The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by g-42066265, 2022-07-07 08:55:29

IBADAH QURBAN DAN HARI RAYA AIDILADHA TAHUN 2022

IBADAH QURBAN

PENGENALAN

Idul Adha pada setiap 10 Zulhijah juga dikenal dengan sebutan
“Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan
haji yang utama, iaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai
pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian
ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup,
mempunyai tetapan nilai iaitu nilai persamaan dalam segala segi
bidang kehidupan. Tidak dapat dibezakan antara mereka,
semuanya merasa sedarjat. Sama-sama mendekatkan diri
kepada Allah Yang Maha Esa, sambil bersama-sama membaca
kalimat talbiyah.

Di samping, Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan
“Idul Qurban”, kerana pada hari itu Allah memberi kesempatan
kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi
umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji,
maka ia diberi kesempatan untuk berqurban, iaitu dengan
menyembelih haiwan qurban sebagai simbol ketakwaan dan
kecintaan kita kepada Allah S.W.T.

Kisah teladan Nabi Ibrahim, iaitu ketika Beliau diperintahkan
oleh Allah S.W.T untuk menempatkan isterinya Hajar bersama
Nabi Ismail puteranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka

ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak
tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi
tidak ada penghuni seorang pun. Nabi Ibrahim sendiri tidak
tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh
menempatkan isteri dan puteranya yang masih bayi itu,
ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara
kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri Palestin. Tetapi
baik Nabi Ibrahim, mahupun istrinya Siti Hajar, menerima
perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.

Kerana pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya
dalam Al-Qur’an:

َ‫ََبنَا إئّمي َن فْ نَب مُ ئَّ ِممََِّئي َئنوَ عٍ َنفيّئ ئِي نَفَعٍ ئِبَن َنفيِئ نَ َفّمُنح َِّئ نََبنَا ّئيمِئيمُوَفَّصَانًن َْنا فْنَْف َنْفِئَنًة ّم ن‬
َ‫َّبََا ئِ َن فُوئي إئّنفي ئُ فْ نوَ فَمَْف مُْ ّم نَ ََّّنُنَّ ئِ ّننََّمُ فْ ّن فْ مَمّو ن‬

Artinya: Ya Tuhan kami sesunggunnya aku telah menempatkan
sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan.
Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat.
Maka jadikanlah gati sebagia manusia cenderung kepada mereka
dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan
mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)

Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti
Hajar kehabisan air minum hingga tidak mampu menyusui nabi

Ismail, beliau mencari air ke sana kemari sambil lari-lari kecil
(Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba
Allah mengutus malaikat Jibril membuat mata air Zam Zam. Siti
Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.

Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air
yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok
terutama para pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi Ismail,
untuk membeli air. Datang rezeki dari berbagai penjuru, dan
makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat
ini terkenal dengan Kota Makkah, sebuah kota yang aman dan
makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan
seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota Makkah
yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad dalam Al-Qur’an:

‫نوإئِف َْناَنإئفَنَّ ئْي مْ نَ مّ َ فْنَْف نَْنَنَ َنَّنََةآئّباة نوَ فَمَ فْ َن فّْنِم ئّ نَ ََّّنُنَّ ئِ نّ فَ آنّ نَ ئّ فب مُْ َئاّّلئِ نوَفّين فوئِ َلئِّئ‬

Artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku,
jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan
berikanlah rezski dari buah-buahan kepada penduduknya yang
beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS
Al-Baqarah: 126)

Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa
Kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang

melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh
kemudahan yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun
umrah.

Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran moden, dalam corak
pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan pemerintah, sebagai
faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang
semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan
Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh
orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun
ikut menikmati.

Allah SWT berfirman:

ّ‫َْناَن نونَّ نََننّ َْنأمنِّممَِم َْنّئياةثمََْن فضطنرُّم إئّنى ِنَنَ ئّ َّبََاَئ نوَئفِ نَ َفّنُ ئصيم‬

Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafir pun, aku beri
kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani seksa
neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-
Baqarah: 126)

Idul Adha dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya
penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat
yang menimpa Nabi Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan
ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan
cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan
“Khalilullah” (kekasih Allah).

Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada
Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim
sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan
kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan
menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriah, tengoklah
isi hatinya dan amal baktinya!”

Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan
pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi
Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak
membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.

Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahawa konon, Nabi
Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan
100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim
mencapai 12,000 ekor ternakan. Suatu jumlah yang menurut
orang di zamannya adalah tergolong jutawan. Ketika pada suatu
hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “Milik siapa ternak
sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini
masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku
serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta
anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”

Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan
bahawa, pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan
anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian

dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi
Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan
puteranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok
rupawan, sihat, supaya dikorbankan dan disembelih dengan
menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan!
Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:

‫َْناَن ّنَا َمبن َي إئّمي َننَى ْئي َفّنُبنَائِ َنّمي َنِفَنمح نَ َْناُّمفّ نّاِنَ َننّى َْناَن ّنَا َنَن ئُ َْفنَْف نّا َم فْنّمّ نِْنئِ مَّئي إئَ َناء‬
َ‫ََِّّم ئّ نَ َّصَاَئّئّ ن‬

Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “Maka
fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapaku
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah
engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-
saffat: 102)

Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah,
datanglah syaitan sambil berkata, “Ibrahim, orang tua jenis
kamu ini, mahu menyembelih anak sendiri?” “Apa kata orang
nanti?” “Apa tidak malu? Sanggup sekali, anak satu-satunya
disembelih!” “Cuba lihat, anaknya lincah seperti itu!” “Anaknya
pintar lagi, cantik dipandang, anaknya patuh seperti itu takkan
mahu disembelih!” “Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak
punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti

dia.” Nabi Ibrahim sudah bertekad. Ia mengambil batu lalu
mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Batu itu dilempar.
Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu
dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini di dalam mengusir syaitan
dengan melempar batu sambil mengatakan, “Bismillahi Allahu
akbar”. Dan hal ini kemudian menjadi salah satu rangkaian
ibadah haji yakni melempar jumrah.

Ketika ayahnya belum juga mengayunkan pisau di lehernya,
Ismail menyangkakan bahawa ayahnya ragu-ragu, seraya ia
melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul
suatu kesan dalam sejarah bahawa sang anak menurut untuk
dibaringkan kerana dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan
pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.

Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-
bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah
pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan
firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah
diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah
meredhai kedua ayah dan anak yang redha dan tawakkal itu.

Sebagai hadiah keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan
penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana
diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:

ْ‫نوْنَن فّبنَاُم َئ ئَ فَعٍ ِن ئُيع‬
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

َ‫نوَننّ فَبنَا ِنّنفيئِ ْئي َفلئِّئّ ن‬
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan
orang-orang yang datang kemudian.”

‫نْناِم ِنّنى إئفَنَّ ئْيْن‬
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”

َ‫نََنّئ نَ ّن فِِئي َفّمُ فحئِبئي ن‬
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik.”

Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada
bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril
kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha
illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian dismbung oleh Nabi Ismail
“Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah
umat umat manusia itu membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi
dan Rasul yang besar, dan mempunyai erti besar. Peristiwa yang
dialami Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail diatas, bagi kita
harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandungi
pembelajaran paling tidak pada tiga hal;

Pertama, ketakwaan. Pengertian taqwa terkait dengan ketaatan
seorang hamba pada Sang Khalik dalam menjalankan perintah
dan menjauhi larangan-Nya. Koridor agama (Islam) mengemas
kehidupan secara harmoni seperti halnya kehidupan dunia-
akhirat. Bahawa meraih kehidupan baik (hasanah) di akhirat
kelak perlu melalui kehidupan di dunia yang merupakan ladang
untuk memperbanyak kebajikan dan memohon redha-Nya agar
tercapai kehidupan dunia dan akherat yang hasanah. Sehingga
kehidupan di dunia tidak terpisah dari upaya meraih kehidupan
hasanah di akhirat nanti. Tingkat ketakwaan seseorang dengan
demikian dapat diukur dari kepeduliannya terhadap sesamanya.
Contoh seorang wakil rakyat yang memiliki tingkat ketakwaan
yang tinggi tentu tidak akan memanfaatkan kemewahan yang
dimiliki untuk memperkaya dirinya sendiri bahkan orang seperti
ini akan merasa malu jika kehidupannya lebih mewah dari pada
rakyat yang diwakilinya. Kesiap sediaan Ibrahim untuk
menyembelih anak kesayangannya atas perintah Allah

menandakan tingginya tingkat ketakwaan Nabi Ibrahim,
sehingga tidak terjerumus dalam kehidupan hedonis sesaat yang
sesat. Lalu dengan kuasa Allah ternyata yang disembelih bukan
Ismail melainkan domba. Peristiwa ini pun mencerminkan Islam
sangat menghargai nyawa dan kehidupan manusia, Islam
menjunjung tinggi peradaban manusia.

Kedua, hubungan antara manusia. Ibadah-ibadah umat Islam
yang diperintahkan Tuhan senantiasa mengandungi dua aspek
tak terpisahkan yakni kaitannya dengan hubungan kepada Allah
(hablumminnalah) dan hubungan dengan sesama manusia atau
hablumminannas. Saat kita berpuasa tentu merasakan
bagaimana susahnya hidup seorang dhua’afa yang memenuhi
keperluan pasangannya sehari-hari. Lalu dengan menyembelih
haiwan kurban dan membagikannya kepada kaum tak berpunya
itu merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial seoarng
muslim kepada sesamanya yang tidak mampu. Kehidupan saling
tolong-menolong dan gotong-royong dalam kebaikan merupakan
ciri khas ajaran Islam. Hikmah yang dapat dipetik dalam
konteks ini adalah seorang Muslim diingatkan untuk siap sedia
berkurban demi kebahagiaan orang lain khususnya mereka yang
kurang beruntung, waspada atas godaan dunia agar tidak
terjeremus perilaku tidak terpuji seperti keserakahan,

mementingkan diri sendiri, dan kelalaian dalam beribadah
kepada sang Pencipta.

Ketiga, peningkatan kualiti diri. Hikmah ketiga dari ritual
keagaamaan ini adalah memperkukuh empati, kesedaran diri,
pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan akhlak
terpuji seorang Muslim. Akhlak terpuji dicontohkan Nabi
seperti membantu sesama manusia dalam kebaikan, kebajikan,
memuliakan tamu, mementingkan orang lain (altruism) dan
sentiasa bersedia dalam menjalankan segala perintah agama dan
menjauhi hal-hal yang dilarang. Dalam Al-Quran disebutkan
bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung (QS Al-
Qalam: 4). Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting
merupakan “buah” dari pohon Islam berakarkan akidah dan
berdaun syari”ah. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari
sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia.
Sebaliknya, akhlak tercela dipastikan berasal dari orang yang
bermasalah dalam keimanan merupakan manisfestasi dari sifat-
sifat syaitan dan iblis.
Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah
sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam
yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahun yang silam,
sekalipun setiap harinya digunakan berjuta liter, sebagai

tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah iaitu
Siti Hajar dan puteranya Nabi Ismail.
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha,
bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membezakan hanyalah
taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu
wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan
dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dimintai pertanggung
jawaban.
Sumber/Source : http://shofighter.blogspot.com/2013/10/sej
arah-dan-makna-idul-adha.html

Setiap tanggal 10 Dzul Hijjah, semua umat Islam yang tidak
melaksanakan haji merayakan hari raya Idul Adha. Pada hari itu,
umat Islam sangat disunnahkan untuk berqurban dimana mereka
menyembelih haiwan qurban untuk kemudian dibagi-bagikan
kepada seluruh umat Islam di suatu daerah. Lalu apakah
sebenarnya Qurban itu? Dibawah ini akan dijelaskan secara
lengkap.

Qurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” yang berarti dekat
(َ‫)َّْا‬. Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-

udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan,
seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari
raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau
mendekatkan diri kepada Allah.

Dalil Disyari’atkannya Kurban

Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.”
(Al-Kautsar: 1 — 3).

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar
Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan dari padanya, maka
sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj: 36).

Keutamaan Ibadah Kurban

Dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun
yang dilakukan oleh manusia pada hari raya Kurban yang lebih

dicintai Allah SWT dari menyembelih hewan Kurban. Sesungguhnya
hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta
tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan
sesungguhnya sebelum darah Kurban itu menyentuh tanah, ia
(pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian
semua dengan (pahala) Kurban itu.” (HR Tirmidzi).

Hukum Berkurban

Ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat
dianjurkan). Bagi orang yang mampu melakukannya lalu ia
meninggalkan hal itu, maka ia dihukumi makruh. Hal ini berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw
pernah berkurban dengan dua kambing kibasy yang sama-sama
berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri yang
menyembelih kurban tersebut, dan membacakan nama Allah serta
bertakbir (waktu memotongnya).

Dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda, “Dan jika kalian telah
melihat hilal (tanggal) masuknya bulan Dzul Hijjah, dan salah

seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia
membiarkan rambut dan kukunya.” HR Muslim

Arti sabda Nabi saw, ” ingin berkorban” adalah dalil bahwa ibadah
kurban ini sunnah, bukan wajib.

Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka berdua
belum pernah melakukan kurban untuk keluarga mereka berdua,
lantaran keduanya takut jika perihal kurban itu dianggap wajib.

Hikmah Kurban

Ibadah kurban disyariatkan Allah untuk mengenang Sejarah Idul
Adha sendiri yang dialami oleh Nabi Ibrahim as dan sebagai suatu
upaya untuk memberikan kemudahan pada hari Id, sebagaimana
yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Hari-hari itu tidak lain
adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berdzikir kepada
Allah Azza wa Jalla.”

Syarat-syarat Qurban

Binatang yang Diperbolehkan untuk Kurban

Binatang yang boleh untuk kurban adalah onta, sapi (kerbau) dan
kambing. Untuk selain yang tiga jenis ini tidak diperbolehkan. Allah
SWT berfirman, “supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka.”
(Al-Hajj: 34).

Dan dianggap memadai berkurban dengan domba yang berumur
setengah tahun, kambing jawa yang berumur satu tahun, sapi yang
berumur dua tahun, dan unta yang berumur lima tahun, baik itu
jantan atau betina. Hal ini sesuai dengan hadis-hadis di bawah ini:

Dari Abu Hurairah ra berkata, aku pernah mendengar Rasulullah
saw bersabda, “Binatang kurban yang paling bagus adalah kambing
yang jadza’ (powel/berumur satu tahun).” (HR Ahmad dan Tirmidzi).

Dari Uqbah bin Amir ra, aku berkata, wahai Rasulullah saw, aku
mempunyai jadza’, Rasulullah saw menjawab, “Berkurbanlah
dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Jabir ra, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian
mengurbankan binatang kecuali yang berumur satu tahun ke atas,
jika itu menyulitkanmu, maka sembelihlah domba Jadza’.”

Berkorban dengan Kambing yang Dikebiri

Boleh-boleh saja berkurban dengan kambing yang dikebiri.
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Rafi’, bahwa Rasulullah saw
berkurban dengan dua ekor kambing kibas yang keduanya berwarna
putih bercampur hitam lagi dikebiri. Karena dagingnya lebih enak
dan lebih lazat.

Binatang-Binatang yang Tidak Diperbolehkan untuk Kurban

Syarat-syarat binatang yang untuk kurban adalah bintang
yang bebas dari aib (cacat). Karena itu, tidak boleh
berkurban dengan binatang yang aib seperti di bawah ini:

1. Yang penyakitnya terlihat dengan jelas.
2. Yang buta dan jelas terlihat kebutaannya
3. Yang sumsum tulangnya tidak ada, karena kurus sekali.
Rasulullah saw bersabda, “Ada empat penyakit pada
binatang kurban yang dengannya kurban itu tidak
mencukupi. Yaitu yang buta dengan kebutaan yang nampak
sekali, dan yang sakit dan penyakitnya terlihat sekali, yang
pincang sekali, dan yang kurus sekali.” (HR Tirmidzi seraya
mengatakan hadis ini hasan sahih).
4. Yang cacat, yaitu yang telinga atau tanduknya sebagian
besar hilang.

Selain binatang lima di atas, ada binatang-binatang lain
yang tidak boleh untuk kurban, iaitu:

1. Hatma’ (ompong gigi depannya, seluruhnya).
2. Ashma’ (yang kulit tanduknya pecah).
3. Umya’ (buta).
4. Taula’ (yang mencari makan di perkebunan, tidak
digembalakan).
5. Jarba’ (yang banyak penyakit kudisnya).

Juga tidak mengapa berkurban dengan binatang yang tak bersuara,
yang buntutnya terputus, yang bunting, dan yang tidak ada sebagian
telinga atau sebagian besar bokongnya tidak ada. Menurut yang
tersahih dalam mazhab Syafi’i, bahwa yang bokong/pantatnya
terputus tidak mencukupi, begitu juga yang puting susunya tidak
ada, karena hilangnya sebagian organ yang dapat dimakan. Demikian
juga yang ekornya terputus. Imam Syafi’i berkata, “Kami tidak
memperoleh hadis tentang gigi sama sekali.“

Waktu Penyembelihan Haiwan Kurban

Untuk kurban disyaratkan tidak disembelih sesudah terbit
matahari pada hari ‘Iduladha. Sesudah itu boleh menyembelihnya di
hari mana saja yang termasuk hari-hari Tasyrik, baik malam
ataupun siang. Setelah tiga hari tersebut tidak ada lagi waktu
penyembelihannya.

Dari al-Barra’ ra Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama
kali kita lakukan pada hari ini (Iduladha) adalah kita salat,
kemudian kita kembali dan memotong kurban. Barangsiapa
melakukan hal itu, berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan

barangsiapa yang menyembelih sebelum itu, maka sembelihan itu
tidak lain hanyalah daging yang ia persembahkan kepada
keluarganya yang tidak termasuk ibadah kurban sama sekali.”

Abu Burdah berkata, “Pada hari Nahar, Rasulullah saw berkhotbah
di hadapan kami, beliau bersabda: ‘Barangsiapa salat sesuai dengan
salat kami dan menghadap ke kiblat kami, dan beribadah dengan
cara ibadah kami, maka ia tidak menyembelih kirban sebelum ia
salat’.”

Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang
menyembelih sebelum salat, maka sesungguhnya ia menyembelih
untuk dirinya. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah salat dan
khotbah, sesungguhnya ia telah sempurnakan dan ia mendapat
sunnah umat Islam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Bergabung dalam Berkurban

Dalam berkurban dibolehkan bergabung jika binatang korban itu
berupa onta atau sapi (kerbau). Karena, sapi (kerbau) atau unta
berlaku untuk tujuh orang jika mereka semua bermaksud
berkurban dan bertaqarrub kepada Allah SWT.

Dari Jabir ra berkata, “Kami menyembelih kurban bersama Nabi
saw di Hudaibiyyah seekor unta untuk tujuh orang, begitu juga sapi
(kerbau).” (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi)

Pembagian Daging Kurban

Disunahkan bagi orang yang berkurban memakan daging kurbannya,
menghadiahkannya kepada para kerabat, dan menyerahkannya
kepada orang-orang fakir. Rasulullah saw bersabda, “Makanlah dan
berilah makan kepada (fakir-miskin) dan simpanlah.”

Dalam hal ini para ulama mengatakan, yang afdhal adalah memakan
daging itu sepertiga, menyedekahkannya sepertiga dan
menyimpannya sepertiga.

Daging kurban boleh diangkut (dipindahkan) sekalipun ke negara
lain. Akan tetapi, tidak boleh dijual, begitu pula kulitnya. Dan, tidak
boleh memberi kepada tukang potong daging sebagai upah. Tukang
potong berhak menerimanya sebagai imbalan kerja. Orang yang

berkurban boleh bersedekah dan boleh mengambil kurbannya untuk
dimanfaatkan (dimakan).

Menurut Abu Hanifah, bahwa boleh menjual kulitnya dan uangnya
disedekahkan atau dibelikan barang yang bermanfaat untuk rumah.

Orang yang Berkurban Menyembelihnya Sendiri

Orang yang berkorban yang pandai menyembelih disunahkan
menyembelih sendiri binatang kurbannya. Ketika menyembelih
disunahkan membaca, “Bismillahi Allahu Akbar, Allahumma haadza
‘an?” (Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar, ya Allah kurban ini
dari ?[sebutkan namanya]).

Karena, Rasulullah saw menyembelih seekor kambing kibasy dan
membaca, “Bismillahi wallahu Akbar, Allahumma haadza ‘anni wa’an
man lam yudhahhi min ummati” (Dengan nama Allah, dan Allah Maha
Besar, Ya Allah sesungguhnya (kurban) ini dariku dan dari umatku
yang belum berkurban).” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).

Jika orang yang berkurban tidak pandai menyembelih, hendaknya
dia menghadiri dan menyaksikan penyembelihannya.

Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda, “Wahai
Fatimah, bangunlah. Dan saksikanlah kurbanmu. Karena, setetes
darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kau
lakukan. Dan bacalah: ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku–korbanku–
hidupku, dan matiku untuk Allah Tuhan semesta Alam. Dan untuk
itu aku diperintah. Dan aku adalah orang-orang yang pertama-tama
menyerahkan diri kepada Allah,’ Seorang sahabat lalu bertanya,
‘Wahai Rasulullah saw, apakah ini untukmu dan khusus keluargamu
atau untuk kaum muslimin secara umum?’ Rasulullah saw menjawab,
‘Bahkan untuk kaum muslimin umumnya’.”

Oleh KH. Ishomuddin (Dosen FAI Univ Darul Ulum
Jombang) http://jombang.nu.or.id/apa-dan-bagaimana-kurban


Click to View FlipBook Version