The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PERPUSTAKAAN PUSPANEGARA, 2022-11-07 22:29:07

Paper Towns

”Tuhan memberkati, Robert Joyner,” kataku, dan menjatuhkan
segenggam tanah ke buku catatan.
”Tuhan memberkati, Quentin Jackson muda dan heroik,” ucap
Margo, melemparkan tanah di genggamannya.
Segenggam lagi seraya aku berkata, ”Tuhan memberkati, Margo
Roth Spiegelman dari Orlando yang pemberani.”
Dan segenggam lagi sambil dia berkata, ”Tuhan memberkati,
Myrna Mountweazel si anak anjing ajaib.” Kami mendorong tanah
menutupi buku itu, memadatkan tanah yang longgar. Rumputnya
akan segera kembali tumbuh, menjadi rambut pekuburan yang elok

dan tak dipangkas bagi kami.




Kami berpegangan dengan tangan yang kotor oleh tanah ketika kem-
bali ke Toko Kelontong Agloe. Aku membantu Margo mengangkut
barang-barangnya—sepelukan baju, perlengkapan mandi, dan kursi
kantor—ke mobilnya. Berharganya momen itu, yang seharusnya
membuat berbicara lebih mudah, menjadikannya lebih sulit.




Kami berdiri di luar parkiran motel satu lantai ketika perpisahan
menjadi tak terelakkan. ”Aku akan membeli ponsel, dan meneleponmu,”
katanya. ”Dan mengirim e-mail. Dan memposting kalimat misterius
di laman diskusi Kota Kertas di Omnictionary.”
Aku tersenyum. ”Aku akan mengirimimu e-mail begitu kami tiba

di rumah,” ucapku, ”dan aku mengharapkan balasan.”
”Aku janji. Dan aku akan menemuimu. Kita belum selesai bertemu
dengan satu sama lain.”


349




John Green - Paper Towns Content 1.indd 349 8/22/2014 2:50:01 PM

”Akhir musim panas, mungkin, aku bisa bertemu denganmu di
suatu tempat sebelum kuliah dimulai,” kataku.
”Yeah,” ucap Margo. ”Yeah, gagasan bagus.” Aku tersenyum dan
mengangguk. Dia berbalik, dan aku bertanya-tanya apakah dia serius
dengan ucapannya ketika melihat bahunya merosot. Dia menangis.
”Kalau begitu sampai ketemu nanti. Dan sementara itu aku akan
mengirimimu surat.”
”Ya,” ucap Margo tanpa berbalik, suaranya berat. ”Aku juga akan
menyuratimu juga.”
Mengucapkan hal-hal semacam inilah yang mencegah kami runtuh.

Dan barangkali dengan membayangkan masa depan ini kami bisa
mewujudkannya, dan mungkin juga tidak, tapi bagaimanapun juga
kami harus membayangkannya. Cahaya menghambur ke luar dan
membanjir masuk.




Aku berdiri di parkiran ini, menyadari bahwa aku belum pernah
sejauh ini dari rumah, dan di sini ada gadis yang kucintai dan tak
bisa kuikuti. Aku berharap inilah tugas seorang pahlawan, karena
tidak mengikutinya adalah tindakan terberat yang pernah kulakukan.
Aku terus berpikir Margo akan masuk mobil, tapi ternyata tidak,
dan akhirnya dia berbalik ke arahku dan aku melihat mata basahnya.
Ruang fisik antara kami menguap. Kami memainkan senar putus
instrumen kami untuk terakhir kalinya.
Aku merasakan tangannya di punggungku. Hari sudah gelap ketika

aku menciumnya, tapi aku membuka mata dan begitu juga Margo.
Dia cukup dekat denganku sehingga aku bisa melihatnya, sebab se-
karang pun ada tanda lahiriah dari cahaya tak kasatmata, bahkan


350




John Green - Paper Towns Content 1.indd 350 8/22/2014 2:50:01 PM

pada malam hari di parkiran di pinggiran Agloe ini. Setelah ber-
ciuman, dahi kami bersentuhan saat kami menatap satu sama lain.
Ya, aku bisa melihat dia hampir dengan jelas di kegelapan retak ini.






















































351




John Green - Paper Towns Content 1.indd 351 8/22/2014 2:50:01 PM

John Green - Paper Towns Content 1.indd 352 8/22/2014 2:50:01 PM

CATATAN PENGARANG









Aku mengetahui tentang kota kertas ketika kebetulan bertemu salah
satunya sewaktu melancong saat tahun juniorku di universitas. Teman
seperjalananku dan aku bolak-balik menyusuri jalan raya lengang
South Dakota, mencari-cari kota yang tercantum di peta—seingatku,
kota itu bernama Holen. Akhirnya, kami menyusuri satu jalan masuk
dan mengetuk pintu. Perempuan ramah yang membukakan pintu
sudah pernah ditanyai hal serupa. Dia menjelaskan bahwa kota yang
kami cari hanya ada dalam peta.
Kisah Agloe, New York—seperti yang ada dalam buku ini—se-
bagian besarnya nyata. Agloe bermula sebagai kota kertas yang di-
ciptakan sebagai perlindungan terhadap pelanggaran hak cipta. Tetapi
kemudian orang-orang yang memiliki peta Esso lama terus-terusan
mencarinya, jadi seseorang membangun sebuah toko, membuat Agloe
nyata. Bisnis kartografi telah banyak berubah sejak Otto G. Lindberg
dan Ernest Alpers menemukan Agloe. Namun banyak pembuat peta
masih memasukkan kota kertas sebagai jebakan hak cipta, seperti
yang dibuktikan oleh pengalamanku yang membingungkan di South
Dakota.
Toko yang dulunya adalah Agloe kini tak lagi berdiri. Tetapi aku
yakin bahwa jika kita memasukkan Agloe lagi dalam peta kita, pada
akhirnya seseorang akan membangunnya lagi.






353




John Green - Paper Towns Content 1.indd 353 8/22/2014 2:50:01 PM

UCAPAN TERIMA KASIH









Aku ingin berterima kasih kepada:


—Orangtuaku , Sidney dan Mike Green. Aku tak pernah menyangka
akan mengucapkan ini, tapi: terima kasih telah membesarkan aku di
Florida.

—Saudara laki-laki dan kolaborator favoritku, Hank Green.
—Mentorku, Ilene Cooper.

—Semua orang di Dutton, tapi terutama editorku yang tiada ban-
dingnya, Julie Strauss-Gabel, Lisa Yoskowitz, Sarah Shumway,
Stephanie Owens Lurie, Christian Fünfhausen, Rosanne Lauer, Irene
Vandervoort, dan Steve Meltzer.
—Agenku yang sangat ulet, Jodi Reamer.

—The Nerdfighters, yang banyak sekali mengajariku mengenai arti
keren.
—Partner menulisku Emily Jenkins, Scott Westerfeld, Justine
Larbalestier, dan Maureen Johnson.

—Dua buku sangat berguna tentang menghilangnya seseorang yang
kubaca selagi meriset untuk Paper Towns: The Dungeon Master karya
William Dear dan Into the Wild karya Jon Krakauer. Aku juga ber-
terima kasih kepada Cecil Adams, otak super di balik ”The Straight
Dope,” yang artikel singkatnya tentang jebakan hak cipta menjadi—


354




John Green - Paper Towns Content 1.indd 354 8/22/2014 2:50:01 PM

sejauh yang kuketahui—sumber yang definitif mengenai subjek
tersebut.
—Kakek-nenekku: Henry dan Billie Grace Goodrich, serta William
dan Jo Green.

—Emily Johnson, yang reviewnya untuk buku ini tak ternilai; Joellen
Hosler, ahli terapi terbaik yang dapat diharapkan oleh seorang pe-
nulis; sepupu ipar Blake dan Phyllis Johnson; Brian Lipson dan Lis
Rowinski di Endeavor; Katie Else; Emily Blejwas, yang bersamaku
dalam perjalanan ke kota kertas; Levin O’Connor, yang mengajariku
sebagian besar pengetahuanku tentang lucu; Tobin Anderson dan
Sean, yang mengajakku jelajah-urban di Detroit; pustakawan sekolah
Susan Hunt serta semua yang mempertaruhkan pekerjaan mereka
untuk berjuang melawan sensor; Shannon James; Markus Zusak;
John Mauldin dan mertuaku yang baik, Connie dan Marshall Urist.
—Sarah Urist Green, pembaca pertama, editor pertama, sahabat
terbaik, dan rekan setim favoritku.



























355




John Green - Paper Towns Content 1.indd 355 8/22/2014 2:50:01 PM

John Green - Paper Towns Content 1.indd 356 8/22/2014 2:50:01 PM

Cetak ulang dengan cover baru!
















































Pembelian Online
e-mail: [email protected]
website: www.gramediaonline.com dan www.grazera.com
e-book: www.gramediana.com dan www.getscoop.com
GRAMEDIA Penerbit Buku Utama









John Green - Paper Towns Content 1.indd 357 8/22/2014 2:50:02 PM

John Green - Paper Towns Content 1.indd 358 8/22/2014 2:50:02 PM

LOOKING FOR ALASKA.pdf 1 7/1/14 2:49 AM














Sebelum. Miles "Pudge" Halter sangat suka kata-kata
terakhir yang terkenal––dan bosan dengan kehidupannya
yang biasa saja. Ia masuk sekolah berasrama Culver Creek
untuk mencari apa yang disebut penyair Francois
Rabelais sebagai "Kemungkinan Besar". Hidupnya
jungkir balik di sekolah itu, yang kadang gila, tidak
stabil, tak pernah membosankan. Sebab di sana ada
Alaska Young, yang menawan, pintar, lucu, seksi, kacau, dan sangat memikat.
Alaska menarik Pudge memasuki dunianya, melontarkannya ke dalam
"Kemungkinan Besar", dan mencuri hatinya.
Sesudah. Segalanya tak pernah sama lagi.



Cewek-cewek akan menitikkan air mata dan cowok-cowok akan menemukan cinta, gairah,
kehilangan, dan kerinduan....
-Kirkus, starred review











Pembelian Online
e-mail: [email protected]
website: www.gramediaonline.com dan www.grazera.com
e-book: www.gramediana.com dan www.getscoop.com
GRAMEDIA Penerbit Buku Utama









John Green - Paper Towns Content 1.indd 359 8/22/2014 2:50:04 PM

John Green - Paper Towns Content 1.indd 360 8/22/2014 2:50:04 PM

John Green - Paper Towns Content 1.indd 360 8/22/2014 2:50:04 PM

PAPER TOWN.pdf 1 9/2/14 10:10 PM














Saat Margo Roth Spiegelman mengajak Quentin Jacobsen

pergi tengah malam––berpakaian seperti ninja dan punya
daftar panjang rencana pembalasan––cowok itu mengikutinya.

Margo memang suka menyusun rencana rumit, dan sampai

sekarang selalu beraksi sendirian. Sedangkan Q, Q senang
akhirnya bisa berdekatan dengan gadis yang selama ini hanya

bisa dicintainya dari jauh tersebut. Hingga pagi datang dan

Margo menghilang lagi.



Gadis yang sejak dulu merupakan teka-teki itu sekarang jadi
K O T A K E R T A S
misteri. Namun, ada beberapa petunjuk. Semuanya untuk Q.
Dan cowok itu pun sadar bahwa semakin ia dekat dengan

Margo, semakin ia tidak mengenal gadis tersebut.


Click to View FlipBook Version