The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by , 2021-12-07 02:56:59

E-Book {Kampana Idrak} Karya Afni Syaukiyah

Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Keywords: Antologi Kritik dan Esai Sastra Indonesia

1

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya karya ini dapat
tercipta lewat untaian kata pada bait-bait yang sederhana. Perasaan gembira dengan diiringi
shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan dan sumber
inspirasi kami. Setiap kata mempunyai makna dan arti. Oleh sebab itu, sajak ini akan menjadi
saksi bagaimana penyair menorehkan tinta di atas kertas dengan imaji-imaji yang berkeliaran.
Adapun tujuan dari penulisan karya ktitik dan esai sastra (prosa-fiksi) ini untuk memenuhi
tugas Prof. Dr. Heri Suwignyo M.Pd. pada mata kuliah Menulis Kritik dan Esai Sastra. Selain
itu karya kritik dan esai sastra (prosa-fiksi) ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
kepenulisan dalam bidang kritik dan esai bagi para pembaca juga bagi penulis.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Prof. Dr. Heri Suwignyo M.Pd. dan Bu Lini
Larasati P. yang telah memberikan tugas serta bimbingan menganai tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan serta wawasan penulis.
Saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan karya kritik dan esai sastra (prosa-fiksi)
ini.
Saya menyadari bahwa karya kritik dan esai sastra (prosa-fiksi) yang saya sajikan masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan karya kritik dan esai sastra (prosa-fiksi) ini.

Malang, 03 Desember 2021

(Afni Syaukiyah)

2

Kata Pengantar ……………………………………………………………………...…….. 2

Antologi Karya ……………………………………………………………………………. 4

1. Kritik Sosial Politik dalam novel “Bumi Manusia” di Zamannya ………………...... 5
2. Nilai Sosial pada Puisi “Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya” ….….. 20
3. Latar Sebagai Pilar dalam Novel “Bumi Manusia” ………………………………... 30
4. Ketidakkonsistenan Pemerintah dalam Puisi “Aborsi di Pelippis” ………………... 34

Lampiran Karya (Kerangka Tulisan) …………………………………………………… 40

1. Kritik Sosial Politik dalam novel “Bumi Manusia” di Zamannya ………………...... 41
2. Nilai Sosial pada Puisi “Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya” …..….. 43
3. Latar Sebagai Pilar dalam Novel “Bumi Manusia” ……………………………….... 45
4. Ketidakkonsistenan Pemerintah dalam Puisi “Aborsi di Pelippis” ………………… 47

CV Penulis …………………………………………………………………………………. 49

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………….. 50

UNIVERSITAS NEGERI MALANG 3

Jl. Semarang 5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru,
Kota Malang, Jawa Timur 65145
Kotak Pos 13, MLG/IKIP Telepon (0341)551312

Antologi
Karya

4

Kritik Pendekatan Mimetik
Kritik Sosial Politik dalam novel “Bumi Manusia” di Zamannya

Oleh : Afni Syaukiyah
200211605298-B

[email protected]

Abstrak

Karya sastra lahir bukan dari kekosongan budaya. Ungkapan ini kiranya menjadi acuan bahwa
diciptakannya karya sastra bukan semata-mata hasil imajinasi kosong belaka, tapi hasil kontemplasi dari
penciptanya. Novel sebagai salah satu jenis karya sastra tidak lepas dari hal tersebut. Ada sebagian novel
yang menggunakan data-data faktual di dalamnya seperti nama tokoh, setting, maupun rekaman peristiwa,
sehingga pembaca sering kali terkecoh untuk membedakan apakah newborn yang dibacanya benar-benar
mengandung unsur fakta atau sekedar fiksi belaka. Jika benar terdapat fakta di dalamnya apakah fakta itu
tersaji apa adanya ataukah mendapat polesan dari subjektivitas pengarangnya. Adapun newborn Bumi
Manusia, early Bumi Manusia kental dengan nuansa sejarah, karena banyak mengangkat rekaman peristiwa
yang terjadi pada lingkup waktu fase pergantian abad 19 ke abad 20. Banyaknya facts yang hampir mirip
dengan data-data faktual yang dapat dibuktikan kebenarannya. Hal ini membuat penulis merasa tertarik
untuk mengungkap kandungan fakta yang terdapat dalam karya fiksi ini. Penulis juga tertarik untuk
mengungkap sejauh mana data-data itu dapat dihubungkan dengan realitas kehidupan yang pernah terjadi.
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka metode yang tepat untuk penelitian ini adalah
metode analisis kritik sastra berdasarkan pendekatan mimetik. Untuk mendapatkan facts yang diperlukan,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data analisis dokumen.
Kata Kunci: Novel, Mimetik, Fakta dan fiksi

Abstract

Literary works are not born from a cultural vacuum. This expression may be a reference that the creation
of literary works is not merely the result of an empty imagination, but the result of contemplation of the
creator. Novel as a type of literary work cannot be separated from this. There are some novels that use
factual data in them such as the names of characters, settings, and recordings of events, so that readers are
often fooled into distinguishing whether the newborn they read actually contains elements of fact or just
fiction. If it is true that there are facts in it, are they presented as they are or are they polished by the
subjectivity of the author. As for the newborn Bumi Manusia, early Bumi Manusia is thick with historical
nuances, because it contains many recordings of events that occurred during the turn of the 19th century to
the 20th century. There are many facts that are almost similar to factual data that can be proven true. This
makes the writer feel interested in revealing the content of facts contained in this work of fiction. The author
is also interested in revealing the extent to which the data can be related to the realities of life that have
occurred. Based on the research objectives that have been formulated, the appropriate method for this
research is the literary criticism analysis method based on the mimetic approach. To get the necessary facts,
the researchers used document analysis data collection techniques.
Keywords: Novel, Mimetics, Fact and fiction

5

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Karya sastra adalah ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah baik orang yang

membaca atau merasakannya, baik dari segi bahasa maupun isinya (Suprapto, 1993:42). Salah satu
bentuk karya sastra adalah novel. Menurut Teeuw (1967:67) Novel adalah style prosa yang
menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang luas, selain itu new
juga menyajikan masalahmasalah kemasyarakatan yang paling luas. Pada umumnya sebuah early
bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
newborn dikatakan style yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap fluktuasi
sosiohistoris ( Ratna, 2004:336).

Ada sebagian new yang menggunakan data-data faktual didalamnya seperti nama
tokoh, setting, maupun rekaman peristiwa, sehingga pembaca sering kali terkecoh untuk
membedakan apakah young yang dibacanya benar-benar mengandung unsur fakta atausekedar
fiksi belaka. Jika benar terdapat fakta di dalamnya, apakah fakta itu tersaji apa adanya ataukah
mendapat polesan dari
subjektivitas pengarangnya. Adapun Novel Bumi Manusia merupakan salah satu newborn dari
rangkaian tetralogi buru karya Pramoedya Ananta Toer yang terbit pada tahun 1980. Novel
ini dibuat saat Pramoedya menjalani masa pengasingan sebagai tahanan politik di Pulau Buru. Hal
yang menarik dari novel Bumi Manusia yaitu latar utamanya yang terjadi pada masa awal abad ke-
20 tepatnya pada tahun 1900. Bumi Manusia menceritakan kehidupan Minke, putra seorang bupati
yang memperoleh pendidikan Belanda pada masa pergantian abad 19 ke abad 20. Pendapat yang
berkembang menyatakan bahwa Minke adalah nama samaran dari seorang tokoh pers generasi
awal Indonesia yakni RM. Tirto Adhi Soerjo.

Novel Bumi Manusia kental dengan nuansa sejarah, karena banyak mengangkat
rekaman peristiwa yang terjadi pada lingkup waktu fase pergantian abad 19 ke abad 20. Banyaknya
statistics yang hampir mirip dengan data-data faktual yang dapat dibuktikan kebenarannya. Hal ini
membuat penulis merasa tertarik untuk mengungkap kandungan fakta yang terdapat dalam karya
fiksi ini. Penulis juga tertarik untuk mengungkap sejauh mana data-data itu dapat dihubungkan
dengan
realitas kehidupan yang pernah terjadi. Pada umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh
dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa young cenderung merupakan
bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat oleh
karena itulah new dikatakan genre yang paling sosiologis dan responsip sebab sangat peka terhadap
fluktuasi sosiohistoris. (Ratna, 2004:336).

Novel adalah karya sastra yang berfungsi sebagai tempat menuangkan pemikiran
pengarangnya sebagai reaksi atas keadaan sekitarnya. Kenney (1966:31) juga menjelaskan bahwa
early adalah suatu fiksi naratif yang panjang dan merupakan imitasi dari keadaan sebenarnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa novel adalah salah satu jenis
ragam prosa yang pada dasarnya merupakan satu bentuk cerita panjang, melibatkan banyak tokoh
dengan masing-masing wataknya dan merupakan suatu rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan
kehidupan manusia.

6

PEMBAHASAN

A. Pembuka

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora pada tahun 1925. Dia adalah seorang penulis
Indonesia yang sangat memuja seorang tokoh sosialis Rusia, Lenin. Menurut hematnya, berkat
Lenin-lah kala itu Rusia dapat menjadi sebuah “surga dunia” (Moeljanto, 1995: 70). Akibat
kekagumannya yang besar ini, Pram tak segan-segan mempropagandakan Lenin melalui tindakan
konkretnya, yakni menjadi anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra)—sebuah organisasi
sayap kiri di Indonesia.

Hal ini pun berdampak pada karya-karya sastra Pram. Karya-karyanya beraliran realisme-
sosialis. Dengan kata lain, Pram mempraktikkan sosialisme di bidang kreasi sastra. Politik banyak
digunakan dalam karya-karyanya karena politik merupakan realitas sosial bagi sosialis. Implikasi
dari hal tersebut, Pram terpaksa hidup dalam tahanan selama kurang lebih belasan tahun (3 tahun
pada masa kolonial, 1 tahun pada masa orde lama, dan 14 tahun pada masa orde baru).

Salah satu karya sastra Pram yang mengharumkan namanya adalah Bumi Manusia. Novel
ini merupakan bagian dari tetralogi yang dikarang oleh Pram selama masa penahanannya di Pulau
Buru. Tetralogi tersebut terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak
Langkah, dan Rumah Kaca. Sesaat setelah penerbitannya, keempat novel tersebut langsung dilarang
beredar oleh pemerintah. Karena pemerintah pada masa itu menganggap novel-novel karangan
Pram itu mempropagandakan ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme dan komunisme. Padahal, tak
sedikit pun hal-hal tersebut disebutkan dalam buku-bukunya.

Setelah dilarang peredarannya, Bumi Manusia kembali diterbitkan pada tahun 2005. Saya
mengambil novel ini sebagai bahan analisis karena ingin mengungkapkan apa saja yang
membuatnya telah menuai kontroversi yang hebat. Saya pun ingin mengupas kritik-kritik sosial dan
politik yang terdapat di dalam novel semi-fiksi karya Pramoedya Ananta Toer ini. Adapun tujuan
saya menulis kali ini adalah agar kawan-kawan dapat mengambil hikmah dan intisari di balik cerita
dalam novel yang sangat kontroversial ini.

B. Sinopsis

Minke adalah anak seorang bangsawan Jawa yang sedang menempuh pendidikan di H.B.S.,
sebuah sekolah terkenal yang mayoritas murid-muridnya adalah orang kulit putih totok dan indo.
Sebagai seorang pribumi, prestasi Minke di H.B.S. cukup membanggakan, bahkan menjadi juara
umum cabang Surabaya.

Minke mempunyai seorang teman berkulit putih totok bernama Robert Suurhof. Dia
mengajak Minke ke rumah temannya yang terletak di Wonokromo. Minke pun diperkenalkan
dengan seisi rumah itu—Nyai Ontosoroh, Robert Mellema, dan Annelies Mellema. Nyai Ontosoroh
awalnya adalah gundik Tuan Mellema. Robert dan Annelies adalah anak-anak mereka. Setelah Tuan
Mellema kehilangan wibawanya, Nyai Ontosoroh yang memegang kendali atas semua usahanya.

Sebenarnya Suurhof mengajak Minke ke sana agar temannya itu mendapat perlakuan
yang memalukan dari keluarga Mellema. Namun, apa yang terjadi adalah kebalikannya. Tidak

7

hanya mendapat perlakuan yang sangat baik dari Nyai Ontosoroh, Minke pun mendapat perhatian
yang sangat khusus dari Annelies, perempuan yang disukai oleh Suurhof.

Hubungan Minke dengan Nyai Ontosoroh dan Annelies semakin dekat. Bahkan, Minke dan
Annelies saling jatuh cinta. Cinta Annelies begitu mendalam sampai-sampai ia sakit hanya karena
Minke agak lama tak mengunjunginya di Wonokromo. Hubungan ini menimbulkan skandal dan
kontroversi, mulai dari pihak sekolah, teman-teman Minke, sampai Robert Mellema.

Pada suatu pagi, ketika Minke telah memutuskan untuk tinggal di Wonokromo, dia dijemput
paksa oleh seorang polisi. Ternyata Minke dibawa ke tempat Bupati B, ayah kandungnya sendiri.
Minke dipaksa pulang karena sudah lama tak mengirim kabar dan harus menjadi penerjemah dalam
pelantikan ayahnya menjadi bupati. Minke juga disuruh memutuskan hubungan dengan Nyai
Ontosoroh dan Annelies supaya Minke fokus menyelesaikan sekolahnya. Ayahnya ingin Minke
menjadi bupati juga kelak. Tapi Minke menolak karena ia hanya ingin hidup bebas, tidak diperintah
dan tidak memerintah.

Selama berada di kampung halamannya, Minke tak dapat berhubungan dengan Nyai Ontosoroh
dan Annelies. Ternyata Annelies sakit keras karena rindu pada Minke. Setelah Annelies sembuh,
Minke menikahinya. Tak lama setelah itu, ada yang mencoba untuk membunuh Minke. Pengejaran
terhadap pelakunya membuat Minke dan Darsam menemukan mayat Tuan Mellema yang telah kaku
di rumah babah Ah Tjong, tetangga mereka. Tuan Mellema tewas akibat keracunan. Akibatnya,
babah Ah Tjong ditahan di penjara.

Masalah mereka tidak berakhir di situ. Anak Tuan Mellema dari istri yang sah menggugat harta
warisannya dan meminta hak wali atas Annelies yang masih di bawah umur. Pengadilan
memutuskan Annelies harus pergi ke Holland dan pernikahannya dengan Minke dianggap tidak sah.

Annelies jatuh sakit sampai-sampai ia menjadi seperti mayat hidup. Dokter keluarga pun tidak dapat
menyembuhkannya lagi. Minke dan Nyai Ontosoroh berjuang supaya Annelies bisa tetap tinggal di
Hindia atau paling tidak mereka bisa ikut mengantar Annelies ke Holland.

Setelah waktunya tiba, dalam keadaan lemah Annelies tetap dibawa menuju Holland. Dengan
pasrah dan terpaksa, Annelies mengikuti langkah seorang wanita yang menuntunnya berjalan
menuju kereta kuda. Sebelum pergi, Annelies berkata kepada ibunya, “Aku akan pergi, Ma, jangan
kenangkan yang dulu-dulu. Yang sudah lewat biarlah berlalu.” Setelah itu, ia berkata kepada Minke,
“Mas, kita kan pernah berbahagia bersama? Kenangkan kebahagiaan itu saja ya, Mas, jangan yang
lain.”Akhirnya Nyai Ontosoroh dan Minke pun menang dalam kekalahan.

C. Analisis Novel Bumi Manusia Berdasarkan Pendekatan Mimetik

Analisis berdasarkan pendekatan mimetik adalah analisis yang menghubungkan karya
sastra dengan realitas kehidupan. Ada pun tenik analisis pendekatan mimetik yaitu dengan cara
memahami isi cerita dari rangkaian novel yang akan dianalisis lalu melakukan analisis unsur fakta
dan fiksi dari rangkaian peristiwa dalam early tersebut. Sebagai facts pembanding maka penulis
harus mempelajari dari berbagai sumber sehingga dapat menganalisis tentang data fakta apa sajakah
yang terdapat dalam novel yang berkaitan dengan fakta sejarah kemudian barulah menyimpulkan
hubungan keterkaitan fakta dalam novel dengan realitas kehidupan.

8

Sumber data novel Bumi Manusia adalah newborn pertama dari rangkaian tetralogi buru,
new ini menceritakan perjalanan hidup dan kisah percintaan tokoh bernama Minke seorang
keturunan ningrat Jawa yang sangat membenci sistem tata nilai keningratan, putra dari seorang
bupati, berstatus sebagai siswa HBS di Surabaya, berpola pikir maju dan moderen, dan pencinta
ilmu pengetahuan. Selain itu, Minke juga diceritakan fasih berbahasa Belanda dan terampil menulis
di surat kabar. Terdapat atau tidaknya unsur mimetik dalam fresh ini, penulis akan coba
mengungkap dan menganalisisnya secara bertahap. Pada halaman pertama tertulis:

Orang memanggil aku: Minke. Namaku sendiri… Sementara ini tak perlu kusebutkan. Bukan
karena gila misteri. Telah aku timbang: belum perlu benar tampilkan diri di hadapan mata orang
lain. (Bumi, hal.1)

Dari kutipan di atas tersirat ada yang sengaja disembunyikan yaitu nama asli tokoh itu
sendiri. Mengapa nama asli tokoh tidak disebutkan atau mengapa disembunyikan? Siapakah tokoh
Minke yang sebenarnya? Hasil analisis penulis, Minke adalah penjelmaan dari tokoh R.M. Tirto
Adhi Soerjo perintis pers Indonesia. Dari catatan yang terdapat dalam biografi Tirto Adhi Soerjo,
memang terdapat beberapa kesamaan yaitu, Tirto memang sorang keturunan ningrat putra dari
Bupati Bojonegoro yang juga pernah menempuh pendidikan di HBS Surabaya.
(http://Yulian.Firdaus.or.id/2006/11/11/Minke)

Keterangan di atas juga diperkuat dengan records kelahiran tokoh fiksi Minke yang sama
dengan statistics kelahiran R.M. Tirto Adhi Soerjo. Minke dalam Bumi Manusia menerangkan
kelahirannya sama dengan hari kelahiran Ratu Wilhelmina.

Dara kekasih para dewa ini seumur denganku: delapanbelas. Kami berdua dilahirkan
pada tahun yang sama: 1880. Hanya satu angka yang berbentuk batang, tiga lainnya bulat-bulat
seperti kelereng salah cetak. Hari dan bulannya juga sama 31 Agustus. (Bumi, hal.5)

Sedangkan dalam buku biografi 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia tercatat Tirto
juga dilahirkan di Blora pada, 31 Agustus tahun 1880. Meskipun Minke adalah tak lain dari
penjelmaan dari tokoh Tirto Adhi Soerjo namun penamaan Minke dalam Bumi Manusia seakan
menegaskan status fiksi yang terkandung dalam novel tersebut. Dalam Bumi Manusia lalu
diceritakan Minke yang hidup pada latar tahun 1898-an di saat mulai berkembangnya ilmu
pengetahuan.

Dalam hidupku, baru seumur jagung, sudah dapat kurasai: ilmu pengetahuan telah
memberikan padaku suatu restu yang tiada terhingga indahnya. Ilmu dan pengetahuan yang
kudapatkan dari sekolah dan kusaksikan sendiri pernyataaanya dalam hidup, telah membikin
pribadiku menjadi agak berbeda dari sebangsaku pada umumnya. Menyalahi wujudku sebagai
orang Jawa atau tidak aku pun tidak tahu. Dan justru pengalaman hidup sebagai orang Jawa
berilmu penngetahuan Eropa yang mendorong aku suka mencatat-catat. Suatu kali akan berguna,
seperti sekarang ini. (Bumi, hal. 2).

Minke hidup di saat mulai berkembangnya ilmu pengetahuan dan mulai ditemukannya
beberapa hasil penemuan. Hasil penemuan yang tak habis-habisnya ia kagumi antara lain yaitu
percetakan, zincografi dan kereta api.

9

Salah satu hasil ilmu-pengetahuan yang tak habis-habis kukagumi adalah percetakan,
terutama zincografi. Coba orang sudah dapat memperbanyak potret berpuluh ribu lembar dalam
sehari. Gambar pemandangan, orang besar dan penting, mesin baru, gedung-gedung pencakar
langit Amerika, semua dan dari seluruh dunia- kini dapat aku saksikan sendiri dari lembaran-
lembaran kertas cetak. (Bumi, hal. 3).

Berita-dari Eropa dan Amerika banyak mewartrakan penemuan-penemuan terbaru.
Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa nenek moyangku dalam cerita wayang.
Kereta api- kereta tanpa kuda, tanpa sapi, tanpa kerbau, belasan tahun telah disaksikan
sebangsaku. Dan masih juga ada keheranan dalam hati mereka sampai sekarang! Betawi-
Surabaya, telah dapat ditempuh dalam tiga hari. Diramalkan akan hanya seharmal, seharmal !
deretan gerbong sebesar rumah, penuh arang dan orang pula, ditarik oleh kekuatan air semata!
Kalau Stevenson pernah aku temui dalam hidupku akan aku persembahkan padanya karangan
bunga, sepenuhnya dari anggrek. (Bumi, hal.3)

Kutipan new di atas bukan tanpa rujukan. Berdasarkan rujukan sejarah, pada masa
peralihan abad ke-19 ke abad 20, perkembangan fotografi dan zincografi tumbuh dengan pesat.
Hasil dari fotografi dan zincografi digunakan pada masa kolonial untuk dokumentasi visible yang
menjadi bahan rujukan. Dengan adanya zincografi pada masa itu orang-orang yang berada jauh di
Eropa bisa melihat relif pada candi Borobudur, wajah sultan Jawa, keseharian di pedesaan, sawah,
hutan tropis dan lain sebagainya. Citra tentang Hindia-Belanda yang stereotype, menghiasi buku-
buku, majalah dan posterposter yang beredar di Eropa, menawarkan impian-impian yang menawan
bagi orang-orang Eropa untuk berkunjung ke Hindia.

Masyarakat pribumi di Hindia- Belanda saat itu pun merasa diuntungkan dengan
perkembangan ini. Banyaknya informasi diserap bukan hanya dari ruangruang sekolah yang masih
elit atau perpustakaan. Tetapi juga dari berbagai majalah, poster-poster, brosur, dan dari mana saja.
Perubahan sosial tercermin dalam keseharian masyarakat pribumi terutama di kota-kota besar.
Mereka tahu pakaian apa yang pantas tanpa harus didikte, mannequin rambut, sepatu dan lainnya.
Tak hanya itu, adanya perkembangan percetakan menyuguhkan banyak informasi tentang
perjuangan dari bangsabangsa lain yang berusaha merdeka dari kaum penjajahnya sehingga menjadi
sumber inspirasi masyarakat untuk mulai memimpikan terciptanya Hindia menjadi sebuah bangsa
yang mandiri dan merdeka.

Perkembangan kereta api di Hindia-Belanda seperti yang dipaparkan oleh Minke, juga
dapat ditelisik dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. diawali dengan pencangkulan pertama
pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet fan cave Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze
Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir.
J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas
jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Keberhasilan swasta, NV.
NISM membangun jalan KA antara Kemijen- Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari
1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 Km), mendorong minat investor untuk
membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan
rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi

10

one hundred ten km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun
1900 menjadi 3.338 km.

Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara
(1886), Sumatera Barat (1891), [[ ]] (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun
jalan KA sepanjang forty seven Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan
tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujung Pandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di
Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah
diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan
relKA. (http://jatidukuh.multiply.com/journal)

Dari sejarah perkeretaapian Indonesia penulis akhirnya mengetahui bahwa apa yang
diungkapkan oleh tokoh Minke bukan tanpa rujukan. Hal ini dikuatkan juga oleh adanya pernyataan
Minke tentang Stevenson yang dalam sejarah nyata tercatat sebagai penemu kereta api. Cerita Bumi
Manusia dimulai saat Robert Suurhof menantang dan mengajak Minke berkunjung ke Boerderij
Buitenzorg kediaman keluarga Mellema. Di sana mereka berkenalan dengan Robert Mellema,
Annelies Mellema, Nyai Ontosoroh dan Tuan Herman Melema. Minke menemukan permasalahan
kompleks di kediaman itu, ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Annelies gadis indo yang
sangat cantik, kekanakkanakan namun di usia belia mampu membantu ibunya mengelola dan
mengawasi kegiatan perusahaan keluarga.

Keheranan Minke juga tertuju pada hubungan Nyai Ontosoroh dan Robert Mellema. Nyai
Ontosoroh tak seperti Nyainyai pada umumnya yang biasanya bermoral rendah, Nyai Ontosoroh
tampak sangat agung penuh karisma, cerdas, terdidik, berwawasan, fasih berbahasa Belanda dan
berpola hidup layaknya wanita Eropa. Tetapi hubungan Nyai Ontosoroh dan putranya terjalin tidak
harmonis ada jurang rasial yang tertanam dalam benak Robert Mellema. Robert menganggap ibunya
tak lain hanyalah seorang pribumi yang repute sosialnya jauh lebih rendah dibanding dengan dirinya
yang berdarah Eropa. Pandangan Robert Mellema yang menganggap pribumi bersatatus sosial lebih
rendah juga tak terkecuali ia tujukan pada Minke. Saat berbincang di kamar bersama Minke, berkali-
kali ia menyayangkan fame Minke yang hanya seorang pribumi. Jurang rasial juga kental terasa
saat Herman Mellema tiba-tiba muncul dan menghardik Minke dengan kata-kata kasar.

“kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda
lantas jadi Eropa ? tetap monyet !” ( Bumi, hal.43).

Sikap rasial Robert Mellema dan Herman Mellema mencerminkan adanya jurang rasial pada masa
itu. Dalam catatan sejarah memang bangsa kolonial dalam hal ini adalah Belanda telah membuat
ordonansi yang dikeluarkan pada tahun 1854. Isi ordonansi itu adalah Belanda mengklaisfikasikan
penduduk yang mendiami bumi Hindia dan membagi-bagi kedudukan hukum penduduk Hindia
Belanda menjadi tiga kelompok, yaitu yang pertama kelompok orang Eropa termasuk di dalamnya
orang Indo Eropa, yang kedua kelompok Vreemde Oosterlingen atau Orang Timur Asing yang
terdiri dari orang Tionghoa, Arab dan orang Asia lainnya dan yang ketiga adalah kelompok Inlander
atau bumiputera.

Membaca tetralogi buru khususnya Bumi Manusia secara tak langsung membawa pembaca
ke dalam bumi manusia Hindia pada fase pergantian abad 19 ke abad 20 dimana Hindia dihuni oleh

11

beragam penduduk. Interaksi antar beragam penduduk itu, dalam Bumi Manusia dikemas dengan
sangat menarik. Ada banyak interaksi positif di antara bangsa-bangsa yang berbeda itu, tetapi ada
juga interaksi yang malah menjadi bahan konflik. Interaksi positif yang terjalin antar keragaman
manusia dapat kita temukan dalam Bumi Manusia. Hubungan persahabatan Minke dan Jean Marais
serta persahabatan Minke dengan keluarga de la Croix mencerminkan hubungan persahabatan yang
tulus saling mendukung dan menguatkan meskipun Minke seorang pribumi sedangkan Jeans dan
kelauarga De la Croix adalah keturunan Eropa. Interaksi positif juga terjadi antara adviser dan
murid, antara Minke dan Magda Peters, guru bahasa Belandanya. Hubungan antara dokter dengan
keluarga pasien seperti hubungan antara dokter Martinet dengan Nyai Ontosoroh dan Minke.
Namun hubungan yang paling menarik adalah hubungan antara Nyai Ontosoroh dan Tuan Herman
Mellema. Perubahan sosok Sanikem menjadi pribadi Nyai Ontosoroh yang luar biasa tak lain adalah
juga karena tangan dingin Herman Mellema yang bersikap mau mendidik dan memanusiakan
manusia.

Rasa dendam dan motivasi belajar Sanikem yang sangat besar tak disia-siakan oleh Herman
Mellema. Ia malah kian giat mengajari Sanikem hingga tumbuh menjadi wanita yang tangguh,
terampil dan terdidik. Selain interaksi positif ternyata keragaman manusia juga dapat menjadi
pemicu timbulnya konflik. Konflik-konflik itu antara lain konflik antara Nyai Ontosoroh dan Robert
Mellema, konflik antara Babah ah Tjong dan keluarga Mellema, konflik antara Meiko dan Robert
Mellema, dan konflik yang terhebat yaitu konflik antara Nyai Ontosoroh dan Ir. Maurits Mellema
yang pada akhirnya sekaligus menjurus pada konflik pribumi melawan hukum pengadilan Eropa.
Konflik Nyai Ontosoroh melawan Ir. Maurits Mellema memberikan gambaran bagaimana dulu
posisi pribumi yang selalu dirugikan. Peradilan Eropa ditegakan tak lain hanyalah untuk
kepentingan bangsa Eropa itu sendiri sehingga Minke dan Nyai Ontosoroh memilih pembelaan
dengan caranya sendiri yaitu dengan membentuk opini publik lewat jalur pers.

Selain penyajian tema dan konflik yang menarik Bumi Manusia banyak menyajikan data-data
yang faktual. Banyaknya karakter tokoh yang cerdas berwawasan, suka menulis dan berdiskusi seperti
tokoh Minke, Nyai Ontosoroh, Sarah dan Miriam de la Croix, membuat cerita Bumi Manusia pun kaya
akan wawasan. Dalam Bumi Manusia seringkali membahas beberapa novel dan pengarangnya.
Penyebutan nama novel dan pengarangnya itu pun bukan sekedar data fiksi. Seperti early Nyai Dasima
karya G. Francis yang terlihat oleh Annelies tengah dibaca oleh Nyai Ontosoroh. Nyai Dasima adalah
novel yang benar-benar ada dan dikarang oleh G. Francis. Juga keterangan yang menyatakan Nyai
Ontosoroh sangat mengagumi karyakarya Victor Hugo, siapakah Victor Hugo?

Apakah hanya sebuah nama fiksi? Bagi para pencinta sastra dunia pasti tidaklahasing pada
sosok Viktor Hugo. Viktor Hugo adalah salah satu penulis aliran romantisme pada abad ke-19 dan
sering dianggap sebagai salah satu penyair terbesar Perancis. Namun, penulis yang paling sering
dibicarakan dalam newborn ini adalah Multatuli (Eduard Douwes Dekker) dan karyanya Max
Havelaar. Max Havelaar karya agung Multatuli yang diagungkan oleh Magda Peters, Sarah, dan
Miriam de la Croix yang kemudian juga menjadi inspirasi bagi karir menulis Minke adalah juga
bukan tanpa rujukan. Siapapun yang pernah belajar sejarah pasti mengenal nama Eduard Douwes
Dekker dan karyanya Max Havelaar yang sangat berperan dalam sejarah proses kebangkitan bangsa.

12

Selain banyak menyebut beberapa nama penulis, dalam Bumi Manusia pun Minke sering
menyebutkan beberapa nama penemu yang kian memajukan peradaban dengan hasil penemuan
ilmiahnya. Seperti ulasan Minke di bagian awal novel tentang Stevenson penemu kereta api, lalu
Shiga penemu kuman disentri, Kitasato menemukan kuman pes, Benjamin Franklin penemu
penangkal petir dan penemuan obat aspirin oleh bangsa Jerman. Penulisan nama-mana di atas
bukanlah tanpa rujukan. Selain banyak mencatat tentang penemuan ilmiah yang kian memajukan
peradaban, Minke sering menyimak dan membuat catatan tentang perkembangan suatu negara,
perkembangan negara yang paling menarik perhatian Minke adalah Jepang.

Tulisan itu memperkaya catatanku tentang negri Jepang yang banyak dibicarakan dalam
bulan-bulan terakhir ini. Tak ada diantara teman sekolahku yang mempunyai perhatian pada negri
dan bangsa ini sekalipun barang dua kali pernah disinggung dalam diskusi sekolah. Teman-teman
menganggap bangsa ini terlalu rendah untuk dibicarakan. Secara selintas mereka
menyamaratakan dengan pelacur-pelacurnya yang memenuhi Kembang Jepun, warung-warung
kecil, restoran dan pangkas rambut, verkoper, dan kelontongnya yang sama sekali: tak dapat
mencerminkan suatu pabrik yang menantang ilmu dan pengetahuan moderen.

Dalam suatu diskusi sekolah, waktu guruku, tuan Lastendienst, mencoba menarik perhatian
para siswa, orang lebih banyak tinggal mengobrol pelan. Ia bilang ilmu Jepang juga mengalami
kebangkitan. Kitasato telah menemukan kuman pes, Shiga menemukan kuman disentri-dan dengan
demikian Jepang telah juga berjasa pada umat manusia. (Bumi, hal.121)

Itu sedikit kutipan dari catatan Minke tentang Jepang. Dengan adanya tulisan dari majalah
pemberian Robert, catatan Minke pun bertambah banyak.

Tentang kesibukan di Jepang untuk menentukan strategi pertahanannya. Aku tak banyak
mengerti tentang hal demikian. Justru karna hal itu aku catat. Paling tidak akan menjadi bahan
bermegah dalam diskusi sekolah.

Dikatakan adanya persaingan antara angkatan darat dengan Angkatan Laut Jepang. Kemudian
dipilih strategi maritim untuk pertahanannya. Angkatan Darat dengan tradisi samurainya yang
berabad merasa kurang senang.

Tulisan itu juga mengatakan: Jepang mencoba meniru Inggris diperairan. Dan
pengaranggya memperingatkan agar menghentikan ejekan terhadap bangsa itu sebagai monyet
peniru. Pada setiap awal pertumbuhan, katanya semua hanya meniru. Setiap kita semasa kanak-
kanak juga hanya meniru. Tapi kanak-kanak itu pun akan dewasa, mempunyai perkembangan
sendiri…. (Bumi, hal. 123).

Pada faktanya perkembangan Jepang setelah Restorasi Meiji memang mengalami kemajuan
yang pesat, tak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan maritim saja bahkan di bidang
pertumbuhan ekonomi dan militer pun Jepang jauh lebih unggul dibanding dengan bangsa-bangsa
Asia pada umumnya. Data tentang perkembangan Jepang dapat dilihat secara lebih rinci dalam
(http://www.Kanimaja.org/content/view/26/49.com)

13

Pusat perhatian Minke yang tak kalah menarik untuk dianalisis adalah isi diskusi dan surat
menyurat antara Minke dengan Sarah dan Miriam de la Croix tentang teori assosiasi Doktor Snouck
Hurgronje. Berikut ini adalah kutipan diskusi antara Minke dengan Sarah dan Miriam de la Croix :

“Pernah kau dengar tentang teori assosiasi ?” “juffrouw Miriam, kaulah sekarang guruku,”
jawabku mengelak cepat. “bukan, bukan guru,” tiba-tiba ia jadi rendah hati.” Sudah pada galibnya
ada pertukaran pikiran antara kaum terpelajar. Begitukan? jadi belum pernah dengar tentangnya?”
“belum” “baik. Teori itu berasal dari sarjana itu. Teori baru. Dia punya pikiran, kalau
percobaannya berhasil, pemerintah Hindia-Belanda bisa mulai memperaktekannya. Begitukan,
Sarah?” “tetuskan sendiri,” Sarah mengelak. “Yang dimaksudkan dengan assosiasi adalah
kerjasama berdasarkan serba Eropa antara para pembesar Eropa dengan kaum terpelajar pribumi.
Kalian yang sudah maju diajak memerintah negri ini bersama-sama. Jadi tanggung jawab tidak
dibebankan pada bangsa kulit putih saja. Dengan demikian tak perlu lagi ada jabatan kontroloir,
penghubung antara pemerintah Eropa dengan pemerintah pribumi. Bupati bisa langsung
berhubungan dengan pemerintahan putih. Kau mengerti”(Bumi, hal 159).

Dalam Bumi Manusia keluarga de la Croix sangat mengagumi teori assosiasi Doktor Snouck
Hurgronje. Keluarga yang sangat peduli pada nasib bangsa pribumi ini berharap bangsa pribumi bisa
bangkit tidak hanya melata dan terbungkuk-bunguk pada bangsa Eropa. Mereka sangat berharap kelak
Minke dapat menjadi perintis yang menjadi “gung” memimpin bangsanya untuk bangkit. Dalam catatan
sejarah Snouck Hurgronje dikenal sebagai penggagas teori assosiasi dan peletak dasar kebijakan Islam
Politik. Snouck Hurgronje menggagas teori assosiasi dengan tujuan agar melalui program ini, lapisan
pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi dalam artian berpendidikan Barat mampu menjadi pola
assosiasi (upaya mendekatkan pribumi dengan kebudayaan Belanda), untuk selanjutnya dapat menjadi
mitra dalam kehidupan sosial budaya. Tujuan Hurgronje menggas teori assosiasi sebenarnya adalah agar
dengan adanya assosiasi gejolak pan-Islam di bumi Hindia dapat diredam dengan cara halus.
(http://Dunia.pelajar.islam.id/?m:20080401) .

Dalam perkembangan sejarah, di antara bangsa Eropa sendiri ada beberapa yang membuat
kebijakan yang pada akhirnya mendukung terciptanya Indonesia, Hindia-Belanda yang merdeka.
Sebagai contoh yaitu politik licik Hurgronje yang pada akhirnya juga malah menguntungkan bangsa
pribumi. Selain itu, ada juga politik etis atau politik balas budi yang dicetuskan oleh C. wing Deventer
yang pada akhirnya menguntungkan pribumi karena dengan adanya politik etis putra-putra
bangsawan pribumi berkesempatan mengenyam pendidikan, pendidikan yang kemudian
mengantarkan para terpelajar pribumi itu untuk berpikir meraih kemerdekaan Hindia-Belanda.
Bahkan di negeri Belanda sendiri pada kisaran tahun 1894 tumbuh gerakan politik golongan radikal,
golongan liberal progresif yang menentang pemerasan kolonial di bumi Hindia-Belanda. Golongan
radikal di Belanda mendirikan Radikal Bond sesudah tahun 1900 radikal bond mengganti nama
menjadi Vrijzinnig Democratishe Bond (VDB).

Sedikit atau banyaknya peran serta bangsa Eropa terhadap terbentuknya kebangkitan bangsa
Indonesia, tak pernah dapat terwujud kebangkitan, jika bukan bangsa pribumi itu sendiri yang memulai
memperjuangkannya. Seperti yang mulai dilakukan oleh Minke dalam Bumi Manusia. Banyak faktor
yang tebukti berdasarkan fakta, tetapi ada juga data yang ternyata tidak sesuai dengan fakta. Data yang
tidak sesuai dengan fakta yaitu data tentang tanggal penobatan Ratu Wilhelmina dalam Bumi Manusia

14

tertulis bahwa Ratu Wilhelmina naik tahta pada tanggal 6 September 1898. Hal ini bertentangan
dengan fakta yang sesungguhnya. Fakta yang sesungguhnya Ratu Wilhelmina naik tahta pada tanggal
17 September 1898. Sedangkan tanggal 6 September adalah tanggal Ratu Juliana, putri dari Ratu
Wilhelmina naik tahta menggantikan ibunya. (http://Forum.wgaul.com/archive/thread/t-25958-Ratu-
Juliana-Mangkat)

Terdapatnya data yang tidak sesuai dengan fakta mengingatkan kembali penulis pada
popularity fiksi novel ini. Karena Bumi Manusia adalah new bukan buku sejarah maka tak dapat
dipersalahkan keabsahan datanya. Fakta-fakta yang ternyata benar sesuai dengan fakta pun dalam
new ini posisnya hanya sebagai pelengkap untuk meyakinkan pembaca dan bahkan tidak dapat
dipungkiri fresh Bumi Manusia memang telah berhasil menggabungkan unsur khayalan dan realitas,
menjadi suatu newborn yang menarik dan sarat akan nuansa mimetik.

D. Inti

 Bumi Manusia: Kritik dan Kondisi Sosial Masa Itu

Bumi Manusia merupakan novel semi-fiksi yang termasuk realisme-sosialis. Novel ini
dikatakan sebagai novel semi-fiksi karena tokoh utamanya, Minke, merupakan tokoh cerminan
pengalaman RM Tirto Adisuryo, seorang tokoh pergerakan pada zaman kolonial yang mendirikan
Sarekat Priyayi (organisasi nasional pertama). Lingkungan yang digambarkan pada novel ini adalah
Hindia Belanda pada awal abad ke-20 (Allen, 2004: 24). Pemilihan latar waktu tersebut sangat
membantu pembaca untuk lebih memahami dan mendapatkan isi yang terkandung dalam ceritanya.

Selain itu, ada juga cerita dalam buku ini yang diambil dari rekaman peristiwa yang terjadi
pada lingkup waktu tersebut, yakni saat Nyai Ontosoroh mengikuti pengadilan melawan suaminya
(kulit putih). Semua cerita rekaan memang mempunyai kemiripan dalam hidup ini karena bahannya
diambil dari berbagai pengalaman hidup (Sudjiman, 1988: 12). Latar sosial yang mencakup
penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara
hidup, bahasa, dan lain-lain yang terdapat dalam novel ini juga sangat membantu pembaca
mengikuti jalan cerita novel ini. Bagaimana pengarang berhasil menggambarkan semua itu dengan
cukup mendetail telah menunjang tersampaikannya amanat-amanat pengarang kepada pembaca.

Realitas sejarah dan kaitannya dengan realitas-realitas lain harus mampu ditunjukkan oleh
karya sastra realisme-sosialis (Kurniawan, 2002: 123). Penggambaran latar sosial yang baik
merupakan salah satu cara yang dapat membantu pengarang dalam menunjukkan realitas sejarah
dan kaitan-kaitannya dengan realitas lain. Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa latar sosial
dalam novel ini berperan sangat penting dalam penyampaian pesan pengarang kepada pembaca.

Kekaguman Pram terhadap ibunya menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh wanita kuat dalam
novel-novelnya. Ibunya selalu tegar menjalani hidup, bahkan ketika ia sudah hampir habis
digerogoti oleh penyakit. Pribadi tak ternilai yang dimiliki oleh ibunya ini adalah api yang menyala
begitu terang tanpa meninggalkan abu sedikit pun. Inilah yang dapat kita lihat melalui karakter Nyai
Ontosoroh. Pram menggambarkannya sebagai wanita pribumi yang luar biasa. Minke pun
menganggapnya lebih hebat dari wanita-wanita Eropa totok.

15

Dan inilah rupanya Nyai Ontosoroh yang banyak dibicarakan orang, buah bibir penduduk
Wonokromo dan Surabaya, Nyai penguasa Boerderij Buitenzorg. Aku masih terpesona melihat
seorang wanita Pribumi bukan saja bicara Belanda, begitu baik, lebih karena tidak mempunyai suatu
komplex terhadap tamu pria. Di mana lagi bisa ditemukan wanita semacam dia? Apa sekolahnya
dulu? Dan mengapa hanya seorang nyai, seorang gundik? Siapa pula yang telah mendidiknya bebas
seperti wanita Eropa? (Toer, 2005: 33-34)

Tokoh Nyai Ontosoroh dalam novel ini juga memainkan peran yang tak kalah pentingnya dari
Minke, tokoh utamanya sendiri. Melalui Nyai Ontosoroh, Pram juga ingin membuktikan bahwa
semua manusia di dunia ini sama. Tidak peduli apakah dia itu orang Eropa atau bukan, pria atau
wanita, nyonya atau nyai; semuanya mempunyai hak yang sama di dunia ini. Tidak ada alasan untuk
memandang seseorang dengan sebelah mata.

Dalam Bumi Manusia, Pram menggambarkan bagaimana seorang nyai yang dianggap bernilai
rendah kesusilaannya dan selalu menjadi bahan pergunjingan banyak orang, ternyata mempunyai
kualitas diri yang lebih baik dari semua wanita pribumi terpelajar dan terhormat pada saat itu.
Bahkan, jika nyai yang satu ini dibandingkan dengan para wanita Eropa totok, ia masih jauh lebih
baik.

Tokoh Minke juga merealisasikan keinginan Pram untuk menyamaratakan kedudukan semua
manusia tanpa pandang bulu. Minke yang berdarah biru malah berpendapat bahwa kebangsawanan
hanyalah warisan masa lalu yang hanya bisa merendahkan orang lain. Pada masa itu status
kebangsawanan seseorang sangatlah penting dan dijunjung tinggi. Tidak heran jika ada banyak
bangsawan yang tidak segan-segan memanfaatkan kebangsawanannya untuk kepentingan pribadi.
Biasanya, anak seorang bangsawan kelak ketika dewasa secara otomatis akan mendapatkan jabatan
penting di daerah tertentu. Minke tidaklah demikian. Ia tidak ingin hidup bergantung pada jabatan
dan kebangsawanan orang tuanya.

“Kau punya pergaulan bebas dengan Belanda. Ayahandamu tidak. Kau pasti jadi bupati kelak.”

“Tidak, Bunda, sahaya tidak ingin. Sahaya hanya ingin jadi manusia bebas, tidak diperintah, tidak
memerintah, Bunda. Kepriyayian bukan duniaku.” (Toer, 2005: 186 dan 190)

Kita juga dapat melihat bahwa budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sudah ada
sejak dahulu. Nepotisme terlihat jelas dalam Bumi Manusia. Minke yang anak seorang bupati sudah
digariskan akan menjadi bupati juga oleh ayahnya. Pram juga menggambarkan kondisi
pemerintahan kita pada saat itu. Ternyata KKN sudah mengakar kuat pada bangsa kita sejak zaman
dahulu.

Pram menggunakan latar Jawa dalam ceritanya karena, sebagai orang yang lahir dan dibesarkan
di Jawa, tentunya Pram juga sudah paham betul segala sesuatu yang berhubungan dengan Jawa.
Selain itu, segala kegiatan, baik politik maupun perekonomian, pada umumnya berpusat di Jawa.
Minke adalah seorang pemuda Jawa yang berpikiran modern dan sangat tidak menyukai kefeodalan
priyayi Jawa, apalagi ketika seseorang harus merendahkan diri jika sedang berhadapan dengan
orang besar.

16

Apa guna belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang Eropa, kalau akhirnya
toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali
buta huruf pula? Ya Allah, kau nenek moyang, kau, apa sebab kau ciptakan adat yang menghina
martabat turunanmu begini macam? Mengapa kau sampai hati mewariskan adat semacam ini?
(Toer, 2005: 179 dan 181)

Tak hanya harus merendahkan diri, orang-orang yang berstatus lebih rendah biasanya harus
menuruti segala keinginan orang-orang yang berstatus lebih tinggi dan membuat mereka senang.
Pram mengkritik sikap para pejabat pemerintah dan masyarakat yang pada saat itu menganut prinsip
“asal Bapak senang”.

Tidak hanya dalam instansi, dalam sistem kekeluargaan pun mereka harus mau tunduk dan
patuh terhadap apa pun yang telah diputuskan oleh orang-orang yang dituakan dalam keluarga itu.
Biasanya, mereka menganggapnya sebagai keputusan terbaik. Walaupun demikian, keputusan itu
bisa saja dibuat oleh yang dituakan untuk kepentingan pribadinya.

“Jangan sentuh ini! Siapa kasih kau hak membukanya? Tak mengerti kau kiranya, catatan begini
sangat pribadi sifatnya? Atau memang begitu macam latihan bagi calon ambtenar?”

“Dan begitu itu peradaban baru? Menghina? Menghina ambtenar? Kau sendiri bakal jadi
ambtenar.”

“Ambtenar? Orang yang kau hadapi ini tak perlu jadi.”

“Mari, aku antarkan pada Ayahanda, dan bilang kau sendiri padanya.” (Toer, 2005: 190-191)

Dari petikan percakapan Minke dengan abangnya di atas, dapat kita simpulkan bahwa orang
yang mempunyai posisi atau jabatan tertentu adalah seseorang yang harus diagungkan. Karena
posisinya sebagai yang lebih tua dalam keluarga, abang Minke merasa dapat melakukan apa pun
yang dia kehendaki terhadap Minke. Namun, Minke berpendapat lain. Menurutnya, ada satu sisi
dalam hidup kita yang tidak seharusnya diketahui oleh orang lain, bahkan oleh ibu kita sendiri.

“Dan abang, yang selalu menggunakan haknya sebagai anak yang terlahir dahulu…”

“Siapa pun melanggar hak-hak pribadi akan saya tentang, Bunda, jangankan hanya seorang
abang.” (Toer, 2005: 190 dan 192)

Dalam petikan di atas, terlihat betapa Pram ingin berkata bahwa setiap orang mempunyai hak
yang harus dihormati oleh orang lain. Itu berlaku bagi siapa saja, tidak memandang status, jabatan,
buku, bangsa, maupun jenis kelamin keduanya. Pada akhir novel ini Nyai Ontosoroh dan Minke
harus kehilangan orang yang mereka sayangi karena gagal melawan pengadilan kulit putih. Akan
tetapi, mereka telah berusaha keras melawannya. Kita dapat mengambil hikmah bahwa tidak semua
yang kita kehendaki dapat terwujud, sekalipun perjuangan kita sudah tak terkira lagi.

Tidak semua kemenangan harus ditandai dengan tercapainya sebuah cita-cita. Sebuah
perjuangan tidak hanya dilihat dari hasilnya, tapi juga dari prosesnya. Nyai Ontosoroh dan Minke
telah menang dalam kekalahan. Mereka telah mengupayakan semua yang terbaik dari diri mereka
walaupun pada akhirnya tujuan mereka tidak tercapai juga.

17

“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.” (Toer, 2005: 535)
Kalimat terakhir ini juga merupakan sebuah kritik yang disampaikan oleh Pram. Dia

mengkritik orang-orang yang hanya melihat perjuangan dari hasilnya saja, bahkan menghalalkan
segala cara untuk meraih tujuannya.
E. Penutup

Pada dasarnya, Pram menggambarkan ketidakadilan yang dialami oleh orang-orang tertentu
dalam novel ini. Salah satu caranya adalah dengan menggambarkan pelanggaran hak-hak maupun
pendiskreditan keberadaan mereka. Melalui Bumi Manusia, Pram ingin mengingatkan kita bahwa
semua orang mempunyai hak yang sama dan orang lain harus menghormati hak-hak tersebut tanpa
melihat status, jabatan, suku, bangsa, maupun jenis kelaminnya. Dengan kata lain, semua orang di
dunia ini sama dan tidak ada apa pun yang dapat membedakan mereka.

Pram juga ingin menyampaikan bagaimana sebuah perjuangan tidak hanya dilihat dari hasil
akhirnya. Proses perjuangan itu sendiri juga merupakan penentu keberhasilannya. Kemenangan
yang diraih dengan kecurangan tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kekalahan yang
disertai dengan perjuangan terhormat.

18

PENUTUP
Pada dasarnya karya sastra merupakan perpaduan antara unsur mimetik dan kreasi.
Peniruan dan kreativitas, khayalan dan realitas. Karya fiksi (novel) merupakan peniruan atau
pencerminan terhadap realitas kehidupan, sekaligus merupakan hasil kreativitas pengarang.
Dunia nyata dan dunia rekaan selalu saling berhubungan. Perpaduan antara fakta dan fiksi
dalam novel tak lain adalah teknik pengarang agar novelnya sesuai dengan harapan pembaca.
Novel harus mendekati kenyataan. Dunia novel yang disajikan oleh pengarang setidaknya
harus dikenal dan akrab dengan segi kenyataan pembaca. Setting, latar sejarah, nama tokoh dan
rangkaian peristiwa dalam Bumi Manusia merupakan data fakta yang menghiasi novel ini.
Tujuan terdapatnya fakta-fakta dalam novel tak lain adalah untuk menunjang unsur-unsur kisah
narasi dari fiksi itu sendiri.
Data-data yang diduga mengandung fakta dalam novel Bumi Manusia kebanyakan
memang benar fakta. Namun, rangkaian kisah tentang Minke dan Nyai Ontosoroh dan
sepakterjangnya dalam novel ini merupakan benang merah fiksi. Perpaduan fakta dan fiksi
dalam novel ini saling menunjang, saling menguatkan membentuk satu kesatuan narasi yang
utuh dan memukau.

19

Kritik Pendekatan Mimetik

Nilai Sosial Pada Puisi “Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya” karya W.S. Rendra

Oleh : Afni Syaukiyah
200211605298-B

[email protected]

Abstrak
Lahirnya kritik sastra telah melengkapi bidang studi sastra atau wilayah ilmu sastra menjadi teori
sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Sering orang mencampuradukkan ketiga bidang studi ini
padahal ketiganya mempunyai wilayah yang berbeda walaupun saling berhubungan, saling
menunjang, dan saling mengisi. Terdapat Kritik mimetik, Kritik mimetik adalah kritik yang
memandang karya sastra sebagai pencerminan kenyataan kehidupan manusia. Sastra merupakan
pencerminan atau penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan kritikus
sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya
sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu. Seperti puisi “surat kepada bunda:
tentang calon menantunya”Karya W.S. Rendra. Pengarang menuangkan karya bertemakan
perjuangan seorang anak untuk mendapatkan ridho Ibunya. Nilai sosial yang disampaikan yaitu
hendaknya kita mengatakan segala sesuatu dengan sejujur-jujurnya kepada Ibu sebagai orang tua
kita. Suatu realitas yang hampir hilang, tetapi pengarang mengingatkan kembali dan menunjukkan
masih adanya potret seorang anak yang masih membutuhkan kejujuran diri pada ibunya.
Kata kunci: kritik sastra, nilai sosial, kritik mimetik

Abstract
The birth of literary criticism has completed the field of literary studies or the area of literary
science into literary theory, literary history, and literary criticism. People often confuse these three
fields of study even though they have different areas although they are interconnected, mutually
supportive, and complementary. There is Mimetic Criticism, Mimetic Criticism is a criticism that
views literary works as a reflection of the reality of human life. Literature is a reflection or
depiction of the world of life. So that the criteria used by critics are the extent to which literary
works are able to describe the actual object. The clearer the literary work describes reality, the
better the literary work. Like the poem "letter to mother: about his future son-in-law" by W.S.
Rendra. The author presents a work with the theme of a child's struggle to get his mother's blessing.
The social value conveyed is that we should say everything honestly to Mother as our parents. A
reality that is almost lost, but the author recalls and shows that there is still a portrait of a child
who still needs to be honest with his mother.
Keywords: literary criticism, social values, mimetic criticism

20

PENDAHULUAN

Lahirnya kritik sastra telah melengkapi bidang studi sastra atau wilayah ilmu sastra
menjadi teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Sering orang mencampuradukkan ketiga
bidang studi ini padahal ketiganya mempunyai wilayah yang berbeda walaupun saling
berhubungan, saling menunjang,dan saling mengisi.

Teori sastra menelaah bidang yang membicarakan pengertian sastra, hakikat sastra,
kritik sastra, jenis dan gaya penulisan, dan teori penikmatan sastra. Sedangkan sejarah sastra
menyangkut studi yang berhubungan dengan penyusunan sejarah sastra yang menyangkut
masalah periodisasi dan perkembangan sastra. Kritik sastra merupakan bidang studi sastra yang
berhubungan dengan pertimbangan karya, yang membahas bernilai tidaknya sebuah karya
sastra. Seorang pembaca sastra dapat membuat kritik sastra yang baik apabila dia betul-betul
menaruh minat pada sastra, terlatih kepekaan citanya, dan mendalami serta menilai tinggi
pengalaman manusiawinya. Yang dimaksud dengan mendalami serta menilai tinggi
pengalaman manusiawi adalah menunjukan kerelaan psikologinya untuk menyelami dunia
karya sastra, kemampuan untuk membeda-bedakan pengalaman secara mendasar, dan
kejernihan budi untuk menentukan macam-macam nilai.

Masalah yang dikaji dalam kritik ini adalah apa pengertian Kritik Sastra dan Analisis Kritik
Sastra terhadap Puisi “Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya” Karya W.S. Rendra
Adapun tujuannya adalah mendeskripsikan pertimbangan baik buruknya suatu hasil karya sastra
yang berjudul “Surat Kepada Bunda : Tentang Calon Menantunya” Karya W.S. Rendra

21

PEMBAHASAN

A. Pembuka

Istilah kritik sastra yang pada zaman modern ini sangat populer, sebenarnya telah memiliki
sejarah yang amat panjang. Pengertian kritik sastra berkembang dari masa ke masa, namun
tetap tidak mengubah artinya. Istilah kritik berasal dari kata krites yang oleh orang-orang
Yunani Kuno dipergunakan untuk menyebut hakim, sebab kata benda ini berpangkal pada
krinein yang berarti menghakimi. Kemudian muncullah kata kritikos yang diartikan sebagai
hakim kesusastraan. Pengertian ini berlaku pada abad ke-4. Di dalam pustaka sastra Latin
klasik, istilah criticus jarang sekali dipakai. Dalam pemakaian yang sangat jarang itu, criticus
dipandang lebih tinggi daripada grammaticus. Tokoh-tokoh yang paling berjasa dalam
pembinaan istilah kritikos atau criticus sebagaimana lazimnya sekarang dipergunakan orang
dalam bahasa Inggris literary criticism adalah tokoh-tokoh pemuka kaum retorika
seperti‘Quntilianus dan filosof Aristoteles. Dalam abad pertengahan, istilah kritik tenggelam.
Pemakaiaannya cuma terbatas pada lingkungan kedokteran dalam arti krisis dan dalam
penggunaan penyakit kritis (critical illness). Tetapi dalam zaman Renaissance istilah kritik
muncul kembali dalam arti semulanya. Polizianus pada tahun 1492 mempergunakan istilah
criticus sebagai antitese daripada filosof, begitu juga istilah grammaticus.

Kritik sastra sebagai penilaian terhadap sebuah karya sastra tidak hanya menilai dari
bentuk, isi, dan makna, melainkan bagaimana proses pembuatan karya sastra dengan psikologi
pengarang yang menghasilkan sebuah karya. Tujuan psikologi dalam kritik sastra adalah untuk
menilai secara kritis melalui pemikiran-pemikiran yang jernih supaya dalam mengkritik dapat
secara logis dan akurat dalam tujuan sastra yang dikritiknya.

Kritik mimetik adalah kritik yang memandang karya sastra sebagai pencerminan kenyataan
kehidupan manusia. Menurut Abrams, kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai
tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan.
Sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan
objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah
karya sastra itu. Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang
menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.

B. Inti
 Analisis Kritik Sastra “Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya”

Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku

22

Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara Serta sangat menyayangiku

Terpupuslah sudah masa-masa sepiku
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
Hatimu yang baik itu
Yang selalu mencintaiku
Karena kapal yang berlayar
Telah berlabuh dan ditambatkan
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan

Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah lepaskan

Dan berganti dengan sandal rumah Yang tenteram, jinak, sederhana

Mama
Burung dara yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah menemui jodohnya Ia telah meninggalkan sarang yang kau buatkan
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya

Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku

Janganlah kau cemburu
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti Pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi

Begitu kata alam, begitu kau mengerti
Bagai dulu bundamu melepas kau
Kawin dengan ayahku. Dan bagai
Bunda ayahku melepaskannya

Untuk mengawinimu Tentu sangatlah berat Tapi itu harus,
mama!

Dan akhirnya tak kan begitu berat
Apabila telah dimengerti
Apabila telah disadari

Hari sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu

23

Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata ;’anakku!’

Bila malam telah datang
Kisahkan padanya

Riwayat para leluhur kita
Yang ternama dan perkasa
Dan biarkan ia nanti Tidur disampingmu

Ia pun anakmu
Sekali waktu nanti
Ia akan melahirkan cucu-cucumu
Mereka sehat-sehat dan lucu-lucu
Dan kepada mereka
Ibunya akan bercerita
Riwayat yang baik tentang nenek mereka
Bunda bapak mereka

Ciuman abadi
Dari anak lelakimu yang jauh

Willy

1. Tipografi (penyusunan baris dan bait dalam puisi)
Berdasarkan jenis tipografinya, puisi diatas termasuk jenis puisi dengan tipografi teratur

dengan jumlah baris dan bait yang tidak sama. Alasannya, pada puisi tersebut pengarang masih
menggunakan persamaan bunyi atau rima, jumlah kata dan penyusunan kata meskipun baris
dan baitnya tidak sama.

2. Kata dan Diksi
Dalam puisi tersebut, pengarang lebih banyak menggunakan kata-kata yang sudah familier

dan mudah dipahami oleh pembaca meskipun ada juga beberapa kata yang mengalami
defamilier.

Sementara itu, diksi yang digunakan pengarang kebanyakan bermakna konotatif. Misalnya,
ia melukiskan kehidupannya dahulu dan berubah saat ia telah menemukan jodohnya dengan
“kapal yang berlayar yang telah berlabuh dan ditambatkan”. Ia juga melukiskan dirinya
sewaktu belum menemukan jodohnya dengan istilah “burung dara yang nakal”.

3. Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik

24

Bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi tersebut antara lain :

a) Perbandingan Contoh :
• Seseorang yang bagai kau
• Dan bagai Bunda ayahku melepaskannya
• Untuk mengawinimu
• Bagai dulu bundamu melepas kau

b) Metafora Contoh :
• Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tenteram, jinak, sederhana
• Burung dara yang nakal

c) Personifikasi Contoh :
• Terpupuslah sudah masa-masa sepiku
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
• Dan sepatu yang berat serta nakal

d) Hiperbola Contoh :
• Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
• Kini terbang dan telah menemui jodohnya

e) Repetisi
Contoh :
• Begitu kata alam, begitu kau mengerti
• Apabila telah dimengerti Apabila Telah Disadari

4. Rima, Aliterasi, Asonansi
Rima (persamaan bunyi akhir kata yang terdapat antar baris dalam satu bait, terdiri dari

rima awal, tengah, akhir). Rima dalam puisi diatas kebanyakan berupa rima akhir.

Contohnya pada bait pertama :
Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku

25

Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku

Bait tersebut rimanya abbab. Selanjutnya pada bait-bait berikutnya dan seterusnya juga
mempunyai rima akhir.

Aliterasi (persamaan bunyi konsonan pada satu baris puisi) Contoh:

Terpupulah sudah masa-masa sepiku
Telah berlabuh dan ditambatkan Asonansi (persamaan bunyi vokal pada satu baris puisi)
Contoh:

Mama yang tersayang
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya
Yang ternama dan perkasa

5 . Imaji (citra atau bayangan yang muncul dalam pikiran pembaca puisi)
Contoh:
Imaji penglihatan :
Karena kapal yang berlayar
Telah berlabuh dan ditambatkan
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Kini terbang menemui jodohnya
Bila malam telah datang Imaji pendengaran :
Dan panggillah ia dengan kata ; ’anakku!’
Kisahkan padanya
Riwayat para leluhur kita

Kenyataan hidup seseorang yang akan menikah dan calon istri/suami harus disetujui oleh
ibu kandung. Ini adalah pencerminan takdir seseorang yang akan menikah ketika berusia
dewasa. WS. Rendra sebagai pujangga ulung dan bahkan merupakan pengalaman sendiri dalam
menulis karya sastra yang diberi judul “ Surat Kepada Bunda :Tentang Calon Menantunya “

26

C. Penutup

Pengarang menuangkan karya bertemakan perjuangan seorang anak untuk mendapatkan
ridho Ibunya. Nilai sosial yang disampaikan yaitu hendaknya kita mengatakan segala-sesuatu
dengan sejujur-jujurnya kepada Ibu sebagai orang tua kita. Suatu realitas yang hampir hilang,
tetapi pengarang mengingatkan kembali dan menunjukkan masih adanya potret seorang anak
yang masih membutuhkan kejujuran diri pada ibunya.

Seperti pada bait :

Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau Jika memilih pendamping hidup pilihlah yang baik budi pekertinya.
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku

Seorang Ibu hendaknya mau memberikan restu ketika anaknya telah menemukan
jodohnya. Suatu pesan moral kepada orang tua yang sering terjadi permasalahan tidak
menyetujui pilihan anaknya.
….

Ibuku,

Aku telah menemukan jodohku

Janganlah kau cemburu

Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti

Pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi
Hendaklah seorang Ibu menyayangi menantunya seperti halnya ia menyayangi anak

kandungnya sendiri.
….

Dan akhirnya tak kan begitu berat
Apabila telah dimengerti
Apabila telah disadari
Hari sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu
Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata ;’anakku!’

27

Puisi di atas “SURAT KEPADA BUNDA: TENTANG CALON MENANTUNYA”
adalah sebuah rangakaian kata dari Rendra sebagai seorang anak yang telah menemukan pujaan
hatinya dan berusaha mengungkapkan niat tulus kepada sang bunda agar bersedia tuk merestui
dan menerima sang calon istri yang diidam-idamkan sejak lama.

Realitas sosial yang diungkapkan sangat lugas dan memberikan pengajaran kepada
pembacanya tentang bakti seorang anak pada ibunya. Sebagai bentuk respon positif atas
peristiwa banyaknya anak yang kehilangan nilai hormat pada ibunya.

Krtitik sastra sangat diperlukan oleh sebagian orang, dengan adanya kritik sastra maka
karya sastra para pengarang akan diketahui baik buruk kualitasnya. Terlebih masyarakat yang
mencintai karya sastra. Karya sastra diatas merupakan ungkapan pengarang terhadap keadaan
disekitarnya yang selalu berhubungan dengan anak, ibu dan calon menantu yang sangat
berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Diharapakan, muncullah kritikus sastra yang
handal dan selalu mengawal karya sastra di bumi nusantara.

28

PENUTUP
Pada dasarnya karya sastra merupakan perpaduan antara unsur mimetik dan kreasi.
Peniruan dan kreativitas, khayalan dan realitas. Karya fiksi (puisi) merupakan peniruan atau
pencerminan terhadap realitas kehidupan, sekaligus merupakan hasil kreativitas pengarang.
Dunia nyata dan dunia rekaan selalu saling berhubungan. Perpaduan antara fakta dan fiksi
dalam novel tak lain adalah teknik pengarang agar novelnya sesuai dengan harapan pembaca.
puisi harus mendekati kenyataan. Dunia pusis yang disajikan oleh pengarang setidaknya harus
dikenal dan akrab dengan segi kenyataan pembaca. Setting, latar kisah, kata dan rangkaian bait
dalam puisi “Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya merupakan ungkapan fakta
yang menghiasi novel ini. Tujuan terdapatnya fakta-fakta dalam novel tak lain adalah untuk
menunjang unsur-unsur kisah narasi dari fiksi itu sendiri.
Data-data yang diduga mengandung fakta dalam kebanyakan memang benar fakta.
Namun, rangkaian kisah Willy dan sepakterjangnya dalam puisi ini merupakan benang merah
fiksi. Perpaduan fakta dan fiksi dalam novel ini saling menunjang, saling menguatkan
membentuk satu kesatuan bait yang utuh dan memukau.

29

Kritik Pendekatan Mimetik

Latar Sebagai Pilar dalam Novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer

Oleh : Afni Syaukiyah
200211605298-B

[email protected]

Sebuah karya sastra seperti novel harus memiliki latar tempat terjadinya peristiwa atau adegan
dalam satu waktu baik latar tempat maupun latar waktu. Latar dalam fiksi bukan hanya sekadar
background saja, artinya bukan hanya menunjukan tempat dan kapan terjadinya. Menurut
Sumardjo dan Saini (1997:76) bahwa “dalam cerita modern setting telah digarap para penulis
menjadi unsur cerita yang penting. Ia terjalin erat dengan karakter, tema, dan suasana cerita”.
Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa
serta memiliki fungsi fisikal, untuk lebih jelasnya akan saya berikan kutipan.

“Orang-orang desa, ke kota berjalan kaki,tak masuk dalam perhatianku. Jalan raya batu kuning
itu lurus langsung ke Wonokromo. Rumah, ladang, sawah, pepohonan jalanan yang dikurung
dengan keranjang bambu, bagian-bagian hutan yang bermandikan sinar perak matari, semua,
semua berterbangan riang. Di kejauhan sana samar-samar nampak gunung-gemunung berdiri
tenag dalam keangkuhan, seperti petapa berbaring membatu.” (Bumi manusia;22)

Dari kutipan diatas kita bisa mengetahui bahwa si penulis ingin menjelaskan atau
menggambarkan tempat dalam kisah bumi manusia ini yang bernama Wonokromo bahwa
tempat ini masih sangat minim transportasi, tetapi keindahan alam yang digambarkan sang
penulis membuat si pembaca memvisualisasikannya menjadi tempat yang sangat indah, tenang,
dan sangat sempurna.

Setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita
menjadi logis, ia juga memiliki fungsi psikologis, sehingga setting pun mampu menuansanakan
makna tertentu yang menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Seperti kutipan
yang akan saya contohkan untuk memperjelas pengertian di atas.

“Orang menganggap rumahnya sebuah istana pribadi, sekali pun hanya dari kayu jati. Dari
kejauhan sudah nampak atap sirapnya dari kayu kelabu. Pintu dan jendela terbuka lebar. Tidak
seperti pada rumah suplesir Ahtjong. Berandanya tidak ada. Sebagai gantinya sebuah konsol
cukup luas dan lebar melindungi anaktangga kayu yang lebar pula, lebih lebar daripada pintu
depan.” (Bumi manusia;24)

“Mataku mulai menggerayangi ruang tamu yang luas itu: perabot, langit-langit, kandil-kandil
kristal yang bergelantungan, lampu-lampu gas gantung dengan kawat penyalur dari tembaga
entah di mana sentralnya, potret Sri Ratu Emma yang telah turun tahta terpasang pada pigura
kayu berat.” (Bumi manusia;27)

Dari kutipan di atas si penulis benar-benar ingin menggambarkan tempat yang menjadi latar
sebuah adegan dengan cara si tokoh yang bernama Minke menjelaskan rumah ini mulai dari

30

luar sampai ke hal-hal detail yang ada dalam rumah dengan tujuan penulis adalah agar bisa
menuansanakan makna tertentu yang menggerakan emosi atau aspek kejiwaan terhadap
pembacanya.

Suatu latar harus mudah dikenal kembali, dan juga harus dilukiskan dengan jelas dan mudah
diingat biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan geraknya serta
tindakannya. Dengan kata lain, kalau pembaca menerima latar itu sebagai suatu yang nyata,
maka dia lebih cenderung siap siaga menerima orang-orang yang berada dalam satu latar itu
serta tingkah laku dan gerak-geriknya. Untuk memperjelas pengertian diatas saya akan
memberikan kutipan yang bisa dijadikan contoh dari pengertian diatas.

“Kami memasuki ruang belakang yang lebih mewah lagi” (Bumi manusia;30)

Dari kutipan diatas kita sebagai pembaca bisa mengetahui bahwa dalam cerita ini terjadi
perpindahan latar tempat. Contohnya perpindahan latar tempat dari ruang tamu ke ruang
belakang.

“Juga di sini dinding seluruhnya terbuat dari kayu jati yang dipolitur coklat muda. Di pojokan
berdiri seperangkat mejamakan dengan enam kursi. Di dekatnya terdapat tangga naik loteng.
Di atasnya berdiri jambang bunga dari tembikar bikinan Eropa. Bunga-bungaan bersembulan
dari dalamnya dalam karangan serasi.” (Bumi manusia;31)

Dari kutipan di atas penggambaran tentang tempat berlangsungnya adegan dalam cerita ini
kembali terjadi secara detail, si penulis selalu menggambarkan sebuah latar tempat terjadinya
adegan dalam cerita novel bumi manusia ini dengan penggambaran yang detail terhadap si
pembacanya seperti kutipan di atas yang menerangkan ruangbelakang dari sebuah rumah
mewah yang bernama Boerderij Buitenzorg dengan segala properti yang ada di dalamnya dan
pembaca menerima latar itu sebagai suatu yang nyata.

Setting juga memiliki arti cerita yang berkaitan dengan masalah waktu, suasana, zaman,
kebiasaan dan sebagainya yang mendukung cerita fikisi. Di sini saya akan memberikan contoh
kutipan yang berkaitan dengan waktu atau zaman.

“Dan di Eropa sana, orang sudah mulai membikin mesin yang lebih kecil dengan tenaga lebih
besar, atau setidaknya sama dengan mesin uap” (Bumi manusia;13)

“Tenaga-tenaga alam mulai diubah manusia untuk diabdikan pada dirinya. Orang malah sudah
merancang akan terbang seperti gatotkaca,seperti Ikarus.” (Bumi manusia;13)

Dari kutipan di atas penggambaran tentang perkembangan zaman yang pada saat itu ada pada
akhir abad 19 dan awal abad 20 bahwa di eropa sudah mengalami perkembangan teknologi
yang sangat pesat bahkan di Eropa pada kutipan di atas sudah akan membuat yang sekarang
dinamakan pesawat terbang yang pada saat itu hanya bisa di bayangkan dengan orang yang
dapat terbang seperti gatot kaca.

Kenney (1966: 38) mengungkapkan tentang jenis latar,salah satunya adalah latar netral. Latar
netral adalah latar yang tidak terlalu diperhatikan oleh pengarang. Latar dalam bentuk ini hanya

31

sebagai tempat dan waktu kejadian saja, tidak lebih tidak kurang.seperti contoh yang saya
kutipkan berikut:

“Karper mulai memasuki daerah wonokromo” (Bumi manusia;24)

“Sebuah rumah bergaya Tiongkok berperalatan luas dan terpelihara rapih dengan pagar hidup.
Pintu dan jendela depan tertutup. Catnya serba merah. Tidak menarik perasaan keindahanku.”
(Bumi manusia;24)

“Barang seratus limapuluh meter di sebelah kiri rumahplesir itu nampak kosong tanpa rumah.
Kemudian menyusul rumah loteng dari kayu juga berperalatan luas. Dekat di belakang pagar
kayu terpasang papan nama besar dengan tulisan:Boerderij Buitenzorg.” (Bumi manusia;24)

Dari kutipan di atas kita bisa mengetahui bahwa si tokoh yang di dalam novel bumi manusia
ini bernama Minke sudah masuk ke tempat yang bernama Wonokromo yang dijelaskan Minke
terdapat rumah-rumah dan sang penulis ingin menggambarkan lingkungan yang menjadi latar
kisah ini dengan adanya rumah bergaya Tiongkok dengan serba ke cina-cinaanya dan disebelah
rumah bergaya Tiongkok ini pula digambarkan oleh si penulis terdapat sebuah perusahaan
pertanian yang bernama Boerderij Buitenzorg dengan segala penggambaran si penulis.

Selanjutnya saya akan menjelaskan tentang latar waktu. Latar waktu ialah waktu terjadinya
sebuah peristiwa dalam cerita. Latar waktu bisa berupa detik, menit, jam, jari, minggu, bulan,
tahun, dan seterusnya. Tetapi juga sangat mungkin pengarang tidak menentukan secara persis
tahun, tanggal atau hari terjadinya peristiwa, namun hanya menyebutkan saat Hari Raya, Natal,
tahun baru dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya saya akan memberikan sebuah kutipan dari
novelbumi manusia untuk memperjelas pengertian.

“7 september 1898. Hari jum’at Legi. Ini di Hindia. Di Nederland sana: 6 september 1898, hari
Kamis Kliwon – Para pelajar seakan gila merayakan penobatan ini:pertandingan, pertunjukan,
pameran keterampilan dan kebiasaan yang dipelajari orang dari Eropa-sepakbola,standen ,
kasti.” (Bumi manusia;18)

Dari kutipan di atas kita bisa mengartikan kutipan di atas bahwa para pelajar sedang merayakan
pesta olahraga seperti sepak bola, standen, dan kasti. Dan kutipan di atas bisa mewakili latar
waktu yang di cantumkan secara spesifikasi waktunya seperti tanggal, bulan, tahunnya.

Kurang lengkap apabila latar alat tidak saya bahas, selanjutnya adalah latar alat. Latar alat ialah
benda-benda yang digunakan tokoh dalam sebuah cerita dan berhubungan dengan suatu
lingkungan kehidupan tertentu. Seperti laptop, pena, buku tulis dan lain-lain yang termasuk
alat pelajar, atau seperti kuda, karper dan lain-lain yang digunakan orang sebagai alat
transportasi. Untuk lebih jelasnya saya akan memberi contoh sebuah kutipan dari novel bumi
manusia.

“Sebuah dokar model baru, karper, telah menunggu di pintu gerbang. Kami naik; kuda mulai
bergerak; kusir seorang Jawa tua.”

32

Dari kutipan diatas kita bisa mengetahui alat transportasi pada saat itu adalah sebuah karper
yang termasuk sebagai latar alat.
Kesimpulan
Sebenarnya masih banyak yang harus saya jelaskan penilaian kritik esai mengenai setting atau
latar ini, tetapi jika diambil kesimpulan tentang setting atau latar ini adalah latar peristiwa
dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal
dengan segala aspek yang termasuk kedalam setting atau latar seperti jenis-jenis latar, dan
fungsi fungsi latar.

33

Kritik Sosial dalam Esai (Puisi)

Kritik Sosial Kepada Pemerintah dalam Puisi “Aborsi di Pelippis” karya Syuman Saeha

Oleh : Afni Syaukiyah
200211605298-B

[email protected]

PEMBAHASAN

Esai dalam puisi sebagai genre baru dalam khazanah sastra di Indonesia umumnya mengangkat isu-
isu sosial sebagai tema, begitupun juga puisi esai ini. Puisi esai “Aborsi di Palippis” merupakan
puisi esai yang terinspirasi dari kisah nyata rencana pembangunan tanggul penahan ombak di pantai
Palippis pada awal tahun 2017 silam. Peristiwa ini turut memengaruhi sosial budaya di sekitar
Balanipa kala itu dengan adanya pihak masyarakat yang menyatakan berada di pihak pro maupun
kontra terhadap keputusan pemerintah ini.

Pemerintah dianggap sebagai pihak yang paling bertangggung jawab atas segala kritik sosial yang
ada dalam Esai dalam puisi “Aborsi di Palippis” dikarenakan oleh pemerintah merupakan pembuat
kebijakan itu sendiri dan kontraktor selaku eksekutor atas proyek pembangunan tanggul di Palippis
telah mendapat persetujuan dari pihak pemerintah terkait. Selain menyangkut hal kebijakan dapat
diketahui bahwa pemerintah menunjukkan ketidakonsistenan terhadap keputusan yang telah dibuat
sebelumnya seperti pelestarian ‘sande’ dan pelestarian ekosistem penyu. Terhadap peristiwa ini
Ridwan Alimuddin dalam suatu kesempatan menyebut pembangunan tanggul sebagai bencana
ekologis terbesar yang sengaja dilakukan oleh pemerintah.

Kritik sosial yang dilontarkan dalam karya sastra mencakup hubungan manusia dengan manusia
lain salah satunya adalah dengan kelompok penguasa. Penguasa kerap menjadi sasaran pada karya
sastra yang memuat kritik sosial. Selain penguasa kritik sosial pada karya sastra juga lumrah
ditujukan kepada golongan masyarakat tertentu maupun masyarakat sipil. Pada kritik sosial yang
telah dianalisis dalam puisi esai “Aborsi di Palippis” maka didapati ada tiga pihak yang menjadi
target kritik sosial penyair yaitu pemerintah, kontraktor dan masyarakat. Pemerintah menjadi pihak
yang paling bertanggung jawab atas segala kritik sosial yang ada. Penyair berusaha menunjukkan
betapa buruknya pendekatan pemerintah ke masyarakat, terjadi komunikasi yang kurang baik
hingga pemerintah lewat kebijakannya tidak bisa membuat masyarakat merasa senang.

Berlatarkan peristiwa rencana pemabangunan tanggul beton di Pantai Palippis pada awal 2017.
Sebagai penyair yang meluapkan keresahannya terhadap sesuatu hal yang terjadi di kampung
halamannya, dengan melayangkan protesnya lewat puisi sesuai yang menggambarkan dinamika
sosial atau dinamika karakter pelaku. Diperkuat dengan keberadaan catatan kaki dalam puisi.

34

Aborsi di Pelippis
(Saeha, 2018)

“sejak nelayan tak membuang candakula’ dari laut
hari terik memagari keluarga di rumah”
keluh gadis itu sekali lagi
gamang menatap hari yang membuntut
tapi satu dalam pasti
meski hanya menatap nelayan adalah pilihan ramah

“selama kail masih bergantung
jala dan pukat tercampakkan
pohon di pekarangan rumah tak bergerak tumbuh
tiang layar perahu oleh rayap-rayap leluasa singgah
satunya jalan mengisi suara para’ menyepiker
tiada lain ialah tanah kosong tak berpagar
untung Puang Daeng berdiri tegar
kata para nelayan gemetar

Bagaimana tidak berpikir sempit
Sekali mungkin pengalaman biasa
Tentu akan lain bila berturut-turut
Kejadian itulah sebenar sulit diterima

Merupa sama wajah Sabang Subik
Dan Galung Tulu juga turut dipancang
Pambusuang ternyata kembali dalam incaran
Pagar pantai rumah-rumah pangguung
Bagi nelayan ketiganya telah jadi pantai tanpa jangkau

waktu menjelma sangat cekatan
wajah Palippis dioles demikian caranya
disambutnya tamu dengan sopan
tangan terulur berjabat dalam senyum
sejak pantainya tidur di ranjang wisata
meski berbagai soal turut mengunjung
orang datang lepas letih lengkap biaya

“sejak aku diperkosa tuan tempat mengabdi
hingga ramai-ramai menyetubuhi tubuhku
dua tiga bulan ini aku dibuntuti ngidam penyu
telurnya sekali telan aku pun aborsi”
kata gadis itu sambil merintih

35

ISI

Kritik ketidakmampuan pemerintah membangun relasi yang baik dengan masyarakat nelayan

Pada dasarnya, secara tersirat penyair menyampaikan kritiknya kepada pihak pemerintah dalam
puisi “Aborsi di Palippis”. Secara garis besar kritik itu didasari pada ketidakmampuan
pemerintah dalam membangun relasi yang baik dengan pihak nelayan sekitar Palippis.
Pembangunan tanggul bagi pemerintah terkesan menjadi satu-satunya solusi mencegah warga
pesisir dari ancaman ombak di sekitar pantai Palippis. Alih alih menunjukkan kepedulian, sisi
lain pembangunan tanggul justru dirasa memberatkan para nelayan mulai dari manakah tempat
perahu menepi hingga ancaman kacaunya ekosistem penyu jika pembangunan tanggul berlanjut.

Sebelum berlanjut ke analisis puisi “Aborsi di Pelippis” tentunya ada puisi perbandingan yang
akan menentukan tema yang sama yakni, kontroversi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah,
yaitu puisi dari Wiji Thukul yang pada dasarnya bukan seorang sastrawan melainkan seorang
aktivis Indonesia, kelahiran Solo.

PERINGATAN

Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.

(Wiji Thukul, 1986)

Dalam puisi ini wiji tukul menjelaskan bahwa banyak hal yang terjadi pada pihak pemerintahan
yang benar-benar merupakan sebuah ruang gelap bagi negeri. Saat rakyat acuh dan tidak
mendengar pemerintah, dan ketika kebenaran tidak bisa diperoleh dimanapun. Kemelut itu akan

36

membawa Indonesia dalam keterpecah belahan, cerai-berai, dan tak memilki tujuan bernegara
lagi. Wiji Thukul dengan sangat berani menentang kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah pada masa orde baru dan Wiji tidak tanggung-tanggung untuk mengajak masyarakat
khususnya para buru untuk melakukan aksi agar mendapat hak asasi manusia.

Berdasarkan hasil perbandingan analisis, dalam puisi ini penulis ingin menyampaikan apa yang
dia rasakan menjadi warga negara, penulis ingin rakyat bersama pemerintah bersatu untuk
meperbaiki negeri ini,bukan saling tuduh ataupun saling mengkhianati satu sama lain, yang
diinginkan penulis adanya keselarasan antara pemerintah dengan rakyatnya, hal inilah yang
menjadi perbedaan dan kesinambungan karya dengan puisi “Aborsi di Pelippis”.

Puisi esai “Aborsi di Palippis” uniknya justru menyebut Puang Daengatau tuan tanah sebagai
pihak pelindung para nelayan. Mengutip catatan kaki puisi “Aborsi di Palippis”, Puang Daeng
merupakan sebutan atau gelar bangsawan Mandar karena banyak memiliki lahan baik kebun
maupun lahan perumahan atau perkampungan. Sebutan Puang Daeng tertera dalam bait berikut.

“sejak nelayan tak membuang candakula’ dari laut
hari terik memagari keluarga di rumah”
keluh gadis itu sekali lagi
gamang menatap hari yang membuntut
tapi satu dalam pasti
meski hanya menatap nelayan adalah pilihan ramah

“selama kail masih bergantung
jala dan pukat tercampakkan
pohon di pekarangan rumah tak bergerak tumbuh
tiang layar perahu oleh rayap-rayap leluasa singgah
satunya jalan mengisi suara para’ menyepiker
tiada lain ialah tanah kosong tak berpagar
untung Puang Daeng berdiri tegar
kata para nelayan gemetar

(Saeha, 2018)

Kritik terhadap ketidakcermatan pihak pemerintah mencari solusi untuk masyarakat pesisir pantai

Pemerintah Daerah Polewali Mandar hendak membangun tanggul penahan ombakdemi
mencegah parahnya abrasi yang terjadi di sekitar pesisir pantai Palippis. Pemerintah memilih
tanggul beton sebab lebih praktis dan seakan-akan membuat pembangunan tanggul beton
menjadi satu-satunya solusi tanpa mempertimbangkan dampak setelahnya.

Bagaimana tidak berpikir sempit
Sekali mungkin pengalaman biasa
Tentu akan lain bila berturut-turut
Kejadian itulah sebenar sulit diterima

(Saeha, 2018)

37

Penggalan bait di atas terletak pada babak /6/ aborsi.Analisis pada bait di atas menjelaskan
tentang penolakan pembangunan tanggul secara berturut-turut oleh pihak nelayan setempatjustru
tidak kunjung mendapat tanggapan dari pihak pemerintah.

Jadi ketika pembangunan tanggul beton di Palippis mengalami penolakan dari pihak nelayan
maka pihak pemerintah tidak lagi punya solusi lain untuk menangani abrasi di Palippis. Ancaman
abrasi masih menghantui bahkan hingga kini.

Kritik terhadap keputusan pemerintah melarikan proyek ke Palippis

Esai dalam puisi “Aborsi di Palippis”, pemerintah punya andil dalam mempermudah langkah
kontraktor yang berusaha melakukan apa saja agar pembangunan tanggul berhasil dilakukan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa rencana pembangunan tanggul di Palippis tercanangkan
akibat penolakan yang terjadi di Dusun Parappe Desa Pambusuang. Sesuai dengan apa yang
diutarakan penyair dalam penggalan puisi esainya.

Merupa sama wajah Sabang Subik
Dan Galung Tulu juga turut dipancang
Pambusuang ternyata kembali dalam incaran
Pagar pantai rumah-rumah pangguung
Bagi nelayan ketiganya telah jadi pantai tanpa jangkau

(Saeha, 2018)

Kritik terhadap ketidakonsistenan Pemerintah membuat Palippis menjadi objek wisata dan menjaga

pelestarian habitat penyu

Pantai Palippis mulai dikunjungi sebagai tempat wisata sejak tahun 2000an. Kemudian oleh

Dinas Pariwisata Kabupaten Polewali Mandar dibangun sebagai wisata bahari sekitar tahun 2002
dan 2003 sebagaimana yang dimuat dalam catatan kaki puisi esai “Aborsi di Palippis”. Hal ini
juga disebutkan dalam penggalan puisi esai “Aborsi di Palippis” sebagai berikut:

waktu menjelma sangat cekatan
wajah Palippis dioles demikian caranya
disambutnya tamu dengan sopan
tangan terulur berjabat dalam senyum
sejak pantainya tidur di ranjang wisata
meski berbagai soal turut mengunjung
orang datang lepas letih lengkap biaya

(Saeha, 2018)

Analisis pada kutipan puisi esai “Aborsi di Palippis” babak /3/ sampah yang terbuang bait ke 3
di atas menjelaskan bagaimana saat Pantai Palippis ditetapkan sebagai salah satu objek wisata di
Sulawesi Barat. Data ini diperkuat dengan dimuatnya pada perundang-undangan, keputusan ini
dimuat secara resmi dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Peraturan Daerah (PERDA) No. 8 tahun 2014 yang mendapat persetujuan dari pemerintah
setempat. Namun yang terjadi justru pihak pemerintah menyetujui rencana pembangunan tanggul

38

penahan ombak di pantai Palippis pada akhir Januari 2017 melupakan RIPPDA yang telah
disepakati. Bila berhasil dirampungkan, tanggul beton ini kelak akan berdiri di atas pasir putih
yang berpotensi mengurangi keindahan pantai. Belum lagi ancaman akan terganggunya
ekosistem penyu yang akan kesulitan bertelur bila ada tanggul. Perlindungan penyu ada dalam
Undang Undang dan pemerintah setempat kerap mengkampanyekan perlindungan penyu dengan
kegiatan simbolik berupa pelepasan tukik (anak penyu) pada kegiatan pariwisata bahari tertentu
di Polewali Mandar.

“sejak aku diperkosa tuan tempat mengabdi
hingga ramai-ramai menyetubuhi tubuhku
dua tiga bulan ini aku dibuntuti ngidam penyu
telurnya sekali telan aku pun aborsi”
kata gadis itu sambil merintih

(Saeha, 2018)

Analisis kutipan puisi esai “Aborsi di Palippis” di babak /6/ Aborsi tersebut, proses pemindahan
material dan keberadaan ekskavator mengorbankan beberapa telur penyu yang diketahui bertelur
di bibir pantai yang jauh dari gelombang air. Proses pembangunan tanggul telah mengancam
ekosistem penyu, hewan laut yang dilindungi dan tertera dalam Undang-Undang.

PENUTUP

Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak selaras dan tidak harmonis, ketika masalah-
masalah sosial tidak dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah kepada dampak-dampak dalam
masyarakat. “Aborsi di Palippis” mengungkap fenomena rencana pembangunan tanggul di pantai
Palippis. Kritik sosial yang ditunjukkan bertujuan untuk pihak pemerintah, perusahaan
kontraktor dan masyarakat di sekitar pantai. Dari keempat sasaran kritik sosial tersebut,
pemerintah dipandang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas keputusannya dalam
memberi izin kepada kontraktor dalam menjalankan proyek pembangunan tanggul beton di
Palippis.

Kritik sosial terhadap pihak pemerintah antara lain yakni kurang mampunya pemerintah menjalin
relasi yang baik dengan masyarakat nelayan. Selanjutnya kritik juga dilayangkan pada
ketidakcermatan pemerintah dalam mencari solusi atas abrasi yang turut melanda pantai Palippis.
Kritik lainnya berupa keputusan pemerintah memindahkan proyek yang ditolak di Dusun
Parappe Desa Pambusuang ke Palippis. Kritik terhadap pemerintah yang terakhir kritik terhadap
ketidakkonsistenan pemerintah membuat Palippis menjadi objek wisata dan menjaga pelestarian
habitat penyu.

39

Lampiran
Karya

40

Kerangka Kritik
Kritik Sosial Politik dalam novel “Bumi Manusia” di Zamannya

 Pembuka
1. Masalah yang dinilai
 Kesesuaian kisah dalam novel “Bumi Manusia” dengan kehidupan nyata
 Kesesuaian cerita dalam novel “Bumi Manusia” dengan kehidupan masa sekarang
 Latar belakang Kisah yang diungkapkan oleh Pengarang
2. Teori, pendekatan, metode-sosiologis, dan kriteria penilaian
 Teori mimetik, pendekatan mimetik, metode-sosiologis: analisis kutip, analisis rujuk,
kriteria penilaian: kesesuaian kisah dalam novel “Bumi Manusia” dalam kenyataan

 Inti
1. Rincian
 Kisah : Nasihat, Kontroversi, Sosial-Budaya, Sikap dalam bermasyarakat
2. Kutipan
 “Kau punya pergaulan bebas dengan Belanda. Ayahandamu tidak. Kau pasti jadi bupati
kelak.”
 “Tidak, Bunda, sahaya tidak ingin. Sahaya hanya ingin jadi manusia bebas, tidak
diperintah, tidak memerintah, Bunda. Kepriyayian bukan duniaku.” (Toer, 2005: 186
dan 190)
3. Interpretasi
 Pram berusaha untuk bertarung melawan sejarah karena dirinya tidak mau dilindas dan
dikuasai oleh sejarah. Dirinya bertarung dengan menggunakan tulisan tulisan yang
dituangkan dalam bentuk karya sastra. Tulisan tersebut diperjuangkan untuk melawan
segala bentuk tidak adilan yang ada di negara saat itu. Dirinya tidak ingin menjadi
Gabus yang hanya mengikuti ombak ketika sejarah tersebut mempermainkan bangsa.
Di dalam novel tersebut, Terdapat sosok tokoh bernama Minke. Minke merupakan
sosok kamuflase dari Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo. Nama tersebut
merupakan interpretasi dari sosok monyet hal tersebut memperlihatkan bahwa Belanda
meredakan dan juga menghina Indonesia dengan menyebut tokoh besar seperti Tirto
dengan sebutan hewan tersebut. Dirinya juga berharap bahwa ketika film ini nantinya
akan ditayangkan, maka sosok yang memerankan haruslah memiliki karakter yang
kuat.
4. Penilaian
 Novel menggunakan bahasa yang cukup tinggi sehingga pembaca harus berpikir keras
untuk memahami alur ceritanya. Berisi kejadian pada tahun 1898 sampai 1918 ini
mampu dikemas dengan baik oleh penulis. Hal ini tampak pada alur cerita dan konflik-
konflik yang dimunculkan. Ditambah lagi adanya pesan-pesan yang sangat bermanfaat
bagi pembaca.

41

 Penutup
1. Rangkuman
 Membahas konflik konflik monumental yang terdapat dalam novel
 Membahas kondisi sosial dengan latar waktu di akhir abad 10 hingga abad 20
 Kesimpulan dan hikmah yang terdapat dalam novel adalah menekankan arti penting
belajar dan memberikan pesan pesan yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat.
2. Pernyataan Umum dalam Novel
 Nilai Pendidikan Moral Pada novel Bumi Manusia ini nilai pendidikan moral sangat
terlihat saat Nyai Ontosoroh memperboleh kan Annelies dan Minke tidur satu ranjang
bahkan Nyai Ontosoroh menyelimuti mereka berdua padahal mereka belum terikat
pernikahan. Perbedaan pergaulan yang dilakukan bangsa Eropa dengan pergaulan
orang pribumi sangat jelas yaitu pada bangsa Eropa secara bebas melakukan hal yang
dilarang agama tanpa mendapatkan sangsi hukum. Sedangkan bangsa pribumi lebih
membatasi pergaulannya satu sama lain antara laki-laki dan perempuan.
 Dalam Novel Bumi Manusia ini nilai pendidikan religius yang dapat diambil yaitu
diajarkan untuk saling bertoleransi kepada sesama manusia dan menghormati
kepercayaan yang dianutnya.
 Nilai pendidikan sosial dalam novel Bumi Manusia ini mengajarkan untuk bersikap
sopan santun terhadap sesama bukan hanya dengan kalangan menengah keatas namun
kepada semuanya. Manusia hidupa di dunia tidak sendiri dan saling membutuhkan satu
dengan yang lainnya.

42

Kerangka Kritik
Kritik Sosial Politik dalam Puisi “Surat kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya”

 Pembuka
1. Masalah yang dinilai
 Kesesuaian syair dalam puisi “Surat kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya”
dengan kehidupan nyata
 Kesesuaian kata dalam puisi “Surat kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya”
dengan kehidupan masa sekarang
 Latar belakang Kisah yang diungkapkan oleh Pengarang
2. Teori, pendekatan, metode-sosiologis, dan kriteria penilaian
 Teori mimetik, pendekatan mimetik, metode-sosiologis: analisis bait, analisis
rujuk, kriteria penilaian: kesesuaian kisah dalam puisi “Surat kepada Bunda:
Tentang Calon Menantunya” dalam kehidupan

 Inti

1. Rincian

 Kisah : Nasihat, Kasih sayang, ungkapan perasaan, kebahagiaan

2. Bait Puisi

Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku

Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara

Serta sangat menyayangiku

3. Interpretasi

 Tema dalam puisi Surat Kepada Bunda ini adalah restu seorang ibu.
Rendra dalam puisi Surat Kepada Bunda mengisahkan kehidupan yang dialami
seorang anak laki-laki yang telah menemukan jodohnya dan meminta izin kepada
ibunya untuk menikahi kekasihnya serta agar ibunya dapat menyayangi menantunya
seperti menyayangi anaknya sendiri.

4. Penilaian

 Puisi ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca sehingga makna
yang terkandung mudah untuk ditelaah. Banyak amanat yang berarti jika diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, yang menggambarkan ungkapan hati seorang anak





43

 kepada sang ibu. Puisi ini sangat menyentuh hati, pembaca seakan dibimbing agar
lebih terbuka akan perasaan yang ingin ia utarakan.

 Karena dari segi bahasa puisi ini sangat mudah dipahami oleh pembaca, maka tidak
ada ketertarikan pembaca untuk mencari tau kiasan yang terkandung didalamnya,
sehingga pengetahuan para pembaca hanya sebatas memahami tanpa menalar.

 Penutup
1. Rangkuman
 Sebuah rangakaian kata dari Rendra sebagai seorang anak yang telah menemukan pujaan
hatinya dan berusaha mengungkapkan niat tulus kepada sang bunda agar bersedia tuk
merestui dan menerima sang calon istri yang diidam-idamkan sejak lama.
 Ini adalah pencerminan takdir seseorang yang akan menikah ketika berusia dewasa. WS.
Rendra sebagai pujangga ulung dan bahkan merupakan pengalaman sendiri dalam menulis
karya sastra yang diberi judul "Surat Kepada Bunda :Tentang Calon Menantunya"
2. Pernyataan Umum dalam Novel
 Nilai Sosial
Contohnya pada bait:
Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
 Nilai Budaya
Contoh pada bait:
Begitu kata alam
Begitu kau mengerti
Bagai dulu bundamu melepas kau
Kawin dengan ayahku. Dan bagai
Bunda ayahku melepaskannya
Untuk mengawinimu
Tentu sangatlah berat
Tetapi itu harus. Mama!
Dan akhirnya tak akan begitu berat

44

Kerangka Kritik Esai
Tiga Pilar Unsur Intrinsik dalam novel “Bumi Manusia”

 Pembuka
1. Masalah yang dinilai
 Kesesuaian unsur intrinsik (latar) dalam novel “Bumi Manusia” dengan kehidupan
nyata,
 Kesesuaian cerita dalam novel “Bumi Manusia” dengan kehidupan masa sekarang,
 Latar Kisah yang diungkapkan oleh Pengarang.
2. Teori, pendekatan, metode-intuitif, dan kriteria penilaian
 Teori mimetik, pendekatan mimetik, metode-intuitif: analisis kutip, analisis
rujuk, kriteria penilaian: kesesuaian kisah dalam novel “Bumi Manusia” dalam
kenyataan

 Inti

1. Rincian

 Kisah : Nasihat, Kontroversi, Sosial-Budaya, Sikap dalam bermasyarakat

2. Kutipan

 “Orang-orang desa, ke kota berjalan kaki,tak masuk dalam perhatianku. Jalan raya batu
kuning itu lurus langsung ke Wonokromo. Rumah, ladang, sawah, pepohonan jalanan
yang dikurung dengan keranjang bambu, bagian-bagian hutan yang bermandikan
sinar perak matari, semua, semua berterbangan riang. Di kejauhan sana samar-samar
nampak gunung-gemunung berdiri tenag dalam keangkuhan, seperti petapa berbaring
membatu.”(Bumi manusia;22)

 “Kami memasuki ruang belakang yang lebih mewah lagi”(Bumi manusia;30)
 “7 september 1898. Hari jum’at Legi. Ini di Hindia. Di Nederland sana: 6 september

1898, hari Kamis Kliwon – Para pelajar seakan gila merayakan penobatan
ini:pertandingan, pertunjukan, pameran keterampilan dan kebiasaan yang dipelajari
orang dari Eropa-sepakbola,standen , kasti.”(Bumi manusia;18)
 “Dan di Eropa sana, orang sudah mulai membikin mesin yang lebih kecil dengan tenaga
lebih besar, atau setidaknya sama dengan mesin uap”(Bumi manusia;13)

3. Interpretasi

 Sebuah karya sastra seperti novel harus memiliki latar tempat terjadinya peristiwa atau
adegan dalam satu waktu baik latar tempat maupun latar waktu. Latar dalam fiksi bukan
hanya sekadar background saja, artinya bukan hanya menunjukan tempat dan kapan
terjadinya. Menurut Sumardjo dan Saini (1997:76) bahwa “dalam cerita modern setting
telah digarap para penulis menjadi unsur cerita yang penting. Ia terjalin erat dengan
karakter, tema, dan suasana cerita”. Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi,
baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal,untuk lebih
jelasnya akan saya berikan kutipan untuk memperjelasnya.

45

4. Penilaian
 Novel menggunakan bahasa yang cukup tinggi sehingga pembaca harus berpikir keras
untuk memahami alur ceritanya. Berisi kejadian pada tahun 1898 sampai 1918 ini
mampu dikemas dengan baik oleh penulis. Hal ini tampak pada alur cerita dan konflik-
konflik yang dimunculkan. Ditambah lagi adanya pesan-pesan yang sangat bermanfaat
bagi pembaca.

 Penutup
1. Rangkuman
 Latar tempat : Wonokromo, dekat Surabaya, Jawa Timur.
 Latar waktu : Variasi
 Peristiwa : Perjalanan seorang tokoh bernama Minke.
2. Pernyataan Umum dalam Novel
 Buku ini bercerita tentang perjalanan seorang tokoh bernama Minke. Minke adalah
salah satu anak pribumi yang sekolah di HBS. Pada masa itu, yang dapat masuk ke
sekolah HBS adalah orang-orang keturunan Eropa. Minke adalah seorang pribumi yang
pandai, ia sangat pandai menulis.

46

Kerangka Kritik

Kritik Sosial dalam Puisi “Aborsi di Pelippis” karya Syuman Saeha

 Pembuka
1. Masalah yang dinilai
 Kesesuaian syair dalam puisi “Aborsi di Pelippis” dengan kehidupan nyata,
 Kesesuaian kata dalam puisi “Aborsi di Pelippis” dengan kehidupan masa sekarang
 Latar belakang Kisah yang diungkapkan oleh Pengarang.
2. Teori, pendekatan, metode-sosiologis, dan kriteria penilaian
 Teori sosiologis, pendekatan sosiologis, metode-analisis isi: analisis bait, analisis
rujuk,
kriteria penilaian: kesesuaian kisah dalam puisi “Aborsi di Pelippis” dalam
kehidupan.

 Inti

1. Rincian

 Tema, rasa, nada suasana, dan amanat.

2. Bait Puisi

“sejak nelayan tak membuang candakula’ dari laut
hari terik memagari keluarga di rumah”
keluh gadis itu sekali lagi
gamang menatap hari yang membuntut
tapi satu dalam pasti
meski hanya menatap nelayan adalah pilihan ramah

“selama kail masih bergantung
jala dan pukat tercampakkan
pohon di pekarangan rumah tak bergerak tumbuh
tiang layar perahu oleh rayap-rayap leluasa singgah
satunya jalan mengisi suara para’ menyepiker
tiada lain ialah tanah kosong tak berpagar
untung Puang Daeng berdiri tegar
kata para nelayan gemetar

(Saeha, 2018:103-104)

3. Interpretasi

 “Aborsi di Palippis” mengungkap fenomena rencana pembangunan tanggul di pantai
Palippis.

4. Penilaian

 Puisi ini menggunakan bahasa yang sangat menggunakan diksi sehingga sedikit sulit
dipahami oleh pembaca. Banyak amanat yang berarti jika diterapkan dalam kehidupan

47

sehari-hari, yang menggambarkan ungkapan hati seorang rakyat terhadap pemerintah.
Puisi ini sangat menyentuh hati, pembaca seakan dibimbing agar lebih terbuka akan
perasaan yang ingin ia utarakan.
 Karena dari segi bahasa puisi ini menggunakan banyak diksi, maka ada ketertarikan
pembaca untuk mencari tau kiasan yang terkandung didalamnya, sehingga
pengetahuan para pembaca bisa menalar dan kritis.
 Penutup
1. Rangkuman
 Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak selaras dan tidak harmonis, ketika
masalah-masalah sosial tidak dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah kepada
dampak-dampak dalam masyarakat.
 “Aborsi di Palippis” mengungkap fenomena rencana pembangunan tanggul di pantai
Palippis.
2. Pernyataan Umum dalam Novel
 Kritik ketidakmampuan pemerintah membangun relasi yang baik dengan masyarakat
nelayan,
 Kritik terhadap ketidakcermatan pemerinatah mencari solusi untuk masyarakat pesisir
pantai,
 Kritik terhadap keputusan pemerintah melarikan proyek ke Pelippis,
 Kritik terhadap ketidakkonsistenan pemerintah mempuat Pelippis menjadi objek
wisata dan menjaga pelestarian habitat penyu.

48

49

Allen, Pamela. Membaca dan Membaca Lagi. Magelang: Indonesiatera, 2004
Kurniawan, Eka. Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis. Yogyakarta: Jendela,
2002.
Moeljanto, D. S., Taufiq Ismail. Prahara Budaya Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk. Jakarta:
Mizan, 1995.
Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1988.
Toer, Ananta Pramoedya. Bumi Manusia. Jakarta: Lentera Dipantara, 2005
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineke Cipta.
Faiterate. 2012. Makalah Kritik Sastra. (http://faiterate.blogspot.com/2012/05/ makalah-kritik-
sastra.html), diunduh 14 Oktober 2021, pukul 12.00 WIB
Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hanum, Zulfa. 2005. Psikologi Kesusasteraan. Depok: Inti Prima Grapich.
Jaelani, Alfi. 2011. Makalah Kritik Sastra. (http://alfianjaelani.blogspot.com/2011/12/ makalah

kritik-sastra.html), diunduh 14 Oktober 2021, pukul 11.00 WIB.
K.S, Yudiono. 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.
Pos, Sigodang. 2011. Jenis-Jenis Kritik Sastra. (http://sigodangpos.blogspot.com/ 2011/09

/jenis-jenis-kritik-sastra-dan.html), diunduh 14 Oktober 2021, pukul 10.00 WIB.

50


Click to View FlipBook Version