1.4.a.5.
Ruang Kolaborasi
Modul 1.4 -
Kerja Kelompok
SITI ZUBAIDAH KELOMPOK 1 ENI MAHZUMAH
SMPN 2 JENU KELAS 138 SMKN TAMBAKBOYO
Tujuan Pembelajaran Ketentuan
Khusus Kolaborasi
Kelompok
01
01
CGP dapat menganalisis
kasus-kasus yang disediakan Dalam kelompok
berdasarkan konsep-konsep inti masing-masing, pelajari
dalam modul budaya positif kasus-kasus yang disediakan
bersama CGP lain dalam
komunitas praktisi 02
02 Lakukan analisis mendalam
terhadap kasus-kasus yang
CGP dapat mempresentasikan
hasil analisis studi kasus disediakan dan jawablah
berdasarkan konsep-konsep pertanyaan-pertanyaan di tiap
inti dalam modul Budaya Positif tiap kasus kasus yang disajikan
KASUS 1
Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru
pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui
hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu
Eni. Ibu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada
pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan
tugas. Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah Ibu, santai saja bu”. Mereka tetap tidak
mengerjakan tugas dan malah mengobrol.
Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan Ibu Eni. Ibu Santi
menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki permasalahan yang ada? Fifi dan Natali sempat
ragu-ragu dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa
tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu Santi menanyakan
kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali
mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan kembali apa yang
akan mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?
Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi
kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama
tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah. Usulan kedua
adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka pun memberitahu Ibu Eni bahwa
mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan
mengusulkan Ibu Eni sebagai guru pengganti.
Pertanyaan Kasus 1
Dalam kasus di atas, langkah-langkah restitusi apa saja yang
sudah dijalankan oleh Ibu Santi?
Menurut anda, apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali
sudah sesuai dengan pelanggaran yang telah dibuat? Apakah
langkah-langkah restitusi yang telah diusulkan mereka?
Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu
Eni dalam menangani Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban anda.
Jika anda adalah Pak Hasan, bagaimana anda menyikapi
langkah yang ditempuh Ibu Santi?
01 Langkah-langkah restitusi yang sudah dijalankan oleh Ibu Santi adalah
● Menstabilkan identitas dengan menanyakan laporan dari bu Eni, dan kesediaan Fifi dan Natali
memperbaiki permasalahan, sesuai dengan kalimat pada paragraf kedua kasus 1 diatas
“Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan
Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki
permasalahan yang ada?”
Pada tahapan Menstabilkan identitas disini, bu Santi mengubah identitas anak (Fifi dan Natali)
dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang
melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami
kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau
kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia
menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan
kalimat-kalimat ini: ● Berbuat salah itu tidak apa-apa. ● Tidak ada manusia yang sempurna ●
Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu. ● Kita bisa menyelesaikan ini. ●
Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari
permasalahan ini. ● Kamu berhak merasa begitu. ● Apakah kamu sedang menjadi teman
yang baik buat dirimu sendiri?
Berdasarkan pernyataan tersebut pernyataan yang menunjukkan bu Santi melakukan
tahapan menstabilkan identitas adalah “Ibu Santi menanyakan tentang laporan Ibu Eni. dan
bertanya apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki permasalahan yang ada?”
● Menvalidasi tindakan dengan mendengarkan alasan tindakan yang dilakukan oleh Fifi dan Natali
01 dan akan meminta maaf, kemudian bu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan
bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, hal ini sesuai dengan paragraf kedua pada
kalimat “Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan
akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka
sungguh-sungguh ingin meminta maaf”
Dalam Validasi Tindakan yang salah, Setiap tindakan baik Fifi maupun Natali dilakukan dengan
suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar, dalam hal ini Fifi dan Natali kurang dalam
memenuhi kebutuhan akan kasih sayang rasa diterima terhadap bu Eni yang hanya sebagai guru
pengganti. Kebutuhan kasih sayang dan rasa diterima termasuk kedalam kebutuhan psikologis.
Kebutuhan untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi
bagian dari suatu kelompok. Biasanya murid akan belajar karena suka pada gurunya. Dalam
kasus ini terjadi penolakan dari Fifi dan Natali terhadap bu Eni yang hanya sebagai guru
pengganti. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita
akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut
Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu.
Dalam tahapan ini, bu Santi akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara
berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan, sesuai dengan pernyataan bu
Santi dalam menanggapi alasan Fifi dan Natali berbuat seperti itu “Ibu Santi menanggapi bahwa
tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf”
01 ● Menanyakan keyakinan dengan menanyakan kembali apa yang bisa Fifi dan Natali lakukan untuk
menggantikan rasa tidak dihormati Ibu Eni?, hal ini sesuai dengan paragraf kedua pada kalimat
“namun Ibu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak
dihormati Ibu Eni?”
Pada tahapan menanyakan keyakinan, ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah
laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai
yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Dalam kasus 1 diatas Fifi dan Natali
memiliki gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, sesuai dengan kalimat
pada paragraf kedua “Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan
Keyakinan Kelas”, kemudian bu Santi membantu Fifi dan Natali fokus pada gambaran tentang
keyakinan tersebut, sesuai dengan pernyataan bu Santi “Ibu Santi melanjutkan kembali apa yang akan
mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?” Setelah itu muncul perbaikan
yang dilakukan oleh Fifi dan Natali tentang keyakinan “saling menghormati, dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari” sesuai dengan paragraf ketiga kasus 1 diatas “Setelah berpikir sejenak, Natali
dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan
teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama
tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah.
Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka pun
memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain waktu
ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan Ibu Eni sebagai guru pengganti.
02 Restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai dengan pelanggaran yang telah dibuat.
Langkah-langkah restitusi yang telah diusulkan mereka adalah mengadakan sebuah diskusi
kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan
kelas, terutama tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan
sehari-hari di sekolah. Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka
tersebut. Mereka pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah,
Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan Ibu Eni sebagai
guru pengganti. .
Dalam langkah-langkah tersebut terlihat bahwa dalam diri Fifi dan Natali muncul kesadaran untuk
memperbaiki diri dan keinginan agar kesalahan tersebut tidak terjadi kembali baik itu dilakukan
oleh mereka ataupun murid yang lain sehingga mereka menginisiasi pembuatan kesepakatan kelas
dan mencoba menunjukkan komitmen tersebut kepada kepala sekolah dan bu Eni. Hal tersebut
sesuai dengan ciri restitusi yakni restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar
dari kesalahan. Seperti ditunjukkan dalam kasus tersebut bahwa Fifi dan Natali sempat ragu-ragu
dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi
bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun
Ibu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak
dihormati Ibu Santi?
03 Dalam kasus di atas, posisi yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam menangani Fifi dan Natali
adalah membuat merasa bersalah, sesuai dengan kalimat “Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu
ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas. Tolong bantu Ibu ya?”
Pada posisi Membuat merasa bersalah ini, guru biasanya bersuara lembut dan lirih dengan
mengeluarkan statement seolah patut untuk dikasihani sehingga akhirnya murid akan merasa
bersalah dan menganggap dirinya tidak berharga.
Pada posisi tersebut, bu Eni pun tidak melakukan proses restitusi dengan Fifi dan Natali
sehingga bu Eni tidak mengetahui kebutuhan murid dan bahkan murid mengabaikan dan tetap
asik mengobrol.
Dengan mengetahui posisi kontrol dari guru akan berpengaruh pada motivasi yang dihasilkan.
Seperti yang disampaikan oleh Gossen dalam bukunya Restitution- Restructing school
Discipline (1998) bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang
kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat. Dan memerdekakan.
Sehingga Gossen pun terinspirasi dengan teori kontrol dari Dr. William Glaser, dan
berkesimpulan bahwa ada 5 posisi kontrol yaitu penghukum, pembuat rasa bersalah, teman,
pemantau, dan manager.
Dan disini Bu Eni berada pada posisi kontrol sebagai pembuat rasa bersalah.
Jika saya adalah Pak Hasan, saya akan menyikapi langkah yang ditempuh Ibu Santi dengan
04 memberikan dukungan pada bu Santi dalam menerapkan proses restitusi dengan kontrol posisi
sebagai manager, karena restitusi dapat memperbaiki kesalahan sehingga mereka bisa kembali
ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat, dengan didasari kesadaran dari diri
(motivasi intrinsik). Sebagaimana ciri dari restitusi adalah restitusi bukan untuk menebus
kesalahan namun untuk belajar dari kesalahan, restitusi memperbaiki hubungan, restitusi
menuntun untuk melihat kedalam diri, dan berfokus pada karakter bukan tindakan. Jika proses
restitusi pada kontrol panager yang dilakukan oleh ibu Santi berhasil, maka Pak Hasan selaku
kepala Sekolah bisa meminta bu Santi menjadi tutor sebaya bagi guru lain dalam menerapkan
proses restitusi di sekolah dalam komunitas praktisi tingkat sekolah, sehingga restitusi dan
kontrol manager dapat diterapkan oleh semua pendidik di sekolah yang pak Hasan pimpin.
Pada posisi Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di
posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali
kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita
menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu
kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di
manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini
penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan
murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.
KASUS 2
Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang
sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di
depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna coklat. Sabrina berusaha
menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu.
Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna sepatu. Sabrina
menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun terburu-buru dan salah mengenakan
sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras
pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu
salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan
warna sepatu sesuai peraturan”.
Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat mengenakan sepatunya
dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah
melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah,
ya sudah kamu tidak bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar
tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya dan memberikannya kepada
pak Lukman. Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di
kelas tanpa alas sepatu.
Pertanyaan Kasus 2
Dalam kasus di atas, sikap WOW Kira-kira bila anda adalah 03
posisi apakah yang diambil Kepala Sekolah di sekolah
01 oleh Bapak Lukman?
Jelaskan, apakah tersebut,
indikatornya? ● Nilai-nilai kebajikan apa
Bila Bapak Lukman mengambil yang ingin dituju oleh
posisi seorang Manajer, apa peraturan harus
02 yang akan dikatakannya, berwarna hitam?
pertanyaan- pertanyaan ● Bagaimana anda
seperti apakah yang diajukan menyikapi langkah yang
ke Sabrina? Jelaskan.
diambil Pak Lukman
mengenai kasus
tersebut?
01 Sikap posisi yang diambil oleh Bapak Lukman adalah sebagai pemantau karena kesalahan
yang dilakukan Sabrina tidak sesuai dengan peraturan sekolah, yaitu menggunakan sepatu
hitam, dan konsekuensi yang diberikan adalah mengambil sepatu hitam di rumah, sepatu
hitam diantarkan ke sekolah, atau tidak memakai sepatu seharian selama di sekolah.
Sikap pemantau adalah sikap yang berdasarkan peraturan dari sekolah dan memberikan
konsekuensi atas kesalahan kepada murid. Dalam posisi ini, guru menggunakan pengukuran
dan perhitungan atas kesalahan yang dilakukan murid dan murid akan mendapatkan point
atau nilai setelah melakukan konsekuensi tersebut.
Adapun konsekuensi sendiri adalah bentuk akibat dari sebuah tindakan yang sudah
terencana atau disepakati, umumnya dibuat oleh guru dan murid sudah mengetahui
konsekuensi yang harus diterima, dan membuat rasa tidak nyaman dalam jangka waktu
pendek.
Sehingga sangat jelas bahwa posisi yang diambil oleh pak Lukman disini adalah sebagai
pemantau karena pak Lukman menjalankan aturan sekolah dan pak Lukman menawarkan
pilihan penyelesaian sebagai konsekuensi dari kesalahan dan dari konsekuensi tersebut
berakibat rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh Sabrina dalam jangka waktu tersebut
sehingga Sabrina didalam kelas saja.
02
Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, perkataan dan pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan ke Sabrina adalah: 1) tidak ada manusia yang sempurna, semua
pernah lupa termasuk bapak (menstabilkan identitas); 2) apakah kamu menyadari
kesalahan apa yang kamu lakukan? Bisa ceritakan mengapa hal ini terjadi? (Validasi
Tindakan yang Salah); 3) nilai keyakinan apa yang kamu miliki yang berkaitan dengan
permasalahan hari ini?; 4) Bagaimana caramu memperbaiki masalah ini? (Menayakan
keyakinan)
Dalam posisi kontrol sebagai manager, guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilahkan murid untuk mempertanggung jawabkan perilakunya, dan mendukung
murid untuk mencari solusi atas permasalahannya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk
menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada
kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana
memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata: “Apa yang kita yakini?”
(kembali ke keyakinan kelas) “Apakah kamu meyakininya?” “Jika kamu meyakininya, apakah
kamu bersedia memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa
tentang dirimu?” “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?
Dengan posisi ini diharapkan murid menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan
bertanggungjawab atas segala perilakunya dan pada akhirnya dapat menciptakan
lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
03
Kira-kira bila saya adalah Kepala Sekolah di sekolah tersebut,
● Nilai-nilai kebajikan yang ingin dituju oleh peraturan harus bersepatu
berwarna hitam adalah nilai saling menghormati dengan tidak
membeda-bedakan warna sepatu./ tidak membeda bedakan kondisi sosial
ekonomi murid/ keseragaman.
● Cara menyikapi langkah yang diambil Pak Lukman mengenai kasus tersebut
adalah menyarankan kepada pak Lukman untuk menerapkan posisi kontrol
sebagai menager karena murid memiliki andil dalam membuat penyelesaian
akan masalah yang mereka hadapi dan dengan kontrol manager lebih
memberikan motivasi dari diri murid (intrinsik), sedangkan kontrol pemantau
cenderung motivasi eksternal dan bersifat sementara dalam menyelesaikan
masalah. Posisi pemantau memiliki kecenderungan untuk menerapkan
konsekuensi dalam menyelesaikan masalah. Dimana kita tahu bahwa
konsekuensi adalah cenderung dibuat oleh guru dan murid mengetahui
konsekuensi yang harus ditanggung.
KASUS 3
Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau
memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada
pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan
tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis
pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan
spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah
sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?”
Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar,
seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu baik untuk
pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu
Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu
sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?” dan Fajar pun diam
membisu.
Pertanyaan Kasus 3
Posisi kontrol apa yang Apabila anda adalah 04
01 diambil oleh Ibu Dani kepala sekolah di sekolah
Fajar dan mengetahui hal
dalam pendekatannya ini, bagaimana tindak lanjut
kepada Fajar?
Anda?
Membaca sikap Fajar, Bilamana Ibu Dani mengambil 03
kira-kira kebutuhan apa posisi pemantau, apa yang
02 yang diperlukan oleh akan dilakukan atau
Fajar? dikatakan olehnya?
Pertanyaan-pertanyaan
seperti apa yang akan
diajukan? jelaskan.
Posisi kontrol yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar adalah Pembuat
Merasa Bersalah, sesuai dengan kalimat dalam kasus “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan
sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?”
Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen
berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan
dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa
Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.
Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat
rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman,
bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu sangat
kecewa sekali dengan kamu” “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?” “Gimana coba,
kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri
yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan
orang-orang disayanginya.
Hal ini sesuai dengan kalimat bu Dani dalam kasus tersebut yaitu “Gimana kamu Fajar, kamu tidak
kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?” Jadi
posisi kontrol yang diambil oleh Ibu Dani adalah “Pembuat Merasa Bersalah”
Membaca sikap Fajar, kira-kira kebutuhan yang diperlukan oleh Fajar adalah kebutuhan
kekuasaan/penguasaan terhadap pelajaran Bahasa Inggris. Sikap Fajar tersirat dalam paragraf
pertama kasus tersebut “Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya.
“Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun
tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam
terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya.
Berdasarkan paragraf pada kasus tersebut terlihat bahwa Fajar kurang memiliki kebutuhan
dalam menguasai/penguasaan pelajaran Bahasa Inggris.
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik
kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan,
sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu
kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging),
kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid
melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar
peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka,
sama seperti kasus Fajar diatas, Fajar bertindak seperti itu dikarenakan dia gagal memenuhi
salah satu kebutuhan dasar, yaitu penguasaan terhadap pelajaran bahasa inggris.
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan) berhubungan dengan kekuatan untuk
mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita,
didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga,
bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self
esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar
akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati
sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya
rapi dan sistematik dan selalu ingin mencapai yang terbaik.
Dari Kasus Fajar di atas terlihat penguasaan (kebutuhan pengakuan atas kemampuan) terhadap
pelajaran bahasa inggris sangat kurang, terlihat dalam paragraf pada kasus diatas yaitu Fajar
malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajaran, dan ketika disuruh Bu Dani maju ke
depan dan mengerjakan di papan tulis, Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan
sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa
inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya.
Jadi kebutuhan dasar yang dibutuhkan Fajar dalam hal ini adalah Penguasaan (Kebutuhan
pengakuan atas kemampuan) terutama pada pelajaran Bahasa Inggris.
Bilamana Ibu Dani mengambil posisi pemantau, yang akan dilakukan atau dikatakan serta pertanyaan
adalah: 1) menghitung dan mengukur pelanggaran yang sudah dilakukan oleh Fajar; 2) Apa peraturan
kelas, dan apa konsekuensinya?; 3) Bu Dani memberikan pelajaran tambahan Bahasa Inggris kepada
Fajar sesuai dengan konsekuensi pelanggaran yang dilakukan oleh Fajar dan dipantau oleh Kaur
Kurikulum atau Kepala Sekolahi; 4) setelah mengikuti konsekuensi berupa tambahan pelajaran, maka
bu Dani memberikan poin nilai tambahan kepada Fajar akan tambahan penguasaan yang dilakukan
oleh Fajar..
Pada posisi kontrol Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita
bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat
memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi
pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: “Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu
lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan,
catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan
menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori
stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Apabila saya sebagai kepala sekolah di sekolah Fajar dan
mengetahui hal ini, maka tindak lanjut saya adalah
menyarankan bu Dani untuk merubah posisi kontrol dari
pembuat merasa bersalah menjadi perilaku kontrol pemantau
atau manager, karena posisi pembuat merasa bersalah
berdampak pada kepribadian murid merasa rendah diri dan
tidak berharga (kontrol negatif) sedangkan posisi kontrol
pemantau dan manager lebih kepada kontrol positif namun
untuk posisi kontrol manager berdampak pada kesadaran
diri untuk menjadi lebih baik. Selain menyarankan merubah
posisi kontrol, peran kepala sekolah juga menyediakan daya
dukung apa yang diperlukan bu Dani dan guru lain untuk
belajar bagaimana memiliki peran sebagai kontrol manager,
daya dukung tersebut misalnya memfasilitasi bu Dani atau
guru lain mengikuti FGD (forum grup diskusi) sekolah,
pelatihan terkait, komunitas praktisi baik secara luring
(misalnya MGMP, belajar id, PGRI, KGBN, dll) maupun daring
(melalui PMM), selain itu juga mendukung bu Dani dan guru lain
untuk belajar secara mandiri melalui “Pelatihan Mandiri topik
Disiplin positif” pada PMM (platform merdeka belajar), jika
ada CGP di sekolah tersebut maka CGP bisa dijadikan tutor
sebaya bagi bu Dani dan kawan guru lainnya bila mengalami
kesulitan.
Selain itu kepala sekolah juga berperan dalam melakukan monitoring dan evaluasi perkembangan
murid terhadap nilai-nilai keyakinan sekolah, jika perlu kepala sekolah melakukan penelitian sekolah
berupa penelitian kualitatif mengenai pengaruh posisi kontrol manager dan restitusi terhadap
perkembangan nilai keyakinan/kebajikan bagi murid di sekolah yang dipimpin.
Pada posisi Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di
posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali
kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan muridmurid kita menjadi
manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi
yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk
menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada
kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana
memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata: “Apa yang kita yakini?” (kembali ke
keyakinan kelas) “Apakah kamu meyakininya?” “Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia
memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?” “Apa rencana
kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid
untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari
kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan
kuat. Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman
atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang
melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru
adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang
mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada
akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Dari kasus 3 “Ibu Dani dan Fajar” diatas, peran ibu Dani yang paling tepat disarankan oleh
Kepala sekolah adalah posisi kontrol sebagai manager, dan posisi kontrol “pembuat merasa
bersalah” perlu ditinggalkan oleh bu Dani, karena posisi kontrol pembuat merasa bersalah
memiliki hasil bagi murid untuk menyembunyikan, menyangkal, dan berbohong, serta
berdampak pada murid menjadi rendah diri dan tidak berharga. Untuk mencapai posisi
kontrol sebagai manager butuh proses belajar secara mandiri lewat PMM maupun melalui
komunitas praktisi yang diikuti setelah itu baru dipraktikkan secara konsisten.
KASUS 4
Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut.
Dino pun menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya
terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke ruang kepala sekolah. Ibu Suti
sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah
sekali.” Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. Ibu Suti pun melanjutkan bahwa membuat
kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino
memikirkan cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah.
Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah Dino bersedia memperbaiki
kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik
bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab, “Saya perlu
kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.”
Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas?
Dino berpikir sejenak, namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali mungkin ya bu?” Ibu Suti berpikir
sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan mudah terlepas kembali Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja,
bersediakah kamu?” Dino tampak ragu-ragu dan menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau bagaimana menjahit bu.” Ibu
Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan
menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino
kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing.
Akhirnya Dino mengangguk tanda menyetujui dan sepanjang siang itu Dino belajar menjahit dan memperbaiki kemeja
Anto. Terakhir kali terlihat kedua anak laki-laki tersebut, Dino dan Anto pada jam pulang sekolah, mereka sudah
bercengkrama dan bersenda gurau kembali.
Pertanyaan Kasus 4
Posisi kontrol apa yang Dalam kasus Kira-kira nilai-nilai
telah dipraktikkan oleh tersebut, bagaimana kebajikan (keyakinan
Kepala Sekolah Ibu Suti? sekolah) apa yang dituju
Dino dikuatkan, dalam kasus tersebut?
Hal-hal apa saja yang bagaimana Anto
dilakukannya sehingga anda dikuatkan oleh Ibu Jelaskan!
berkesimpulan demikian? Suti?
01 02 03
01
Posisi kontrol yang telah dipraktikkan oleh Kepala Sekolah Ibu Suti adalah posisi kontrol
Manager. Berdasarkan kasus 4 diatas, kalimat yang mendukung bu Suti berada posisi
kontrol manager adalah:
“Bu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan keduanya, terutama Dino. “Dino
sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.”
“Ibu Suti pun melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan
bahwa mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan
cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala
sekolah”
“Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah
Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto?”
“Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk
menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas?”
“Ibu Suti berpikir sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan mudah terlepas kembali
Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah kamu?”
“Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?”
01
Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen
berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan
dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa
Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.
Berdasarkan paragraf pertama sampai terakhir pada kasus 4 menggambarkan posisi Bu
Suti sebagai manager di mana bu Suti berbuat sesuatu bersama dengan murid (Dino),
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Pada posisi manager ini, Bu Suti menginginkan
murid- muridnya terutama Dino menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung
jawab, maka bu Suti mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid seorang manajer
bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun
kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun
dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada, di mana di
posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas
segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif,
nyaman, dan aman.
Jadi berdasarkan deskripsi di atas posisi kontrol yang dijalankan oleh bu Suti adalah posisi
kontrol manager.
02
Dalam kasus tersebut, Dino dan Anto dikuatkan oleh Ibu Suti dengan menstabilkan identitas Dino dan
Anto. Dino dan Anto dikuatkan oleh bu Suti tersirat pada kalimat “Bu Suti berupaya menenangkan
keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.” Ibu Suti pun
melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri
adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara lain yang mungkin lebih efektif,
karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah”,
Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity) bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang
yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar
peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia
mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka
kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus
meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini: ● Berbuat salah itu tidak apa-apa.
● Tidak ada manusia yang sempurna ● Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu. ● Kita
bisa menyelesaikan ini. ● Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin
mencari solusi dari permasalahan ini. ● Kamu berhak merasa begitu. ● Apakah kamu sedang menjadi
teman yang baik buat dirimu sendiri?
Hal ini sesuai dengan perkataan bu Suti dalam paragraf pertama kasus 4 diatas, yaitu “membuat
kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri adalah hal yang penting, dan
meminta murid untuk memikirkan cara yang mungkin lebih efektif”
02
Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian
otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, sesuai dengan konsep otak 3-in-1 (Triune)
begitu juga dengan kondisi Dino dan Anto seperti pada kasus. Saat itulah bu Suti harus
menstabilkan identitas Dino dan Anto. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa
memperburuk keadaan, Bu Suti membantu Dino dan Anto untuk tenang dan kembali ke
suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan. Tentu akan
sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada
kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa
bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami
identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang
lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah
membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat
apa-apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa
datang.
Jadi langkah yang dilakukan bu Suti dalam menguatkan Dino dan Anto adalah
Menstabilkan Identitas.
03
Nilai kebajikan (keyakinan sekolah) yang dituju pada kasus 4 diatas adalah Rasa Hormat terutama
hormat terhadap orang lain, karena kurangnya rasa hormat maka terjadi pertengkaran adu mulut
yang dilakukan antara Dino dan Anto, dan Dino merasa emosi dan melakukan kontak fisik dengan
menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas (paragraf 1).
Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai
setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984),
menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998)
mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi
intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai
tujuan mulia yang diinginkan. Beberapa institusi/organisasi pendidikan ini telah memiliki nilai-nilai
kebajikan yang diyakini dan sepakati bersama.
Jika menganalisis kasus 4 diatas, maka nilai-nilai kebajikan berdasarkan rujukan beberapa konsep
teori adalah:
● Menurut Dimensi profil pelajar pancasila, nilai kebajikan yang dituju adalah bernalar kritis (disini
Dino lebih mengandalkan emosinya tanpa mengolah nalar kritis dalam mengendalikan perilakunya
sehingga menjadi lepas kontrol), berakhlak mulia terutama akhlak terhadap sesama manusia
(disini karena tidak terlalu mempertimbangkan akhlak terhadap sesama maka Dino menjadi
emosional sampai merusak kemeja Anto), kebajikan lain adalah berkebinekaan global (jika
merunut dari latar kejadian yaitu bermain bersama di lapangan basket, bisa jadi antara Dino
dan Angga memiliki perbedaan persepsi yang memicu pertengkaran adu mulut).
03
● Menurut IBO Primary Years Program (PYP), nilai kebajikan yang dituju adalah toleransi, rasa
hormat dan empati (jika ketiga kebajikan ini bisa dilakukan maka tidak mungkin terjadi
pertengkaran antara Dino dan Anton).
● Menurut Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation (IHF), nilai kebajikan yang
dituju adalah Toleransi, kedamaian dan kesatuan.
● Menurut Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (Lifelong Guidelines and Life Skill),
kebajikan yang dituju adalah Penalaran, Kehormatan, Pemecahan masalah, dan persahabatan.
● Menurut The Seven Essential Virtues (Building Moral Intelligence, Michele Borba), kebajikan
yang dituju adalah kontrol diri, rasa hormat, kebaikan, dan toleransi.
● Menurut The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai kebajikan), kebajikan yang dituju adalah
kedamaian, bijaksana, toleransi, dan pengertian.
Istilah keyakinan mempunyai pengertian yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara
tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama, menekankan
pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih
tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti
serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan
dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai
kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut
sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa
memahami tujuan mulianya.
03
Dalam Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
● Keyakinan sekolah/kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan
konkrit.
● Keyakinan sekolah/kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
● Pernyataan keyakinan sekolah/kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
● Keyakinan sekolah/kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami
oleh semua warga kelas.
● Keyakinan sekolah/kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
● Semua warga sekolah/kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan
sekolah/kelas lewat kegiatan curah pendapat. • Bersedia meninjau kembali keyakinan
sekolah/kelas dari waktu ke waktu
Berdasarkan deskripsi dan penjelasan di atas, dengan merujuk pada keyakinan sekolah bersifat
lebih abstrak, dibuat dalam bentuk positif, tidak terlalu banyak, mudah diingat dan dipahami maka nilai
keyakinan sekolah atau kebajikan yang dituju sesuai dengan kasus 4 di atas adalah Nilai Keyakinan
Rasa saling menghormati, terutama menghormati antar sesama manusia, biarpun memiliki perbedaan
pendapat sehingga tidak memunculkan pertengkaran adu mulut yang mengakibatkan kotak fisik dan
merusak barang milik orang lain.
TERIMA KASIH