The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-Book Pasien COVID-19 dengan Komorbid

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by achmad miftachul 'ilmi, 2021-08-17 06:26:24

BUku Pasien Covid-19

E-Book Pasien COVID-19 dengan Komorbid

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa
berkat karunia-Nya, E-Book yang kami kembangkan
sebagai penanganan dengan pendekatan psikologis atau
kesehatan mental bagi pasien covid-19 dengan komorbid
dalam menjalani proses penyembuhan. E-Book yang
dikembangkan berisikan langkah apa yang dapat
dilakukan oleh pasien covid-19 dengan komorbid dalam
berjuang untuk sembuh dari penyakit dan cerita atau
kisah dari penyitas dengan segala perjuangan yang luar
biasa semoga dapat memberikan harapan serta
bermanfaat bagi kita semua.

Perawatan secara medis merupakan hal yang utama
tetapi disamping itu diperlukan kondisi psikologis yang
baik dalam hal ini optimisme dan daya juang untuk
sembuh. Secercah harapan semoga dengan E-Book
berjuang untuk sehat dalam melawan Covid-19 dan
penyakit komorbid dapat bermanfaat bagi pasien covid-
19 dengan komorbid untuk berjuang sembuh dari sakit
yang diderita sehingga dapat menjalankan aktivitas.

Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada tenaga kesehatan yang menjadi garda depan
dalam melawan pandemi ini semoga selalu diberikan
kekuatan, kolega yang membantu dalam diskusi
pengembangan E-Book ini dan para narasumber penyitas
covid-19 dengan komorbid yang telah bersedia untuk
bercerita mengenai pengalaman yang dihadapi semoga
selalu diberikan kesehatan.

Kota Malang, Juli 2021

Tim Penulis

























KISAH PEJUANG 1

Daya Juang yang Tidak Pernah Terlupakan

Saya adalah salah satu orang yang merasa sangat
beruntung di muka bumi ini. Bagaimana tidak? berjuta-
juta orang meninggal karena Covid-19, namun saya dan
keluarga masih diberikan kesempatan oleh tuhan untuk
memperbaiki diri di muka bumi ini. Pada saat paling
rendah hingga dinyatakan kritis selama 4 hari oleh dokter,
lantunan do’a dari orang-orang baik dan optimisme untuk
sembuh yang bisa menjadikan saya bangkit kembali. Saya
selalu mempunyai keyakinan bahwa Allah tidak akan
memberikan cobaan di atas batas kemampuan hamba-
Nya. Semua cobaan yang diberikan oleh Allah pasti ada
hikmah untuk pelajaran hidup..

Cerita ini diawali dari putri saya yang
pulang dari pondok pesantren dalam
kondisi sakit. Dokter menyatakan bahwa
Putri saya terkena tifus, sehingga hanya
perlu istirahat dan meminum obat. Karena
putri saya mempunyai kekhawatiran
untuk menulari orang tuanya, maka ia
memutuskan untuk kembali ke pondok
pesantren. Selang beberapa hari ada
pengumuman dari pondok pesantren
bahwasanya putri saya terkena Covid-19.
Saya benar-benar merasakan stres tidak

13

karuan, namun berpasrah kepada sang pencipta adalah

jawabannya.

Dua hari setelah itu saya

mulai merasakan deman, sesak

napas, dan batuk-batuk yang

luar biasa. Saya menganggap

itu adalah penyakit seperti

biasanya ketika hipertensi dan

jantung kambuh. Kejanggalan

mulai terjadi ketika saya

mengonsumsi obat dari

beberapa hari, bukan

kesembuhan yang terjadi malah

sebaliknya.. Dengan tekat hati yang kuat, saya

memutuskan ke Rumah Sakit untuk rapid. Namun hasil

rapid tes dinyatakan negatif. Karena masih ada

kejanggalan dalam hati, saya meminta untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut. Dokter menawarkan untuk

dilakukan rontgen paru. Hasil rogten menunjukkan

bahwasannya hampir 80% sudah tertutup kabut putih.

Dari hasil tersebut, dokter merujuk ke RSUD rujukan

untuk pasien Covid-19. Selama masuk UGD dilakukan

berbagai pemeriksaan dan malam itu saya dinyatakan

positif Covid-19. Selanjutnya saya harus masuk ICU Covid-

19 karena ada komorbid yang sangat kompleks

(Hipertensi, Jantung, dan diabetes sejak tahun 2009).

Namun pada saat itu ruangan masih penuh, dan harus

menunggu selama sehari dua malam, tepatnya pada

tanggal 1 Februari 2021 saya bisa masuk ke ICU Covid-19.

Ketika sudah di ICU sekitar 5 hari, suami juga dinyatakan

14

positif Covid-19. Suami saya dirawat di rumah sakit yang
berbeda selama 14 hari karena juga memiliki komorbid
diabetes dan jantung. Cemas memang ada, namun saya
selalu berpikir positif atas jalan yang diberikan oleh
Tuhan.

Saya sangat tenang dan lega dapat masuk ruangan
ICU Covid-19, dalam hati berbicara “alhamdulillah saya
dapat masuk ruangan ICU Covid-19, disini saya akan
mendapatkan penanganan yang lebih optimal”. Benar
saja, semua dokter dan perawat memberikan layanan
sangat baik kepada pasien-pasiennya layaknya dengan
keluarganya sendiri. Bahkan selama 28 hari di ruangan
ICU Covid-19, perawat selalu menawarkan bantuan ketika
makan, minum obat, baung air besar, bahkan ketika haid.
Oleh karenanya ketika banyak berita menyatakan bahwa
rumah sakit dan tenaga kesehatan tidak memberikan
layanan dengan maksimal, saya adalah orang yang sangat
tidak setuju. Selama 50 hari saya dirawat oleh dokter dan
perawat dengan mati-matian.

Selama di ICU Covid-19 fenomena orang minggal
sudah menjadi hal yang biasa. Banyak pasien ketika pagi
sehat dan keesokan harinya sudah meninggal. Benar-
benar sungguh mengerikan kejadian tersebut. Untuk
menguatkan diri agar tidak takut, saya melaksanakan
rutinitas seperti sholat 5 waktu, tahajud, mengaji,
mendengarkan murotal, dan terkadang mendengarkan
lagu nostalgia. Saya menyadari bahwa rasa putus asa
sempat muncul, bayangkan saja selama 6 kali tes swab
hasilnya tetap positif Covid-19. Namun saya berpikir,
masih banyak orang yang membutuhkan saya, maka dari

15

itu saya harus tetap semangat untuk sembuh. Setiap hari
hanya bisa memohaon do’a “Ya Allah jika saya sembuh
dari sini, maka saya akan berusaha lebih baik lagi di dunia
ini”.

Tepatnya hari ke 28 di ruang ICU Covid-19 dan
dilakukan tes swab yang ke 7, hasilnya menunjukkan
bahwa sudah negatif COVID-19. Selanjutnya saya
dipindah ke ICU untuk pasien umum. Ketika masuk di ICU
umum dokter memberikan pesan “Ibu jangan sampai
minta pulang karena sudah negatif Covid-19. Kalau
memang kondisi ibu sudah benar-benar membaik, pasti
saya berikan izin untuk pulang tanpa ibu minta” pesan
tersebut yang selalu saya ingat dan semua ini demi
kebaikan. Saya menjalani perawatan di ICU umum selama
20 hari pada tangal 1-20 Maret 2021.

Setelah 50 hari berlalu,
saya dapat pulang ke
rumah. Pasrah, berdoa, dan
selalu semangat untuk
optimisme sembuh adalah
kuncinya. Banyak sekali ilmu
dan pelajaran hidup yang
terpatri dan tidak akan terlupakan selama teninfeksi
Covid-19. Dengan pengalaman yang saya miliki, saya juga
berusaha untuk mengedukasi masyarakat sekitar dengan
bukti nyata. Mari semua bangsa Indonesia yang terinfeksi
Covid-19 tetap tumbuhkan rasa semangat dan optimisme
untuk sembuh. Sedangkan bagi teman-teman yang
sekarang diberkan kesehatan, maka jagalah dengan selalu
menggunakan protokol kesehatan saat keluar rumah.

16

KISAH PEJUANG 2

Mengapa Saya yang Terinfeksi COVID-19?

Sungguh tak percaya rasanya

ketika hasil menunjukkan bahwa saya

positif COVID-19. Saya sudah

menerapkan protokol kesehatan

yang sangat ketat dibandingkan

dengan teman-teman. Prediksi saya

terkena COVID-19 saat mengikuti

kegiatan di Hotel X pada tahun 2020.

Setelah usai dari kegiatan tersebut,

malam harinya tiba-tiba

tenggorokan saya mulai sakit namun

masih berfikir bahwa itu sakit biasa

karena pada bulan November cuaca

tidak menentu. Semakin lama sakit tenggorokan tidak

kunjung reda, padahal biasanya setelah mengkonsumsi

obat-obatan herbal langsung bisa reda. Dari situlah saya

mulai berfikir dan bertanya-tenya apakah saya terkena

Covid-19?

Selama seminggu kondisi semakin memburuk, saya

putuskan untuk pulang ke kampung halaman. Sampai di

sana kondisi semakin memburuk, suhu badan menjadi

panas dingin tidak jelas. Rasa sakit yang saya alami

membuat tidak bisa tidur. Dengan berbagai

pertimbangan saya memutuskan untuk kembali ke jota

tempat kerja. Sampai di sana malah semakin memburuk,

17

saat mandi ludah saya keluar darah padahal saya tidak

memiliki gejala penyakit paru-paru. Gejala-gejala yang

saya alami semakin parah dan akhirnya saya memutuskan

untuk Swab. Hasil Swab saya adalah positif. Akhirnya saya

memutuskan untuk berobat ke Rumah Sakit agar

mendapatkan perawatan.

Rasa stres menghantui

ketika awal-awal melakukan

perawatan di Rumah Sakit.

Rasa takut semakin tidak

karuan ketika melihat

jenazah yang keluar masuk

ruangan ICU. Disisi lain saya

juga mempunyai komorbid

hipertensi, dimana saat itu

tekanan darah mencapai

200/100. Ketakutan

bertambah lagi ketika

membaca berbagai berita bahwasannya orang yang

terinfeksi COVID-19 dengan komorbid hipertensi

mempunyai risiko kematian lebih tinggi. Saya hanya bisa

berdo’a kepada Tuhan agar dapat sembuh dan tidak

keluar sebagai jenazah. Selain itu, saya juga takut dan

bingung bagaimana memberi tahu ke pihak tempat

bekerja bahwasannya saya positif COVID-19. Berkat

dukungan dan saran dari teman-teman di tempat bekerja,

akhirnya masalah tersebut dapat terselesaikan.

Pernah saya berfikir bahwa tidak dapat sembuh, dan

takut akan kematian. Sungguh perasaan saya penuh

dengan kesedihan dan dipenuhi pikiran bahwa saya sudah

18

tidak berguna. Namun pihak keluarga, tenaga medis, dan
teman-teman dekat selalu memberikan semangat untuk
sembuh. Saya juga memiliki anak kecil yang masih
membutuhkan sosok seorang ayah. Saya juga mengingat
kesulitan-kesulitan masa lalu yang bisa dijalani dengan
baik “dulu saya bisa kenapa sekarang malah putus asa
seperti ini?”. Akhirnya semangat dan optimisme untuk
sembuh muncul. Berbagai aktivitas seperti sholat,
membaca Al-Qur’an, olahraga ringan, makan buah dan
sayuran saya lakukan.

Setelah dirawat di Rumah Sakit selama 15 hari dan
dinyatakan negatif, saya merasa belum puas karena masih
ada dampak yang saya rasakan. Setelah berkonsultasi
dengan doktor, ternyata saya mengalami long COVID
sehingga setelah negatif masih ada dampak lain yang
dirasakan. Namun saya sudah tidak khawatir dengan hal
tersebut dan menjalankan pola hidup sehat untuk
kedepannya. Banyak sekali hikmah yang saya dapatkan
dari pengalaman ini. Adanya COVID-19 ini menjadikan
saya orang yang lebih kuat, lebih sabar, lebih beryukur,
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, dan lebih
menghargai kesehatan tubuh. Itulah sedikit cerita saya
saat menjadi penyintas Covid-19. Semoga kita semua
selalu diberikan kesehatan oleh Tuhan.

19

DAFTAR RUJUKAN

Fauzan, L. (2007). Relaxation : Prosedur Sistematis
Menuju Kondisi Tenang. UPT Bimbingan dan
Konseling Universitas Negeri Malang Departemen
Pendidikan Nasional.

Jannah, N., & Putri, Y. S. E. (2015). Penerapan Teknik

Berpikir Positif dan Afirmasi Positif pada Klien

Ketidakberdayaan dengan Gagal Jantung Kongestif.

Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat
30–39.
Nasional Indonesia, 3(2),

https://doi.org/10.26714/JKJ.3.2.2015.30-39

Liu, K., Chen, Y., Wu, D., Lin, R., Wang, Z., & Pan, L. (2020).
Effects of progressive muscle relaxation on anxiety
and sleep quality in patients with COVID-19.
Complementary Therapies in Clinical Practice, 39,
1744–3881.
https://doi.org/10.1016/J.CTCP.2020.101132

Wijaya, F., & Rahayu, D. A. (2019). PENGARUH AFIRMASI

POSITIF TERHADAP MEKANISME KOPING PADA

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK. Jurnal Ilmu

Keperawatan Jiwa, 2(1), 7–12.

https://doi.org/10.32584/JIKJ.V2I1.246

20


Click to View FlipBook Version