1.2.A.6_KONEKSI ANTAR MATERI
REFLEKSI MODUL 1.1 DAN 1.2
Oleh: Puji Suswanto, S,Pd.
CGP angkatan 7, SMAN-1 Bukit Raya, Kab. Katingan
Tumbang kajamei, 19 November 2022
Tidak terasa sudah hampir satu bulan lamanya saya mengikuti program pendidikan guru penggerak angkatan 7 ini.
Diawali dengan pembukaan di tanggal 20 Oktober 2022, dilanjutkan dengan pre test pada keesokan harinya,
lokakarya orientasi, sampai kemudian berlanjut pada kegiatan inti pembelajaran yang terdapat dalam
paket-paket modul. Sampai dengan saat ini sudah dua modul yang saya pelajari, yaitu modul 1.1 tentang
Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, dan modul 1.2 tentang Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak.
Banyak momen-momen yang saya rasakan cukup menantang dan mencerahkan selama proses
pembelajaran kedua modul tersebut, baik itu tentang subtansi dari pembelajaran itu sendiri
maupun sisi-sisi teknis kaitannya dengan “perjuangan’ saya untuk dapat semaksimal
mungkin mengikuti seluruh rangkaian kegiatan tersebut dengan baik.
Secara subtansi, momen paling berkesan sekaligus mencerahkan dalam mempelajari
modul 1.1 dan 1.2 ini adalah ketika saya dituntut untuk kembali menjadi seorang pembelajar yang baik, mulai dari
membaca isi modul, menelaah, menganalisa, dan mengolahnya menjadi ide/gagasan yang kemudian harus saya tuangkan
baik dalam secara tulisan ataupun lisan melalui kegiatan yang sifatnya mandiri maupun yang bersifat kolaboratif dalam
ruang diskusi kelompok. Hal ini saya anggap menantang karena jujur saja saya akui bahwa selama ini saya terlanjur
menyamankan diri saya dalam zona ‘‘parkir” sebagai seorang guru, di mana jauh sekali dari kegiatan-kegiatan yang
mengaktivasi otak seperti dalam kegiatan kali ini. Dalam modul 1.1 saya menyimak video tentang pemikiran KHD serta
membaca dan memahami 2 tulisan yang merupakan karya KHD. Cukup berat terutama 2 tulisan karya KHD tersebut, mungkin
karena ditulis pada tahun 1937 dan 1956 sehingga seringkali saya harus berung-ulang membaca dan mencermati, serta
menariknya ke konteks zaman sekarang sehingga intinya dapat saya tangkap dan pahami. Ditambah lagi banyak istilah-istilah
Facts akademik yang ditulis dalam bahasa asalnya, Belanda, Inggris, maupun bahasa Jawa, membuat otak saya terus menerus dipacu
untuk menggunakan sistem berpikir lambat yang tentu saja menguras banyak energi. Sedangkan pada modul 1.2 saya mempelajari
konsep tentang bagaimana manusia itu dapat tergerak, bergerak, dan menggerakan. Hal ini bagi saya sangat menarik karena banyak
berkaitan dengan aspek psikologis manusia. Mulai dari bagaimana cara kerja otak, kebutuhan dasar manusia, motivasi intrinsik, dalam
pembentukan nilai-nilai dalam diri seseorang, serta bagaimana seharusnya guru berperan dalam lingkungannya sehingga mampu menumbuhkan
nilai-nilai positif dalam diri anak didiknya. Kedua modul tersebut sangat berkaitan yaitu bahwa pemahaman yang baik tentang aspek-aspek
psikologis akan semakin memantapkan paradigma dan cara pandang kita yang harus berpihak pada murid. Dan nilai-nilai yang harus kita miliki
serta peran yang harus kita jalankan sebagai guru penggerak semuanya bukanlah untuk pemuasan kepentingan diri sendiri, maupun pihak lain,
melainkan semata-mata untuk kepentingan pembelajaran murid.
Adapun sisi lain yang cukup berkesan yang dapat saya ceritakan adalah tentang sisi perjuangan yang harus saya lakukan
demi dapat mengikuti seluruh rangkaian tersebut dengan baik. Tentu ini bukan bermaksud untuk meng-
eksploitasi secara berlebihan segala kendala dan keterbatasan yang saya jumpai di daerah saya, karena saya
yakin rekan-rekan CGP yang lain pun pasti mempunyai kendala dan tantangannya masing-masing, di mana
pun mereka bertugas. Hanya saja bagi saya ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam proses
pembelajaran yang saya lakukan. Memang kebetulan sekolah tempat saya bertugas sekarang ini, SMAN-1
Bukit Raya, saat ini masih masuk dalam daerah kategori khusus. Akses transportasi dan komunikasi masih menjadi
kendala utama. Sebenarnya untuk masalah internet, di kampung sudah mulai ada yang membuka jasa layanan khusus internet
satelit (wifi-ubiqu), tetapi karena provider-nya bukan seperti pada umumnya, telkomsel misal, maka harga paket datanya relatif masih sangat
mahal, itu pun koneksinya belum cukup kencang dan stabil. Apabila ingin koneksi jaringan internet yang murah (telkomsel) dan lumayan stabil,
saya harus pergi ke sebuah camp milik perusahaan pengolahan kayu, PT. Sari Bumi Kusuma, yang jaraknya kurang lebih 10 km dari lokasi
tempat tugas saya. Saya sebut lumayan karena ini pun masih sangat rentan hilang, apalagi jika turun hujan ataupun gerimis. Perjalanan saya
tempuh melalui jalan tanah dengan kontur perbukitan yang sebenarnya cukup indah untuk dinikmati, jika cuaca bagus, tidak hujan. Namun apabila
musim hujan tentu akan lain ceritanya. Kaitannya dengan jaringan internet, memang ada saja kendala dan hambatan yang terjadi. Sebagai
contoh ketika dulu saya mengikuti kegiatan video conference pertama kali pada kegiatan diskusi ruang kolaborasi modul 1.1 pada tanggal 26
Oktober 2022, saya gagal mengikuti kegiatan dikarenakan signal tiba-tiba hilang mendekati waktu pelaksanaan akibat cuaca gerimis. Padahal
saya sudah mencoba standby di lokasi signal satu jam sebelum waktu mulai. Demikian pula pada kegiatan v-con elaborasi pemahaman modul
Feelings 1.2 pada tanggal 17 November 2022 kemarin, saya hanya dapat mengikuti bagian pendahuluannya saja, karena tiba-tiba hujan
deras dan signal langsung hilang. Kecewa, kesal, sedih, marah pasti ada. Namun apa hendak dikata, karena ada hal-hal teknis
yang itu berada luar wilayah jangkauan saya. Untungnya saya didampingi guru Pengajar Praktik saya, Ibu Gining Fustika Dewi,
yang membantu saya mengkomunikasikan kendala-kendala yang saya hadapi dengan fasilitator saya, Ibu Fathul Jannah. Syukurnya, mereka
berdua dapat memahami betul apa yang menjadi kendala dan permasalahan saya secara teknis. Hal ini tentu menjadi motivasi tersendiri bagi
saya agar tetap semangat, tidak mudah putus asa dan menyerah dengan keadaan, yang penting sudah berusaha secara maksimal.
Banyak hal yang saya dapatkan setelah saya mempelajari kedua modul tersebut. Terutama masalah cara berpikir
atau mindset saya mengenai pendidikan secara umum dan pembelajaran di kelas secara khusus. Dahulu saya berpikir
bahwa mengajar adalah semata-mata tuntutan pekerjaan yang merupakan konsekuensi saya sebagai seorang guru.
Lebih kepada masalah imbal balik antara hak dan kewajiban. Sebagai guru saya berkewajiban mengajarkan
pengetahuan kepada murid saya dan sebagai imbal baliknya saya pun berhak atas gaji yang saya terima. Tidak
sepenuhya salah memang, namun setelah mempelajari modul 1.1 dan 1.2 ini, saya sadar dan tercerahkan bahwa
makna mengajar/mendidik tidaklah sedangkal dan sepraktis itu. Guru bukanlah jenis profesi yang remeh-temeh melainkan
profesi sangat penting karena berhubungan langsung pembentukan karakter anak didik yang notabene adalah generasi penerus bangsa ini.
Oleh karena itu tentu saja diperlukan keterbukaan dalam diri saya untuk mau dengan tulus merubah dan memperbaiki sempitnya pola pikir saya
selama ini tentang makna pendidikan. Selain itu hal penting yang saya dapatkan dan rasakan setelah terlibat aktif dalam proses pembelajaran
ini adalah munculnya motivasi saya untuk senantiasa mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Mengutip kata-kata Albert Einstein, “Life is
like riding a bicycle. You must keep moving to keep your balance.” Ini saya maknai bahwa untuk dapat menjalankan peran kita
dalam hidup ini dengan baik kita tidak boleh berhenti belajar. Apalagi peran sebagai seorang guru, tentu dibutuhkan kemandirian Findings
untuk selalu belajar guna meningkatkan kemampuan diri yang muaranya, sekali lagi, semata-mata untuk kepentingan murid kita.
Selanjutnya tentu perlu ada upaya nyata dan konkret serta rutin yang saya lakukan mulai dari sekarang, walaupun itu sederhana, untuk
menguatkan nilai-nilai dan peran saya sebagai guru penggerak. Upaya itu misalnya dalam keseharian, saya harus berintegeritas, satu kesatuan
dalam kata dan perbuatan. Hal ini penting karena akan menjadi teladan bagi murid-murid saya dan ini sangat efektif dalam upaya menumbuhkan
karakter mereka. Keteladanan. Selain itu dalam keseharian saya juga harus mampu berkolaborasi dengan seluruh warga sekolah. Hal ini juga
penting karena visi misi sekolah tidak mungkin dapat saya wujudkan seorang diri. Selanjutnya tentu saya harus benar-benar merencakan dan
menyiapkan setiap pembelajaran yang akan saya lakukan dengan baik, karena seperti kata Benjamin Franklin, “Jika kita gagal merencanakan,
berarti sama saja kita sedang merencanakan kegagalan.” Hal lain yang dapat saya lakukan dari sekarang adalah aktif untuk mencari referensi
yang dapat memperkaya pengetahuan saya sebagai guru, apalagi di era sekarang ini dimana
perkembangan informasi berlangsung begitu cepat. Tentu sangat naif apabila saya sebagai guru yang
seharusnya menjadi contoh, tapi berwawasan sempit dan selalu ketinggalan informasi-informasi aktual
terutama yang berkaitan dengan pendidikan. Adapun yang tidak kalah penting ke depannya adalah
peran saya untuk mampu mewujudkan kepemimpinan murid (student agency).
Future Memposisikan diri dengan baik seperti esensi dalam semboyan tutwuri handayani.
Mennggali kompetensi yang ada di diri mereka dan mendorong rasa kepercayaan
dirinya sehingga mempunyai determinasi untuk meraih dan mewujudkan mimpi mereka.
Demikian pemaknaan yang dapat saya sampaikan setelah saya menjalani pembelajaran dari Modul 1.1 hingga Modul 1.2 ini. Tentu saja
banyak sisi-sisi subjektifnya karena saya tulis berdasarkan sudut pandang saya selaku calon guru penggerak. Namun setidaknya dari sini saya
belajar bahwa dalam setiap fakta peristiwa pasti memuat sisi sisi lain yang tidak bisa dipisahkan meliputi emosi, perasaan, maupun pengalaman
batin yang dapat kita jadikan motivasi dan pelajaran untuk perbaikan ke depannya.
***