The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Tentang Politik Era Presiden B. J. Habibie

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Faza Zaida Indraswati, 2024-06-17 23:05:00

E-Flip Faza

Tentang Politik Era Presiden B. J. Habibie

Politik Era Habibie B Y F A Z A Z A I D A I


Kebebasan Pers Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, ada lima pertimbangan lahirnya UU tentang Pers: Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin. Jurnal Paradigma: Kebijakan Historis BJ Habibie Berdampak Transformasi Menuju Demokrasi


Sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya. Berperan ikut menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. UU Pers No. 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) didirikan pada era reformasi, yakni pada bulan Agustus 1998, menyusul pengunduran diri Presiden Soeharto. PWI Reformasi didirikan pada tanggal 21 November 1998 di Yogyakarta. Berdirinya PWI Reformasi ini dikarenakan PWI telah dianggap sebagai organisasi wartawan yang terkooptasi secara politik dengan kekuasaan rezim Orde Baru. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) lahir sebagai perlawanan terhadap Orde Baru. Mereka berjuang untuk kebebasan pers, mendukung demokratisasi, dan memperjuangkan hak publik atas informasi. Setelah Orde Baru jatuh, AJI tetap berupaya menjaga kebebasan pers, mendukung kesejahteraan jurnalis, dan melawan kekerasan terhadap jurnalis. Sumber: https://encr.pw/7d7uV


Pada tahun 1999 juga dikenalkan kebijakan pemisahan ABRI, memisahkan TNI dari Polri sesuai dengan misinya, yaitu TNI dari sektor pertahanan dan Polri dari sektor keamanan. Pada bulan Agustus tahun 1998, elit militer Indonesia mempertimbangkan kembali terkait adanya dwifungsi ABRI. Rapat yang dilakukan sejumlah Direksi ABRI saat itu menghasilkan sebuah keputusan dimana dwifungsi ABRI tidak lagi digunakan. Langkah ini sangat fenomenal karena sudah digunakan selama pemerintahan Soeharto berkuasa 32 tahun. Karena kondisi itu, pada masa kepemimpinan Presiden BJ Habibie, dikeluarkan sebuah instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian dari ABRI. Akan tetapi, pemisahan tersebut masih belum dapat terealisasikan hingga pemerintahan BJ Habibie berakhir. Pemisahan TNI & Polri Journal of Indonesian History: Dinamika Integrasi dan Pemisah POLRI dari ABRI Tahun 1961-2002


Pemisahan TNI & Polri Barulah setelah Pemilu 1999 selesai, proses pemisahan Polri dari ABRI dilanjutkan oleh presiden berikutnya, yaitu Presiden Gus Dur. Pemisahan ini dilaksanakan melalui Ketetapan MPR VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri. Kemudian diperkuat dengan Ketetapan MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri. Sejak itu Polri berdikari dan nama resmi TNI kembali menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sumber: https://encr.pw/3Ujsd


PEMILU BEBAS DAN DEMOKRATIS Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang pemilu. Hasil dari terbentuknya undang-undang tersebut adalah lahirnya 48 partai politik baru yang ikut berpartisipasi secara aktif dalam pemilu Indonesia di tahun 1999. Pada tahun 1999, pemilu legislatif yang dilaksanakan menjadi pemilu paling bebas dan demokratis yang terjadi setelah pemilu pada tahun 1955. Penyiapan kertas suara untuk pemilu 7 Juni 1999. Presiden BJ Habibie didampingi istrinya Ainun Habibie menunjukkan surat suara sebelum melakukan pencoblosan dalam pemilu di Jakarta, 7 Juni 1999. Jurnal Paradigma: Kebijakan Historis BJ Habibie Berdampak Transformasi Menuju Demokrasi


Tumbangnya rezim Orde Baru dan mundurnya Soeharto sebagai presiden Indonesia pada Mei 1998 turut mendorong angin perubahan di Timtim. Sejarah Referendum Timor Timur bermula dari adanya kemerosotan perekonomian di Indonesia. Hal ini membuat upaya pemertahanan subsidi moneter bagi provinsi yang tidak diimbangi dengan manfaat bagi Indonesia, sehingga membuat rugi. Referendum Timor-Timur Rumah-rumah yang hancur di Dili akibat kerusuhan Sumber foto: https://acesse.one/tXbtC Hal itulah yang mendorong Presiden Indonesia kala itu, BJ Habibie untuk memberikan pilihan bagi provinsi yang bukan bagian dari batas asli Indonesia sejak kemerdekaan 1945 untuk mempunyai otonomi yang lebih besar Konflik militer Indonesia melawan masyarakat Timor Leste Pro-Kemerdekaan 1975-1999.


Tumbangnya rezim Orde Baru dan mundurnya Soeharto sebagai presiden Indonesia pada Mei 1998 turut mendorong angin perubahan di Timtim. Pada 27 Januari 1999, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan opsi dalam penyelesaian Timor Timur. Perjanjian Segitiga di New York yang dihadiri pemerintah Indonesia, Portugal dan PBB, membahas referendum di Timor Timur dan pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. Antrean Warga Dili yang antusias menggunakan hak suara mereka di TPS SD Negeri Bemori, Dili, Senin 30 Agustus 1999. Berita utama Kompas 31 Agustus 1999 tentang penentuan pendapat di Timtim. Ribuan warga Kota Dili antre dalam pelaksanaan penentuan pendapat di Timor Timur, Senin 30 Agustus 1999. Sumber foto: https://acesse.dev/T8WCA


Referendum dibagi menjadi beberapa tahapan: Tahap perencanaan dan pelaksanaan: 10 Mei-15 Juni 1999. Tahap sosialisasi/informasi publik: 10 Mei-15 Agustus 1999. Tahap persiapan dan pendaftaran: 16 Juli-4 Agustus 1999. Tahap kampanye politik: 11-27 Agustus 1999. Tahap pengajuan keberatan terhadap daftar peserta jajak pendapat 30 Agustus 1999. Pengumuman hasil jajak pendapat pada tanggal 4 September 1999 Suasana kerusuhan yang terjadi di Timor Timur pascajajak pendapat tahun 1999. Penentuan pendapat di Dili, Timor Timur, 30 Agustus 1999, menghasilkan opsi Timor Timur merdeka. Menyusul opsi ini di Timor Timur terjadi kerusuhan hebat. Untuk mencari kebenaran, Republik Indonesia dan Timor Leste membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang hari-hari ini meminta keterangan kepada pihak-pihak yang dinilai mengetahui peristiwa tersebut. Sumber foto: https://acesse.dev/T8WCA


Hasil jajak pendapat menginginkan adanya otonomi secara luas dalam Kesatuan Republik Indonesia sebanyak 94.388 suara (21,5%), sedangkan lainnya memilih untuk merdeka dengan jumlah suara 344.580 (78,5%). Sehingga saat itu Timor-Timur secara resmi melepaskan diri dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sidang Istimewa MPR tahun 1999 selain mendengarkan pidato pertanggungjawaban BJ Habibie sebagai presiden RI selama 17 bulan, juga memutuskan melepaskan Timor Timur dari Indonesia. Ketua MPR/DPR Harmoko (kanan) memberi keterangan bersama Presiden BJ Habibie seusai konsultasi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/9). Konsultasi menyangkut Pasukan Keamanan Penjaga Perdamaian PBB di Timor Timur yang diserahkan sepenuhnya kepada PBB. Jumlah suara sah 438.968 (98,2%) Jumlah suara tidak sah 7.985 (1,8%) Hitungan suara hasil jejak pendapat memenangkan kelompok pro-kemerdekaan. Rincian dalam surat suara jejak pendapat Timor-Timur berjumlah 446.953: Sumber foto: https://acesse.dev/T8WCA


Otonomi Daerah Masa kepemimpinan Soeharto, pembangunan merata menjadi program utamanya yang nyatanya sulit terealisasikan. Pada masa pemerintahan Habibie dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dengan daerah. Saat itu pembentukan daerah otonomi baru makin masif. Sebanyak 7 provinsi, 115 kabupaten dan 26 kota sekaligus muncul sifat daerah sentris dan raja kecil di daerah yang terbentuk sebagai daerah otonom baru.


Mengeluarkan Amnesti & Abolisi Langkahnya dimulai dari pembebasan 13 tapol lewat Keppres No 85 Tahun 1998 yang terlibat kasus demonstrasi di Timor Timur (Timtim) serta penghinaan terhadap presiden sebelumnya, Soeharto. Presiden memutuskan memberikan amnesti kepada 8 orang yang dihukum karena terbukti telah berbuat makar. Pembebasan Tahanan Politik Tedjabayu Sudjojono, mantan tapol & Anggota organisasi mahasiswa CGMI yang dituduh berbau PKI. Tahanan Politik 65 dipindahkan ke Pulau Buru, Maluku. Am Fatwa, sekertaris petisi 50 Peristiwa Tanjunpriok) & mantan tahanan politik masa Orde Baru. Kebebasan penuh diperoleh masa Habibie setelah mendapat amnesti dan rehabilitasi lewat Kepres No 127/1998. Selanjutnya di bulan Agustus, Habibie juga memberikan grasi terhadap tiga napol PKI. Grasi kepada tiga napol PKI itu diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 42/G/ 1998. Ketiga napol itu dipenjara untuk seumur hidup karena kasus subversi. Sumber: https://youtu.be/uxDVQLjJXAo?si=Gem1XqzP3hkATFLl


Click to View FlipBook Version