The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by vlc.indonesia.2020, 2022-05-30 07:35:34

MENDONGENG MELALUI SIMBOL EMOJI

SAMPUL DLL

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
Yang Maha Pemurah atas segala pertolongan-Nya
sehingga buku ini dapat diselesaikan. Buku ini dibuat
sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran
“Kegiatan Mendongeng Menggunakan Simbol Emoji
untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak”.

Sajian materi pada buku ini mengenai beberapa
teori tentang mendongeng dan pengimplementasiannya
dengan menggunakan simbol emoji sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan bahasa anak. Adapun acuan
indikator yakni berdasar pada Standar Kompetensi
Lulusan pada pendidikan anak usia dini yg Merupakan
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak,
sebagaimana yang tertera pada pasal 5 ayat 1 dalam
Peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 4 tahun
2022 tentang perubahan atas Peraturan pemerintah
Nomor 57 tahun 2021 tentang standar nasional
pendidikan dan selanjutnya standar kompetensi lulusan
atau STPPA tersebut dibahas tersendiri pada pasal 4
dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset

dan Teknologi republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022
Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pada Jenjang
Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang
Pendidikan Menengah. Semoga dengan hadirnya buku
ini dapat menjadi motivasi bagi segenap pembaca
khususnya guru PAUD untuk senantiasa berbuat dan
berkarya terus demi kemajuan pendidikan anak usia dini.

Penyusunan buku pedoman guru ini penulis
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
terima kasih penulis ucapkan dengan tulus dan sedalam-
dalamnya kepada Bapak Pembimbing yakni :
1. Prof. Dr. Ismail Tolla,M.Pd.
2. Dr. Muhammad Yusri Bachtiar,M.Pd.

Penulis menyadari bahwa buku ini memiliki
keterbatasan sehingga tidak menutup kemungkinan
terdapat banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati, penulis menghaturkan terima kasih
yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-
tingginya semoga segala bantuannya bernilai ibadah.

Makassar, Maret 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................1
B. Tujuan Penulisan.......................................................5
BAB II KONSEPTUAL
A. Konsep Perkembangan Bahasa……………….…….6
B. Mendongeng……………………………………....10
C. Emoji……………………………………………....18
D. Materi……………………………………………...22

BAB III
KEGIATAN MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN
SIMBOL EMOJI

A. Syarat dan Persiapan Kegiatan Mendongeng……..22
B. Langkah-Langkah Kegiatan Mendongeng

dengan Menggunakan Simbol Emoji…………… .26
C. Spesifikasi Simbol Emoji…………………………29
D. Contoh Penerapan Kegiatan Mendongeng

dengan Menggunakan Simbol Emoji…………… 30
E. Penilaian……………………………………….….44
BAB IV PENUTUP…………………………………..47
DAFTAR PUSTAKA………………………………...48

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia dini merupakan individu yang
berbeda, unik, dan memiliki karakteristik tersendiri
sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0-6
tahun) merupakan masa keemasan (golden age) di mana
stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting
untuk tugas perkembangan selanjutya. Sehingga pada
hakikatnya anak adalah makhluk individu yang
membangun sendiri pengetahuannya. Anak lahir dengan
membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuh
kembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan
kondisi yang dapat merangsang kemunculan potensi
yang tersembunyi tersebut.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
pendidikan yang dilakukan sebelum memasuki
pendidikan dasar. Satuan atau program PAUD adalah
layanan PAUD yang dilaksanakan pada suatu lembaga
pendidikan dalam bentuk Taman Kanak-Kanak

(TK)/Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA),
Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak
(TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 14 menyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.

Kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut pada
satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar tentunya
perlu disertai bekal yakni anak telah memenuhi standar
kompetensi kelulusan pada jenjang sebelumnya yakni
jenjang PAUD. Adapun yang dimaksud dengan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana yang tertera
dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2022 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar,

Dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Ketentuan
Umum Pasal 1 adalah: kriteria minimal tentang kesatuan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
menunjukkan capaian kemampuan peserta didik dari
hasil pembelajarannya pada akhir jenjang pendidikan.

Standar kompetensi lulusan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD), tertera dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2022 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan yakni pada
Pasal 5 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa: (1) Standar
kompetensi lulusan pada pendidikan anak usia dini
merupakan standar tingkat pencapaian perkembangan
anak usia dini. (2) Standar tingkat pencapaian
perkembangan anak usia dini sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) difokuskan pada aspek perkembangan
anak yang mencakup: (a) Nilai agama dan moral; (b)
Nilai Pancasila; (c) Fisik motori; (d) Kognitif; (e)
Bahasa; dan (f) Sosial emosional.

Berdasarkan seluruh aspek perkembangan
sebagaimana yang telah diuraikan, aspek perkembangan
yang akan dibahas dan diteliti dalam penelitian ini ialah

aspek perkembangan bahasa anak. Melalui kemampuan
bahasa anak akan berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang lain. Menurut Lestariningrum (2017)
bahasa merupakan salah satu aspek yang harus
dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini,
diarahkan agar anak mampu menggunakan dan
mengekspresikan pemikirannya dengan menggunakan
kata-kata yang tepat.

Pengembangan kemampuan bahasa pada anak
usia dini dilakukan dengan berbagai strategi ataupun
teknik pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran
yang efektif bagi anak yaitu melalui mendongeng.
Keterampilan guru dalam mendongeng sangat
dibutuhkan agar anak senang dan tujuan mendongeng
pun tercapai, jika guru dapat melakukan strategi
mendongeng dengan baik maka daya pikir dan imajinasi
anak akan terasah, menambah perbendaharaan kata, anak
akan memiliki nilai dan etika yang baik.

Penerapan mendongeng pada pembelajaran telah
banyak dimodifikasi dengan menggunakan berbagai
media/alat peraga untuk membatu menarik perhatian dan
minat anak. Salah satu modifikasi/pengembangan yang

dilakukan adalah dengan menggunakan simbol emoji.
Menurut Subakti (2019) emoji sebagai sebuah simbol
bergambar yang menyerupai suatu ekspresi (mimik)
wajah manusia, hewan, kegiatan, hari libur, cuaca, dan
lainnya. Emoji dapat menunjukan cara pesan
disampaikan. Melalui simbol emoji dalam kegiatan
mendongeng tersebut anak dapat mengekspresikan
secara verbal maupun non verbal bagaimana respon
sikap yang diberikan kepada peran tokoh masing-masing
dalam dongeng yang telah didengarkannya.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan yang diharapkan dari penulisan buku panduan

ini yakni sebagai berikut:
1. Membantu para guru dalam meningkatkan

pengetahuan tentang pengembangan mendongeng
menggunakan simbol emoji untuk meningkatkan
kemampuan bahasa anak.
2. Menyajikan kegiatan yang lebih efektif sebagai
upaya dalam mengembangkan kemampuan bahasa

BAB II
KONSEPTUAL

A. Konsep Perkembangan Bahasa
1. Pengertian Perkembangan Bahasa

Salah satu teori perkembangan bahasa yang
terkenal yakni teori nativis yang dipelopori oleh Noam
Chomsky. Menurut Parapat (2020) semua manusia pada
dasarnya memiliki kapasitas memperoleh bahasa, karena
adanya susunan kognitif yang memproses bahasa secara
berbeda-beda yang diperoleh dari rangsangan orang lain
serta sebagai adaptasi biologis untuk mengomunikasikan
informasi. Pada teori nativis juga dikatakan bahwa
individu dilahirkan dengan alat penguasaan bahasa dan
menemukan sendiri cara kerja bahasa tersebut, yang
artinya penguasaan bahasa anak bersifat alamiah.

Rahayu (2017) mengatakan bahwa bahasa pada
hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasaan
manusia secara teratur yang mempergunakan bunyi
sebagai alatnya. Dengan demikian,melalui bahasa, orang
dapat saling bertegur sapa, saling bertukar pikiran untuk
memenuhi kebutuhannya.

Selain itu menurut Ulfa (2019) bahwa dalam
kehidupan sehari-hari bahasa menjadi hal yang sangat
penting. Bahasa diperlukan untuk membaca, menulis,
berbicara dan mendengarkan orang lain. Dengan bahasa
seseorang mampu untuk mendeskripsikan peristiwa-
peristiwa yang telah terjadi di masa lalu dan untuk
merencanakan masa depan. Kemampuan berbahasa
berbeda dengan kemampuan berbicara. Bahasa
merupakan suatu sistem kata bahasa yang relatif rumit
dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan berbicara
merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata- kata.
Bahasa ada yang bersifat reseptif (diterima, dimengerti)
maupun ekpresif (dinyatakan). Bahasa adalah berbicara
dan menuliskan informasi untuk di komunikasikan pada
orang lain.

2. Indikator Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini
Acuan rujukan untuk Standar Tingkat Pencapaian

Perkembangan Anak adalah Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pada Pendidikan Anak Usia Dini,

Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan
Menengah yakni sebagai berikut:

Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun

Aspek Indikator

Perkembangan 1. Mampu menyimak

Bahasa 2. Memiliki kesadaran akan

pesan teks, alphabet,

fonemik

3. Memiliki kemampuan dasar

yang diperlukan untuk

menulis

4. Memahami instruksi

sederhana

5. Mampu mengutarakan

pertanyaan dan gagasannya

6. Mampu menggunakan

kemampuan bahasa untuk

bekerjasama

B. Mendongeng
1. Pengertian Mendongeng

Mendongeng sebagai salah satu kegiatan
pembelajaran yang sangat disenangi oleh anak. Selain
cerita yang disajikan menarik, dongeng juga sering
kali menggunakan media/alat praga seperti wayang,
boneka tangan, boneka jari dan sebagainya. Sehingga

hal tersebut menjadi daya tarik bagi anak
Menurut Fitroh (2016) dongeng merupakan

praktik budaya yang alamiah dan sangat baik diberikan
sejak anak-anak usia dini. Mendongeng atau bercerita
tentang “sesuatu”, bisa dilakukan dengan banyak cara
agar dongeng lebih menarik dan hidup, misalnya dengan
animasi suara melalui aplikasi teknologi informatika
atau bantuan alat peraga tradisional.

Selain itu, menurut Rukiyah (2018) dongeng
adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-
benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk
hiburan, meskipun kenyataannya banyak dongeng
yang melukiskan kebenaran, serta mengandung berbagai
pelajaran moral, atau sindiran. Dongeng mempunyai
kalimat pembukaan dan penutup yang bersifat klise.
Sedangkan menurut Nadia (2016) dongeng adalah kisah
khayalan atau tidak benar terjadi namun mempunyai
tujuan yang sama yakni menyampaikan pesan moral
yang terkandung dalam cerita yang dituturkan tanpa
berkesan menggurui atau memaksakan pendapat.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka
dapat disimpulkan bahwa mendongeng merupakan salah

satu aktivitas/penyajian pelajaran yang sangat menarik
buat anak usia dini yang dapat dilakukan dengan
menggunakan media/alat praga atau tidak. Selain itu,
dongeng dapat memberikan banyak pengaruh pada
anak yakni perkembangan kecerdasan, penanaman
karakter dan sebagainya.
2. Jenis-Jenis Mendongeng

Dongeng tidak hanya berkisah tentang manusia,
namun bisa kisah tentang binatang, tanaman, dan
sebagainya. Pada dasarnya semua yang ada di sekitar
kita dapat diangkat menjadi dongeng. Menarik tidaknya
dongeng tergantung dari kreativitas pendongeng.
Beberapa ahli menggolongkan jenis dongeng menjadi
beberapa kelompok. Salah satunya penggolongan jenis
dongeng oleh Zaitun dan Surya (2016) yang membagi
jenis dongeng ke dalam lima macam yakni:
1) Dongeng Anekdot/Lucu

Lucu artinya “menimbulkan tertawa”. Jadi
dongeng yang lucu adalah cerita yang berisikan
kejadian lucu yang terjadi. Cerita dalam dongeng lucu
dibuat untuk menyenangkan atau membuat tertawa
pendengar atau yang menceritakannya.

2) Fabel
Fabel sebagai dongeng tentang kehidupan

binatang yang diceritakan seperti kehidupan manusia
atau dongeng yang ditokohi oleh jenis binatang. Jadi
fabel merupakan cerita pendek/dongeng yang
memberikan moral dengan menggunakan binatang
sebagai tokohnya. Misalnya dongeng si kancil.
3) Legenda

Legenda adalah dongeng tentang kejadian alam
yang aneh dan ajaib atau cerita yang isinya tentang asal-
usul suatu daerah. Sehingga legenda dapat dikatakan
sebagai cerita dari zaman dahulu yang merupakan
kejadian yang berhubungan dengan suatu
tempat/peristiwa yang baik digunakan dalam
pendidikan dasar.
4) Sage

Sage adalah dongeng yang berisi kisah seorang
pahlawan gagah berani yang terdapat dalam sejarah.
Sage sebagai dongeng yang mengandung unsur sejarah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sage merupakan
cerita dongeng yang berhubungan dengan peristiwa atau
sosok pahlawan.

5) Mite
Mite merupakan cerita/dongeng yang

berhubungan dengan kepercayaan masyarakat setempat
tentang adanya makhluk atau dongeng yang berisi
tentang kehidupan makhluk ghaib, hantu, ataupun dewa-
dewi. Jadi mite merupakan cerita tentang kepercayaan
suatu masyarakat yang diyakini oleh masyarakat tetapi
tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Contohnya yaitu
tentang nyai roro kidul.
3. Tujuan Mendongeng Bagi Anak

Penerapan kegiatan mendongeng pada anak
memiliki beberapa tujuan menurut Wati (2019) yakni:
1) Tujuan Kecerdasan

Untuk meningkatkan kecerdasan linguistik anak-
anak yang mencakup: a) meningkatkan penguasaan
perbendaharaan kata; b) meningkatkan kemampuan
anak dalam menyimak dan berbicara; c) meningkatkan
kemampuan anak memahami cerita; dan melatih
kemampuan anak untuk mengekspresikan ide dan
perasaannya.
2) Tujuan Pemahaman

Tujuan pemahaman ini terkait dengan apa saja

informasi atau hal-hal dalam sebuah dongeng yang
ingin disampaikan pada anak-anak, baik informasi yang
berupa pengetahuan maupun nilai-nilai moral. Tujuan
pengetahuan terkait dengan peran dongeng dalam
meluaskan dan menambah ilmu pengetahuan pada anak.
3) Tujuan Kesenangan

Tujuan ini berkaitan dengan aspek rekreatif atau
hiburan yang disuguhkan pada anak-anak.
4. Manfaat Mendongeng

Dongeng ternyata merupakan salah satu cara
yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek
kognitif, bahasa, afektif (perasaan), sosial, dan aspek
konatif (penghayatan) anak-anak. Terdapat beberapa
manfaat yang dapat dipetik dari penerapan kegiatan
mendongeng, baik untuk anak maupun pendongengnya.
Menurut Rosidah (2016) manfaat mendongeng yakni:
1) Menumbuhkan sikap proaktif.

Anak akan terlatih untuk bersikap proaktif yang
akan terus dikembangkan dalam hidupnya, hal ini akan
membantu perkembangan dan pertumbuhan jiwa serta
kreativitas anak.

2) Mempererat hubungan anak dengan orang tua.
Saat mendongeng ada jalinan komunikasi yang

erat antara pendongeng (orang tua/guru) dengan anak.
Melalui kata-kata, belaian , pelukan, pandangan penuh
sayang, senyuman ekspresi, kepedulian, dan sebagainya.
Hal tersebut akan mempererat hubungan antara
pendongeng dengan anak. Dimana anak merasa
diperhatikan, disayang sehingga akan merasa lebih
dekat. Kedekatan akan membuat anak lebih nyaman,
aman, bahagia sehingga menciptakan situasi yang
kondusif bagi perkembangan fisik maupun psikisnya.
3) Menambah pengetahuan.

Cerita-cerita di dalam dongeng memberi
pengetahuan baru bagi anak. Cerita legenda terjadinya
suatu tempat misalnya akan memberi pengetahuan
tentang nama-nama tempat dan nama tokoh. Cerita
tentang binatangmengenalkan nama binatang.
4) Melatih daya konsentrasi

Dongeng sebagai sarana informasi dan
komunikasi yang digemari anak- anak melatih anak
dalam memusatkan perhatian untuk beberapa saat
terhadap objek tertentu. Saat kita mendongeng anak

memperhatikan kalimat-kalimat yang kita keluarkan,
gambar-gambar atau boneka di tangan kita. Saat itu
biasanya anak tidak mau diganggu ini menunjukkan
bahwa anak konsentrasimendengarkan dongeng.
5) Menambah perbendaharaan kata.

Saat mendongeng banyak kata-kata yang
digunakan, yang kemungkinanmerupakan kata baru bagi
seorang anak, dengan demikian perbendaharaan kata
anak akan bertambah. Semakin banyak dongeng yang
didengar semakin banyak pula kata-kata baru yang
diperkenalkan kepada anak.
6) Menumbuhkan minat baca.

Jika kita mendongeng dengan menggunakan
buku, berarti kita telah memperkenalkan benda bernama
buku kepada anak. Jika anak tertarik berarti kita telah
menanamkan rasa cinta kepada buku, rasa cinta pada
buku akan menumbuhkan minat baca pada anak.
7) Memicu daya berpikir kritis anak.

Seorang anak biasanya selalu bertanya tentang
hal-hal baru yang belum pernah mereka temui, ketika
mendengarkan dongeng yang belum pernah mereka
dengar mereka akan bertanya tentang hal baru tersebut

ini akan melatih anak untuk mengungkapkan apa yang
ada dalam pikirannya dan memicu anak berpikir kritis.
8) Merangsang imajinasi, fantasi, dan kreativitas anak.

Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar
terhadap sesuatu yang menarik. Rasa ingin tahu
tersebut dapat menumbuhkan daya imajinasi, fantasi
dan kreativitas anak. Dongeng-dongeng yang disajikan
dalam konteks olah logika dapat membangkitkan
kemampuan imajinasi, fantasi, serta kreativitas anak.
9) Memberi pelajaran tanpa terkesan menggurui

Pada saat mendengarkan dongeng anak dapat
menikmati cerita yang disampaikan sekaligus
memahami nilai yang terkandung dalam cerita dongeng
tanpa diberitahu secara langsung oleh pendongeng.
C. Emoji
1. Pengertian Emoji

Emoji sebagai salah satu icon yang sering kita
jumpai khususnya pada media elektronik android.
Emoji sering digunakan oleh seseorang sebagai
ungkapan perasaan dan ekspresi yang dialaminya.
menurut Mariyam (2021) yaitu emoticon merupakan
kombinasi kata antara “emotion” yang berarti emosi, dan

“icon” yang berarti gambar orang suci. Jadi, emoticon
merujuk pada sebuah simbol atau kombinasi dari simbol-
simbol yang mengekspresikan wajah manusia. Dengan
kata lain, emoticon adalah tulisan tipografi yang
merepresentasikan ekspresi wajah mulai dari tersenyum,
menangis, tertawa, sedih, marah, dan semacamnya.

Pendapat lain, menurut Subakti (2019) emoji
sebagai sebuah simbol bergambar yang menyerupai
suatu ekspresi (mimik) wajah manusia, hewan, kegiatan,
hari libur, kendaraan dan lainnya. Emoji dapat
menunjukan cara bagaimana pesan disampaikan. Ketika
disisipkan pada suatu kalimat maka emoji berfungsi
sebagai aspek kebahasaan yang menunjukan cara
bagaimana suatu pesan disampaikan. Berdasarkan
beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan
bahwa simbol emoji merupakan sebuah icon atau simbol
yang dapat mewakili sebuah karakter dan berfungsi
untuk mengekspresikan emosi dan ide dalam melakukan
komunikasi.
2. Fungsi Simbol Emoji

Penggunaan simbol emoji pada anak usia dini
selaras dengan konsep multiliterasi yang tidak hanya

berfokus pada konsep tradisional membaca, menulis,
berbicara, dan mendengarkan namun juga termasuk
simbol, logo dan sistem tanda baca. Menurut
Mariyam (2021) bahwa simbol emoji juga memiliki
beberapa fungsi yakni :
a) Pictogram: simbol yang mewakili benda-benda

konkrit
b) Ideogram: simbol yang mewakili konsep atau

gagasan mengenai sesuatu
c) Emoticon: simbol yang mewakili perasaan
d) Phatic expression: ungkapan untuk mengadakan

kontakantara komunikator dan komunikan.

Berdasarkan beberapa uraian fungsi dalam
mendongeng pada anak tersebut maka dapat dikatakan
bahwa penggunaan emoji dalam komunikasi dilakukan
berdasarkan maksud yang ditujukan, sehingga
penafsiran/persepsi terhadap emoji yang digunakan
sesuai yang diharapkan oleh komunikator.
3. Faktor-Faktor Penggunaan Simbol Emoji

Menurut Prabowo (2021) terdapat beberapa
faktor seseorang menggunakan emoji yakni :

a) Sifat struktural semantik
Agar dapat memahami emoji maka perlu

mengetahui apa makna dari emoji tersebut. Akan
tetapi seseorang memilih memberi karakter tersendiri
terhadap suatu emoji, karakter ini mengartikan emoji
dengan kata yang paling mirip maknanya. Kemiripan
antara emoji dan makna tersebut diukur secara semantik.
b) Mampu melengkapi kata-kata

Penggunaan emoji sebagai pelengkap dari suatu
kata-kata yang mampu menghindari kesalahan dalam
persepsi. Saat sebuah kata disebutkan dengan emoji
maka akan lebih mudah mempersepsikan dan
menginterpretasikan isi dari pesan.
c) Pesan yang sentimental

Pada umumnya seseorang lebih sering
menggunakan emoji dengan ekspresi sentimental. Hal
ini terjadi ketika seseorang harus menyampaikan pesan
yang sentimental dan dapat dipastikan isi pesan tersebut
akan dilengkapi dengan emoji sentimental pula.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa alasan seseorang dalam
penggunaan emoji dalam berkomunikasi tersebut

disadari atas seseorang mengenal dan memahami makna

emoji dengan baik. Sehingga penggunaan emoji tersebut

dapat mewakili suatu makna yang akan disampaikan

kepada orang lain.

D. MATERI

Materi yang digunakan berdasarkan hasil

observasi analisis kebutuhan di lapangan yang menjadi

fokus pengembangan kemampuan bahasa anak dengan

mengacu pada indikator STPPA menurut Peraturan

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Nomor 7 Tahun 2022 yakni sebagai berikut :

1. Mampu menyimak
2. Memiliki kesadaran akan pesan teks, alphabet,

fonemik
3. Memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk

menulis
4. Memahami instruksi sederhana
5. Mampu mengutarakan pertanyaan dan gagasannya
6. Mampu menggunakan kemampuan bahasa untuk

bekerjasama

BAB III
KEGIATAN MENDONGENG MENGGUNAKAN

SIMBOL EMOJI

A. Syarat dan Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
Mendongeng
Pendidik PAUD sebelum mendongeng terlebih

dahulu harus memenuhi syarat dan persiapan
pelaksanaan kegiatan mendongeng sebagai berikut:
1. Syarat Pendidik:
a. Sehat secara fisik maupun mental;
b. Percaya diri
c. Terbiasa membaca buku cerita atau dongeng
d. Mampu menirukan suara minimal 2 tokoh yang

berbeda
e. Mampu menirukan/mengekspresikan tokoh dengan

mimik dan gerakan yang sesuai
2. Persiapan mendongeng
a. Memilih materi dongeng yang tidak terlalu panjang

(durasi cerita 7-10 menit), sebab rentang waktu
perhatian anak usia dini relatif singkat;
b. Dongeng yang dipilih disesuaikan dengan usia
peserta didik (cerita fabel), dan sebaiknya ada

hubungannya dengan tema pembelajaran yang
sedang berlangsung;
c. Menguasai dongeng yang akan disampaiakan;
d. Menyiapkan tempat yang aman dan nyaman bagi
peserta didik;
e. Memastikan kesiapan sarana dan prasarana
pendukung yang akan digunakan dalam
mendongeng. Yakni:
1) Media emoji

Media emoji yang akan digunakan yakni
emoji tertawa, senyum, sedih, marah, jempol atas
dan jempol bawah. Secara umum dapat dibuat
dengan memilih yang sudah tersedia pada media
digital kemudian diprint out dengan menggunakan
kertas karton ariston berwarna, atau dapat pula
dengan menggambar secara manual. Media emoji
dapat dikreasikan sesuai ide masing-masing guru
agar media tersebut dapat lebih menarik perhatian
anak.
2) Gambar/ilustrasi tokoh

Gambar/ilustrasi tokoh dapat dipilih dari
refrensi yang tersedia di media digital kemudian

diprint out, atau mengilustrasikan sendiri gambar
tokoh cerita sesuai ide dan kreativitas masing-
masing.
3) Papan tokoh
Papan tokoh yang digunakan yakni papan gabus
ukuran 40 x 60 Cm
4) Paku Tusuk Styrofoam
f. Menata alat dan bahan keperluan mendongeng
menggunakan media emoji, yakni gambar tokoh
yang diceritakan dipasang ke papan tokoh dengan
menggunakan paku tusuk Styrofoam, papan tokoh
tersebut dipajang di hadapan anak (di samping kanan
dan kiri pendongeng), media emoji dan paku tusuk
Styrofoam di simpan dalam wadah agar tidak
terhambur dan diletakkan di posisi tengah agar
mudah dijangkau anak untuk dipilih sesuai keinginan
masing-masing.
g. Mengatur posisi, yakni pendidik dan peserta didik
duduk melingkar, posisi pendidik harus terlihat jelas
oleh semua peserta didik untuk memudahkan
interaksi.

B. Langkah-Langkah Kegiatan Mendongeng dengan
Menggunakan Simbol Emoji
Kegiatan Mendongeng dengan Menggunakan

Simbol Emoji dalam meningkatkan kemampuan bahasa
anak dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembukaan
a) Memulai kegiatan pembukaan sesuai SOP masing-

masing lembaga, misalnya: mengucapkan salam,
membangun suasana dengan menyanyi, absensi
anak, menyampaikan hari, tanggal dan tema
pembelajaran, menyepakati aturan main, berdoa;
b) Menyampaikan ke anak tentang judul dongeng, dan
mengenalkan tokoh yang akan diceritakan dengan
memperlihatkan gambar/ilustrasi tokoh pada papan
tokoh.
c) Menjelaskan tata cara mendongeng menggunakan
media emoji kepada anak, yakni mengenalkan media
dan sarana pendukung serta cara penggunaanya
sebagai berikut:

1) Gambar/tokoh pada papan tokoh sebagai tempat
menyematkan emoji sesuai yang dipilih oleh
masing-masing anak.

2) Gambar emoji yang terdiri dari emoji tertawa,
senyum, sedih, menangis, marah, jempol atas,
jempol bawah adalah berbagai jenis ekspresi
emoji yang akan dipilih oleh anak.

3) Paku tusuk Styrofoam untuk melekatkan media
emoji ke papan tokoh.

4) Mengingatkan anak didik bahwa setelah dongeng
disampaiakan mereka wajib memilih satu emoji
untuk disematkan ke papan tokoh yang telah
disediakan yang disertai dengan alasan mengapa
memilih emoji tersebut. Kegiatan ini bermaksud
menstimulasi kemampuan bahasa anak didik.

2. Pelaksanaan
a) Menyampaikan dongeng secara runtut, menggunakan

bahasa sederhana yang dapat dipahami anak didik;
b) Mendongeng dilakukan secara atraktif , antusias,

penuh penghayatan;
c) Memberi ruang interaksi kepada anak saat

mendongeng, sehingga anak tidak hanya menjadi

pendengar yang pasif, misalnya dengan mengajukan
pertanyaan dan ajakan.
d) Setelah mendongeng selesai, selanjutnya
mempersilahkan anak didik untuk tampil satu-
persatu memilih media emoji dan menyematkan
kepapan tokoh sesuai dengan pilihannya masing-
masing;
e) Memberi kesempatan kepada anak untuk
berkomentar terkait emoji yang disematkan ke papan
tokoh dan alasan memilih emoji tersebut, dapat
dipancing dengan pernyataan dan pertanyaan
terbuka.
3. Penutup
a) Berikan apresiasi berupa pujian baik verbal maupun
non verbal atas partisipasi anak dalam kegiatan.
b) Motivasi anak untuk mendengarkan dongeng di
kesempatan selanjutnya, dengan cerita lainnya yang
menarik.
c) Catat hasil pengamatan terhadap anak dalam lembar
observasi.
d) Lakukan transisi untuk kegiatan pembelajaran
selanjutnya.

C. Spesifikasi Simbol Emoji
Rancangan spesifikasi simbol emoji dalam

pengembangan kegiatan mendongeng yaitu:
1. Simbol emoji yang digunakan terdiri dari ekspresi

senang, merenung/sedih, menangis, marah, simbol
jempol bawah dan simbol jempol atas.
2. Media simbol emoji tersebut gambar berbahan karton
3. Pastikan jumlah emoji yang disiapkan cukup untuk
sejumlah anak dengan catatan masing-masing simbol
emoji dicetak minimal 3 untuk menjaga
kemungkinan anak memilih emoji yang sama
4. Papan tokoh yang digunakan terbuat dari
sterofoam/gabus
5. Anak didik melakukan kegiatan sesuai dengan
langkah-langkah yang telah ditetapkan.

Adapun alat dan simbol emoji yang dimaksud
dalam melakukan kegiatan mendongeng ini adalah
sebagai berikut :

D. Contoh Penerapan Pengembangan Kegiatan
Mendongeng Menggunakan Simbol Emoji

Guru bisa memilih dongeng yang sesuai dengan
anak usia dini, disarankan sebaiknya dongeng yang
diangkat dari cerita daerah untuk mendekatkan anak
dengan budaya setempat. Pada buku panduan ini contoh
dongeng peneliti angkat dari cerita berbahasa Mandar
yang biasa didongengkan sebagai pengantar tidur oleh
kakek pada masa kecil.

Kegiatan awal pembelajaran dimulai dengan
pembukaan seperti biasa, sesuai dengan SOP masing-
masing lembaga. Dan kemudian dilanjutkan dengan
menyampaikan dongeng sebagai berikut:

”Nah anak-anak, hari ini ibu guru akan mendongeng
yang menceritakan tentang Si Puccecang/
lesang/monyet dan Si Pukkala/kalapuang/kura-kura
(sambil menunjukkan ilustrasi gambar tokoh pada papan
tokoh). Pada kegiatan mendongeng hari ini ibu guru
sudah menyiapkan simbol emoji (menunjukkan aneka
simbol emoji satu persatu) yuk kita tiru emojinya ya,
ada emoji senyum , bagaimana kalau kita tersenyum

anak-anak? ayo tunjukkan! wah pintar sekali, ada emoji
tertawa, mana tertawanya? marah, sedih, menangis,
jempol atas, jempol bawah (ekspresi emoji ditiru dan
dipraktekkan bersama anak).

Waah anak-anak hebat (berikan apresiasi atas
partisipasi anak). Setelah ibu guru selesai mendongeng,
silahkan pilih emojinya, tusuk dengan paku sterofoam
dan lekatkan pada papan tokoh yang kalian pilih,
apakah pada Si Pukkala/kalapuang/Kura-kura, atau
pada si puccecang/lesang/monyet, hati-hati ya, contoh
pasangnya seperti ini (sambil menunjukkan cara
memasang emoji pada papan tokoh). Kemudian nanti
kalian ceritakan alasannya, mengapa memilih dan
memberikan emoji itu pada tokoh cerita. Bagaimana
sudah paham anak-anak? Tepuk tangan dulu semuanya ,
baru ibu guru memulai ceritanya.

Dahulu kala tersebutlah nama Si Puccecang dan
Si Pukkala. Pada waktu itu, Si Pukkala sedang
menangkap kepiting dan udang di sungai kemudian
datang Si Puccecang mendekatinya.
Dioloq puramai dianmo disanga I Puccecang/lesang
anna I pukkala/kalapuang. Dianmo mesa wattu, I

pukkala mamanya massaka buqang anna urang dio di
lembang, tappa pole I puccecang makkareppuqi.
Si Puccecang: ”Hei Pukkala apa yang engkau
lakukan?”
“Hei Pukkala apa mupogau?”
Si Pukkala : “Eh Cecang, aku cedang (sedang) tangka’
(tangkap) kepiting cama (sama) udang” bicaranya tidak
jelas karena Si Pukkala memang begitu bicaranya
semasa hidupnya.
“Eh Cecang mamanyaq maccaka (massaka) buqan
anna ulang (urang)” paunna andani minnassa apaq I
pukkala bassa memangi pappaunna sukaq tuona.
Si Puccecang: “Aku tangkap juga Kala, hasil tangkapan
kita nanti digabung ya! karena aku tidak membawa
tempat, nanti kemudian kita bagi.” kata Si Puccecang
mulai berpikir licik
“Iyau massaka toaq Kala, pappoleangan iya disaka
muaqpura dipasiolapai! apa andana iyau mambawa
paannangan, diwoeqpai mane siware tau.” paunna I
puccecan, mattipoqmi mappikkir kalasi.
Si Pukkala: “ya baiklah cecang”
“Ya macoami Cecang”

Si pukkala dan Si puccecang kemudian bersama
menangkap kepiting dan udang. Si Pukkala benar-
benar giat bekerja keras, berenang dan menyelam,
sehingga hasil tangkapannya banyak. Yuk anak-anak
kita praktekkan bagaimana kalau kita berenang?
Sekarang bagaimana menyelam? kita tahan nafas, mari
tangkap udang dan kepitingnya seperti Si pukkala, hup!
Muncul kepermukaan (ajak anak praktekkan bersama-
sama). Sementara itu Si Puccecang hanya menangkap
dengan enggang di pinggir sungai karena tidak mau
basah oleh air, maka tangkapannya tidak seberapa.
Hasil tangkapan mereka disatukan dalam satu
karung.Singkat cerita, tangkapan mereka banyak
terkumpul
I pukkala anna I puccecang tappa siolami massaka
buqang anna urang. I pukkala mattonga-tongan
miuyaq, mimmorong anna milloloq nasurun maiqdi
nasaka. Inggai anaq diparatteqi diapai carana
mimmorong? Diapa toi carana milloloq? Tahan
pinawatta, inggai massaka urang anna buqang bassa I
pukkala, hup! Mialattoq daiq dibaona. Anna ia I
puccecang sangga massaka tammassaka di biring

lembang apaq andani meloq narua uwai, jari anu
nasaka andiang sangapa. Pappoleangan anu nasaka
napasammesa tama di karung. Dirakkai curita, anu
nasaka maiqdiqmi sirumung.
Si Puccecang: “cukup Kala, tangkapan kita sudah
banyak, mari kita bagi”
“Siruamo Kala, anu disaka maiqdimi, inggaimo
dibarei”
Si Pukkala: “Ia cecang, ayolah! jawab Si Pukkala ngos-
ngosan karena terlalu kelelahan . Akhirnya mereka
mencari tempat untuk ditempati berbagi dan menemukan
hamparan kebun yang ditumbuhi ilalang dan
pepohonan.
“iya cecang, inggaimo!” pambalinna I pukkala poso
napatengan lewaq matanggalna. Tappa lambami
maqitai oroan nanaoroi sibare , maqitami uma
maloang ia natuoi parang anna ponna-ponna ayu.
Si Puccecang: “Di sini saja Kala, kita bisa berteduh
dari panas matahari”
“Indinimo Kala, malai diengei mittullun pole loppaqna
allo”

Si Pukkala : “Wah, baguc cekali di cini (bagus sekali di
sini) bagi caja (saja) Cecang” dengan segera Si
Puccecang membagi hasil tangkapan mereka, yang
besar-besar diambilnya sementara yang kecil-kecil
diberikan kepada Si Pukkala.
“Wah, macoa cannaq (sannaq) indinie, bale (bare)
tappaqmi Cecang”. Silalona I puccecang naware anu
nasaka, kai-kaiyyanna nala, iyanna keccu-keccuna
nabei lao I pukkala.
Si Pukkala: “ Jangan calah (salah) bagi Cecang” Protes
berat hati, melihat bagiannya nampak sedikit.
“Da mupacala balei (mupasala barei) Cecang!”
mattaqgor maweqi nyawana, maqita bareanna
inggaqna sicco.
Si Puccecang: “Tidak calah (salah) Kala, capit di cini
(di sini) capit di citu (di situ), kumis di cini (di sini)
Kumis di citu (di situ)!” meniru gaya bicara Si Pukkala.
Capit dimaksudkan merujuk pada kepiting yang punya
capit, kumis merujuk kepada udang yang seolah
berkumis.
“Andani cala (sala) Kala, ikkiq (sikkiq) dini, ikkiq
(sikkiq) diting, kumic (kumis) dini, kumic (kumis)

diting” napituruqi pappaunna I pukkala. Sikkiq
napassangangan buqang apaq diang sikkiqna, kumis
napassangangan urang apa inggaqna makkumis.
Si Pukkala: “Salah (salah) Cecang”, berusaha
meyakinkan bahwa pembagian itu salah, akan tetapi Si
Pukkala tidak tahu di mana letak kesalahannya.
“Cala (sala) Cecang” nausahai mappamakanynyang I
puccecang, anna I pukkala andan towandi naissang
inna naengei asalanganna.
Si Puccecang: “Tidak Kala, bagian kita sama” berniat
memperdaya Si Pukkala, yang memang terbelakang
mental
“Andiani Kala, bareta sittengani”, naniaq mappiakalli
I pukkala to rapang cangngo-cangngo memang.
Si Pukkala: “ Iya ya tidak calah (salah), ai calah (salah)
Cecang!” berpikir memeras otaknya, namun masih juga
belum tahu letak kesalahannya di mana.
“iya ya, andani cala (sala), ai cala (sala) Cecang!”.
Mappikir sannal, annaq tattaq duapa andiang naissan
inna naoroi asalanna.
Si Puccecang: “Tidak salah Kala, coba kita hitung
bagianmu (anak-anak mari naikkan jarinya, kita

menghitung ya, kita menghitung bagian Si pukkala) satu,
dua, tiga,empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan,
sepuluh. Bagian Si puccecang, satu, dua, tiga,empat,
lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh.
Berkatalah Si puccecang “Sama Kala!”
“Andani sala Kala, cowai diwilang bareanmu (anaq-
anaq inggai padai gariming lima, na mambilangi tau,
diwilangi barena I pukkala) mesa, daduaq, tallu, appe,
lima, annang, pitu, arua, amessa, sappulo. Bareanna
Ipuccecang, mesa, daduaq, tallu, appe, lima, annang,
pitu, arua, amessa, sappulo. Mauanmi I puccecang
“Sittengani Kala!”.
Si Pukkala terdiam, percaya pada penjelasan Si
Puccecang yang tamak. Si Puccecang tersenyum licik
merasa dirinya beruntung, tidak kecapean tetapi
mendapat banyak bagian. Belum selesai proses
pembagian, mereka melihat asap dan merasa hawa
panas. Ternyata orang yang punya kebun membakar
ilalang untuk kembali membuka lahannya.
I pukkala andiang lawe-lawean, makanynyan lao
dipaunna I puccecang to mangoa. I puccecang micawa
gengge nasaqding alawena pangatta, andian mareso

anna mappolean maiqdi barean. Andiangpa cappu
tiware , maqitami rumbu anna massaqding hawa
loppaq. To uma ditia palakanna mattunu parang
namambuai mimbali umanna.
Tanpa berpikir panjang, Si Pukkala berteriak
“Kebakalan (kebakaran) Cecang, ayo lali (lari)” dan
bergegas lari menjauh, mendekati pinggir sungai
merayap masuk ke liang batu. Sementara Si Puccecang
yang meskipun tahu kondisinya dalam bahaya, masih
saja menyempatkan diri memungut kepiting dan
udangnya lalu kemudian memanjat ke atas pohon.
Andiang mappikkir malakka, I pukkala miirriq
“mangande api Cecang, inggai paindong” anna mane
mamurrus maindong miqakarao, makkareppeqi
lembang milleneq tama di kaliang batu. Anna iyya I
puccecang mau naissan alena namaqbahaya, pali
duapa manduruqi buqan anna urang mane mittekeq
dai di ponna ayu.
Api terus berkobar, Si Puccecang panik ketakutan, tidak
tahu harus bagaimana, menghirup asap yang banyak
hingga pingsan, jatuh dari atas pohon. Mendengar
suara ambruk, Si Pukkala keluar dari liang batu,

penasaran dengan apa yang jatuh, melihat dari jauh,
ternyata Si Puccecang yang jatuh dari atas pohon.
Kobaran api semakin mendekat, Si Pukkala berlari
menuju Si Puccecang, menarik sekuat tenaga, menjauh
dari nyala api.
Api sundallaq tarrus , I puccecang raqmusan marakke,
andiang naissan apa nanapogau, maserruq rumbu
maiqdi lambi tialuppe, bemmeq mai di loloq ayu.
Mairranni pelloa raqdaq, I pukkala missun mai di
kalian batu, meloq maaissan apa bemmeq, miqita
karambo, I puccecang palakanna bemmeq mai di loloq
ayu. Api sundalla meqakareppuq, I pukkala
mainndong lao I puccecang, naweso ingga-ingga
ullena miqakarambo pole di tuena api.
Setelah api padam dan merasa suasana sudah aman, Si
Pukkala mengguncang-guncang tubuh Si Puccecang
bermaksud membangunkan. “Cecang! Cecang! Bangun,
api cudah (sudah) padam. Namun Si Puccecang tidak
kunjung sadar.
Tappana piqdemo api, anna nasaqding malinomi
nawan, I pukkala naroyo-royong alawena I puccecang

melo napawueq. “Cecang! Cecang! Pimbueqo, piqdemi
api”. Andiang toi mala I puccecang pangilala.
Merasa tidak digubris dan menganggap Si Puccecang
tertidur, Si Pukkala beranjak mendekati lokasi
kebakaran yang ditempatinya berbagi dengan Si
Puccecang. Alangkah terkejutnya Si Pukkala melihat
kebun dan pohon di sekelilingnya telah hangus terbakar.
Di hadapannya, udang dan kepiting telah masak/hangus.
Si pukkala kemudian mengumpulkan udang dan kepiting
besar-besar yang berserakan bagian Si Puccecang.
Karena merasa lapar, dia segera memakan kepiting dan
udang kecil-kecil yang tadi menjadi bagiannya,namun
tidak lupa mengucap doa terlebih dahulu, Si Pukkala
sangat menikmatinya sampai habis, meskipun masih
merasa lapar dia tidak mengganggu bagian Si
Puccecang. Tidak lama kemudian Si Puccecang sadar
dan datang menghampri Si Pukkala
Nasaqding andiang napindalingai apaq nasangai
matindo, I pukkala millenggu makkarepuqi oroan
mangande api ia naoroi siware I puccecang. Meqapa
tiwikeqna I pukkala maqita uma anna ponna-ponna
ayu lao mingguliling cappu loqbeq nande api. Di

olona, urang anna buqan minjari ressu/loqbe. I
pukkala mappasirumung urang anna buqan kaiyya-
kaiyyan ia sisambur bareanna I puccecang. Apa
tambaqi nasaqdin, silalona nande buqan anna urang
keccu-keccu ia digena minjari bareanna. Andiani
naluppei mambaca paqdoangan mindiolo. I pukkala
lewaq napinyamanninna lambiq cappuq, mau
nasaqding tambaqi duapa, andiangi melo mangganggu
bareanna I puccecang. Andiang masae lao I puccecang
pangilala, anna polemi nakareppuqi I pukkala.
Si Pukkala: “Eh Cecang, cudah (sudah) bangun? cini
(sini) makan! udang dan kepiting cudah (sudah) macak
(masak), ini bagianmu, bagianku cudah (sudah) aku
makan” sambil menunjukkan udang dan kepiting milik
Si Puccecang yang masih utuh tidak terganggu.
“Eh Cecang, ilala moqo? Maio ande e! ulang (urang)
anna buqan leccuqmi (ressuqmi), indi balemu e
(baremu e), baleu (bareu) cappuqmi uande” najolloan
urang anna buqan anunna I puccecang ganna duapa
andiang tiganggu.
Si Puccecang penasaran ingin tahu apa yang menimpah
dirinya, karena pingsan dia tidak dapat mengingat apa

yang sudah dilakukannya. Si Pukkala menceritakan ke
Puccecang apa yang terjadi. Si Puccecang merinding
bulu kuduknya, membayangkan dirinya yang nyaris
tewas terpanggang api.
I puccecang melo maissang apa marruai alawena,
apaq tialuppei andiangi mala naingaran anu pura
napogau. I pukkala nacuritangan lao I puccecang anu
pura tukkanna. I puccecang sumerre bulu-bulunna
maqingaran alawena sicco tammate loqbe nande api.
Puccecang: “Kala, terima kasih ya! kamu baik sekali
telah menyelamatkanku, saya minta maaf tadi berniat
curang. Ayo Kala, makanlah lagi, kita nikmati ini udang
dan kepitingnya” Si Puccecang memeluk Si Pukkala
dengan mata berkaca-kaca, dia sangat menyesali diri
mengingat perbuatannya. Sementara Si Pukkala dengan
tanpa beban di hatinya, membalas pelukan sahabatnya,
bersama mereka menikmati udang dan kepiting yang
ada dihadapannya.
“Kala, tarima kasih na! macoa sannaloqo
mupasalamaq, mirauaqdappangaq igena meloq o
upiakalli. Inggai Kala, andemoqo pole, pinyamanni
indi urang anna buqan e” I puccecang naraetti I

pukkala, surere uwai matanna, nasoso alawena
maqingaran panggauanna, anna iyya I pukkala andian
maweqi atena, nawali perraettina solana, siola
mappinyamanni urang anna buqan dio di olona.
Nah anak-anak demikian cerita dongeng hari ini,
sekarang silahkan memilih simbol emoji yang kalian
inginkan untuk dipasangkan pada tokoh yang ada di
papan tokoh yang kalian pilih. Hati-hati memasangnya,
antri dan tidak berebutan ya!
Selanjutnya ibu guru mau bertanya pada “…” (sebut
nama anak) tadi pilih simbol emoji apa nak? Apa arti
simbol itu menurutmu? Diberikan pada tokoh siapa?
silahkan diceritakan kenapa memilih simbol emoji itu
untuk sang tokoh! Wah hebat, kita berikan tepuk tangan
untuk teman kita “…” selanjutnya siapa lagi yang mau
bercerita tentang emoji yang dipilihnya? Pintar sekali
“…” (berikan kesempatan kepada beberapa anak,
sesuaikan dengan waktu yang ada karena masih ada
kegiatan pembelajaran berikutnya. Maksimal 5 orang
anak diberi kesempatan tampil bercerita dalam satu
kegiatan mendongeng, catat hasil observasi terhadap
anak yang tampil pada lembar penilaian ceklis). Untuk

yang belum sempat bercerita tentang simbol emojinya
hari ini, jangan khawatir, ibu guru masih ada dongeng
yang menarik untuk diceritakan besok dan hari-hari
selanjutnya. Bagaimana, apakah masih ingin
mendengarkan dongengnya ibu guru di kesempatan
lain? Kalau begitu yuk kita lanjutkan kegiatan
pembelajaran hari ini.

E. Penilaian
Penilaian sebagai tahapan yang penting dalam

pembelajaran sebab dengan melakukan penilaian pada
anak, tentunya guru akan mampu untuk melihat
bagaimana kemampuan yang setiap anak miliki serta
sebagai acuan dalam merancang pembelajaran
selanjutnya sesuai dengan kebutuhan anak. Dalam
penilaian pembelajaran ini terdapat tiga tahap kegiatan
yaitu dimulai dengan pembukaan, pelaksanaan dan
penutup. Adapun indikator penilaian kemampuan bahasa
anak yakni sebagai berikut:
1. Mampu menyimak
2. Memiliki kesadaran akan pesan teks, alphabet,

fonemik

3. Memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk
menulis

4. Memahami instruksi sederhana
5. Mampu mengutarakan pertanyaan dan gagasannya
6. Mampu menggunakan kemampuan bahasa untuk

bekerjasama

Selain itu, pada penilaian yang dilakukan tersebut
dapat menggunakan kriteria penilaian yakni sebagai
berikut :

Kriteria Uraian
BSB Berkembang Sangat Baik
BSH Berkembang Sesuai
Harapan
MB Mulai Berkembang
BB Belum Berkembang

Pada penilaian yang dilakukan, maka adapun
bentuk instrumen penilaian perkembangan kemampuan
bahasa anak melalui kegiatan mendongeng melalui
simbol emoji dapat menggunakan instrumen sebagai
berikut:

Penilaian Kemampuan Bahasa Anak

Nama :

Kelompok :

No Indikator Kriteria Penilaian Ket
BB MB BSH BSB
1. Mampu menyimak
2. Memiliki kesadaran

akan pesan teks,
alphabet, fonemik
3. Memiliki
kemampuan dasar
yang diperlukan
untuk menulis
4. Memahami instruksi
sederhana
5. Mampu
mengutarakan
pertanyaan dan
gagasannya
6. Mampu
menggunakan
kemampuan bahasa
untuk bekerjasama

BAB IV

PENUTUP

Panduan kegiatan mendongeng dengan simbol
emoji ini diharapkan dapat membantu guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah,
dimana guru merupakan sumber belajar utama di
sekolah. Dengan adanya buku panduan ini, guru dapat
lebih melaksanakn pembelajaran sebagaimana mestinya
khususnya dalam meningkatkan kemampuan bahasa
anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar M.Pd, Eliyyi. 2020. Metode Belajar Anak Usia
Dini Edisi I. Jakarta: Kencana.

Beverly, Otto. 2016. Perkembangan Bahasa Pada Anak
Usia Dini. Jakarta: Prenada Media Group.

Juniarti, Yenti., Laiya, Sri Wahyuningsih. 2019.
Pengembangan emoji Berbasis permainan dalam
Interaksi Sosial Anak di Kelas. Jurnal AUDI:
Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Anak dan Media
Informasi PAUD. 4(2). 2528- 3359.

Mutiah, Diana. 2016. Psikologi Bermain Anak Usia
Dini. Jakarta: Prenada Media Group.

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2022 tentang Standar Isi pada Pendidikan
Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar dan
Jenjang Pendidikan Menengah.

Rahayu Sri. 2017. Pengembangan Bahasa Pada Anak
Usia Dini.Yogyakarta:Kalimedia.

Robingatin. 2019. Perkembangan Bahasa Anak Usia
Dini. Jakarta : PrenadaMedia Group.

Subakti. 2019. Emoji untuk Meningkatkan Efektivitas
Komunikasi. JurnalPsikologi. 2(2).

Susanto, Ahmad. 2016. Perkembangan Anak Usia Dini
L Pengantar Dalam Berbagai Aspek. Jakarta :
Prenada Media Group.


Click to View FlipBook Version