikahan mayarakat Minang. Selain saat
alek perkawinan, biasanya masyarakat melakukan tradisi makan bajamba saat akan menyambut
bulan Ramadhan, karena saat itu masyarakat bergotong royong untuk membersihkan kuburan
dan setelah selesai baru bersama-sama makan bajamba. dimakan pun biasanya juga telah
ditetapkan dan pastinya semua makanan adalah makanan tradisional Minangkabau. Selain itu,
pakaian yang digunakan dalam acara makan bajamba ini juga dibedakan. Pakaian yang
digunakan oleh ninik mamak harus berbeda dengan orang lain agar menandakan mana yang
ninik mamak dan mana yang tidak. Ninik mamak akan menggunakan topi balilik.

Nilai-nilai dalam kearifan lokal makan bajamba ini ialah kita dapat merasakan
kebersamaan dengan orang-orang disekitar kita baik itu yang kita kenal maupun tidak,
dengan begitu kita dapat mempererat hubungan dengan orang lain. Dalam makan bajamba
juga adanya nilai-nilai menghargai dan menghormati yang tertua dengan mendahulukan
orang yang lebih tua untuk mengambil makanan terlebih dahulu. Serta, makan bajamba
juga dapat memberikan kepuasan lahir bathin karena juga menjunjung tinggi nilai agama
seperti membaca doa bersama-sama saat sebelum makan dan sesudah makan.

Sumber : google.com

II. ARSITEKTUR DAN CAGAR ALAM

1. Kearifan Lokal Rumah Gadang

Rumah gadang merupakan rumah adat Minangkabau. Bangunan ini disebut rumah
gadang tidak hanya karena ukurannya yang gadang (besar), tetapi juga karena fungsinya
yang besar. Rumah gadang tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal bersama, tapi juga
sebagai tempat bermusyawarah, sebagai tempat melaksanakan upacara adat, dan sebagai
simbol eksistensi suatu kaum dalam nagari. Rumah adat ini juga disebut rumah
bagonjong karena bentuk atapnya yang melengkung runcing yang disebut gonjong mirip
lengkung tanduk kerbau. Rumah gadang bisa menjadi salah satu bukti fisik keberadaan Suku
Minangkabau sekaligus menjadi identitas karakteristik bagi Suku Minangkabau.

Rumah gadang berbentuk segi empat yang mengembang ke atas. Lengkung badan
rumah landai seperti badan kapal. Rumah Gadang berupa rumah panggung dengan lantai
papan sekitar satu atau dua meter diatas permukaan tanah, dan terdapat tangga di bagian
depan untuk masuk rumah gadang. Bagian dalam rumah gadang terbagi
atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Lanjar adalah bagian antara deretan tiang
depan dan belakang, sedangkan ruang adalah bagian antara tiang kiri dan
kanan. Lanjar belakang berfungsi sebagai kamar tidur, lanjar tengah berfungsi sebagai ruang
makan atau ruang keluarga, dan lanjar depan berfungsi sebagai ruang tamu.

Pada dasarnya denah rumah gadang sederhana yaitu persegi panjang dengan
pembagian ruang yang sederhana, namun menyiratkan banyak makna. Berlakunya
sistem matrilineal (garis keturunan menurut garis keturunan ibu) juga dapat dilihat dari cara
hidup di rumah gadang. Kentalnya Agama Islam juga tergambar dari pola hidup dan
kepercayaan dalam rumah gadang sesuai dengan falsafah Suku Minangkabau adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah. Bangunan rumah gadang menunjukkan penyesuaian
dengan alam tropis yang juga sesuai dengan falsafah Suku Minangkabau “alam takambang
jadi guru”. Aktifitas di rumah gadang seperti cara duduk, cara berbicara, dan cara bersikap
baik laki-laki dan perempuan memiliki norma tertentu sesuai dengan aturan adat.

Rumah gadang adalah ciri khas dari minangkabau dan selalu dilestarikan oleh
masyarakat minangkabau dari nenek moyang sampai dengan sekarang. Namun pada
kenyataannya sekarang, keberadaan rumah gadang semakin berkurang baik kualitas maupun
kuantitasnya. Hal ini terjadi karena bangunan rumah gadang yang ada sekarang sudah
mengalami kerusakan dan pelapukan atau mungkin hancur karena berbagai faktor, sementara
kita lebih cenderung membuat bangunan baru dengan bahan dan gaya yang lebih modern
mengikuti perkembangan zaman. Hal ini juga menunjukkan terjadi perubahan cara hidup dan
mulai berkurangnya rasa hormat terhadap adat. Selain itu, besarnya biaya pembangunan
rumah gadang dan kesulitan untuk mendapatkan bahan dan tukang tradisional juga menjadi
faktor berkurangnya keberadaan rumah gadang. Ini berarti laju kemunduran kualitas dan
kuantitas bangunan rumah gadang tidak sebanding dengan usaha kita untuk mempertahankan
dan melestarikannya.

Dari segi bahan, hampir seluruh komponen bangunan rumah gadang dibuat dari kayu
kecuali atap (biasanya dibuat dari ijuk atau seng) dan sandi (dari batu kali berbentuk pipih
yang berfungsi sebagai pondasi bangunan). Oleh karena itu, salah satu upaya pelestarian

yang dilakukan adalah melestarikan bahan kayu sebagai komponen utama bangunan rumah
gadang. Pelestarian terhadap fisik bangunan, diharapkan akan membawa konsekuensi
terhadap pelestarian nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Rumah gadang dapat dibedakan berdasarkan ukuran, kelarasan, dan luhak. ,menurut
ukurannya, rumah gadang dibedakan atas lipek pandan (memiliki dua lanjar dan dua
gonjong), bahah bubuang (memiliki tiga lanjar dan empat jonjong), dan gajah maharam
(memiliki empat lanjat dan enam atau lebih gonjong). Berdasarkna kelarsan (model
kepemimpinan) rumah gadang dibedakan atas :
1. Kelarasan koto piliang, rumah gadangnya bernama si timnjau lauik. Rumah ini memiliki

anjung di dua ujung rumah (anjuang adalah ruang kecil yang lantainya lebih tinggi),
maka ia disebut juga urmah baanjuang.
2. Kelarasan bodi caniago, rumahnya lazim disebut gadang lantainya datar tidak beranjung
dan tidak berserambi

Nilai-nilai kearifan lokal rumah gadang yaitu nilai-nilai sosial, nilai-nilai etika dan
moral, dan nilai-nilai budaya.

2. Kearifan Lokal Rumah Gadang
Rumah gadang merupakan rumah adat Minangkabau.Fungsinya yang besar.

Rumah gadang tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal bersama, tapi juga sebagai
tempat bermusyawarah, sebagai tempat merawat keluarga, sebagai tempat melaksanakan
upacara adat, dan sebagai simbol eksistensi suatu kaum dalam nagari. Rumah adat ini
juga disebut rumah bagonjong karena bentuk atapnya yang melengkung runcing yang
disebut gonjong mirip lengkung tanduk kerbau. Rumah gadang memiliki keunikan
tersendiri baik dari segi arsitektur maupun nilai filosofi yang memaknainya, yang
menunjukkan kearifan lokal nenek moyang Suku Minangkabau dalam membangun
tempat tinggal mereka. Rumah gadang bisa menjadi salah satu bukti fisik keberadaan
Suku Minangkabau sekaligus menjadi identitas karakteristik bagi Suku Minangkabau
sendiri yang bahkan bentuk atap gonjong ini diterapkan pada bangunan modern.

Rumah Gadang,Rumah Tradisional Minangkabau-ARSITAG
Rumah gadang berbentuk segi empat yang mengembang ke atas. Lengkung badan
rumah landai seperti badan kapal. Rumah Gadang berupa rumah panggung dengan lantai
papan sekitar satu atau dua meter diatas permukaan tanah, dan terdapat tangga di bagian
depan untuk masuk rumah gadang. Bagian dalam rumah gadang terbagi atas lanjar dan
ruang yang ditandai oleh tiang. Lanjar adalah bagian antara deretan tiang depan dan
belakang, sedangkan ruang adalah bagian antara tiang kiri dan kanan. Lanjar belakang
berfungsi sebagai kamar tidur, lanjar tengah berfungsi sebagai ruang makan atau ruang
keluarga, dan lanjar depan berfungsi sebagai ruangtamu.

Rumah Gadang,Rumah Tradisional Minangkabau-ARSITAG

Bangunan Rumah Gadang sesuai dengan falsafah Suku Minangkabau “Adat
basandi syarak,syarak basandi kitabullah”.Bangunan rumah gadang menunjukkan
penyesuaiaan dengan alam tropis yang juga sesuai dengan falsafah Suku Minangkabau
“Alam takambang jadi guru.Aktifitas rumah gadang seperti: cara duduk,cara berbicara,dan
cara bersikap baik laki-laki dan permpuan memiliki norma tertentu sesuai dengan aturan
adat.Dari segi bahan, hampir seluruh komponen bangunan rumah gadang dibuat dari kayu
kecuali atap (biasanya dibuat dari ijuk atau seng) dan sandi (dari batu kali berbentuk pipih
yang berfungsi sebagai pondasi bangunan). Oleh karena itu, salah satu upaya pelestarian
yang dilakukan adalah melestarikan bahan kayu sebagai komponen utama bangunan
rumah gadang. Pelestarian terhadap fisik bangunan, diharapkan akan membawa
konsekuensi terhadap pelestarian nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Rumah Gadang,Rumah Tradisional Minangkabau-
ARSITAG
Berikut beberapa Indikasi kearifan tradisional Suku Minangkabau dalam meramu
bahanbangunan rumah gadang:
• Kayu yang dipilih tidak boleh ada tanaman merambat yang melilit pohonnya.
• Pohon yang dipilih tidak boleh dalam keadaan bersemi atau berbunga
• Pohon tidak ditebang pada musim penghujan.
• Sebelum pohon ditebang, pohon tersebut dipukul dengan palu kayusebanyak
tiga kali, ditunggu beberapa saat.
• Setelah ditebang dan rebah maka pohon ditelusuri sampai ke pucuknya.

• Kayu yang ditebang diolah dihutan sampai menjadi tiang atau tonggak.
• Setelah setahun kayu diambil dengan upacara yang disebut Tambun yaitu

membangkik batang tarandam.

Wonderfulminangkabau.
com
Teknik dan metode di atas dapat di terapkan dalam mempersiapkan kayu berkualitas baik
dalam perbaikan bangunan cagar budaya bahan kayu khususnya bangunan rumah
gadang.Semoga kita semua bisa menjaga dan melestarikan kearifan lokal minangkabau
yaitu“Rumah Gadang”.

III. KEARIFAN LOKAL BENDA TRADISIONAL & KULINER

1) Rendang

Tradisi mengawetkan makanan sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat

Sumatera. Teknik mengawetkan daging ini juga sudah dilakukan oleh masyarakat

Minangkabau sejak dulu, proses pengawetan ini dilakukan secara tradisional tanpa

menggunakan bahan kimia.

Masyarakat Minang percaya bahwa rendang memiliki 3 makna tentang sikap, yaitu

kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan. Ketiga unsur ini dibutuhkan dalam proses

memasak rendang, termasuk memilih bahan-bahan berkualitas untuk membuatnya,

sehingga terciptalah masakan dengan citarasa tinggi.

Secara simbolik, dagiang (daging) merupakan niniak mamak (para pemimpin

suku adat), karambia (kelapa) melambangkan cadiak pandai (kaum Intelektual), lado

(cabai) sebagai simbol alim-ulama, dan pemasak (bumbu) menggambarkan

keseluruhan masyarakat Minangkabau.

Rendang pada akhirnya tidak hanya disajikan dalam acara-acara adat tertentu saja.
Kuliner nikmat ini kemudian menjadi makanan yang menjadi santapan khas sehari-
hari masyarakat Minangkabau, juga menyebar ke banyak daerah di Indonesia bahkan
dunia.
Orang-orang perantauan dari Sumatera Barat biasanya membawa rendang sebagai
bekal, dengan dibungkus dalam daun pisang, karena makanan ini bisa bertahan cukup
lama, bahkan hingga satu bulan.

Sumber : Kompas.com

2) Tudung Saji
Tudung saji merupakan salah satu ikon Bangka Belitung yang biasanya digunakan

sebagai penutup hidangan makanan dalam dulang pada saat Tradisi Nganggung.
Selain itu tudung saji juga menjadi ciri khas bangunan gedung perkantoran dan sarana
lainnya sehingga mudah sekali dijumpai di Ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Bangka belitung terkenal akan kebersamaannya yang erat. Bukan sekedar
penutup makanan, tudung saji dijadikan icon Kota Pangkalpinang yang

melambangkan gotong royong. Tradisi Nganggung dilaksanakan untuk mempererat
tali silahturrahim dan kebersamaan masyarakat Pangkalpinang. Dengan adanya tradisi
ini tentu saja tudung saji akan ikut serta dalam setiap Tradisi Nganggung yang akan
dilaksanakan. Gambar 1. menunjukan tudung saji yang digunakan sebagai ciri khas
bangunan gedung perkantoran dan sarana lainnya yang dipasang pada bagian atap
teras.

Gambar 1. Kantor Walikota Kota Pangkalpinang
yang menggunakan tudung saji sebagai ciri khas.

Gambar 2. Bentuk Tudung Saji
3) Rendang Baluik/ Rendang Belut

Rendang belut / randang Baluik adalah makanan khas kabupaten Tanah Datar
yang diolah dengan bermacam macam daun sehingga menghasilkan rasa pedas dan

asam. Rendang belut menggunakan lebih dari 100 jenis daun yang ditemukan di
sekitar taman atau hutan di daerah tersebut. Daun yang digunakan antara lain ruku-
ruku, berbagai jenis puring, surian dan daun kesambi asam. Untuk menambah cita
rasa masakan, masyarakat Tanah Datar menambahkan belut. Sebelum dimasak
bersamaan dengan bumbu rendang, daging belut dibakar terlebih dahulu. Setelah
bumbu rendang dan santan dimasak cukup lama sampai mengeluarkan minyak,
barulah daging belut dimasukkan, sesaat kemudian tambahkan daun.

Gambar 1 dan 2 Rendang Belut

4) Pinyaram dan Kamaloyang
Pinyaram dan kamaloyang adalah makanan tradisional yang dari bahan utama

yaitu tepung,telur dan bahan lainya untuk kamaloyang dibuat dengan tambahan
bumbu bawang putih,bawang merah,garam dan sebagainya dibentuk menggunakan
cetakan yang terbuat dari tembaga hasilnya akan seperti kerupuk, sedangkan
pinyaram dibuat dengan tambahan gula adonan pinyaram akan didiamkan satu malam
agar dapat mengembang dengan baik dan memiliki pinggir yang bagus. Kamaloyang
dan pinyaram merupakan salah satu makanan yang wajib dihidangkan didalam
berbagai acara seperti acara pernikahan, bilang ari,menyambut datangnya bulan puasa
serta saat hari raya idul fitri, kamaloyang dan pinyaram sendiri sudah lama dijadikan
salah satu bagian adat di alahan panjang.

Pinyaram dan kamaloyang sudah ada di alahan panjang sejak lama,menurut cerita
makanan yang bisa dibuat oleh bundo kanduang pada zaman dahulu adalah
kamaloyang dan pinyaram jadi mereka menghidangkannya sebagai makanan
penyambut tamu dan buah tangan jika ingin pergi berkunjung atau mendatangi

acara,karena kepandaian dalam membuat kamaloyang dan pinyaram diturunkan
kepada generasi penerus sehingga menjadi salah satu bentuk kearifan lokal di alahan
panjang,sampai saat ini bentuk kearifan dalam bidang makanan atau kuliner ini masih
dijalankan dengan baik meskipun sudah terdapat beberapa inovasi yang dilakukan
seperti pada pinyaram yaitu dengan menambah sari pandan hal ini dilakukan agar
orang orang tetap menyukai pinyaram dan agar makanan ini tidak tergantikan dengan
makanan makanan modern seperti kue kue kering yang banyak di perjual belikan.

Dalam berbagai acara seperti pernikahan dan membilang ari pinyaram dan
kamaloyang juga dijadikan sebagai makanan yang dibagikan untuk dibawa pulang
oleh para tamu ditambah dengan makanan lain seperti buah pisang,beras ketan dan
beras dimasukan kedalam kantong untuk dibagikan,hal ini sebagai bentuk terimakasih
telah mendatangi acara tersebut serta untuk membalas kado yang telah diberikan oleh
tamu, namun hal ini hanya dibagikan kepada para tamu perempuan yang membawa
kado di dalam tempat yang disebut baki atau dulang.

Gambar 1. Pinyaram Gambar 2. Kamaloyang

5) Kue Arai Pinang
Keanekaragaman pangan dilakukan agar produk pangan dapat lebih bervariasi

dan diminati oleh masyarakat. Begitu pula dengan kue arai pinang yang merupakan
kue tradisional yang telah lama popular dikalangan masyarakat Pariaman, kue arai
pinang ini tidak hanya populer di daerah Pariaman saja melainkan diseluruh daerah di
Sumatra Barat. kue arai pinang juga dikenal dengan nama kue ladu atau kue ladu arai
pinang. Kue yang bersifat kering dan renyah ini dibuat dengan menggunakan tepung
beras, garam dan air rebusan kapur sirih. Keunikan dari kue tradisional ini adalah
cetakannya yang menggunakan bunga pohon pinang, itulah sebabnya kue tersebut
bernama arai pinang.

Gambar 1. Kue Arai Pinang
6) Pakaian Pengantin Minangkabau

Wujud kebudayaan Minangkabau bisa dilihat dari petatah-petitih, bunyi, ataupun
rupa. Sesuai dengan pepatah Minangkabau: “kok bunyi dapek didanga, kok rupo
dapek diliek”. Salah satu wujud rupa dalam kebudayaan minagnkabau adalah
pakaian adat minangkabau. Hal ini sejalan dengan pendapat Maya dalam Iskandar
(2010:1) bahwa: “pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang
yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat”.

Bentuk baju adat di minangkabu beragam mulai dari baju pengantin adat minang,
baju baju kuruang, baju tagak penghulu, baju adat bundo kanduang, dsb. Setiap
daerah di minangkabau memiliki bentuk model pakaian yang beragam namun motif-
motif pada pakaian adat ini tidaklah jauh berbeda dalam setiap wilayah ataupun
kabupaten. Namun memiliki makna tersendiri dalam pakaian ini. Saat ini baju adat
yang dibuat telah berinovasi mengikuti pekembangan zaman yang modern.

Dari wawancara oleh ibu Roslaini Amin umur 72 tahun pendiri sekaligus pengajar
pembuatan baju adat minangkabau khususnya kerajinan sulam benang emas di kota
padang yang merintis usahanya pada tahun 1970-an karena kecintaanya pada sulam
benang emas sehingga berkembang menjadi supplier baju adat dan baju pengantin
minangkabau.

Ibu Roslaini Amin mengatakan bahwa dalam keseharian masyarakat, sulaman
memang diartikan sebuah pekerjaan atau kerajinan tangan yang berguna untuk
memperindah kain dengan motif-motif natural dan geometris. Misalnya seperti motiv
kaluak paku, kembang saloyang, garis-garis dan lingkaran. Kesemua motif yang ada
memiliki makna tersendiri dalam masyarakat lubuk begalung seperti struktur baju
penganti wanita minagkabau yang bermakna hubungan kepercayaan yang lurus pada
tuhan yang maha esa serta struktur baju yang kikiak berbentuk segitiga yang
bermakna keseimbanagan hubungan tuhan dan sesama manusia.motif yang
mengambarkan pada pakaian pengantin minangkabau melambangkan adat

minangkabaau identik dengan kekayaan alam di minangkabau, sesuai falsafah “alam
takambang jadi guru”.

Kerajinan sulaman tangan di Lubuk Begalung mempunyai beragam produk yang
pada tiap-tiapnya memiliki peran penting dalam rangkaian tradisi di Minangkabau.
Dalam hal ini produk kerajinan tangan Lubuk Begalung mengambil posisi penting
dalam pelaksanan kegiatan tersebut. Seperti, acara pernikahan, misalnya pakaian
pegantin, pelaminan, tabir, tirai, payung pelaminan, dalamak, tuduang saji, dan
aksesoris lainnya. Semua benda itu merupakan hasil dari sulaman tangan yang
umumnya berasal dari Lubuk begalung.

Sulaman benang emas tergolong kedalam proses industri, yang mengolah bahan
mentah,bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi. Usaha ibu Roslaini Amin ini terdaftar di perindustrian kota
padangdan juga telah mengikuti pameran 17 agustus-an, festival budaya, dan hari jadi
kota padang.

Usaha ibu ini terhenti karena Ibu Roslaini yang sudah berumur sehingga tidak
sanggup lagi mengurus dan tidak adanya estafet kepemilikan usaha karena bidang
yang ditekuni oleh anak ibu Roslaini Amin beda dan sibuk akan karirnya, selain itu

adanya penurunan permintaan dalam usaha sulam
benag emas iniakibat terdampak pada covid-19 juga.

Gambar 1. Baju Pengantin Minangkabau
7) Kuliner Babi Panggang di Sumatera Utara
Babi Panggang dan Saksang adalah makanan enak lezat dan bergizi di sumatera utara,
selain dimakan dengan nasi bisa juga dimakan dalam bentuk cemilan dengan cara di
panggang.

Sumber: pinterest

IV. KESENIAN

1. PANAEK GODANG

Panaek Gondang merupakan salah satu ritual yang menjadi bagian dari seluruh rangkaian

upacara adat perkawinan dalam masyrakat mandiling. Sebelum markobar dilaksanakan semua

yang hadir di dalam makobar duduk ditikar adat untuk melaksanakan markobar (musyawarah)

disopo godang yang terlebih dahulu memakai hidangan yang telah disiapkan yaitu pulut beserta

intinya. Markobar ini dilaksanaka untuk memohon izin kepada raja-raja agar memberikan izin

kepada suhut untuk menyembunyikan gondang sembilan di upacara perkawinan dirumahnya.

Seperti biasanya didalam makobar terlebih dahulu menyurdu burangir yang dilakukan oleh anak

boru setelah burangir diterima barulah memukul alat musik mong-mong sebanyak sembilan kali

yang bertanda bahwa pembicaraan akan dilaksanakan.

Yang memulai pertama dalam pembicaraan yaitu paralok-alok yang menyuruh kepada suhut

untuk membuka pembicaran dan seterusnya yang hadir didalam makkobar. Dapat dijelaskan

bahwa setelah parolak-olak memulai pembicaraan, mong-mong di pukul sekali dan bisa tiga kali

setiap pembicaran dan di tutup dengan memukul sebanyak sembilan kali. Setelah makkobar

selesai dengan menyembunyikan gondang dua, para pemain gondan sembilan dapat memukul

gondang sembilan.

1. Dimensi Kearifan Lokal Panaek Gondang, Kearifan lokal mempunyai enam dimensi,
yaitu :

a. Dimensi pengetahuan lokal
Yaitu masyarakat setempat, masyarakat yang bersuku batak mandailing, memiliki
pengetahuan lokal yang terkait dengan adat yang ada di lingkungan hidupnya.
b. Dimensi nilai lokal
Yaitu aturan dan nilai-nilai norma yang harus ditaati dan dijaga bersama-sama dengan baik
oleh masyarakat untuk mempertahankan adat tersebut. Sosialisai yang erat, saling menghargai
satu sama lain.
c. Dimensi keterampilan lokal
Yaitu kemampuan untuk berekreasi dan berinovasi yang dapat digunakan sebagai
kemampuan untuk menjaga adat dengan bersama-sama
d. Dimensi sumber daya lokal
Yaitu sumber yang dapat di pergunakan oleh masyrakat lokal sesuai dengan kebutuhan dan
dengan menjunjung tiggi local wisdom tersebtu tidak akan mengekspolitasinya secara besar-
besaran atau dikomersilkan
e.Dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal (kesukaan atau ketokohan)
Yaitu angota masyarakat memiliki sistem pemerintah lokal sendiri dimana menjujung tinggi
adat istiadat kesukaan atau tokoh yang menjadi panutan. Tradisi panaek gondang ini menjadi

panutan bagi masyrakat sekitar, salah satu yang menjadi panutan nya iala sang raja-raja adat
yang memegang jabatan tinggi dalam adat batak mandailing, menjaga adat dengan baik.

f. Dimensi solidaritas kelompok lokal
Yaitu masyarakat, umumnya dikelompokan oleh ikatan komunal yang dipersatukan untuk
membentuk solidaritas lokal. Solidaritas yang masi terjalin dengan baik, saling peduli satu sama
lain.

2. BATIK

A. Deskripsi
Batik tanah liek merupakan batik yang berasal dari pesisir, sumatera barat yang

pembuatannya telah berkembang di beberapa wilayah Sumatera Barat, termasuk di Dharmasraya.
Batik ini dipelajari oleh narasumber dari kabupaten Sijunjung, kemudian setalah terjadi
pemekaran sijunjung batik ini dikembangkannya di Dharmasraya oleh narasumber ini yang
bernama buk erni.

Sumber : Pinterest

Kenapa di namakan batik tanah liek karena pada proses pembuatannya atau pencelupannya
menggunakan bahan yang menyerupai tanah atau tanah liek sehingga warna yang dihasilkan
yakni warna coklat. Batik tanah liek ini memiliki motif tersendiri yakni motif “kiambang
bakauik” yang artinya selalu berhubungan antara satu sama lain seperti hubungan kekerabatan
dari bundo kanduang, anaknya, cucunya, dan sampai keturunan selanjutnya. Ada juga motif lain
yang digunakan seperti motif dari tumbuhan laut dan motif burung hong. Warna dari batik tanah
liek ini pada umumnya berwarna coklat, tetapi karena telah berkembang batik ini dimodifikasi
sehingga terdapat warna merah dan biru langit.

Batik tanah liek akhirnya dijadikan sebagai batik yang berkembang di dharmasraya sampai
sekarang dan digunakan untuk acara-acara dalam menampilkan kebudayaan yang ada di
dharmasraya. Pembuatan batik tanah liek ini melalui lima proses yakni membuat pola,
pencantingan, pewarnaan, pencatingan kembali (diberi sari atau mengisi bagian pada isi pola
batik), dan pengeringan/penyelesaian. Pada setiap daerah di Sumatera Barat memiliki variasi
serta proses yang berbeda-beda dalam pembuatan batik tanah liek ini sehingga batik yang

dihasilkan tidak sama namun motif yang digunakan masih sama. Pembuatan batik tanah liek ini
juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyrakat setempat sekaligus melestarikan batik tanah
liek ini ke berbagai daerah.
Batik tanah liek ini termasuk kedalam tipe hubungan dengan sistem produksi, karena penduduk
setempat juga mendapat pengalaman dalam membuat batik ini dan mendapatkan pekerjaan.
Batik ini berbentuk benda yang berwujud nyata yang mengandung nilai-nilai tertentu yang ada di
dalamnya dan batik ini termasuk kedalam bentuk kearifan lokal sastra dan seni.

V. KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU CERITA RAKYAT MINANGKABAU
1. Duduk di atas meja atau menaikkan kaki di atas kursi
Berdasarkan penjelasan dari narasumber, perilaku seperti ini dianggap tidak sopan,
tidak pantas, dan tidak enak dipandang. Berikut wawancara dengan narasumber
“Rasanya, apa namanya, gak pantes saja duduk diatas meja kan, karena kursi kita ada.
Terus juga kan gak pantes gitu diliatnya. Terus, duduk juga gak boleh naikin kaki,
karena duduk begitu gak pantas. Pantasnya, kalo duduk begitu itu di warung.” .Dapat
kita kategorikan bahwa kearifan satu ini adalah tipe kearifan lokal hubungan antar
manusia karena berhubungan dengan etika dan tingkah laku. Bentuk dari kearifan ini
adalah tidak berwujud karena pengajaran etika seperti lebih menjurus kepada petuah
secara turun-temurun. Dan terakhir, kearifan lokal ini termasuk ke dalam dimensi nilai
lokal.

Ilustrasi.
Sumber : mathcyber1997.com
2. Tata letak kasur dan lemari
Peletakkan kasur dan lemari yang tidak boleh berhadapan merupakan tipe kearifan
lokal dalam hal perumahan yang berkaitan juga dengan lingkungan. Sedangkan, untuk
bentuknya sendiri adalah bentuk ialah tidak berwujud karena banyak dilakukan dengan
bermodal kepercayaan dan keyakinan mayoritas. Dimensi untuk kearifan bisa antara
dimensi pengetahuan lokal dengan pemikiran masyarakat terhadap bencana alam
gempa, dan dimensi nilai lokal karena kearifannya dilakukan oleh kebanyakan
masyarakat.

Ilustrasi.

3. Folklor atau Ungkapan Kepercayaan Masyarakat
Ungkapan kepercayaan masyarakat itu tidak memiliki wujud atau intangible, karena
ungkapan kepercayaan itu berupa kata-kata atau kalimat. Sehingga dalam proses
penyebarannya hanya dalam bentuk mulut ke mulut dan tidak tertulis, sehingga ungkapan
kepercayaan tersebut bisa mengakibatkan terlupakan. Ungkapan kepercayaan ini juga
diwariskan turun-temurun.

Tipe dari kearifan lokal yang berbentuk ungkapan kepercayaan tersebut adalah hubungan
dengan sesama manusia, karena ungkapan kepercayaan tersebut berbentuk verbal lisan.
Ungkapan kepercayaan masyarakat tercipta karena hubungan dengan sesama manusia. Itu
berawal dari perilaku menyimpang manusia, kemudian timbulah perkataan yang bersifat
mendidik, ada yang berbentuk mengancam atau menasehati. Karena bentuknya lisan,
ungkapan kepercayaan ini tidak memiliki bentuk fisik, sehingga tidak bisa
didokumentasikan secara fisik.

Dari wawancara dengan pak Hasan Basri, pak Hasan memberikan contoh dan penjelasan
tentang ungkapan kepercayaan. Contoh yang pertama adalah "jangan mengembangkan
payung didalam rumah, nanti disambar petir". Makna dari ungkapan tersebut adalah
jangan bermain-main dengan payung di dalam rumah, karena dari kerangka payung itu
ujungnya tajam, bisa mengakibatkan mata tertusuk.

Contoh kedua yang dijelaskan oleh pak Hasan adalah "kalau tidur jangan telungkup, nanti
ibumu mati". Walaupun terkesan menyeramkan, tetapi itu memiliki makna. Maknanya

adalah bahwa kita dilarang keras untuk tidur secara telungkup, karena akan
mengakibatkan sakit dada dan juga didalam agama, telungkup ini dilarang karena
menyerupai tidur setan.

Contoh ketiga yang dijelaskan oleh Pak Hasan adalah "pergi kehutan harus pakai penutup
kepala, karena kalau ada hujan panas akan menyebabkan demam, sakit kepala dan tasapo
(makhluk halus). Maknanya adalah ketika pergi ke hutan, yang ditakutkan adalah hewan
yang ada di dahan pohon, seperti acek siamang dan ular. Ketika hewan tersebut mau
menggigit, kita bisa menghindarinya, karena kita menggunakan penutup kepala. Dari
ungkapan kepercayaan tersebut.

Jadi, secara garis besar, folklor atau ungkapan kepercayaan nasyarakat itu tujuannya
adalah untuk mendidik manusia menjadi manusia yang bermoral dan berpengetauan.
Walaupun ungkapannya terdengar tidak masuk akal, tetapi ungkapan tersebut memiliki
makna dan nilai yang terkandung didalamnya.


Click to View FlipBook Version