The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Indrianto Aziz Sholikhin, 2024-01-02 19:54:58

Materi PPG - Pendalaman Materi_SMK

Materi PPG - Pendalaman Materi_SMK

Bahan bacaan pada modul ini diambil dari topik-topik pada modul mata kuliah PPG Prajabatan cetakan I dan II tahun 2023 yang dapat membantu mahasiswa dalam menyelesaikan langkah Identifikasi Masalah, Eksplorasi Penyebab Masalah, dan Penentuan Penyebab Masalah.


TOPIK I PEMETAAN KEMAMPUAN AWAL DAN KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK 1. Menyusun Perangkat Asesmen Awal Kita akan mulai pembelajaran tentang pemetaan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik, sebagai acuan dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran dan asesmen pembelajaran (PjBL,Tefa, Kelas Industri, Kelas Kewirausahaan) dan PKL dengan terlebih dahulu menyaksikan video-video berikut ini. Setelah mencermati video pada box di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1. Tuliskan pengalaman Anda ketika belajar di sekolah dulu. Bagaimanakah guru Anda menangani peserta didik yang kemampuan awal dan karakteristiknya berbeda-beda? ............................................................................................................... ............................................................................................................... 2. Jika Anda menjadi guru, apa yang akan Anda lakukan untuk memberikan layanan pembelajaran agar peserta didik mudah dan nyaman dalam belajar?


............................................................................................................... ............................................................................................................... Selanjutnya, kita akan melakukan kajian materi berikut ini untuk lebih memahami konsep pemetaan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Selama ini, strategi penyelenggaraan pembelajaran dilaksanakan secara klasikal massal, dan lingkungan belajar yang disediakan seragam untuk semua peserta didik, padahal pada hakekatnya setiap peserta didik memiliki potensi dan kemampuan awal serta karakteristik yang berbeda. Kondisi lingkungan belajar yang seragam dapat mengakibatkan peserta didik yang kemampuan awal di bawah rata-rata akan mengalami kesulitan belajar dan tertinggal, sebaliknya, peserta didik yang memiliki kemampuan awal berada di atas rata-rata merasa jenuh, sehingga sering berprestasi di bawah potensinya. Agar setiap peserta didik dapat berprestasi sesuai dengan potensinya, diperlukan pelayanan pembelajaran yang berdiferensiasi (teaching at the right level), yaitu memberikan lingkungan dan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi perlu dilakukan pemetaan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Asesmen awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik ketika akan mempelajari suatu kompetensi, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar mengembangkan rancangan layanan pembelajaran dan asesmen yang tepat. Asesmen awal ini dapat dilakukan dengan memberikan tes atau nontes sesuai dengan karakteristik kompetensi dan kondisi potensi lingkungan sekolah yang tersedia. Asesmen awal merupakan salah satu tahapan untuk merealisasikan pembelajaran berpusat pada peserta didik, maka asesmen awal (Assessment for Learning) perlu dilakukan. Dengan menyelenggarakan asesmen awal, guru dapat memetakan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Tujuan memetakan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik terhadap kompetensi prasyarat maupun yang akan dipelajari, adalah untuk


mensinkronisasi (mengaitkan) kemampuan awal, terutama kemampuan prasyarat dan kompetensi yang akan dipelajari. Informasi peta kemampuan awal dan karakteristik peserta didik selanjutnya digunakan guru untuk mengembangkan rancangan pembelajaran dan asesmen secara tepat. a. Asesmen Awal Kognitif 1) Deskripsi asesmen awal Menurut Depdiknas (2007: 3) istilah diagnostik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang ditimbulkan. Dalam pembelajaran istilah diagnostik dapat dilakukan dalam sebuah tes. Asesmen awal pembelajaran melingkupi konsep yang luas meliputi identifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam pembelajaran. 2) Tujuan asesmen awal Tujuan asesmen awal adalah membantu kesulitan atau mengatasi hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan pembelajaran. Aspek-aspek yang dinilai yaitu hasil belajar yang diperoleh peserta didik, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. 3) Fungsi asesmen awal Fungsi asesmen awal adalah untuk mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Asesmen awal dirancang untuk mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik, sehingga desain perangkat asesmen awal harus sesuai dengan format dan respon asesmen awal yang diharapkan. Bentuk perangkat asesmen awal sebaiknya berupa supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Jika terdapat alasan tertentu sehingga menggunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu, sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, sehingga dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya. 4) Pelaksanaan asesmen awal Asesmen awal dapat dilakukan pada waktu tertentu, seperti awal tahun ajaran, awal semester atau awal pembelajaran. Pertimbangan penetapan waktu dimaksudkan agar informasi yang diperoleh dari asesmen awal dapat digunakan guru sebagai acuan dalam


mengembangakan rancangan pembelajaran dan asesmen yang tepat sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. 5) Metode asesmen awal Untuk mendapatkan informasi yang objektif dan kredibel, metode asesmen awal yang dapat digunakan, antara lain: a) Metode tanya jawab Metode tanya jawab akan dengan mudah mengetahui sampai sejauh mana peserta didik memiliki kompetensi terkait kompetensi yang akan dipelajari atau kompetensi yang menjadi prasyarat. Metode tanya jawab juga dapat mengeksplorasi kompetensi peserta didik terkait materi yang dipelajari, serta cukup efektif dalam mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang akan dipelajari. b) Test tertulis Melalui tes tertulis dapat mengetahui sejauh mana tingkat kedalaman dan keluasan kemampuan awal peserta didik. Tes tertulis dapat dalam bentuk pertanyaan yang memuat seluruh jenis materi dan level proses kognitif. Dengan cakupan materi seperti ini, diharapkan hasil asesmen dapat merepresentasikan kemampuan peserta didik. Jenis materi dan level proses kognitif dapat dijelaskan pada gambar 1.1. Gambar 1.1 Matriks dimensi materi dan dimensi proses kognitif Sumber: Dokumen Penulis


c) Wawancara Langkah strategis untuk mengukur kemampuan awal dan karakteristik peserta didik terhadap kompetensi prasyarat dan kompetensi yang akan dipelajari adalah dengan meminta peserta didik untuk menceritakan pengalamannya terkait kompetensi yang akan diukur. Misalnya saja jika kompetensi yang akan dipelajari "Pemupukan Tanaman" maka guru dapat bertanya kepada peserta didik seperti berikut, "siapa yang pernah melihat orang memupuk tanaman? atau siapa yang pernah ikut melakukan pemupukan tanaman, coba ceritakan pengalaman anda di depan teman-teman, tentang kegiatan pemupukan tanaman, mulai dari Jenis pupuk, bentuk pupuk, warna pupuk, konsep pemupukan, perhitungan kebutuhan pupuk, prosedur pemupukan dan seterusnya. d) Evaluasi Diri. Untuk melakukan cara asesmen melalui evaluasi diri, guru dapat membuat sebuah angket singkat untuk evaluasi mandiri (evaluasi diri) terhadap peserta didik yang akan mengikuti pembelajaran. Cara ini relatif mudah dilakukan, karena angket yang dibuat sederhana saja. Berikut contoh angket untuk asesmen kemampuan awal mandiri: Contoh: Seberapa luas pengetahuan Anda pada kompetensi melakukan pemupukan tanaman: Misal hasilnya sebagai berikut: (1) Saya pernah mendengar istilah pemupukan tanaman. (2) Saya tidak tahu tentang jenis pupuk. (3) Saya tidak tahu asal-usul pupuk. (4) Saya belum pernah melakukan pemupukan tanaman. e) Menggunakan metode mind mapping/peta konsep Mind mapping dapat dilakukan untuk mengetahui atau menganalisis kemampuan awal peserta didik dengan menggunakan metode mind mapping (peta konsep). Misalnya saja kompetensi yang akan diukur


adalah "Pemupukan Tanaman" maka guru dapat meminta peserta didik membuat peta konsep yang berhubungan dengan pemupukan tanaman. Peta konsep dapat dijadikan alat untuk mengecek kompetensi awal yang telah dimiliki peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran. Caranya, menuliskan sebuah kata kunci utama tentang kompetensi yang akan dipelajari di tengah-tengah papan tulis. Misalnya "Pemupukan Tanaman", berikutnya guru meminta peserta didik menyebutkan atau menuliskan hal-hal yang terkait dengan kompetensi “Pemupukan Tanaman” yang relevan. Membuat hubungan antara konsep pupuk dengan konsep yang telah disebut (ditulis). Seberapa pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik dapat terlihat sewaktu mereka bersama-sama membuat peta konsep di papan tulis. Cara lain misalnya dengan memberikan sebuah peta konsep yang hanya berisi konsep utama, sementara itu peserta didik harus mengisi kotak-kotak kosong yang telah disediakan pada peta konsep itu dengan konsep yang relevan. Seberapa banyak kotak kosong pada peta konsep yang tidak lengkap itu dapat diisi oleh peserta didik, adalah indikasi seberapa pengetahuan awal yang mereka milik terkait dengan kompetensi pemupukan tanaman. Lihat contoh mind map tentang kompetensi Pemupukan Tanaman pada gambar berikut.


Gambar 1.2 Mind Map Kompetensi Pemupukan Tanaman Sumber : Dokumen Penulis Apabila perangkat tes yang digunakan dalam asesmen awal memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru dapat mengetahui kemampuan awal peserta didik (Mardapi, 2012: 171). Jadi dengan mengadakan asesmen awal, guru mengadakan diagnosis kepada peserta didik tentang kemampuan dan karakteristiknya. Dengan diketahuinya kemampuan awal, guru akan lebih mudah memberikan layanan kepada peserta didik secara tepat. b. Prosedur Pengembangan Asesmen Awal Sebagaimana sudah dijelaskan, bahwa asesmen awal ini mempunyai peran yang penting agar pembelajaran lebih efektif, efisien dan menyenangkan bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan perangkat asesmen yang kredibel. prosedur pelaksanaan asesmen awal akan menjelaskan tahapan pekerjaan untuk menghasilkan perangkat asesmen yang valid, sehingga hasil asesmennya mampu memberikan informasi yang dapat digunakan untuk menyusun perangkat pembelajaran dan asesmen sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. 1) Menyusun kisi-kisi soal Kisi-kisi soal disusun untuk memberikan acuan dalam mengembangkan perangkat tes. Kisi-kisi setidaknya memuat: a) Tujuan Pembelajaran (TP), Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP); b) materi pokok yang terkait; c) bentuk dan jumlah soal; serta d) indikator soal. Asesmen yang dilakukan pada awal pembelajaran, identifikasi kebutuhan materi asesmen awal dapat menggunakan matrik jenis materi dan proses kognitif taksanomi Bloom, yang akan mampu memotret gambaran secara utuh kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi prasarat, maupun kompetensi yang akan dipelajari. Contoh kisi-kisi soal dapat di lihat pada tabel 1.1


Tabel 1.1: Kisi-Kisi Soal Kurikulum : Merdeka Belajar Program Keahlian : Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Kelas : 10 Fase E Elemen Kompetensi : Pemupukan Tanaman Jumlah Soal : - Bentuk Soal : Uraian Jawaban Singkat No Elemen Kompetensi Materi Indikator soal Level No Soal 1 Memupuk Tanaman Mengingat konsep Disediakan gambar bentuk pupuk, peserta didik dapat menyebutkan jenis pupuk berdasarkan asalnya 1 1 Disediakan gambar pupuk, peserta didik dapat menyebutkan nama jenis pupuk 1 1 Disediakan gambar rumus kimia pupuk, peserta didik dapat menyebutkan nama jenis pupuk 1 1 Disediakan kandungan utama unsur hara pupuk, peserta didik dapat menyebutkan nama jenis pupuk 1 1 Menggunakan konsep Disediakan nama-nama jenis pupuk tanaman, peserta didik dapat mengidentifikasi jenis pupuk 3 4 Disediakan data kandungan dua unsur hara pupuk, peserta didik dapat mengidentifikasi jenis pupuk 3 4 Disediakan data kandungan dua unsur hara pupuk, peserta didik dapat memilih jenis pupuk 3 4


LATIHAN TUGAS (LT.1.1): Membuat Kisi-Kisi Soal Asesmen Awal berdasarkan Jenis Materi dan Level Proses Kognitif mulai dari menetapkan TP dan KKTP DIMENSI PROSES KOGNITIF Buatlah Kisi-Kisi Jenis Materi 1 - - - - Level Proses Kognitif 1 Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Kognitif 1 Kognitif 2 Kognitif 3 Kognitif4 Kognitif 5 Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Kognitif 1 Kognitif 2 Kognitif 3 Kognitif4 Kognitif 5 Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Kognitif 1 Kognitif 2 Kognitif 3 Kognitif4 Kognitif 5 2) Menulis soal Sesuai kisi-kisi soal yang telah disusun kemudian ditulis butir-butir soal. Jawaban atau respons yang diberikan oleh peserta didik terhadap butir soal yang disusun, harus memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi prasyarat atau kompetensi yang akan dipelajari peserta didik. Pada soal uraian, logika berpikir peserta didik dapat diketahui guru dari jawaban yang ia tulis, tetapi pada soal pilihan, guru kurang dapat mengungkap kelemahan peserta didik, karena soal tes pilihan rentang terhadap tebakan. Karena itu peserta didik perlu menyertakan alasan atau penjelasan ketika memilih optsi (alternatif jawaban) tertentu.


3) Prinsip penyusunan soal Tiga prinsip dalam menyusun soal yaitu; (1) menentukan secara jelas apa yang akan dinilai (2) menyusun butir soal (3) menentukan kriteria pencapaian kompetensi yang akan dinilai. Ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir soal. a) Menggunakan stimulus/kondisi, dalam contoh kisi-kisi di atas ada dalam kolom indikator soal. stimulus dapat berupa teks, gambar, skenario, tabel, grafik, wacana, dialog, video, atau kasus/masalah. Stimulus berfungsi sebagai media bagi peserta tes untuk berpikir menjawab soal. Tanpa stimulus, soal cenderung menanyakan atau menilai kemampuan mengingat. Stimulus yang digunakan seyogyanya yang positif, dalam arti tidak menimbulkan efek negatif, misalnya menyudutkan obyek tertentu, atau memberikan penguatan untuk berperilaku negatif. Stimulus diutamakan yang bersifat edukatif, memberi wawasan, pesan moral dan inspirasi kepada peserta didik. b) Menggunakan kontek yang baru dari materi yang sudah dipelajari. Menggunakan suatu konteks yang sudah familier, karena sudah pernah dibahas di kelas atau merupakan pengetahuan umum, dalam menjawab peserta didik tidak lagi berpikir, tetapi hanya mengingat. c) Menggunakan kompleksitas prosedur berpikir/ proses kognitif. Mengacu pada stimulus/kondisi soal, diharapkan stem soal mempertanyakan terkait dengan stimulus dan menanyakan kompleksitas tingkat berpikir. 4) Menulis soal sesuai dengan kaidah penulisan soal Untuk memastikan kualitas soal untuk menjaga validitas soal, soal perlu memenuhi kaidah penulisan dari aspek konstruksi, substansi dan bahasa. a) Konstruksi ● pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas ● menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban. ● ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. ● setiap soal harus ada pedoman penskorannya. ● kondisi/stimulus soal berupa; teks, gambar, skenario, tabel, grafik, wacana, dialog, video, atau kasus/masalah., atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi. b) Substansi ● soal harus sesuai dengan indikator. ● setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan. ● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran, tp dan


kktp ● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat fase. c) Bahasa yang digunakan ● rumusan kalimat soal harus komunikatif. ● menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar (baku). ● tidak menimbulkan penafsiran ganda. ● tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu. ● tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik,suku, ras, dan agama.. ● menggunakan bahasa yang komunikatif. ● kalimat soal tidak menyalin/menjiplak persis suatu teks bacaan, LATIHAN TUGAS (LT.1.2): Eksperimen pembuatan perangkat asesmen awal untuk memetakan kemampuan awal peserta didik dalam satu kelas 5) Mereview soal Butir soal yang baik tentu memenuhi validitas isi, untuk itu soal yang telah ditulis harus divalidasi oleh seorang pakar di bidang tersebut. Bila soal yang telah ditulis oleh guru tidak memungkinkan untuk divalidasi oleh seorang pakar, soal tersebut dapat direviu oleh guru-guru sejenis dalam MGMP atau setidaknya oleh guru-guru mapel program keahlian dalam satu sekolah.


c. Menyusun kriteria asesmen Jawaban atau respon yang diberikan oleh peserta didik terhadap soal asesmen awal tentu bervariasi, karena itu untuk memberikan asesmen yang adil dan interpretasi diagnosis yang akurat harus disusun suatu kriteria asesmen, apalagi bila tes yang sama dilakukan oleh guru yang berbeda atau dilakukan oleh lebih dari satu orang guru. Kriteria asesmen memuat rentang skor yang menggambarkan pada rentang berapa, peserta didik didiagnosis sebagai mastery (tuntas) yaitu sudah menguasai tujuan pembelajaran atau belum mastery yaitu belum menguasai tujuan pembelajaran tertentu, atau berupa rambu-rambu bahwa dengan jumlah type error (jenis kesalahan) tertentu peserta didik yang bersangkutan dinyatakan ada kesulitan sehingga harus diberikan perlakuan yang sesuai. Apabila penyusunan butir soal mengacu pada matrik dimensi materi dengan dimensi proses kognitifnya Bloom dan dikemas dalam kemampuan lima dimensi kompetensi, maka jawaban peserta didik langsung dapat diketahui jenis materi dan level proses kognitif, ketrampilan serta pada dimensi kompetensi mana yang sudah dan yang belum dikuasai. Macam-macam asesmen awal yang dapat digunakan diantaranya: 1) Instrumen pilihan ganda 2) Instrumen pilihan ganda yang disertai alasan 3) Instrumen pilihan ganda yang disertai pilihan alasan 4) Instrumen pilihan ganda dan uraian 5) Instrumen uraian d. Penskoran hasil asesmen awal dan pemetaan kemampuan awal peserta didik. Penskoran asesmen awal secara prinsip tidak berbeda dengan penskoran pada tes-tes yang lain, tetapi membutuhkan penelusuran dan interpretasi respons yang lebih cermat karena harus menemukan fungsi asesmen awal. Pemetaan kemampuan awal peserta didik, baik terhadap kemampuan prasyarat ataupun kompetensi yang sedang akan dipelajari dapat digunakan tabel 1.2 berikut.


Tabel 1.2 Pemetaan kemampuan awal peserta didik No Daftar Kemampuan Nama Peserta didik Ali Budi Cintiya Dedi Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak A Materi Fakta 1 Mengingat Fakta B Materi Konsep 1 Mengingat Konsep 2 Menerapkan Konsep 3 Menganalisis Konsep 4 Mencipta Konsep C Materi Prinsip 1 Mengingat prinsip 2 Menerapkan prinsip 3 Menganalisis prinsip 4 Mencipta prinsip D Materi Prosedur 1 Mengingat Prosedur 2 Menerapkan Prosedur 3 Menganalisis Prosedur 4 Mencipta Prosedur E Materi Metakognitif 1 Mengingat Meta Kognitif 2 Menerapkan Meta Kognitif


3 Menganalisis Meta Kognitif 4 Mencipta Meta Kognitif 2. Menyusun Pemetaan untuk Merancang Pembelajaran a. Pemetaan Kemampuan Awal Pemetaan kemampuan awal peserta didik dirumuskan berdasarkan hasil pengolahan asesmen kemampuan awal. Hasil pemetaan menunjukan tingkat kemampuan awal peserta didik terhadap suatu kompetensi, yang diindikasikan dalam penguasaan jenis materi dan level proses kognitifnya. Informasi hasil pemetaan selanjutnya akan dijadikan dasar dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Pemetaan kemampuan awal peserta didik dapat menggunakan tabel 1.3 berikut. Tabel 1.3 Peta Kemampuan Awal Peserta didik No Nama Peserta didik Kompetensi/Pengetahuan yang belum dikuasai Fakta Konsep Prinsip Prosedur Metakognitif Ali Mengingat Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Budi - Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Cintya - Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Dedi - Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta Mengingat Menerapkan Menganalisis Mencipta


b. Pemetaan Gaya Belajar Asesmen awal nonkognitif Asesmen nonkognitif dalam modul ini dibatasi pada asesmen untuk mengidentifikasi gaya belajar peserta didik. Asesmen ini penting diketahui agar guru dapat mengetahui kecenderungan gaya belajar yang dominan pada setiap peserta didik. Metode asesmen awal non kognitif dapat diakses melalui tautan link berikut: https://www.proprofs.com/quiz-school/story.php?title=mtywntezmqz871 Setelah mengikuti uji coba tes gaya belajar tersebut, mari kita lakukan refleksi. 1) Apakah Anda seorang Auditori? Kinestetik? Visual? Intelektual? 2) Apakah Anda pernah menemukan peserta didik yang memiliki gaya belajar yang sama dengan Anda? 3) Apakah Anda pernah menemukan peserta didik yang memiliki gaya belajar berbeda dengan Anda? 4) Apakah semua peserta didik memiliki gaya belajar yang sama? Mengapa? 5) Apakah semua peserta didik memiliki karakteristik yang sama? Berdasarkan hasil refleksi ini, Anda telah memahami bahwa karakteristik dan gaya belajar peserta didik berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Menurut Dave Meier dalam bukunya Accelerated Learning bahwa setiap manusia/peserta didik mempunyai semua gaya belajar yang ada yaitu; 1) Somatic, 2) Auditori, 3) Visual dan 4) Intelektual (dikenal dengan istilah SAVI). Masing-masing peserta didik mempunyai kecenderungan dominasi dari empat gaya belajar yang ada, sedang gaya belajar yang lainnya tetap ada pada setiap peserta didik, hanya kadarnya relatif lebih kecil. Berdasar pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI (Somatic, Auditory, Visual and Intellectual) atau somatis, auditori, visual dan intelektual.


Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Berdasarkan teori Dave Meier tentang pembelajaran SAVI, untuk memperoleh percepatan belajar peserta didik, guru dapat memfasilitasi semua gaya belajar pada setiap materi pembelajaran. Apabila pendekatan ini diterapkan, diharapkan semua peserta didik akan memperoleh percepatan belajar yang optimal, karena semua gaya belajar yang dimilikinya mendapatkan lingkungan belajar yang sesuai.


TOPIK 2 PEMBELAJARAN YANG BERPIHAK PADA PESERTA DIDIK Eksplorasi Konsep A. Memaknai Ragam Kerangka Strategi dalam Pembelajaran A.1 Pembelajaran yang Berdiferensiasi (Developmentally Appropriate Practice) Developmentally Appropriate Practice (DAP) bukan merupakan kurikulum atau seperangkat standar kaku, melainkan seperangkat kerangka kerja, filosofi atau pendekatan dalam pengembangan anak. Terkait penerapan DAP, Haspari, Ariati, dan Widiasari (2015) memposisikan anak sebagai pemegang peranan utama dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, kegiatan yang akan dan sedang dilakukan bertujuan untuk mewadahi gagasan anak, memberikan banyak kesempatan untuk anak aktif bergerak dan bertanya, menjelajah serta mencoba. Pada pendekatan ini, media pembelajaran juga dapat disesuaikan dengan karakter perkembangan anak usia prasekolah yang masih berada pada tahap Praoperasional, yaitu saat anak membutuhkan benda konkret dan lingkungan. Bredekamp (dalam Ilfiandra, 2011) menyatakan bahwa perkembangan anak merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan semua indera secara aktif bahkan terkadang melahirkan berbagai teka-teki bahkan spekulasi. Oleh karena itu, tidak dipungkiri terdapat berbagai sudut pandang dalam menjelaskan dinamika perkembangan dan belajar anak. Dengan merujuk pada pendapat beberapa ahli psikologi perkembangan, Ilfiandra (2011) menjelaskan bagaimana anak berkembang dan belajar sebagai berikut. 1) Perkembangan berlangsung sebagai suatu keseluruhan ranah fisik, sosial, emosional, dan kognitif yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan kata lain, perkembangan itu terjadi secara menyeluruh dalam seluruh aspek perkembangan dan memiliki kaitan yang erat antara satu ranah dengan ranah lainnya. 2) Perkembangan terjadi dalam urutan yang relatif dapat diprediksi yaitu abilitas, keterampilan, dan pengetahuan yang selanjutnya dibangun berdasarkan apa yang sudah diperoleh terdahulu. Perkembangan berlangsung dalam rentang bervariasi antaranak dan juga antarbidang perkembangan dari masing-masing fungsi.


3) Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif atau berbanding lurus terhadap perkembangan anak. Hal itu berarti sedikit atau banyaknya frekuensi paparan pengalaman yang diterima oleh seorang individu dapat berpengaruh perkembangannya. Semakin banyak pengalaman yang diterima atau didapatkan, semakin kuat dan terpenuhi kebutuhan perkembangannya. Demikian pula yang terjadi sebaliknya. 4) Perkembangan berlangsung dalam arah yang dapat diprediksi ke arah kompleksitas, kekhususan, organisasi, dan internalisasi yang lebih meningkat. Belajar pada anak berlangsung dari pengetahuan behavioral yang sederhana ke pengetahuan simbolik atau representasional yang lebih kompleks. 5) Anak adalah pembelajar aktif. Pengalaman fisik dan sosial serta pengetahuan yang ditransmisikan secara kultural mampu membantu anak untuk membentuk dan menciptakan pemahamannya mengenai lingkungan sekitarnya 6) Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi kematangan biologis dan lingkungan yang mencakup lingkungan fisik dan sosial tempat anak tinggal. Bermain merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak, dan juga merefleksikan perkembangan anak. 7) Perkembangan dapat mengalami percepatan jika seorang anak memiliki kesempatan untuk mencoba dan mengasah berbagai keterampilan baru yang tingkat kesulitannya melampaui tugas perkembangan anak seusianya. 8) Anak mendemonstrasikan dan memahami lingkungannya dengan banyak cara. Mereka cenderung memiliki cara belajar tertentu yang menjadi ciri khasnya atau strategi andalannya. Berdasarkan hal tersebut, guru perlu menyediakan banyak kesempatan bagi anak untuk melakukan lebih banyak eksplorasi tentang cara dan strategi belajar yang lebih beragam untuk terus memaksimalkan potensi yang dimiliki. 9) Anak berkembang dan belajar terbaik dalam suatu konteks komunitas yang menghargai, memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya, dan aman baik secara fisik maupun psikologis.


A.1.1 Miskonsepsi tentang Developmentally Appropriate Practice (DAP) Berbagai penolakan terhadap pendekatan DAP disebabkan oleh kekeliruan dalam memaknainya. Beberapa kesalahpahaman bersumber dari kedangkalan pengetahuan mengenai perkembangan anak dan kecenderungan menyederhanakan perilaku anak yang kompleks. Menurut Gestwicki (Ilfiandra, 2011) terdapat beberapa miskonsepsi mengenai penerapan pendekatan DAP. ● Hanya ada satu cara dalam mengimplementasikan DAP. Miskonsepsi ini terjadi sekitar 1987 karena beberapa kalangan melakukan kontradiksi antara praktik yang tepat (appropriate) dan praktik yang tidak tepat (inappropriate). Ada pandangan yang menolak pengalaman belajar yang terstruktur dengan alasan terlalu kaku dan berpusat pada guru. ● Pendekatan dengan pendekatan DAP membuat proses pembelajaran tidak optimal. Guru yang menerapkan DAP dianggap melakukan pengajaran secara minimal, bahkan tidak ada sama sekali. Sekali lagi kekeliruan ini disebabkan oleh keterbatasan sudut pandang orang yang mengemukakan bahwa guru cukup melakukan pengarahan dan pengendalian. ● Pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan DAP mengabaikan aspek akademik. Interpretasi keliru ini berasal dari ketakutan orang terhadap pandangan bahwa jika anak terlalu dini memperoleh stimulasi akademik, maka mereka akan mengalami kesulitan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. ● Praktik pembelajaran yang berorientasi DAP dapat dicapai melalui permainan dan materi tertentu. Miskonsepsi ini merupakan bentuk omong kosong (nonsense) karena merupakan pandangan yang terlalu menyederhanakan persoalan. ● Pembelajaran berorientasi DAP tidak memiliki tujuan yang jelas. Miskonsepsi ini berasal dari kekeliruan mengartikan istilah tujuan pembelajaran meliputi semua dimensi perkembangan, berdasarkan pemahaman terhadap tingkat perkembangan, serta kebutuhan dan perkembangan individual anak.


● Kurikulum dalam praktik DAP adalah perkembangan anak. Misinterpretasi ini disebabkan oleh pengabaian terhadap fakta bahwa disiplin ilmu lain dalam pembelajaran mesti bersinergi dengan ilmu perkembangan anak untuk memastikan anak dapat mewujudkan potensinya. ● DAP merupakan salah satu kecenderungan atau tren pendidikan. Miskonsepsi ini terjadi karena adanya pola pikir yang beranggapan bahwa dalam penerapannya DAP menuntut guru untuk melakukan banyak perubahan dalam pembelajaran. Padahal, penerapan DAP tidak menuntut guru untuk mengubah segala sesuatu yang dilakukannya, melainkan menyelaraskan tindakan pendidikan mereka dengan pengetahuan mengenai perkembangan anak. Sebagai contoh, menggunakan pengetahuan mengenai perkembangan anak untuk mengembangkan rencana pembelajaran dan penilaian. A.1.2 Ciri-Ciri Proses Pembelajaran DAP Program pembelajaran berorientasi DAP menggunakan perspektif perkembangan anak atau pengetahuan mengenai perkembangan anak. Bredekamp dan Rosegrant (dalam Ilfiandra (2011) mengemukakan bahwa DAP dijelaskan sebagai berikut. 1. Kegiatan disesuaikan dengan perkembangan anak dengan fokus agar anak mampu melakukan konstruksi pengetahuan secara mandiri. 2. Kegiatan belajar mampu memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. 3. Kegiatan belajar mampu mencakup semua aspek perkembangan anak. 4. Kegiatan belajar dapat berlangsung melalui projek, pusat belajar, dan bermain yang mencerminkan minat anak. 5. Kegiatan belajar menyajikan materi belajar bersifat konkret dan kontekstual. 6. Rencana pembelajaran yang disusun berdasarkan hasil observasi dan pengukuran secara berkelanjutan mengenai aktivitas anak, minat, kebutuhan, dan tingkat keterlibatan. 7. Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan dorongan kepada anak untuk mencari tantangan baru dalam rangka mengembangkan perasaan mampu dan kendali


diri. Pada pendekatan ini guru diharapkan dapat menyadari bahwa setiap pengalaman merupakan peluang belajar bagi anak dalam rangka menumbuhkan perasaan mampu dan bertanggung jawab pada anak. 8. Guru memfasilitasi pengembangan kendali diri dan komunikasi sosial anak yang disesuaikan dengan kemampuan bahasa dan tingkat kognisi anak. 9. Guru berbicara satu persatu dengan anak, memfasilitasi interaksi verbal dan menyajikan pengalaman belajar bahasa secara terstruktur. 10. Aktivitas di dalam dan di luar ruangan digunakan secara bervariasi dengan intensitas keterlibatan guru secara penuh. 11. Informasi dan gagasan dari orang tua membantu guru untuk mengenal anak dengan lebih baik. 12. Penggunaan tes dan asesmen untuk mengetahui kesiapan anak mengikuti program yang lebih tinggi merupakan cara yang dipakai. 13. Program belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak dan tidak memaksakan sistem yang dikembangkan oleh guru. Setelah membaca dan memahami mengenai pendekatan DAP, silakan melakukan riset mandiri mengenai keunggulan dan kelemahan penerapan DAP di ruang kelas dalam rangka menciptakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Anda dapat menggunakan panduan pertanyaan berikut ini untuk memandu riset yang dilakukan. 1. Apa keunggulan dan kelemahan penerapan DAP di ruang kelas? 2. Menurut Anda, apa yang akan terjadi pada proses pembelajaran di ruang kelas jika guru memahami perkembangan peserta didik dengan baik? 3. Menurut Anda, mengapa guru perlu menjadikan pengetahuan tentang perkembangan anak sebagai bekalnya dalam melakukan pembelajaran di kelas? Simpulkanlah hasil riset yang telah Anda lakukan dalam bentuk catatan, jurnal, peta pikiran, ringkasan, atau bentuk lainnya untuk didiskusikan bersama dosen dan rekan mahasiswa lainnya di kelas.


A.2 Pembelajaran yang Tanggap Budaya (Culturally Responsive Teaching) Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sejuta budaya. Kondisi alam yang beraneka ragam membuat masyarakat Indonesia memiliki pengalaman yang beragam pula dalam menjalani kesehariannya. Maka, sudah semestinya pendidikan di negeri ini bisa merangkul seluruh keragaman dengan memberikan pendidikan yang adil kepada setiap. Adil pada konteks ini adalah dengan memberikan pendidikan sesuai dengan haknya melalui proses pembelajaran yang tanggap budaya. Pembelajaran yang tanggap budaya atau yang juga dikenal dengan istilah Culturally Responsive Teaching (CRT) adalah suatu metode pembelajaran yang berfokus pada adanya persamaan hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pengajaran tanpa membedakan latar belakang budaya mereka. Dalam dunia pendidikan pembelajaran tanggap budaya adalah model pendidikan teoritis yang tidak hanya bertujuan meningkatkan prestasi peserta didik, tetapi juga membantu peserta didik menerima dan memperkokoh identitas budayanya. Menurut Ladson-Billing (1995) terdapat tiga proposisi pendidikan tanggap budaya, yakni: 1. peserta didik mencapai kesuksesan akademis, 2. peserta didik mampu mengembangkan dan memiliki kompetensi budaya (cultural competence), serta 3. peserta didik membangun kesadaran kritis (critical consciousness) sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam merombak tatanan sosial yang tidak adil. Dalam pandangan Gay (2002) terdapat lima elemen esensial dalam pendidikan tanggap budaya, yakni “developing a knowledge base about cultural diversity, including ethnic and cultural diversity content in the curriculum, demonstrating caring and building learning communities, communicating with ethnically diverse students, and responding to ethnic diversity in the delivery of instruction”. Setidaknya terdapat lima panduan atau prinsip aplikasi pendidikan tanggap budaya, yaitu (1) pentingnya budaya, (2) pengetahuan terbentuk sebagai bagian dari konstruksi sosial, (3) inklusivitas budaya, (4) prestasi akademis tidak terbatas pada dimensi intelektual an sich, serta (5) keseimbangan dan keterpaduan antara kesatuan dan keragaman (Greer, et.al., 2009).


Villegas dan Lucas (2002) ketika membahas mengenai karakteristik guru tanggap budaya mengungkap enam karakteristiknya, antara lain: 1. mempunyai kesadaran sosio-kultural, 2. mempunyai afirmasi terhadap keragaman latar belakang peserta didik, 3. mempunyai kepercayaan diri dalam mengemban tugas, 4. memahami bagaimana peserta didik mengkonstruksi pengetahuan dan mendorong peserta didik mengembangkan konstruksi pengetahuannya sendiri, 5. mengetahui pola hidup peserta didik, dan 6. menggunakan informasi mengenai pola hidup peserta didik untuk mendesain pembelajaran yang bermakna (Villegas dan Lucas, 2002). Dengan demikian, pendidikan guru tanggap budaya tidak hanya bertujuan membekali guru untuk menyadari, menghormati dan mengakui kenyataan bahwa terdapat keragaman budaya atau nilai berbeda pada peserta didik yang berasal dari latar belakang suku, agama, bahasa, dan etnis berbeda, tetapi juga mempunyai pengetahuan lebih mendalam mengenai sisi-sisi khusus atau keunikan dari budaya peserta didik dan menggunakannya sebagai titik berangkat dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (Gay, 2002). Sebagai bentuk pemahaman Anda terhadap pembelajaran yang tanggap budaya, simaklah pertanyaan berikut ini dengan seksama. Lalu, berikan tanggapan Anda dalam bentuk jurnal refleksi atau kegiatan diskusi bersama dosen dan atau rekan mahasiswa di kelas. ● Menurut Anda, mengapa guru perlu memahami tentang kerangka strategi dalam pembelajaran yang tanggap budaya? ● Apa implikasinya dalam kegiatan belajar di kelas? ● Menurut Anda, apakah proses pembelajaran yang pernah Anda amati sudah menggunakan kerangka strategi pembelajaran yang tanggap budaya? Mengapa demikian? Setelah berefleksi dan berdiskusi bersama, simaklah kembali sekilas kisah pembelajaran yang dilakukan oleh Made berikut sebagai salah satu contoh gambaran pembelajaran yang tanggap budaya.


Dari contoh Ida di atas, menurut Anda, tantangan apa yang mungkin muncul jika Idae tidak menerapkan pembelajaran yang tanggap budaya di kelasnya? Mengapa? Apa kaitannya dengan teori yang sudah Anda pelajari pada topik sebelumnya? A.3 Pembelajaran yang Sesuai Level (Teaching at the Right Level) Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia dikelompokkan berdasarkan usia peserta didik. Padahal, jika kita ketahui lebih lagi pertambahan usia tak sejajar dengan perkembangan belajar. Setiap perkembangan peserta didik memiliki pendekatan yang berbeda. Teaching at the right level adalah proses intervensi yang harus dilakukan guru dengan memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik untuk menjembatani perbedaan yang ditemukan. Peserta didik tidak terikat pada tingkatan kelas, namun disesuaikan berdasarkan kemampuan peserta didik yang sama. Setiap fase ataupun tingkatan tersebut mempunyai capaian pembelajaran yang harus dicapai. Proses pembelajaran peserta didik akan disusun mengacu pada capaian pembelajaran tersebut namun disesuaikan dengan karakteristik, potensi dan kebutuhan peserta didiknya.


Teaching at the Right Level (TaRL) memungkinkan anak-anak memperoleh keterampilan dasar, seperti membaca dan berhitung dengan cepat. Tanpa memandang usia atau kelas, pengajaran dimulai pada tingkat anak. Inilah yang dimaksud dengan "Mengajar pada Tingkat yang Sesuai". Fokusnya adalah membantu anak-anak dengan dasar membaca, memahami, mengekspresikan diri, serta keterampilan berhitung sesuai dengan tingkat kemampuannya. Guna menerapkan pendekatan ini, tentunya seorang pendidik harus melakukan beberapa tahapan, sebagai berikut. 1) Pahami Peserta Didik Pahami peserta didik dengan apa yang mereka sukai, tipe gaya belajar apa yang membuat mereka nyaman, serta bagaimana karakteristik setiap peserta didik. Selalu ingat bahwa setiap peserta didik itu unik dan memiliki kemampuannya masing-masing. 2) Rancang Perencanaan Pembelajaran Rancang perencanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan hasil identifikasi peserta didik serta pengelompokkan peserta didik dalam tingkat yang sama. 3) Mengikuti Ragam Pelatihan Sebagai seorang pendidik, penting untuk mengikuti berbagai ragam pelatihan guna memahami konsep pendekatan serta teknik yang sesuai agar TaRL dapat diimplementasikan dengan baik. Cara menggunakan capaian pembelajaran dengan prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat pencapaian peserta didik (kebutuhan, kecepatan, dan gaya belajar sesuai dengan fase perkembangan anak) dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Ciptakan lingkungan yang penuh perhatian, saling peduli, terbuka, dan nyaman untuk belajar. 2) Tumbuhkan hubungan yang positif dan konsisten dengan anak-anak lain dan orang dewasa (dalam jumlah yang terbatas). 3) Ciptakan kebiasaan saling menghargai dalam ruang kelas sehingga anak juga belajar untuk menghormati dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada dan mampu menghargai kelebihan-kelebihan tiap orang. 4) Berikan anak-anak kesempatan untuk bermain bersama, mengerjakan tugas dalam kelompok kecil, berbicara dengan teman-temannya atau orang dewasa. Melalui hal-hal tersebut anak belajar bahwa kelebihan dan minatnya berpengaruh terhadap kelompoknya.


5) Lingkungan belajar harus mempunyai tempat untuk dapat bergerak dan beraktivitas dengan leluasa namun juga menyediakan tempat di mana mereka dapat beristirahat. 6) Berikan anak keleluasan untuk belajar dengan berbagai cara serta sediakan juga kegiatan yang terjadwal dan rutin. 7) Gunakan metode mengajar yang tepat. 8) Ciptakan lingkungan yang tanggap akan kebutuhan anak dan merangsang kecerdasan. 9) Gabungkan bermacam-macam pengalaman, material, dan strategi mengajar dalam menyusun kurikulum serta sesuaikan dengan pengalaman-pengalaman, tingkat kematangan, gaya belajar, kebutuhan, dan minat peserta didik. A.3.1 TaRL dalam Kurikulum Merdeka Di dalam kelas tentu saja mungkin kerap kali menemui berbagai karakteristik peserta didik, tidak terkecuali karakteristik perkembangan akademiknya. Ada peserta didik yang cepat belajar dan ada juga yang sedikit lambat dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru. Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena level peserta didik tersebut belum tepat dengan level atau capaian belajar yang ditetapkan. TaRL merupakan pendekatan pedagogis yang memperhatikan persamaan level kemampuan berdasarkan evaluasi. Peserta didik dikelompokan berdasarkan tingkat pembelajaran dari usia dan kelas. Selanjutnya guru harus secara konsisten mengukur kemampuan membaca, menulis, dan memahami. Jika dalam prosesnya peserta didik tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka guru harus menyiapkan program remedial. Pendekatan TaRL terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. TaRL merupakan pendekatan belajar yang tidak mengacu pada tingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan peserta didik. Inilah yang menjadikan TaRL berbeda dari pendekatan biasanya. TaRL dapat menjadi jawaban dari persoalan kesenjangan pemahaman yang selama ini terjadi dalam kelas. Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada guru dalam mengajar disesuaikan dengan kemampuan peserta didiknya. Fakta ini tentu saja menjadikan konsep pendekatan TaRL sebagai hal yang perlu dibahas lebih mendalam lagi.


B. Penerapan Kerangka Strategi dalam Perencanaan Pembelajaran B.1 Perencanaan Pembelajaran B.1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya target pembelajaran yang sesuai dengan jenjang, kemampuan, serta kesiapan peserta didik di kelas. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Secara umum RPP dapat didefinisikan sebagai seperangkat rencana pembelajaran yang memberi arahan bagi guru materi apa saja yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya (Spratt, et al., 2005). Definisi di atas menunjukkan bahwa unsur yang harus ada dalam suatu lesson plan adalah materi pelajaran yang harus dikuasai dan bagaimana pembelajaran untuk mencapai materi tersebut akan dirancang, dikelola, dan dievaluasi keberhasilannya. B.2 Rencana Pembelajaran yang Berpihak Pada peserta didik RPP disusun untuk setiap target pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Menurut Harmer (2001), rancangan pembelajaran yang baik memiliki dua ciri utama, yaitu keselarasan (coherence) dan keberagaman (variety).


1. Keselarasan (Coherence) Keselarasan berarti RPP memiliki pola yang logis dan memiliki keterkaitan antarbagian atau antarunsur yang membentuk satu kesatuan. Jika dalam sebuah RPP terdapat tiga kegiatan yang berbeda-beda, maka harus ada keterkaitan antara ketiga jenis kegiatan. Setidaknya, masing-masing kegiatan tersebut harus mencapai satu tujuan yang sama. Jika tidak ada keterkaitan antar kegiatan, maka bisa dikatakan bahwa RPP tersebut tidak koheren atau tidak selaras. 2. Keberagaman (Variety) Variety berarti penggunaan jenis-jenis aktivitas yang berbeda. Suatu drill yang dilakukan secara monoton dalam keseluruhan cakupan waktu untuk satu pertemuan sudah pasti akan membuat pelajaran menjadi sangat menjemukan. Untuk mencapai suatu kompetensi tertentu seringkali diperlukan beberapa aktivitas berkesinambungan yang nantinya secara bersama-sama akan dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang diinginkan tersebut. Kedua ciri yang disebutkan di atas, sekilas terlihat seperti dua kata berlawanan. Dalam kondisi ekstrim, RPP yang sangat selaras atau koheren mungkin tidak memenuhi syarat keberagaman karena keterikatan satu sama yang antarkegiatan yang terkesan kaku. Sebaliknya sebuah RPP yang memuat aktivitas yang sangat beragam dapat menjadi kurang koheren karena memungkinkan kecenderungan adanya aktivitas yang tidak terkait satu sama lain. Harmer (2001) menyarankan untuk dilakukannya suatu kompromi ‘Plan a lesson that has an internal coherence but which allows students to do different things’. Seorang guru harus mampu merancang RPP yang memiliki koherensi internal tanpa menghalangi peserta didik untuk melakukan berbagai jenis aktivitas yang bervariasi namun tetap relevan.


TOPIK III TELAAH PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN DAN ASESMEN DALAM PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBELAJARAN, DAN ASESMEN DENGAN BERBAGAI MODEL DAN KONTEKS PEMBELAJARAN DI SMK Eksplorasi Konsep Sekarang kita akan mempelajari prinsip pembelajaran dan asesmen di SMK dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan asesmen pembelajaran dengan model Project Based Learning (PjBL) yang diterapkan dalam konteks pembelajaran, seperti Teaching Factory, Kelas Industri, dan Kelas Kewirausahaan (Sekolah Pencetak Wirausaha/SPW). 1. Telaah pembelajaran dan asesmen pada model Project Based Learning (PjBL) Sebelum Anda mempelajari model pembelajaran Project Based Learning (PjBL), silahkan cermati link video berikut: Video 3.5 Konsep PjBL https://youtu.be/KYoCNpEDltQ Nah, saya kira Anda sudah memiliki gambaran awal tentang model pembelajaran Project based learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis projek. Untuk itu, mari kita lanjutkan pembahasan kita tentang PjBL. Guru SMK sebagai pengendali mutu pembelajaran teori di kelas dan praktik di bengkel atau laboratorium tentu harus memiliki jiwa kreatif dan inovatif untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang relevan di era transformasi digital dan revolusi Industri 4,0 ini. Guru SMK harus mampu mengikuti perubahan zaman dan teknologi. Untuk itu guru SMK harus memiliki ide kreatif dalam menyelesaikan permasalahan bagaimana softskill dan hardskill peserta didik bisa terbentuk secara perlahan melalui pembelajaran. Menurut Sudira (2020) cara-cara baru dalam mengajar yang lebih inovatif diperlukan untuk memecahkan masalah Pembelajaran Vokasional. Muara skill mengajar pada Pembelajaran Vokasional era transformasi digital dan revolusi Industri 4,0 tidak lain dan tidak bukan adalah skills to solve vocational learning problems creatively. Pembelajaran Vokasional era Transformasi Digital dan Revolusi Industri 4,0 harus mengajarkan dan melatih peserta didik kemampuan belajar memecahkan masalah dengan kreatif. Model-model pembelajaran pemecahan masalah (PBL) dan model pembelajaran berbasis projek (PjBL) cocok diterapkan dan disarankan lebih banyak diterapkan dalam pembelajaran. Pembelajaran berbasis projek adalah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar melalui pengalaman praktis dalam menyelesaikan projek atau tugas yang terkait dengan kehidupan nyata. Pembelajaran berbasis projek menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, di mana peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan, menerapkan, dan mengevaluasi solusi atas masalah yang ada melalui projek atau tugas yang mereka kerjakan. Peserta didik diarahkan


untuk bekerja dalam kelompok atau tim dan didorong untuk menggunakan berbagai keterampilan seperti keterampilan komunikasi, kolaborasi, pemecahan masalah, dan kreativitas untuk menyelesaikan projek atau tugas. Selama proses pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator, memberikan panduan dan dukungan kepada peserta didik dalam menjalankan projek. Project based learning menghasilkan hasil belajar yang lebih autentik dan bermanfaat bagi peserta didik karena mereka bekerja pada projek atau tugas yang menantang, menarik, dan relevan dengan kehidupan nyata. Selain itu pembelajaran berbasis projek dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan abad 21 seperti literasi digital, kreativitas, inovasi, dan berpikir kritis. Secara umum menurut Sudira (2020), sintak/langkah-langkah pembelajaran berbasis projek (project based learning) meliputi: (a) Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the Essential Question); (b) Mendesain perencanaan projek (Design a Plan for the Project); (c) Menyusun jadwal (Create a Schedule); (d) Memonitor peserta didik dan kemajuan projek (Monitor the Students and the Progress of the Project); (e) Menguji hasil (Assess the Outcome), dan (f) Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience). Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya inovasi pembelajaran di SMK, pembelajaran berbasis projek dirancang untuk menghasilkan projek nyata berupa produk atau jasa sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai soft skills, hard skills, dan karakter. Sintak pembelajaran berbasis projek dituntut menyesuaikan dengan inovasi pembelajaran di SMK yang terus berkembang untuk memberikan bekal hidup (life skill) kepada lulusan siap beradaptasi dengan segala perubahan dan ketidakpastian. Hal ini senada dengan pendapat Sudira (2020) bahwa model-model pembelajaran vokasional masa lalu yang terikat oleh satu model dengan beberapa langkah aturan atau sintak yang ketat akan diabaikan oleh anak-anak millenial di dalam belajar atau menyusun pembelajaran. Model pembelajaran vokasional masa depan cenderung lebih terbuka, bebas dari ikatan satu aturan model sintak tertentu. Untuk itu alur atau sintak pembelajaran berbasis projek yang dikembangkan di SMK mengikuti atau menyerupai alur kerja yang ada di dunia kerja untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa yang nyata, bukan sekedar simulasi. Pesanan atau order dipandang sebagai masalah (problem) yang harus diselesaikan. Permasalahan-permasalahan dijawab dalam bentuk alur atau sintak yang biasa digunakan di dunia kerja dan ini diadopsi sebagai sintak pembelajaran berbasis projek di SMK. Penekanan pembelajaran berbasis projek terletak pada aktivitas-aktivitas peserta didik dalam menghasilkan produk yang menerapkan keterampilan menganalisis, menghitung biaya, merancang, membuat, pengendalian mutu dan menghasilkan produk hasil pembelajaran berdasarkan pekerjaan dan pengalaman nyata. Pembelajaran berbasis projek memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih merencanakan, melaksanakan kegiatan sesuai rencana dan menampilkan atau melaporkan hasil kegiatan. Produk barang atau layanan jasa dalam pembelajaran berbasis projek di SMK dikembangkan sebagai permasalahan atau tantangan yang harus diselesaikan. Produk barang atau layanan dibedakan berdasarkan: (1) order dari konsumen (dunia kerja atau masyarakat), atau (2) usaha kewirausahaan sekolah (guru, peserta didik) atas inisiatif dan kreatifitas sekolah dengan memperhatikan potensi yang ada di sekolah dan lingkungannya. Model pembelajaran berbasis projek atau Project Based Learning (PjBL) pada pembelajaran dan asesmen di SMK akan diterapkan dalam beberapa konteks pembelajaran, seperti


Teaching Factory, Kelas Industri, dan Kelas Kewirausahaan (Sekolah Pencetak Wirausaha/SPW). a. Alur pembelajaran berbasis projek (PjBL) di SMK. Pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning/PjBL) di Sekolah Menengah Kejuruan merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam projek-projek nyata berupa pesanan dari internal sekolah seperti produk kreatif sekolah, dari mitra dunia kerja, atau masyarakat. Projek yang dibuat berdasarkan produk kreatif guru maupun peserta didik dilakukan apabila belum memungkinkan adanya order atau pesanan dari konsumen, mitra dunia kerja atau masyarakat. Berdasarkan Panduan Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diterbitkan oleh Direktorat SMK tahun 2021, alur pembelajaran berbasis projek berdasarkan produk pesanan (order) baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah (mitra dunia kerja dan masyarakat) digambarkan seperti gambar berikut: Gambar 3.1 Alur pembelajaran berbasis projek (PjBL) di SMK dengan projek/produk berupa barang. (Dit SMK, 2021) Pembelajaran berbasis projek dengan produk atau projek yang dibuat berdasarkan order/pesanan, peserta didik dengan bimbingan guru melaksanakan alur pembelajaran sebagai berikut: 1) Menerima pesanan projek/produk. Sekolah dengan melibatkan peserta didik menerima order atau pesanan projek/produk untuk melatih kemampuan komunikasi dengan pelanggan. 2) Analisis projek/produk. Analisis projek atau produk bertujuaan memastikan material yang digunakan, ukuran, proses pengerjaan, dan ketersediaan sumber daya dengan memperhatikan penguasaan kompetensi peserta didik dan guru.


3) Merancang projek/produk. Setelah dilakukan analisis, selanjutnya dilakukan persiapan dan pelaksanaan pembelajaran. Merancang produk/projek berupa desain produk, merencanakan bahan dan alat yang digunakan, dan jadwal pengerjaan produk/projek. Merancang produk dilanjutkan dengan membuat rancangan pembelajaran yang dituangkan guru ke dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau Perangkat Pembelajaran yang berisi di dalamnya lembar kerja (job sheet). 4) Membuat produk/projek sesuai spesifikasi dan prosedur yang ditentukan. Pada alur membuat produk/projek dilaksanakan pembelajaran di bengkel atau laboratorium yang diampu oleh guru. Produk/projek dikerjakan oleh peserta didik dengan dibimbing dan dipantau guru yang bertindak sebagai supervisor dengan menggunakan lembar kerja (job sheet). 5) Memeriksa projek atau uji coba produk (quality control). Produk/projek yang sudah selesai dikerjakan oleh peserta didik, dilakukan uji fungsi atau uji kualitas oleh peserta didik di bawah bimbingan guru sebagai langkah quality control. Pada saat peserta didik melakukan quality control dikaitkan dengan pembelajaran pembelajaran, maka alur pemeriksaan atau ujicoba adalah merupakan pelaksanaan asesmen yang dilakukan oleh guru dan dituangkan ke dalam lembar penilaian yang ada pada job sheet. 6) Mengemas produk atau finishing project. Kemasan produk dilakukan untuk mengamankan pengiriman produk/projek pesanan kepada pelanggan. 7) Mengirim produk/projek atau menyerahkan produk/projek kepada pelanggan bisa dilakukan oleh sekolah maupun ekspedisi jasa pengiriman barang. Untuk produk berupa layanan jasa, umumnya jenis produk atau layanan jasa sudah ditentukan sebelumnya dan juga sudah terstandar durasi waktu pengerjaan dan harga atau biaya layanan jasa yang ada pada brosur, sehingga tidak lagi dilakukan analisis produk. Sebagai penggantinya dilakukan verifikasi ketersediaan layanan jasa. Berikut adalah ilustrasi alur projek berupa layanan jasa menurut Panduan Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diterbitkan oleh Direktorat SMK tahun 2021.


Gambar 3.2 Alur pembelajaran berbasis projek di SMK berupa produk/projek layanan jasa. (Dit SMK, 2021) Alur pembelajaran berbasis projek dengan produk/projek berupa layanan jasa dapat dijelaskan seperti berikut ini. 1) Menerima konsumen/mitra bisnis yang membutuhkan layanan jasa. Sekolah menerima pesanan layanan jasa dari konsumen: masyarakat, dunia kerja, internal sekolah (guru dan warga sekolah). Untuk layanan jasa, biasanya biaya atau harga layanan sudah ditetapkan sebelumnya. 2) Verifikasi ketersediaan layanan jasa. Sekolah melakukan verifikasi pesanan layanan jasa berdasarkan ketersediaan layanan jasa yang dimiliki sekolah. Untuk layanan jasa, biasanya sudah ada jenis-jenis layanan jasa yang dapat dilayani. 3) Menyiapkan layanan jasa berdasarkan permintaan pelanggan. Menyiapkan personil dan peralatan maupun bahan untuk keperluan layanan jasa. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, persiapan layanan jasa ini dituangkan guru ke dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Job sheet (lembar kerja). 4) Melayani jasa sesuai permintaan konsumen dan prosedur yang ditentukan. Layanan jasa dikerjakan oleh peserta didik dengan dibimbing dan dipantau guru. Dalam tahap ini guru bertindak sebagai supervisor. 5) Memastikan layanan jasa sudah sesuai dengan permintaan konsumen. Layanan jasa yang telah dilaksanakan peserta didik, dipastikan telah memenuhi prosedur yang ditentukan. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, pemeriksaan atau ujicoba ini adalah pelaksanaan penilaian yang dapat dituangkan guru ke dalam bentuk Lembar Penilaian. 6) Mengakhiri layanan dan menjalin kemitraan dengan konsumen/mitra bisnis. Pada akhir layanan, biasanya diupayakan agar konsumen atau mitra bisnis menjadi pelanggan setia, untuk itu dilakukan berbagai upaya seperti mencatat nomor telepon konsumen, memberikan cindera mata, dan sejenisnya.


Penyelenggaraan pembelajaran berbasis projek di SMK diawali dengan membangun kemitraan dengan dunia kerja (link and match). Kemitraan sekolah dengan dunia kerja dinaungi dengan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) untuk memastikan kerjasama berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan bersama. Kegiatan kemitraan dalam rangka penyelenggaraan pembelajaran berbasis projek adalah: 1) Penyelarasan kurikulum bersama dengan dunia kerja, agar kompetensi yang dikembangkan di sekolah sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. 2) Penyelarasan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) antara sekolah dan dunia kerja. Pada kurikulum merdeka dinamakan dengan penyelarasan Capaian Pembelajaran (CP). Melalui penyelarasan KI-KD atau penyelarasan Capaian Pembelajaran diharapkan tidak ada kesenjangan antara kompetensi tamatan dengan kebutuhan kompetensi di dunia kerja. Hasil penyelarasan KI-KD atau CP industri bisa menambahkan manakala ada kompetensi yang belum ada pada KI-KD atau CP tetapi dibutuhkan oleh industri. Capaian pembelajaran hasil penyelarasan diturunkan ke dalam Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran yang merupakan rangkaian dari beberapa Tujuan Pembelajaran (disebut juga dengan silabus) sebagai bahan untuk menyusun Perangkat Pembelajaran (Modul Ajar atau RPP). 3) Pemenuhan fasilitas. Hal ini sebagai acuan untuk analisis pesanan projek, apabila fasilitas atau kebutuhan peralatan belum dimiliki oleh SMK, sementara fasilitas peralatan yang dibutuhkan ada di mitra dunia kerja, maka SMK bisa berkolaborasi dengan dunia kerja untuk menggunakan fasilitas yang dimiliki mitra dunia kerja. 4) Perolehan order/pesanan. Kerjasama kemitraan dengan dunia kerja dapat menumbuhkan tingkat kepercayaan dari masyarakat sebagai pelanggan kepada kegiatan PjBL di sekolah, sehingga menumbuhkan jumlah pesanan atau order produk/projek. b. Perencanaan pembelajaran berbasis projek Perencanaan pembelajaran dilakukan setelah penerimaan order yang ditindaklanjuti dengan analisis projek atau layanan jasa. Hasil analisis berupa pemetaan kompetensi dan mata pelajaran yang terlibat serta sumber daya yang dibutuhkan yang akan dipakai dalam merancang projek atau layanan jasa. Merancang projek atau layanan jasa berdasarkan permintaan/spek pelanggan dituangkan dalam rencana pembelajaran projek. Membuat perencanaan pembelajaran projek disusun oleh guru berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Perangkat Pembelajaran yang berisi/terlampir lembar kerja (job sheet). Pada pembelajaran kurikulum merdeka, perangkat pembelajaran disebut dengan Modul Ajar.


Gambar 3.3 Alur perencanaan pembelajaran berbasis projek berupa produk. Gambar 3.4 Alur perencanaan pembelajaran berbasis projek berupa jasa. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis projek adalah: 1) Pemetaan kompetensi. Guru bisa melibatkan peserta didik memetakan kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan projek/produk melalui analisis projek/produk atau layanan jasa. Hasil analisis berupa kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan projek/produk yang diturunkan menjadi Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran dari pembelajaran berbasis projek. Hasil analisis projek tidak menutup kemungkinan menghasilkan pembelajaran tematik yang diterapkan dalam pembelajaran berbasis projek, sehingga pembelajaran merupakan kolaborasi dari berapa mata pelajaran. Ilustrasi analisis projek/produk seperti pada gambar berikut: Gambar 3.5 Analisis kompetensi yang terkait dengan projek. Projek/ produk kreatif sekolah berupa kue Donat yang dipasarkan secara online membutuhkan kolaborasi antara mata pelajaran Boga, Desain Komunikasi Visual (DKV), Bahasa Indonesia, dan Teknik Informasi dan Komunikasi. Kegiatan analisis ini dikoordinir oleh Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum.


2) Pemetaan alur pencapaian kompetensi. Alur pencapaian kompetensi identik sebagai alur tujuan pembelajaran berbasis projek. Sebagai contoh penetapan Alur Tujuan Pembelajaran projek kue donat yang dipasarkan secara daring: Tabel 3.1. Contoh Alur Tujuan Pembelajaran No Aktivitas Pembelajaran Projek Tujuan Pembelajaran Projek Mata Pelajaran Alokasi Waktu 1 Membuat kue donat Peserta didik mampu membuat kue donat Produk Cake dan Kue 4 JP 2 Membuat kemasan kue donat Peserta didik mampu membuat kemasan dari kertas karton Desain Komunikasi Visual 4 JP 3 Mengembangkan aplikasi penjualan secara online Peserta didik mampu membuat aplikasi penjualan secara online. Teknik Komunikasi dan Informatika 2 JP 4 Komunikasi efektif pada penjualan produk secara online Peserta didik mampu berkomunikasi tulisan dan verbal. Bahasa Indonesia 4 JP Total waktu 16 JP Urutan mata pelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Di dalam melakukan penjualan bisa mengembangkan aplikasi penjualan online melalui platform digital. Beberapa platform digital yang sudah ada seperti shopee, tokopedia, website sekolah, blog, WhatsApp, instagram, facebook, iklan di radio swasta dan lain-lain. 3) Menyusun Perangkat Pembelajaran (Modul Ajar/RPP) dan Job sheet. Setelah tersusun tujuan pembelajaran masing-masing mata pelajaran yang terkait dengan projek yang terjadwal sesuai dengan alur tujuan pembelajaran beserta alokasi waktunya, maka dilanjutkan dengan menyusun perangkat pembelajaran (modul ajar/RPP) yang dilengkapi dengan lembar kerja jobsheet. Berikut adalah contoh job sheet yang dapat diunduh pada link berikut:


Contoh Lembar Kerja (Job sheet): https://drive.google.com/file/d/1ntWLmozEB61TvuS0Egfd2FvDsrPQWJJ9/view?usp=sharing c. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek berupa produk atau layanan jasa mengikuti alur seperti pada gambar berikut: Gambar 3.6 Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek berupa produk. Gambar 3.7 Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek berupa jasa layanan. Peserta didik melaksanakan projek sesuai dengan jadwal mata pelajaran yang ditetapkan dengan menggunakan lembar kerja (jobsheet). Lembar kerja atau jobsheet merupakan bagian atau lampiran dari perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru. Guru melakukan pendampingan, memantau kemajuan setiap kelompok, memberikan bimbingan dan umpan balik yang dibutuhkan untuk membantu kelompok mencapai tujuan mereka. Pada pekerjaan yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi dan peserta didik belum menguasai kompetensi untuk mengerjakan proyek/produk, maka guru harus membekali materi secara khusus sampai mereka dapat melaksanakan pekerjaan tersebut. Apabila berdasarkan hasil pemetaan ternyata pekerjaannya sederhana dan peserta didik sudah menguasai kompetensi yang diperlukan maka peserta didik dapat langsung mengerjakan projek/produk. Monitoring dilakukan untuk menentukan apakah mereka telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan produk sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan melalui quality control. Presentasi hasil projek di kelas atau kepada pelanggan untuk memastikan bahwa hasil projek sudah sesuai dengan spesifikasi.


Produk yang sudah memenuhi standar dan spesifikasi yang diuji melalui uji fungsi dan quality control, dikemas dan dikirim kepada pelanggan. Produk layanan jasa apabila sudah sesuai dengan permintaan pelanggan (quality control), maka layanan jasa bisa diakhiri. d. Asesmen pembelajaran berbasis projek (PjBL) Asesmen pembelajaran berbasis projek berupa produk atau layanan jasa dilakukan dengan mengisi lembar penilaian pada lembar kerja atau jobsheet, demikian pula asesmen dilakukan pada saat presentasi produk atau layanan jasa dilakukan secara komprehensif melibatkan semua guru pendamping yang terlibat. Setelah presentasi, peserta didik merefleksikan pengalaman mereka dalam mengerjakan projek dan mengevaluasi kemampuan mereka (refleksi diri) dalam mencapai tujuan projek. Dengan alur pembelajaran berbasis projek (PjB) di SMK, peserta didik dapat terlibat dalam proses pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, dan menantang. Selain itu, peserta didik juga dapat mengembangkan keterampilan sosial, pemecahan masalah, dan kerja sama dalam konteks yang lebih relevan dengan dunia kerja 2. Telaah Pembelajaran dan asesmen pada Teaching Factory (Tefa) Sebelum Anda mempelajari lebih jauh tentang teaching factory, silahkan Anda mencermati video melalui tautan berikut: Tautan Video 3.6 Konsep Teaching factory: https://youtu.be/TWaP0FDp42Y Nah, dari Video tersebut Anda sudah memiliki gambaran awal tentang pengelolaan pembelajaran pada teaching factory di SMK. Untuk mengenali lebih jauh teaching factory, mari kita lanjutkan pembahasannya berikut. a. Konsep Pembelajaran Teaching Factory Pembelajaran pada teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada standar dan prosedur yang berlaku di industri, dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri (Ditpsmk, 2017). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Prosser (1949): “Vocational education will be efficient in proportion as the environment in which the learner is trained is a replica of the environment in which he must subsequently work”. Lebih lanjut disampaikan bahwa: “Effective vocational training can only be given where the training jobs are carried on in the same way with the same operations, the same tools and the same machines as in the occupation itself”. Pendidikan kejuruan akan efektif bila pembelajaran praktik dilakukan pada lingkungan yang merupakan replika industri, dan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti di industri. Konsep teaching factory merupakan menggabungkan konteks belajar dan lingkungan kerja yang realistis dan memunculkan pengalaman belajar yang relevan. Sesuai dengan Pasal 6, ayat (1) PP 41 tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri, yang dimaksud dengan "pabrik dalam sekolah (teaching factory)" adalah sarana produksi yang dioperasikan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang


sesungguhnya untuk menghasilkan produk sesuai dengan kondisi nyata Industri dan tidak berorientasi mencari keuntungan. Teaching factory SMK dalam pelaksanaannya menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan dari SMK. Teaching factory juga harus melibatkan Pemda/Pemkot/provinsi maupun orang tua dan masyarakat dalam perencanaan, regulasi maupun implementasinya. Pembelajaran pada teaching factory merubah budaya pembelajaran sekolah, semua unsur di sekolah harus mengembangkan budaya dan pola pikir bahwa sekolah bukan saja sebagai tempat pendidikan akademik, tetapi juga merupakan tempat membuat produk/layanan yang berstandar industri sesuai kebutuhan masyarakat pada umumnya. Sehingga sekolah harus mengkondisikan area, lingkungan, suasana, aturan tata kelola kerja di ruang praktek seperti yang ada di industri atau tempat kerja yang sebenarnya. Semua warga sekolah juga dituntut bersikap dan berperilaku seperti masyarakat industri, dengan demikian, dalam kurun waktu tertentu akan membentuk karakter dan budaya kerja industri bagi semua unsur yang terlibat didalamnya, baik guru, staf dan peserta didiknya. b. Prinsip dasar teaching factory di SMK Prinsip dasar teaching factory di SMK dalam melaksanakan program teaching factory adalah: (1) Adanya integrasi pengalaman dunia kerja ke dalam kurikulum SMK; (2) Semua peralatan dan bahan serta pelaku pendidikan disusun dan dirancang untuk melakukan proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan produk (barang ataupun jasa); (3) Adanya perpaduan dari pembelajaran berbasis produksi dan pembelajaran kompetensi; (4) Dalam pembelajaran berbasis produksi, siswa SMK harus terlibat langsung dalam proses produksi, sehingga kompetensinya dibangun berdasarkan kebutuhan produksi. Kapasitas produksi dan jenis produk menjadi kunci utama keberhasilan pelaksanaan pembelajaran berbasis produksi (Ditpsmk, 2017). c. Sistematika Teaching factory Sistematika teaching factory terdiri dari parameter teaching factory, analisis pengembangan teaching factory, dan pilar utama operasional teaching factory. 1) Parameter Teaching factory Parameter penerapan teaching factory menjadi dasar untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan teaching factory, yang terdiri dari: Manajemen, Bengkel-Lab, Pola Pembelajaran Training, Marketing Promosi, Produk-Jasa, SDM, dan Hubungan Industri (Ditpsmk, 2017) a) Manajemen Teaching factory. (1) Kepemimpinan Kepala Sekolah dan seluruh manajemen sekolah harus memiliki pola pikir dan pemahaman tentang konsep dan penerapan Teaching factory yang baik dan benar. Kebijakan-kebijakan SMK terintegrasi dengan pelaksanaan Teaching factory, misalnya pada Rencana Induk Pengembangan Sekolah, sasaran mutu, dokumen sekolah, dokumen pelaksanaan pembelajaran. (2) Struktur Organisasi Teaching factory SMK sebagai tata kelola harus memiliki struktur organisasi yang operasional, efektif dan sederhana. Struktur organisasi teaching factory


ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan oleh kepala sekolah. Struktur organisasi teaching factory terintegrasi ke dalam struktur organisasi sekolah. Di bawah ini adalah contoh struktur organisasi teaching factory. Gambar 3.8 Struktur Organisasi Teaching factory (Ditpsmk. 2017) (3) Standar Operasional Prosedur dan alur kerja Standar operasional prosedur merupakan sebuah panduan yang bertujuan memastikan pekerjaan dan kegiatan operasional teaching factory berjalan dengan lancar. Unit/sub unit kegiatan bekerja sesuai dengan SOP yang jelas ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya, serta dilaksanakan secara konsisten dan taat asas. (4) Administrasi Keuangan. Pencatatan dan pengelolaan keuangan teaching factory menggunakan prosedur akuntansi standar dan sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan yang berlaku. Menurut PP Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Manusia, kegiatan unit produksi dan jasa adalah tidak untuk mencari keuntungan. Namun apabila kegiatan unit produksi dan jasa pada teaching factory sudah mampu memiliki omset yang signifikan perlu dikelola dengan sistem pengelolaan keuangan yang sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan yang baik. Bagi SMK negeri bisa diajukan pendirian Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD), agar pengelolaan keuangan sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan yang berlaku, lebih aman dan fleksibel. (5) Lingkungan. Lingkungan pembelajaran pada teaching factory dipastikan bahwa stakeholder (industri, pemerintah daerah, dan masyarakat) memberikan dukungan penuh terimplementasinya teaching factory serta komitmen penuh oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam aktifitas teaching factory. Lingkungan kerja yang saling mendukung dan penguatan budaya kerja berkontribusi kepada pelaksanaan teaching factory. b) Bengkel atau Laboratorium


Bengkel atau laboratorium merupakan tempat pembelajaran praktik yang mendukung kegiatan teaching factory. Untuk itu bengkel atau laboratorium harus memenuhi standar industri. Bengkel dan laboratorium terdiri dari: peralatan, tata kelola penggunaan alat, maintenance repair & calibration (MRC), lay out bengkel atau laboratorium, dan penerapan K3. Peralatan diperlukan dalam pembelajaran praktik untuk mencapai kompetensi maupun untuk tujuan pelaksanaan teaching factory. Untuk itu peralatan harus dalam kondisi siap didukung oleh manajemen MRC dan selalu terjaga standarisasi dan kalibrasinya. Tata kelola penggunaan alat meliputi peminjaman alat, penggunaan alat yang didukung dengan SOP, serta inventarisasi alat didukung dengan digital inventory. Manajemen MRC mendukung tingkat kesiapan peralatan baik dalam fungsi maupun kalibrasinya sehingga mendapatkan hasil produk yang presisi. Manajemen MRC harus dikendalikan secara kontinyu. Penataan bengkel atau laboratorium diatur sesuai dengan standar industri untuk mendapatkan suasana kerja industri didukung dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja atau K3. c) Pola Pembelajaran Pola pembelajaran dilaksanakan pada pembelajaran berbasis industri. Untuk hal tersebut perlu didukung adanya sinkronisasi kurikulum yang dilakukan oleh pihak sekolah dan industri dalam rangka menyusun kurikulum bersama, perangkat pembelajaran (RPP atau Modul Ajar) beserta jobsheet sesuai dengan standar industri. Pembelajaran praktik harus dipastikan ketersediaan bahan praktik yang merupakan bahan baku produksi. Hasil praktik merupakan produk atau jasa yang siap dipasarkan atau produk pesanan. Pelaksanaan pembelajaran praktik merupakan wahana untuk meningkatkan kompetensi secara berulang untuk mencapai hands on experience, peserta didik melakukan tahapan produksi melatih jiwa kewirausahaan untuk menguatkan etos kerja (soft skill dan hard skill). d) Marketing Promosi Implementasi teaching factory harus memiliki target dan segmen pasar serta jangkauan pasar yang jelas. Untuk menjangkau pasar yang luas harus memiliki media komunikasi untuk mengenalkan kegiatan teaching factory SMK beserta produk unggulannya. Media komunikasi dikemas dalam pemanfaatan media cetak, pameran contoh produk, dan pemanfaatan platform digital. e) Produksi dan Jasa Produk dan jasa hasil praktik diuji melalui quality control untuk memastikan pemenuhan standar kualitas, kompetitif, inovatif, delivery yang memuaskan pelanggan. f) Sumber Daya Manusia Teaching factory membutuhkan sumber daya manusia yang berpengalaman dalam produksi, serta mampu berinovasi dan bekerja sama dengan baik dalam tim, memiliki motivasi tinggi. Sumber daya manusia harus memiliki kompetensi yang memadai dalam menganalisis produk menjadi elemen kompetensi pembelajaran praktik.


Penyegaran kompetensi bagi sumber daya manusia dilakukan melalui pemagangan di industri. g) Hubungan Industri Hubungan SMK dan Industri memiliki peran sangat penting dalam menjalankan teaching factory. SMK memastikan hubungan kemitraan dengan industri berjalan dengan baik dan operasional. Mitra industri dilibatkan dalam tahapan kegiatan (1) penyelarasan kurikulum yang terdiri dari analisis konteks sekolah, merumuskan visi dan misi sekolah, penetapan tujuan sekolah dan tujuan program keahlian, (2) merancang organisasi pembelajaran yang terdiri dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan asesmen pembelajaran, uji sertifikasi kompetensi peserta didik dengan pola yang disepakati, (3) keterlibatan industri dalam implementasi pelaksanaan pembelajaran dan asesmen, (4) evaluasi penyelenggaraan pembelajaran sebagai refleksi dan perbaikan sistem pembelajaran secara berkelanjutan, (5) perencanaan pembelajaran Praktik Kerja Lapangan, (6) magang guru, (7) guru tamu, (8) job order berupa pelimpahan pekerjaan/order dari industri untuk dilaksanakan/diproduksi di SMK (teaching factory), dan (9) perekrutan dan penyaluran lulusan serta hal-hal lain yang bisa dilakukan bersama antara sekolah dan industri. 2) Analisis Pengembangan Teaching factory Analisis konteks teaching factory dilakukan dengan menganalisis kondisi dan potensi sekolah dalam mengembangkan teaching factory. Analisis kondisi dan potensi dilakukan dengan menginventarisir kondisi lingkungan sekolah dengan mengelompokkan kondisi internal dan eksternal. Kekuatan, peluang kelemahan dan tantangan yang dialami sekolah saat ini untuk menentukan prioritas pilihan proses produksi yang dipilih dalam teaching factory. Aspek-aspek internal dalam analisis kondisi sekolah diantaranya kurikulum, SDM, fasilitas, pembiayaan, dan manajemen. Adapun aspek eksternal potensi daerah, dan mitra industri sekolah. 3) Pilar Utama Operasional Teaching factory Implementasi pembelajaran teaching factory merupakan pembelajaran yang mengaitkan antara (a) Produk, (b) Lembar Kerja (jobsheet), dan dilaksanakan dalam sistem (c) jadwal blok. a) Produk Produk barang atau jasa pada pembelajaran teaching factory adalah media pengantar untuk mencapai suatu kompetensi tertentu. Aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan suatu produk dalam pembelajaran teaching melalui produk adalah menentukan produk yang memiliki nilai ekonomis. Untuk lebih jelasnya, silahkan cermati video melalui link berikut: Link video 3.7 Pemilihan produk tefa https://youtu.be/doIKW70Qpa8 b) Rencana Pembelajaran dan Lembar kerja (job sheet). Rencana pembelajaran (RPP) yang dikenal dalam kurikulum Merdeka dengan nama Modul Ajar adalah perangkat pembelajaran yang disiapkan oleh guru


berkolaborasi dengan pihak industri berdasarkan analisis produk atau jasa yang akan diproduksi. Di dalam perangkat pembelajaran terdapat lembar kerja (jobsheet) yang memandu peserta didik melakukan praktik dalam rangka mengerjakan produk. Lembar kerja atau jobsheet merupakan bagian dari perangkat pembelajaran (modul ajar). Job sheet merupakan urutan langkah-langkah pekerjaan yang disusun secara urut sesuai prosedur kerja yang ditetapkan untuk mengantarkan pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga jobsheet harus disusun selaras dengan produk dan jadwal blok yang sudah ditetapkan. Untuk lebih memahami bentuk jobsheet silahkan cermati video tayangan pada link berikut: Video 3.8: Penyusunan jobsheet https://youtu.be/fviBTF7fc74 Menurut video tersebut di atas, aspek penilaian hasil kerja praktik pada teaching factory terdiri dari apa saja? c) Jadwal blok Mengapa jadwal pembelajaran dalam konteks teaching factory harus dalam bentuk penjadwalan sistem blok? Untuk lebih jelasnya, silahkan cermati video pada link berikut: Link Video 3.9 Penjadwalan Blok pada Tefa https://youtu.be/NoKcHbN0P7g Jadwal blok adalah persyaratan terselenggaranya pembelajaran teaching factory yang mengatur kontinuitas proses pembelajaran dalam pencapaian kompetensi, menyelaraskan budaya belajar dengan budaya industri, menyelaraskan proses pembelajaran dengan proses produksi dan mengoptimalisasi penggunaan alat praktik untuk proses pembelajaran. Pembelajaran blok difungsikan sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang ada di sekolah baik peserta didik, guru, sarana dan prasarana dalam rangka menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Melalui pembelajaran sistem blok akan membawa suasana kegiatan praktik menyerupai lingkungan dan suasana nyata yang ada di industri. Setelah Anda mengikuti alur pembelajaran eksplorasi konsep tentang teaching factory, silahkan Anda menjawab pertanyaan pada lembar kerja di bawah dengan jawaban singkat. 3. Telaah Pembelajaran dan Asesmen pada Kelas Industri Anda sekarang akan belajar tentang pembelajaran Kelas Industri. Sebagai langkah awal mempelajari pembelajaran berbasis kelas industri, terlebih dahulu silahkan Anda mencermati video pada link berikut:


Video 3.10: Pembelajaran kelas Industri https://youtu.be/xwSEq9ykv6w Nah, dari video tersebut saya kira sekarang Anda sudah mulai mengenali pembelajaran kelas Industri. Persaingan global dalam mencari pekerjaan bagi lulusan SMK sangatlah ketat. Saat ini, peluang kerja di dunia industri semakin kompetitif dan banyak perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan kompetensi yang memadai. Lulusan SMK harus mampu bersaing dengan pencari kerja yang semakin banyak jumlahnya. Tantangan tersebut harus diantisipasi sejak awal agar lulusan SMK dapat berkompetisi di dunia kerja saat ini dan yang akan datang. Untuk itu SMK harus segera tanggap terhadap tuntutan tersebut dengan membangun jejaring dengan industri untuk merancang pembelajaran kejuruan yang mengacu kepada kompetensi yang dibutuhkan industri. Perdirjen Vokasi nomor 45 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pemerintah Pelaksanaan Kelas Industri di Sekolah Menengah Kejuruan Tahun 2023, menegaskan bahwa untuk merealisasikan agar SMK dapat menghasilkan lulusan yang unggul sesuai dengan tuntutan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja diperlukan adanya wadah yang dapat menjembatani kebutuhan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja sesuai dengan harapan SMK. Wadah yang dimaksud adalah kelas industri yang para instrukturnya berasal dari dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja atau guru yang mendapatkan pengetahuan/ketrampilan terkini dan kurikulumnya sudah merupakan hasil sinkronisasi dan siswanya secara langsung melakukan praktik kerja pada tempat kerja yang sesungguhnya. Alur penyelenggaraan kelas industri adalah perencanaan program kelas industri, sinkronisasi kurikulum kelas industri, pelaksanaan program kelas industri, dan evaluasi program kelas industri. Berikut adalah alur penyelenggaraan kelas industri di SMK:


Gambar 3.9 Alur Program Penyelenggaraan Kelas Industri a. Perencanaan Program Kelas Industri. Perencanaan program kelas industri di SMK adalah proses awal dalam penyusunan program kelas industri dengan menyepakati Memorandum of Understanding (MoU). Isi dari MoU adalah perjanjian yang dibuat antara pihak industri dan SMK untuk mencapai kesepakatan dan kerjasama dalam penyelenggaraan kelas industri yang berisikan poin-poin diantaranya: (1) penyediaan pelatihan kelas industri, (2) pengembangan kurikulum kelas industri, (3) program magang bagi guru, (4) penyediaan fasilitas dan peralatan bersama, (5) kolaborasi projek, (6) riset bersama, (7) perekrutan dan penempatan kerja bagi lulusan, (8) Praktik Kerja Lapangan. b. Penyelarasan Kurikulum Kelas Industri. Langkah awal setelah disepakati nota kesepahaman (MoU) adalah melakukan sinkronisasi/penyelarasan kurikulum industri antara industri dan SMK. Kurikulum pada pembelajaran kelas industri di SMK disusun dengan mempertimbangkan standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) atau standar kompetensi kerja (SKK) dan kualifikasi kerja di industri. Lulusan SMK memiliki jenjang kualifikasi kerja level 3 dan 4 sesuai kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI). SKKNI atau SKK tersebut dijabarkan ke dalam beberapa kompetensi dasar dan indikator yang harus dikuasai oleh peserta didik pada akhir program pembelajaran. Bagi SMK yang menyelenggarakan kurikulum merdeka, jabaran SKKNI atau SKK disinkronisasikan dengan Capaian Pembelajaran (CP) SMK sesuai dengan bidang keahlian yang akan diselenggarakan. Kurikulum pada pembelajaran kelas industri di SMK juga harus mempertimbangkan kebutuhan dan tuntutan industri terkait dengan keterampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki oleh tenaga kerja di industri pada bidang tertentu. Kurikulum pada pembelajaran kelas industri di SMK diintegrasikan dengan praktik langsung di industri yang terkait, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman praktis yang relevan dan mengembangkan keterampilan mereka dalam situasi kerja sebenarnya. Kurikulum pada pembelajaran kelas industri di SMK harus mempertimbangkan pengembangan karakter dan soft skill peserta didik, seperti kemampuan berkomunikasi, kerjasama, kepemimpinan, dan etika kerja yang diperlukan dalam dunia industri. c. Pelaksanaan pembelajaran kelas industri Pelaksanaan pembelajaran kelas industri yang selama ini yang dilakukan oleh SMK adalah dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan sistem ganda (PSG) dan praktik kerja lapangan (PKL). 1) Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Salah satu upaya untuk mendekatkan dunia kerja dengan Sekolah Menengah Kejuruan adalah digulirkannya Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang mulai diterapkan di Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia. Kepmendikbud no 323/U/1997 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda Pada Sekolah Menengah Kejuruan, menegaskan bahwa pendidikan sistem ganda selanjutnya disebut PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan sekolah menengah kejuruan dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui


bekerja langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Pendidikan sistem ganda adalah solusi untuk mengatasi kesenjangan kompetensi lulusan dengan kebutuhan kompetensi kerja di industri. Hal ini dikuatkan oleh Aaltje D. Ch. Wayong (2010), dengan konsep Pendidikan Sistem Ganda (PSG) para lulusan SMK tidak saja dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan dasar tentang dunia industri, melainkan langsung dengan pengalaman dan kemampuan praktik di dunia kerja nyata. Dengan kata lain, PSG menjadikan lulusan SMK tidak saja mempunyai kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, melainkan juga mempunyai kualifikasi yang match dengan dunia usaha dan dunia industri Gambar 3.10 Penyelenggaraan pendidikan sistem ganda Penyelenggaraan pendidikan sistem ganda dilakukan di dua tempat yaitu di sekolah dan di dunia kerja. Pada paruh waktu pembelajaran dilaksanakan di sekolah, peserta didik diampu oleh guru seperti halnya pembelajaran yang biasa dilakukan. Paruh waktu berikutnya peserta didik berada dunia kerja yang diampu oleh pendamping dari industri. Pembelajaran paruh waktu tersebut dilaksanakan secara kontinyu. Dengan demikian maka penyelenggaraan pembelajaran dilakukan secara kolaborasi antara sekolah dan industri diharapkan akan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Menurut Indra Djati Sidi pada Aaltje D. Ch. Wayong (2010) PSG bertujuan: (1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat kemampuan, kompetensi, dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja, (2) meningkatkan dan memperkokoh link and match antara lembaga pendidikan-pelatihan kejuruan dan dunia kerja, (3) meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional, (4) memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan. Dengan demikian, penerapan pendidikan sistem ganda sebagai salah satu bentuk dari pembelajaran berbasis industri memberikan penguatan teori dan keterampilan dasar, sementara di dunia kerja peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan kerja yang nyata, budaya kerja, mandiri dan bertanggung jawab secara profesional. Kurikulum yang dipergunakan pada pembelajaran sistem ganda adalah kurikulum yang disusun berdasarkan hasil penyelarasan antara sekolah dan


industri. Asesmen pembelajaran dilakukan oleh sekolah dan industri. Sertifikasi kompetensi peserta didik dilakukan oleh pihak industri. 2) Praktik Kerja Lapangan (PKL) Bentuk lain pembelajaran kelas industri adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL) di dunia kerja. Salah satu pembelajaran di SMK yang mendukung peningkatan kompetensi terutama keterampilan kerja, sikap dan budaya kerja peserta didik adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL). PKL merupakan bentuk pembelajaran peserta didik yang dilaksanakan di dunia kerja untuk mengasah dan memperkuat kompetensi sesuai bidangnya (Dit SMK, 2021). Pelaksanaan PKL dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, seperti yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2020 tentang tentang Praktik Kerja Lapangan bagi Peserta Didik bahwa Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan pembelajaran bagi peserta didik SMK/MAK, SMALB, dan LKP yang dilaksanakan melalui praktik kerja di dunia kerja dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan dunia kerja. Pola penyelenggaraan PKL berdasarkan Pedoman Praktik Kerja Lapangan (PKL) Peserta Didik tahun 2017 yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, pelaksanaan PKL dilakukan dengan: a) Pola harian (120 s.d 200 hari efektif). Penyelenggaraan PKL dilakukan selama 6 sampai dengan 10 bulan setara dengan 5 hari x 4 minggu x 6 bulan = 120 hari sampai dengan 5 hari x 4 minggu x 10 bulan = 200 hari. Penyelenggaraan PKL pola harian ini dilakukan dengan cara mendistribusikan 120 s.d 200 hari peserta didik mengikuti PKL ke dalam hari efektif pembelajaran. Dengan demikian dalam satu minggu efektif, ada beberapa hari peserta didik berada di sekolah dan beberapa hari lainnya peserta didik berada di industri. Hal ini seperti pola yang dilaksanakan pada pembelajaran sistem ganda (PSG) b) Pola mingguan (24 s.d 40 minggu efektif). Penyelenggaraan PKL dilakukan selama 6-10 bulan setara dengan 4 minggu x 6 bulan = 24 minggu sampai dengan 4 minggu x 10 bulan= 40 minggu. Penyelenggaraan PKL pola mingguan ini dilakukan dengan cara mendistribusikan 24 sampai dengan 40 minggu peserta didik mengikuti PKL ke dalam minggu efektif pembelajaran. Dengan demikian dalam satu bulan, ada beberapa minggu peserta didik berada di sekolah dan beberapa minggu lainnya peserta didik berada di industri. Pola ini sesuai bagi SMK yang sudah melakukan pendidikan sistem ganda (PSG). c) Pola bulanan (6 s.d 10 bulan). Penyelenggaraan PKL dilakukan selama 6 sampai dengan 10 bulan. Pola bulanan dilakukan dengan cara mendistribusikan 6 sampai dengan 10 bulan peserta didik mengikuti PKL ke dalam bulan efektif pembelajaran. Dengan demikian dalam satu tahun, peserta didik beberapa bulan berada di sekolah dan beberapa bulan lainnya berada di industri. Pada pola bulanan ini dapat dilakukan dengan sistem blok (6 s.d 10 bulan) atau dapat dipecah diselingi dengan pembelajaran di sekolah. PKL selama 6 bulan dapat


dilakukan pola 3-3, yaitu 3 bulan di industri, 3 bulan di sekolah, dan 3 bulan di industri dan 3 bulan kembali ke sekolah, sehingga memenuhi PKL di industri selama 6 bulan. PKL selama 10 bulan (bagi SMK 4 tahun) dapat dilakukan dalam 3 semester dengan pola 4-3-3 (4 bulan di industri, 2 bulan di sekolah, 3 bulan di industri, 3 bulan di sekolah, 3 bulan di industri dan 3 bulan di sekolah) atau pola 5-5 (5 bulan di industri, 1 bulan di sekolah, 5 bulan di industri, dan 1 bulan di sekolah) sehingga memenuhi lama PKL 10 bulan. Pola lain dapat dikembangkan oleh satuan pendidikan 3) Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada Kurikulum Merdeka Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada kurikulum merdeka ditetapkan sebagai mata pelajaran intrakurikuler berdasarkan Kepmendikbud Ristek no 262/M/2022 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran. PKL ditetapkan sebagai kelompok mata pelajaran kejuruan sehingga memiliki karakteristik mata pelajaran. Mata Pelajaran ini merupakan wahana pembelajaran di dunia kerja untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik meningkatkan penguasaan kompetensi teknis (technical skills) sesuai dengan konsentrasi keahliannya serta menginternalisasi karakter dan budaya kerja (soft skills). Berdasarkan Panduan Praktik Kerja Lapangan Sebagai Mata Pelajaran dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (Dit SMK, 2023) Praktik Kerja Lapangan (PKL) dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam menginternalisasi dan menerapkan keterampilan karakter dan budaya kerja (soft skills) serta menerapkan, meningkatkan, dan mengembangkan penguasaan kompetensi teknis (hard skills) sesuai dengan konsentrasi keahliannya dan kebutuhan dunia kerja, serta kemandirian berwirausaha. Mata pelajaran ini merupakan penyelarasan akhir atau kulminasi dari seluruh mata pelajaran. Pembelajarannya diselenggarakan berbasis proses bisnis dan mengikuti Prosedur Operasional Standar (POS) yang berlaku di dunia kerja melalui tahapan mengamati, memahami, meniru tindakan, bekerja dengan bantuan dan pengawasan, bekerja mandiri, serta aktualisasi dan eksplorasi. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, asesmen dan evaluasi harus berorientasi pada ketercapaian tujuan pembelajaran mata pelajaran (mapel). Pada program SMK 3 (tiga) tahun, Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan mata pelajaran yang dilaksanakan secara blok dan direncanakan pelaksanaannya di kelas XII selama 6 (enam) bulan atau 18 (delapan belas) minggu dengan asumsi 46 (empat puluh enam) JP per minggu. Pada program SMK 4 (empat) tahun, PKL merupakan mata pelajaran yang dilaksanakan secara blok dan direncanakan pelaksanaannya di kelas XIII selama 10 (sepuluh) bulan atau antara 27 (dua puluh tujuh) sampai dengan 28 (dua puluh delapan) minggu dengan asumsi 46 (empat puluh enam) JP per minggu. Pelaksanaan mata pelajaran PKL mengacu pada panduan yang ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi pendidikan vokasi. 4. Telaah Pembelajaran dan Asesmen pada Kelas Kewirausahaan


Click to View FlipBook Version