The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Novel Sejarah Pribadi Karya Ivania Angelina Niecen James - XII IPS 3 - 11 -

Sebuah perjalanan bersama kesendirian untuk mendapatkan pengalaman baru yang menyembuhkan diri

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by angelinaniecen, 2022-11-19 01:48:08

Solo Jakarta dan Kesendirian

Novel Sejarah Pribadi Karya Ivania Angelina Niecen James - XII IPS 3 - 11 -

Sebuah perjalanan bersama kesendirian untuk mendapatkan pengalaman baru yang menyembuhkan diri

Keywords: Novel Sejarah

Hai, semua. Kenalin, nama aku Ivania Angelina Niecen James tapi biasa dipanggil
Vania. Genap satu bulan yang lalu Papaku meninggal dunia karena terlibat dalam sebuah
kecelakaan antara mobil dan motor. Sempat dirawat selama 3 hari 2 malam di rumah sakit,
namun memang takdir Tuhan berkata lain, Papa harus pergi meninggalkan aku dan mama
sendirian untuk masih terus berjuang untuk hidup kedepannya. Dengan sisa – sisa semangat
yang masih ada, aku terusb berjuang untuk hidup bersama dengan mama. Setelah ditinggal
Papa, hidupku dan mama mulai berubah, harus ekstra irit dan sangat hati – hati menggunakan
uang.

Hari demi hari berganti bersama dengan suasana hati yang kelu, sampailah di hari ini
di mana aku mendatangi pool bus bertuliskan “Rosalia Indah” di kawasan Kartasura. Setelah
menerima pesan Whatsapp dari om Hoho minggu lalu yang berisikan perintah bahwa aku
diminta untuk datang ke rumah miliknya di kawasan Tangerang, Banten. Awalnya aku merasa
bingung, untuk apa om Hoho memintaku untuk datang ke Jakarta di saat liburan sekolah telah
tiba. Ternyata alasannya adalah aku diminta untuk mengambil laptop milik om Hoho yang
sudah tidak beliau gunakan lagi dan laptop tersebut diserahkan kepadaku, karena memang sejak
3 minggu lalu aku mengeluh bahwa laptop lamaku sudah ngadat dan tidak layak untuk
digunakan lagi mengingat umur laptop itu yang sudah tua. Namun tujuan utama aku diminta
untuk pergi ke Jakarta adalah untuk melatihku mandiri agar tidak menyusahkan orang tua lagi,
karena sekarang tidak ada sosok Papa yang akan datang jika aku menerima masalah. Aku
langkahkan kakiku menuju tempat loket di mana aku akan memesan tiket. Pak Purnomo, begitu
yang tertera di name tag baju miliknya, bertanya kepadaku bahwa aku ingin berangkat kapan
dan di mana tempat duduk yang ingin aku duduki untuk menempuh perjalanan.

Setelah selesai dengan segala macam urusan pertiketan, akhirnya aku dan mama
kembali ke rumah untuk mempersiapkan acara peringatan 40 harian papa. Setelah acara doa 40
harian untuk papa selesai, ku putuskan untuk menata barang – barangku dan perlengkapanku
yang akan aku bawa ke Jakarta. Ngomong – ngomong soal ke Jakarta, aku mendapatkan bus
pagi Rosalia Indah Eksekutif dengan tujuan Solo – BSD atau Tangerang yang akan berangkat
pada tanggal 19 Juni 2022 pukul 08.00 WIB. Setelah mempersiapkan segala macam bawaan,
akhirnya aku memutuskan untuk menutup hariku hari ini.

Tepat hari ini, tanggal 19 Juni 2022 akhirnya aku akan berangkat menuju Jakarta
seorang diri. Ini kali pertamaku untuk melakukan perjalanan jarak jauh sendirian, biasanya ada
mama, papa, atau nenek yang menemani, namun kali ini aku sendirian. Sedikit merasa
tertantang, aku akhirnya meyakinkan diriku sendiri bahwa aku pasti bisa sampai di Jakarta
dengan selamat, lagi pula aku sudah besar. Setelah melakukan segala persiapan dan berdoa
bersama mama, akhirnya kami kembali menempuh perjalanan menuju pool Rosalia Indah di
Kartasura. Setelah sampai di pool, aku dan mama kembali menunggu sampai ada pengumuman
bahwa bus yang akan aku tumpangi sudah datang dan siap berangkat. Hampir menunggu
selama satu jam, bus yang aku tumpangi belum juga datang, padahal jam sudah menunjukkan
pukul 08.05 yang seharusnya 5 menit yang lalu aku sudah berangkat.

“Kok belum dateng ya busnya?” tanya Mama.

“Mungkin jalannya macet, Ma,” balasku.

Setelah 30 menit menunggu, akhirnya bus yang aku tumpangi datang, dan itu artinya
perpisahanku dengan mama akan segera di mulai. Sebelum naik ke bus, aku sempatkan untuk

ke toilet sebentar agar saat di dalam bus tidak harus bolak – balik ke kamar mandi. Setelah
kembali dari toilet aku mendatangi loket untuk menukarkan tiketku dengan kupon sekali makan
yang memang sudah termasuk dalam tiket perjalanan yang aku pesan. Akhirnya aku akan naik
ke dalam bus, ku lihat mama yang mulai gelisah akan melepaskanku berangkat sendirian ke
Jakarta. Ku putuskan untuk memeluk mama untuk mengucapkan salam perpisahan, dan tanpa
aku duga, mama sedikit menangis karena sedih akan aku tinggal selama beberapa hari ke
Jakarta.

“Gak papa, Ma. Kan aku di Jakarta nya sebentar, lagian kan nggak jauh – jauh juga,”

“Iya, mama Cuma khawatir aja karena kamu sendirian,”

“Kan aku udah besar, Ma, harus berani pergi – pergi sendirian sekarang, apalagi udah
nggak ada papa,”

Setelah itu aku naik ke bus dan mencari nomor kursi yang sudah aku pesan. Saat sudah
menemukannya ternyata ada ibu – ibu yang sudah lebih dulu menempati kursi disebelahku. Ku
putuskan untuk menyapa ibu tersebut.

“Permisi, bu. Saya yang duduk disebelah ibu,”

“Oiya, dek, silakan,”

Akhirnya aku duduk dengan sempurna di sebelah ibu tersebut, ternyata ibu tersebut
bernama ibu Mina, aku tahu namanya saat sebelumnya sempat berkenalan. Ditanyalah kemana
aku akan pergi dan dengan tujuan apa, ku lihat bu Mina sangat ramah, namun aku tetap
menjawab seperlunya saja karena aku memiliki axiety yang membuatku was – was bila diajak
berbicara dengan orang asing. Tidak berselang lama, bu Mina mengatakan bahwa Ia akan
bertukar tempat duduk dengan saudaranya yang duduk di seberang. Setelah berpindah, pak
Anto, begitu dia memperkenalkan diri akhirnya mengajakku berbincang dan sesekali
menceritaan tentang dirinya dan juga anaknya. Ternyata pak Anto datang ke Solo karena
mengantarkan anaknya untuk menginap di rumah neneknya saat masa libur sekolah.

Setelah dirasa cukup untuk berbicara akhirnya pak Anto sibuk dengan handphonenya
yang entah apa yang sedang Ia lihat sampai membuatnya tersenyum – senyum sendiri. Ku
alihkan perhatianku dari pak Anto dan kuputuskan untuk melihat ke luar jendela, masih ada
mama disana. Iya, bus kami belum berangkat. Namun setelah aku melambaikan tangan pada
mama, bus kami berangkat. Saat bus mulai melaju banyak kekhawatiran yang muncul di
kepalaku, mulai dari apakah aku bisa menghadapi banyak orang asing yang akan aku temui
selama perjalanan panjang ini sampai bagaimana nanti jika aku salah turun atau mungkin
seharusnya aku sudah turun namun aku tidak turun. Namun semua kekhawatiran itu sirna di
saat aku mulai memperhatikan jalanan yang ramai lancar, mobil dan motor yang saling
berebutan untuk melaju duluan. Dibelokkannya setir bus oleh pak Dodi, sang pengemudi bus
ke arah kanan, yang berarti kami akan segera memasuki tol.

Ku nikmati perjalanan kali ini, sejauh ini perjalanan masih sangat normal dan
menyenangkan. Tidak ada pembicaraan dan iringan lagu apapun yang terdengar oleh indra
pendengaranku, namun di kepalaku sangatlah ramai. Banyak perbincangan yang aku mulai
dengan diriku sendiri, mulai dari bertanya kabar pada diri sendiri, apa yang sebenarnya
tujuanku kedepan, mengoreksi dan merefleksikan setiap kata – kata dan perbuatan selama
seminggu ini, mengingat kembali kenangan – kenangan lama bersama papa yang sekarang ini

hanya bisa diputar kembali oleh otak. Ku pikirkan juga apa yang bisa aku lakukan untuk
mengurangi sedikit beban mama, karena sekarang mama yang menjadi kepala keluarga
menggantikan papa. Terpikir untuk memulai bisnis dengan teman sekolah, namun masih
banyak keraguan yang tersirat. Selama perjalanan kurang lebih 3 jam di jalan tol akhirnya aku
memutuskan untuk menyudahi acara bincang – bincang dengan diriku sendiri. Aku tidak tahu
sekarang sudah sampai mana, cukup malas untuk membuka Google Maps di mana aku bisa
mengetahui lokasiku berada saat ini.

Jam sudah menunjukkan pukul 11.48 di mana sebentar lagi adalah jam makan siang,
aku penasaran di kota apa aku bisa menukarkan kupon makanku ini karena jujur saja perutku
sudah bernyanyi sejak tadi. Untuk mengusir rasa lapar yang semakin menyiksa, aku putuskan
untuk mendengarkan lagu sambil memakan roti yang diberikan oleh Mbak Devi selaku rekan
satu bus pak Dodi. Tidak mengenyangkan sih, tapi cukup untuk mengganjal perutku sesaat.

Ku putus sambungan Bluetooth handphoneku dengan airpodsku karena aku baru saja
mendengar pengumuman bahwa 5 menit lagi kami akan sampai di rumah makan. Ternyata
rumah makan yang akan menjadi tempat kami melepaskan rasa lapar dan dahaga terletak di
wilayah Batang. Perlahan aku mulai berjalan dan menuruni bus, hal pertama yang aku lihat
setelah menuruni bus adalah Mbak Loli selaku pelayan yang melayani pengecekkan kupon
makan. Setelah selesai menunggu kupon makanku di robek sebagai tanda bahwa aku sudah
bisa makan, aku bertanya kepada Mbak Loli.

“Permisi, Mbak. Saya mau tanya, toiletnya ada di mana ya?”

“Ohh, iya, Mbak. Nanti mbaknya tinggal lurus aja terus belok ke kanan, ya. Toiletnya
ada disitu,” jawab Mbak Loli sopan.

“Oiya, Mbak. Terima kasih banyak, ya,”

“Sama – sama, Mbak,”

Ku langkahkan kakiku menuju toilet yang sudah ditunjukkan mbak Loli tadi. Setelah
selesai dengan urusan pertoiletan akhirnya aku keluar dari toilet tersebut. Saat baru saja keluar,
ada seorang ibu yang bertanya,

“Permisi, Mbak. Saya mau tanya, tempat wudhunya dimana, ya?”

“Ohh, iya, bu. Tempat wudhunya ada di dalam toilet wanita ya, bu. Ibu tinggal masuk
saja, nanti sudah terlihat tempat wudhu, dan mushola mininya,”

“Terima kasih, ya, Mbak,”

“Sama – sama, bu”

Setelah itu aku melangkahkan kakiku menuju deretan menu makanan yang sudah
disediakan oleh rumah makan ini untuk penumpang bus kami. Ku ambil nasi dan lauk Ayam
Bumbu rujak beserta minumnya yaitu teh hangat. Ku cari tempat duduk yang sedikit menjauh
dari kerumunan orang, entahlah tapi aku nyaman duduk sendirian. Ku santap makananku
dengan nikmat karena aku memang sudah lapar sejak tadi. Setelah menyelesaikan acara
makanku, ku rasakan perutku yang masih merasa lapar, jadi aku memutuskan untuk memesan
siomay. Setelah selesai menghabiskan sepiring siomay, aku melangkahkan kakiku ke

supermarket untuk membeli minuman dan beberapa snack, karena aku tahu bahwa perjalanan
masih lumayan jauh.

Pukul 14.30 akhirnya rombongan bus kami berangkat dari rumah makan milik Rosalia
Indah di daerah Batang tersebut. Ku raih handphoneku yang ada di saku hoodie dan
mengirimkan beberapa pesan kepada om Hoho bahwa aku baru saja berangkat dari rumah
makan di Batang. Ku pasangkan kembali airpods ditelingaku dan ku sambungkan dengan
Bluetooth handphoneku dan kembali mendengarkan lagu. Perjalanan kembali berlanjut dan
aku masih sibuk dengan isi kepalaku sendiri. Banyak merenungi jalan kehidupanku selama ini,
betapa susahnya, sedihnya, tersiksanya, dan tertekannya aku selama kurang lebih 6 bulan ini.
Bukan, bukan karena papa sudah tidak ada, tapi karena banyaknya hal yang menyudutkanku,
dan banyaknya tuntutan keluarga yang menginginkan aku menjadi seperti A dan terkadang
seperti B. Lelah rasanya mendengarkan segala macam kalimat memalaskan yang harus aku
dengar dari orang terdekatku selama ini. Ingin rasanya aku sendirian tanpa diganggu, tapi
sepertinya mustahil. Selalu ku katakana dalam diri bahwa semuanya akan segera baik – baik
saja. Namun ternyata memang Tuhan masih ingin mengujiku, semakin bertambahnya masalah
dan cobaan – cobaan dari Tuhan. Sering aku menangis dalam diam disaat malam tanpa ada
seorang pun yang tahu. Inginku sandarkan pundakku pada bahu temanku agar setidaknya aku
memiliki seseorang yang masih mau menerimaku apa adanya. Tapi ternyata kenyataannya
tidak seperti itu, teman – temanku bahkan sahabatku acuh – tak acuh padauk, dan bertindak
seolah aku tidak ada. Tidak pernah didengarkan di rumah dan tidak pernah didengarkan di
sekolah, semuanya seolah menjadi satu dan jatuh menimpaku.

Tidak terasa bus yang kami tumpangi sudah sampai di daerah Jakarta, namun tujuanku
adalah di BSD City, Tangerang, Banten, jadi masih sangat lama untuk sampai disana terlebih
kondisi jalan yang padat merayap namun tidak macet. Perlahan tapi pasti, bus kami terus
berjalan. Ku tengadahkan kepalaku dan mendapati banyaknya bangunan pencakar langit yang
sangat indah. Ku bayangkan betapa indahkan bangunan – bangunan ini jika malam tiba. Bus
yang kami tumpangi berhenti di terminal di daerah Ploris. Tiba – tiba sebuah suara mulai
menginterupsi indra pendengaranku.

“Mbak, saya turun disini. Hati – hati, ya, semoga bisa segera sampai tujuannya,”

“Eh? Iya, pak. Hati – hati juga, ya,”

Itulah perpisahanku dengan pak Anto. Ku amati, ternyata banyak sekali penumpang bus
yang berangkat bersamaku tadi yang turun di terminal Ploris. Setelah selesai menurunkan
penumpang, bus kami mulai melaju perlahan melanjutkan perjalanan. Mbak Devi selaku rekan
Pak Dodi tiba – tiba mendatangiku.

“Mbak, Vania. Nanti turun di pool BSD, ya?”

“Iya, betul, Mbak,” jawabku.

“Oke, Mbak,”

Setelah itu Mbak Devi berlalu untuk kembali duduk di kursi miliknya. Di terminal tadi
banyak sekali yang menyapa Mbak Devi dan melambaikan tangan, bahkan ada yang
mengatakan bahwa mbak kernetnya cantik. Saat mengingat kembali apa yang baru saja aku
lihat tadi membuatku tersenyum dan memikirkan bahwa ternyata membuat orang lain
tersenyum itu sangat menyenangkan. Karena penasaran di mana lokasiku saat ini, ku buka

aplikasi Google Maps di handphone. Lokasiku dengan pool BSD ternyata sudah tidak jauh lagi,
namun karena sedikit terjebak macet di beberapa titik lampu merah membuat aku sedikit
terlambat untuk sampai di pool BSD. Handphone yang sedari tadi aku gunakan untuk
memantau lokasiku ternyata hamper kehabisan daya, namun tidak ada stop kontak yang bisa
aku gunakan untuk menambah daya ponselku.

Ku sempatkan memberi kabar pada om Hoho dan tante Tita dimana lokasiku berada,
agar setidaknya mereka ada persiapan untuk menjemputku. Setelah selesai berkirim pesan
dengan om Hoho dan tante Tita, tiba – tiba Mbak Devi mendatangiku.

“Mbak, sudah sampai,” katanya.

Aku bingung, karena aku tidak melihat adanya pool sama sekali.

“Sudah sampai, Mbak? Poolnya di mana, ya?”

“Ohh, poolnya ada di seberang jalan, mbak. Nanti mbaknya tinggal nyebrang aja,”

“Hah?”

Tentu saja aku bingung, karena jika poolnya ada di seberang jalan bagaimana caranya
aku kesana? Bukan apa – apa, tapi kedua sisi jalan ini dipisahkan oleh tembok. Dengan pasrah
aku turun di mana Mbak Devi mengatakannya tadi. Saat aku turun, langsunglah trotoar yang
menyambutku. Ya, aku benar – benar diturunkan dipinggir jalan. Saat aku benar – benar sudah
turun bus Rosalia Indah tersebut langsung berlalu pergi. Aku benar – benar sendirian dipinggir
jalan di daerah BSD tersebut. Panik bukan main, itu hal pertama yang aku rasakan. Takut jika
tiba – tiba ada copet atau perampok, atau orang mesum dan sebagainya. Ku buka aplikasi
whatsapp dengan sisa beterai ponsel yang tersisa, ku kabari om Hoho dan tante Tita bahwa aku
sudah sampai di BSD, namun aku tidak diturunkan di pool yang seharusnya. Ku kirimkan
lokasi di mana aku sedang berada sekarang ini. Ku tunggu jawaban pesanku dari om Hoho
maupun tante Tita, dan tak lama kemudian om Hoho bilang jika Ia masih di bengkel mobil
yang aku tidak tahu di mana letaknya itu. Rasa panikku bertambah karena om Hoho masih
berada jauh dari lokasi di mana aku berada. Tidak lama tante Tita membalas pesanku dan
mengatakan bahwa Ia dan om Hoho sudah berangkat menjemputku, dan sekitar 15 menit lagi
akan sampai. Baterai ponselku yang mulai melemah membuatku tersenyum kecut karena
baterai tersisa 2%. Dengan cepat aku membuka aplikasi pesan itu lagi dan mengetikkan pesan
untuk tante Tita. Mengirimkan lokasiku kembali, dan mengatakan warna bajuku. Sedetik
kemudian ponselku mati. Aku berusaha untuk tetap tenang, menjaga ketenangan hati supaya
tidak menyulitkan diri sendiri apalagi orang lain. Ku tunggu om Hoho dan tante Tita sambil
mengamati sekitar, kendaraan yang berlalu Lalang dan indahnya senja sore itu. Ku putuskan
untuk duduk di trotoar dengan masih mengamati sekitar sampai tanpa sadar sudah 1 jam aku
duduk sendirian di tepi trotoar. Tiba – tiba dari arah belakang suara perempuan yang kenal
memanggil, ternyata tante Tita, lega sekali rasanya setelah bertemu tante Tita. Di ajaknya aku
untuk menghampiri om Hoho yang menunggu di dalam mobil, ku ucapkan salam dan setelah
itu kami saling bertukar cerita, aku menceritakan bagaimana aku bisa diturunkan dipinggir
jalan dan berakhir baterai ponselku habis.

Akhirnya aku di ajak tante dan om untuk makan, tidak tahu makanan apa yang akan
mengenyangkan perut kami mala mini, tapi aku ikut saja. Kami memasuki restoran Jepang
yang terletak di Pasar 8, Tangerang. Kami menikmati makan malam hari ini dengan nikmat

sambil berbagi cerita, mulai dari yang seru, konyol, bahkan juga yang serius. Setelah kenyang
kami memutuskan untuk pulang, namun sebelumnya kami mampir ke supermarket untuk
membeli beberapa kebutuhan dan snack untukku. Setelah selesai kami melanjutkan perjalanan
menuju rumah om Hoho yang terletak di Graha Raya Bintaro, BSD City. Jalan malam ini padat
merayap, membutuhkan waktu lama untuk sampai dirumah om Hoho. Mataku sudah sangat
mengantuk dan pegal yang menyerang punggungku. Masih aku amati jalanan Jakarta malam
ini yang bertambah indah karena banyaknya lampu – lampu yang menyala. Tepat pukul 21.00
akhirnya kami sampai dirumah milik om Hoho. Ini adalah kedua kalinya aku menginap di
rumah om Hoho. Setelah menata barang – barang di kamar ku putuskan untuk membersihkan
diri setelah itu aku mengistirahatkan tubuhku dan terlelap.

Perjalanan Solo Jakarta kali ini benar – benar menyenangkan, aku memiliki waktu
untuk bersatai menikmati perjalanan sambil berbicara dengan diriku sendiri. Walaupun sempat
dilanda panik sesaat akhirnya aku bisa melewatinya, tantangan yang aku berikan pada diriku
sendiri ternyata bisa sukses aku jalankan. Menyenangkan sekali bisa menikmati satu hari tanpa
adanya suara – suara menyebalkan, perjalanan kali ini akan selalu aku ingat karema ini adalah
perjalanan pertamaku untuk pergi sendirian. Terima kasih semesta sudah mau bekerja sama
denganku hari ini, mengajarkanku banyak pelajaran hidup yang baru dan mengajarkan untuk
berani mencoba hal baru.

Keesokan harinya, aku terbangun karena sang surya mulai menampakkan cahayanya
yang hangat dan menembus jendela kamar yang aku tempati. Ku putuskan untuk bangun dan
merapikan kasur, bantal, dan selimutku dan setelah rapi aku pun keluar kamar. Ku lihat tante
Tita sudah berpakaian rapi dengan baju kantornya, dan begitu pula dengan om Hoho. Aku baru
ingat kalau hari ini adalah hari Senin itu berarti adalah hari di mana mereka harus menuju ke
Jakarta Pusat untuk bekerja.

“Udah bangun, Van?” tanya Tante Tita.

“Udah, tan, baru aja,” jawabku.

“Van, maaf, ya, kamu harus kami tinggal sendirian dirumah. Kerjaan di kantor lagi
banyak – banyaknya, jadi kami berdua nggak bisa cuti,” kata Tante Tita.

“Ehh… Gakpapa tante, aku gak masalah kok sendirian di rumah, udah biasa hehehe,”
jawabku santai.

“Nanti kalau laper langsung chat tante Tita aja ya, Van. Biar dipesenin lewat gofood,”
sambar om Hoho.

“Oke, om, siapp!” jawabku.

Setelah selesai dengan segala kota – kotak bekal yang akan mereka bawa untuk sarapan
di kantor, akhirnya mereka berangkat ke kantor menggunakan motor. Om Hoho akan
mengantar tante Tita sampai ke pom bensin tol karena tante Tita dijemput oleh jemputan
kantor, sementara om Hoho berangkat menuju kantornya menggunakan sepeda motor.

“Kami pergi dulu ya, Van. Titip rumah, ya, hehehe. Kalau butuh apa – apa bilang aja,”
pamit tante Tita padaku.

“Siap, tante. Hati – hati, ya!”

Ku lambaikan tangan pada om Hoho dan tante Tita sebagai tanda perpisahan kami di
pagi hari itu. Setelah melihat motor mereka yang menghilang ditelan tikungan, kuputuskan
untuk masuk kembali ke dalam rumah. Hal pertama yang aku pikirkan setelah memasuki rumah
adalah “Aku hari ini mau ngapain, ya?”. Masih dilanda rasa bingung, aku kembali
merenungkan hal – hal yang aku saksikan sejak pagi tadi. Hidup di kota besar sangatlah susah,
harus mengorbankan banyak waktu untuk keluarga demi untuk bekerja agar semua kebutuhan
bisa terpenuhi, apalagi ekonomi masyarakat sekarang ini sedang goyah karena efek dari
pandemi. Melihat om Hoho dan tante Tita yang berangkat pagi – pagi sekali untuk bekerja
membuatku membandingkan kehidupan di Jakarta dan di Solo. Di Jakarta, masyarakatnya takut
jika mereka akan terlambat menuju ke kantor, belum lagi jika harus bergelut dengan jalan raya
yang padat dan macet yang bisa membuat mood tiba – tiba menjadi buruk.

Setelah asik berpikir ria, kuputuskan untuk membersihkan rumah. Jujur saja, rumah om
Hoho ini sangat berantakan, mungkin karena tidak sempatnya mereka membersihkan rumah
karena terlalu sibuk dan juga kelelahan bekerja. Ku ambil sapu yang ada di sudut dapur, ku
mulai menari – narikan sapuku di atas lantai dan menghempaskan segala macam debu dan
kotoran yang terdapat di lantai. Ternyata menyenangkan juga membersihkan rumah, tapi kalau
di rumah sendiri sangat malas untuk membersihkan rumah entah kenapa. Setelah selesai
menyapu, aku kembali kehabisan aktivitas. Baru saja aku ingin memikirkan kegiatan apa yang
bisa aku lakukan setelah ini, perutku yang belum terisi tiba – tiba berbunyi tanda bahwa Ia
kelaparan. Akhirnya aku mengambil nasi dan lauk pauk yang sudah dimasak tante tadi pagi.
Ku nikmati makanan sederhana tersebut sambil menonton drama yang sedang aku ikuti. Saat
ingin mencuci tangan setelah makan, kulihat banyak sekali tumpukan piring dan gelas di
tempat cuci piring. Akhirnya ada kegiatan untukku lagi, ku cuci semua tumpukan piring dan
gelas yang ada dan menatanya di rak samping wastafel.

Karena mulai bosan akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan menonton drama
yang baru tadi pagi mulai aku tonton. Sekarang ini sudah pukul 11.00 WIB, dan tanpa sadar
sudah 3 jam aku menonton drama. Ku buka ponselku yang ku tinggalkan di meja makan, tertera
nama tante Tita di notifikasi teratas, ku buka pesan teks dari tante Tita, ternyata tante Tita
bertanya aku ingin makan apa. Setelah menjawab pesan tante Tita dan tante Tita mengatakan
bahwa Ia sudah memesankanku makanan lewat driver online, aku pun mandi. Tepat setelah
aku selesai mandi, terdengar driver online memanggil dari luar.

“Permisi, gofood atas nama Tita,”

“Iya, pak,” jawabku.

“Ini ya, kak, pesanannya,”

“Terima kasih, ya, mas,”

Kembali masuk ke dalam rumah dan bersiap untuk menyantap makanan yang
dipesankan oleh tante Tita beberapa menit yang lalu. Ku sempatkan mengucapkan terima kasih
pada tante Tita dan setelah itu menyantap makanan tersebut. Setelah selesai dengan sesi makan,
aku kembali kehabisan ide, kegiatan apa yang harus dilakukan. Karena aku sangat suka
bernyanyi dan mendengarkan musik aku teringat bahwa om Hoho memiliki speaker yang
sangat besar dan memiliki suara yang bagus saat memutarkan musik, akhirnya aku
mendengarkan music dari speaker tersebut sambil bermain game.Tak terasa sudah sore, dan
aku kembali masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Pukul 17.00 tepat, tante dan om

sudah sampai dirumah. Dengan muka lelahnya, om dan tante masuk ke rumah sambil
menenteng sesuatu yang aku yakini itu adalah makanan yang dibeli mereka sepulang kerja.
Setelah mereka selesai membersihkan diri, kami berkumpul di meja makan untuk makan
malam bersama. Ada satu kebiasaan yang sangat kentara dari mereka, yaitu mereka akan
berdoa bersama sebelum makan. Biasanya dirumahku, sebelum makan kami berdoa sendiri –
sendiri, dan menurutku kebiasaan dari keluarga om Hoho dan tante Tita adalah sebuah hal yang
baru. Ku santap makan malam hari ini dengan tenang sampai suatu suara masuk ke indra
pendengaranku.

“Gimana hari ini, Van? Bosen nggak? Ngapai aja hari ini?”

Pertanyaan beruntun dari tante Tita sukses membuatku menghentikan aktivitas
makanku dan berpikir sejenak untuk menyiapkan kalimat apa yang harus aku ucapkan.

“Hari ini biasa aja tante, tapi aku seneng dirumah sendirian hehehe. Bosen sih sedikit,
tapi seru juga. Hari ini aku nyapu, cuci piring, sama nonton drama aja sih tan, soalnya bingung
mau ngapain,” jawabku.

“Waduhh, makasih loh, kamu malah bersihin rumah kami,”

“Hehehe santai aja tantee, udah biasa juga kok kalau dirumah aku nyapu,”

“Besok kalau bosen kamu nonton film aja, Van di AEON Mall, nanti biar tante yang
pesenin tiketnya,” sambar om Hoho.

“Oke, om. Gampang itu,” jawabku.

Acara makan ini ditutup dengan pembicaraan singkat kami. Setelah itu aku mencuci
semua peralatan makan tersebut sekalian kotak bekal yang sudah kosong. Ku lanjutkan
aktivitasku menonton drama sambil memakan cemilan yang masih tersisa. Aku sangat senang
karena aku bisa melakukan semua yang aku suka di rumah om Hoho. Tidak ada yang mengatur
ataupun mengekang, sangat nyaman.

Om Hoho dan tante Tita sibuk dengan laptop dan dokumen – dokumen kantornya dan
sibuk mengentikkan beribu – ribu kata di atas lembaran putih pada laptop. Walaupun sudah
dirumah, mereka masih mengerjakan pekerjaan kantor, mungkin karena banyaknya pekerjaan
dan harus terselesaikan dengan cepat membuat mereka mau tidak mau harus membawa pulang
pekerjaan kantor mereka. Aku merasakan bahwa orang – orang yang tinggal di kota besar dan
semuanya bekerja komunikasi mereka satu dengan yang lainnya sangatlah kurang dan
menyebabkan miss communication.

Tante Tita memiliki rak buku yang sangat besar, mungkin ukurannya 1 meter X 1 meter
dan dari rak paling atas sampai paling bawah terisi dengan berbagai macam buku dengan genre
yang berbeda – beda. Tante Tita memperbolehkanku untuk mengambil buku apa saja yang
ingin aku baca. Tante Tita adalah orang yang sangat menyukai buku, beliau sangat suka
membaca dan juga suka menulis. Sudah banyak sekali tulisannya yang beliau upload di blog
pribadi miliknya. Mulai dari pembahasan makanan, dunia Kesehatan, pengalaman –
pengalamnya, dan lainnya. Ngomong – ngomong soal Kesehatan, tante Tita bekerja di Kantor
Kementerian Kesehatan di Jakarta Pusat, dan beliau mengampu jabatan sebagai apoteker.
Sangat senang memiliki tante yang sangat pandai, karena jika aku memiliki kesusahan aku bisa
bertanya pada tante, hehehe maaf tante.

Ku habiskan setiap hariku di rumah om Hoho seorang diri, tak terasa sudah seminggu
lebih aku menginap disini. Hari ini tepat hari Sabtu, tante Tita mengajakku berkeliling Jakarta
agar setidaknya aku sempat berjalan – jalan saat aku berkunjung ke Jakarta. Hari Sabtu ini tante
Tita memang libur, tapi om Hoho tetap masuk walaupun setengah hari. Jadi kuhabiskan waktu
jalan – jalanku bersama tante Tita hari ini hanya berdua. Hari ini kami berdua berangkat
menggunakan bus untuk menuju ke Jakarta Pusat, dilanjutkan dengan menggunakan taksi.
Tujuan pertama kami adalah Bentara Budaya Jakarta, di dalamnya terdapat pameran tentang
monster – monster Jepang, dan dilanjutkan dengan tujuan kedua kami yaitu Museum Indonesia.
Ku lihat banyaknya arca – arca dan patung peninggalan nenek moyang yang masih sangat
terlihat kokoh walaupun sudah ada yang terbelah menjadi dua. Aku sangat kagum, karena pada
zaman dahulu yang masih sedikitnya alat – alat untuk memahat, mereka semua bisa
menuangkan bakat mereka pada sebuah batu sebagai media seni. Karena hari sudah mulai
siang, dan Museum Indonesia yang semakin ramai, aku dan tante Tita beranjak pergi
meninggalkan tempat tersebut dan menuju rumah makan yang terkenal di daerah Museum
Indonesia. Aku dan tante Tita memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke rumah makan yang
disebut “Koetaradja Coffe” tersebut, menu andalannya adalah Mie Aceh, aku belum pernah
makan Mie Aceh, tapi ternyata rasanya enak, walaupun di awal rasanya tidak familiar, tapi
lama – lama enak juga.

Tujuan berikutnya adalah stasiun MRT di kawasan Bundara HI. Iya, stasiun MRT, tante
Tita ingin mengajakku mencoba naik MRT agar aku punya kenangan mencobanya. Seru juga
bisa coba MRT, kami harus membeli dan mencetak kartunya terlebih dahulu sebelum naik ke
MRT. Kami menempuh perjalanan bolak – balik ke Lebak Bulus dan kembali di Bundaran HI.
Setelah itu kami kembali di Tangerang dengan menaiki Trans Jakarta. Tidak langsung pulang
ke rumah, aku dan tante Tita mampir sebentar ke Living World Mall Alam Sutera untuk jalan
– jalan santai dan membeli beberapa keperluan. Setelah puas aku dan tante Tita keluar mall
dan menunggu dijemput oleh om Hoho. Dan kami melanjutkan perjalanan menuju ke rumah
makan, menu makan malam hari ini sedikit spesial, karena kami akan makan kepiting. Baru
pertama kali juga aku mencoba makan kepiting. Enak juga rasanya, tapi kurang cocok di
lidahku. Setelah itu kami mampir untuk membeli beberapa roti yang akan kujadikan camilan
besok pagi di kereta saat kembali pulang ke Solo. Yap, aku pulang menggunakan kereta besok
pagi.

“Yahh, Van. Besok udah balik aja nih ke Solo. Padahal kita baru sebentar jalan –
jalannya,” kata tante Tita.

“Huhuhu iya, tante. Cepet banget, ya. Kapan – kapan aku kesini lagi, ya,” jawabku.

“Iya, Van. Nanti kit acari hari kosong biar bisa main sepuasnya, ya,” jawab tante Tita.

“Siap, tante,”

Setelah sampai rumah dan membersihkan diri, aku mulai menata barang – barangku
untuk kembali pulang ke Solo. Selesai menata – nata barang bawaanku yang bertambah sangat
banyak akhirnya aku tidur dan memulihkan tenaga untuk besok kembali menempuh perjalanan
panjang. Aku bangun pukul 05.00 dan langsung mandi agar tidak terlambat berangkat ke
stasiun. Hari ini tante Tita yang mengantarku ke stasiun, sekalian berangkat kerja katanya.
Setelah semuanya siap, aku dan tante Tita berpamitan pada om Hoho dan melangkahkan kaki
menuju taksi yang akan membawa kami ke stasiun Gambir di Jakarta Pusat.

Setelah sampai di stasiun, tante Tita langsung berpamitan padaku, karena harus
langsung melanjutkan perjalanan menuju kantor. Kereta yang akan aku tumpangi akan datang
pada pukul 08.55, namun sekarang masih pukul 06.45. Akhirnya aku memutuskan untuk
menunggu di Starbucks sambil menikmati segelas coklat dingin. Tepat pukul 08.30 aku mulai
masuk ke dalam ruang tunggu kereta, dan aku kembali menunggu sampai ada pengumuman
bahwa kereta Argo Dwipangga sudah datang dan siap mengangkut kami. Pada pukul 08.55
kereta sudah datang dan para penumpang mulai memasuki kereta dan mencari seat mereka
masing – masing. Setelah ku dudukkan diriku di kursi samping jendela, aku mulai memakan
roti yang aku dan tante Tita beli semalam. Kereta akhirnya mulai berjalan dan aku menikmati
seluruh perjalanan dengan kereta kali ini. Menaiki kereta sangat menyenangkan, karena kita
akan bisa melihat banyak sekali hal – hal indah yang tidak bisa kita lihat bila kita menggunakan
mobil, bus, atau yang lainnya. Tak terasa perjalananku akan segera berakhir, karena sudah
mulai di umumkan bahwa kereta akan segera tiba di Stasiun Solo Balapan. Aku syukuri semua
berkat dari Tuhan sehingga aku bisa melewati dan merasakan perjalanan mandiriku ini. Sangat
menyenangkan memberikan ruang bagi diri sendiri, lain kali aku ingin mengulang perjalanan
mandiri ini lagi, benar – benar mengesankan. Selamat tinggal Jakarta, terima kasih sudah
memberikan secercah cerita bagiku selama aku tinggal disana. Sampai bertemu di lain
kesempatan dengan diri yang sudah lebih baik dari sebelumnya.


Click to View FlipBook Version