The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Tuban adalah bumi wali, sebutan itu memang pantas disandang oleh Kabupaten Tuban. Mengapa demikian?...

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by HONGKONG PUSPENDAP, 2023-10-31 01:16:42

BEGEDHE BUYUT SANTRI (Menguak kisah makam ulama di Desa Kesamben)

Tuban adalah bumi wali, sebutan itu memang pantas disandang oleh Kabupaten Tuban. Mengapa demikian?...

SRI ANIK,S.Pd


BEGEDHE BUYUT SANTRI (Menguak kisah makam ulama di Desa Kesamben) Tuban adalah bumi wali, sebutan itu memang pantas disandang oleh Kabupaten Tuban. Mengapa demikian? Karena hampir setiap pelosok di Kabupaten Tuban pasti ada kisah peninggalan dari wali dan para ulama dalam penyebaran agama islam. Salah satunya yang ada di Desa Kesamben, Kecamatan Plumpang. Desa yang terdiri atas tiga pedukuhan yaitu Kesamben Timur,Kesamben Barat,dan Pesuruhan. Banyak industri rumah tangga yang ada di Desa Kesamben,salah satu industri rumah tangga yang terkenal adalah pembuatan dumbek. Dumbek adalah makanan khas yang berasal dari tepung dan gula jawa


serta dibungkus dengan daun siwalan. Di Kesamben,ada sebuah peninggalan sejarah yang perlu kita lestarikan walau seringkali tertuang dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara turun temurun dan disampaikan dari mulut ke mulut dan sulit dibuktikan kebenarannya. Asal muasal sebuah makam yang terletak di sebelah timur desa yang tepatnya ada di RT 01RW 01 Desa Kesamben Timur. Makam yang sederhana,tetapi menyimpan sejuta kisah tentang perjalanan seorang manusia yang banyak membantu kehidupan masyarakat.Alkisah,pada zaman dahulu ketika Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan, rakyat dan para prajurit tercerai berai. Namun semangat keprajuritan untuk mengayomi kawula alit tetap ada.


Diajaklah rakyat yang ditemuinya untuk mencari tempat yang aman. Sampailah mereka pada sebuah hutan yang banyak ditumbuhi pohon pelem. Hutan pelem berubah menjadi sebuah desa yang subur dan makmur dengan nama Desa Pelem. “Panen kita tahun ini melimpah,pakne…”. “Benar mbok,hasil panen kita melimpah berkat bimbingan Ki Juru Tani. Ia mantan prajurit, tidak hanya pandai memainkan tumbak tapi juga pintar olah tetanen ”. “Iya pakne …ia adalah panutan kawula alit seperti kita ini”. Kata Mbok Darmi dan suaminya.


Pada suatu hari Gunung Lai yang berada sebelah barat Desa Pelem Meletus. “Blemmmm…… byuuur…..tolong… tolong….” Muntahan batu dan lahar dari gunung lai menghantam Desa Pelem, seluruh warga berbondong-bondong menyelamatkan diri ke arah hutan sebelah tenggara yang banyak tumbuh pohon kepoh dan ke arah timur menuju hutan sambi. Mereka mengungsi mencari tempat yang aman. Tempat pengungsian yang banyak ditumbuhi pohon kepoh dinamakan Desa Kepohagung dan desa yang banyak ditumbuhi pohon kesambi dinamakan Desa Kesamben. Beberapa tahun kemudian datanglah seorang ulama dari Desa Muntilan Jawa Tengah.


Ia seorang ulama yang santun dan bijaksana yang diberi julukan Begede Buyut Santri. Begede Buyut Santri atau biasa disebut juga dengan nama Syekh Sulaiman merupakan salah satu tokoh yang memiliki pengaruh besar di Desa Kesamben Timur. Begede Buyut Santri merupakan tokoh penyebar agama Islam di desa tersebut. Ia adalah seorang ulama pada masa kerajaan Mataram dan berasal dari Desa Muntilan, Jawa Tengah dan menyebarkan agama Islam. Dengan berjalannya waktu dakwah Mbah Buyut Santri pun dapat diterima dan hasilnya banyak masyarakat Kesamben yang mengikuti ajaran agama Islam. Kemudian desa makin sejahtera dan tentram.


Perjuangan dan dakwah Begede Buyut Santri tidaklah sia-sia banyak penduduk yang mengikuti ajaran agama islam. Setiap petang terdengar tembang pujian pada Sang Pemilik alam semesta. Desa Kesamben menjadi desa yang aman,tentram,dan sentosa. Namun pada suatu hari penduduk yang semula sejahtera lahir batin diserang wabah penyakit menular. Begede Buyut Santri mengutus Cokriyo santrinya pergi Blitar menemui gurunya meminta penulak wabah atau dalam bahasa jawa di sebut dengan nama “ pagebluk”. Desa mengalami wabah yaitu “Sogok Petek Silit Mancur ” (yang sekarang dalam istilah kesehatan dinamakan muntaber),


jika orang terkena wabah tersebut badan akan terasa panas dan pada malam harinya meningal dunia. Wabah tersebut semakin meluas dan menyebar dengan cepat,maka sebagai seorang yang menjadi panutan Begedhe Buyut Santri mengutus seorang pande besi bernama Cokriyo untuk pergi ke Blitar menemui gurunya untuk meminta tumbal/ penolak balak guna mengatasi wabah tersebut. Berangkatlah Cokriyo ke Blitar. Sepulang dari Blitar Cokriyo menyerahkan dua pusaka yang bernama Treppan dan watusoko. Dan menyampaikan pesan bahwa masyakarat desa kesamben harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan.


Treppan berasal dari dua kosa kata yaitu “Trep ” yang berarti mancep dalam istilah Indonesia tertanam, dan yang kedua berasal dari kata “Pan ” yang berarti mapan, yang bertujuan siapapun yang menghuni wilayah Desa Kesamben akan hidup mapan sejahtera lahir maupun batin. Sedangkan Watusoko juga berasal dari dua kosa kata watu dan soko. Watu berarti batu dan soko berarti cagak/ tiang dengan tujuan agar banjir lahar tidak dapat masuk lagi ke Desa Kesamben. Ditanamlah dua pusaka tersebut di tempat yang berbeda, Treppan ditanam di tengah-tengah desa,sedangkan watusoko ditanam di pinggir desa.


Lalu warga desa bahu membahu melakukan kebersihan desa dan wabah pun hilang. Sebagai rasa Syukur kepada Allah maka Begede Buyut Santri berencana membangun sebuah masjid. Batu-batu putihpun dikumpulkan untuk membangun masjid, namun Begede Buyut Santri wafat sebelum masjid dibangun karena usia yang sudah tua. Bekas tempat yang semula direncanakan untuk mendirikan masjid dinamakan “ semigit” yang artinya masjid lokasinya di timur desa Kesamben. Sedangkan makam Begede Buyut Santri berada di pinggir desa Kesamben sebelah timur dengan sebutan “ cungkup ". Untuk mengenang keteladan Begede Buyut Santri, penduduk setiap tahunnya mengadakan


“ manganan ” berupa tahlilan dan Pegelaran Wayang Kulit Dengan Lakon Dewa Ruci. “ We lha dalah jagad dewa bathara, ngger Bima putraku mangertenana yen satemene manungsa iku kacipta dening gusti kang maha Agung yaiku gusti Allah. Warna abang,ireng,kuning lan putih iku sejatining hawa nafsu manungsa nalika ana ing alam ndanya. Yen sliramu kepingin oleh kasampurnaning urip pilihen warna kang nggambarake kaiklasan,kapatuhan,waspada lan eling yaiku werna putih”. “ Bahwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan dan warna merah,hitam,kuning,dan putih adalah simbol hawa nafsu manusia. Apabila manusia ingin kesempurnaan hidup harus ikhlas,patuh,waspada,dan selalu ingat dengan warna putih (bersih hati dan pikiran).


Sampai saat ini peninggalan Begedhe Buyut Santri yang masih bisa dilihat di Desa Kesamben adalah Watusoko yang kondisinya masih sama dari dulu sampai sekarang. Masyarakat sekitar pun tetap menjaga peninggalan tersebut hingga sekarang. Sedangkan Treppan menurut Mbah Heri dipendam dalam tanah dan tidak dapat dilihat oleh orang,tetapi lokasi di pendamnya treppan masih ada dan tetap di jaga oleh masyarakat. Makam Begedhe Buyut Santri, setiap malam Jumat juga sering didatangi peziarah dari luar desa. Demikian cerita tentang Begede Buyut Santri. Semoga dari cerita ini, membuat kita bisa selalu tolong menolong terhadap sesama dan selalu ingat serta berhati-hati


dalam setiap tindakan karena setelah kematian masih ada kehidupan TERIMA KASIH .


Click to View FlipBook Version