The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by umimahmudah306, 2021-07-23 12:46:35

Flib Book Kearifan lokal

Flib Book Kearifan lokal

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

1

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

HUKUM BERNOULLI DAN PERSAMAAN KONTINUITAS
FISIKA XI

PENYUSUN
RAHMANIA AMANAH PUTRI

UMI MAHMUDAH
UNIVERSITAS JEMBER

2

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

DAFTAR ISI
PENYUSUN....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
KEGIATAN PEMBELAJARAN .................................................................................... 3

A. Sejarah Perahu Bercadik ......................................................................................... 5
B. Nilai Kearifan Lokal Perahu Cadik......................................................................... 7
C. Konsep Fisika.......................................................................................................... 9

1) Hukum Bernoulli ................................................................................................ 9
2) Persamaan Kontinuitas ....................................................................................... 11

3

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

FISIKA

“HUKUM BERNOULLI DAN
PERSAMAAN KONTINUITAS”

Kompetensi Inti: “

KI. 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI. 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural,
dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.

KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif
dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator
3.4 Menerapkan prinsip fluida dinamik dalam 3.4.1 Menganalisis konsep fisika pada
teknologi perahu cadik
4.4 Membuat dan menguji proyek sederhana 3.4.2 Menyusun bahan ajar berupa flipbook
yang menerapkan prinsip dinamika fluida digital berbasis kearifan lokal perahu cadik

TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik mampu memahami konsep fisika pada kearifan lokal perahu cadik melalui
flipbook digital

1

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

Bagaimana Sejarah
Perahu Cadik?

Di wilayah Asia Tenggara yang dihuni oleh manusia berbahasa
Austronesia, keahlian melaut dan membangun perahu dimulai sejak
sekitar 500 tahun SM yang menjadi medium interaksi rutin dengan
kawasan Asia Barat dan Timur. Hal ini merupakan bagian integral
dalam pertukaran gagasan, konsep dan komoditi yang dimulai pada
pertengahan milenium pertama Masehi dan menjadi landasan
terbentuknya kesatuan sosial-budaya yang terstratifikasi, kemudian
pada seribu tahun berikutnya terdapat suatu perkembangan lingkaran
perdagangan laut terluas dunia pada masanya. Sebagaimana
diutarakan Mahdi (in press a: 5), tradisi maritim yang sudah berjalan
hingga puluhan ribu tahun ini melahirkan berbagai solusi teknologi
pembangunan kendaraan laut dan pengetahuan orientasi navigasi yang
kompleks. Selain itu, keberadaan perahu ini dapat mengembangkan
sektor politik dan ekonomi dalam menunjang kebutuhan hidup di
kawasan Asia Barat dan Timur.

Kendaraan laut par excellence manusia Austronesia adalah perahu
bercadik. Tipe perahu ini ditemui di hampir semua wilayah yang dihuni para
penutur bahasa-bahasa itu, dan bahkan menyebar ke beberapa daerah yang
berkomunikasi dengannya, Doran (1981: 89ff) dan Mahdi (in press a: 9; in press
b: 8f) berpendapat bahwa tipe kendaraan laut Austronesia tertua adalah perahu
berbadan dua (katamaran), diikuti oleh tipe bercadik satu yang dibalik arah
berlayarnya dengan memalingkan haluannya. Sebagaimana yang diketahui pada
perkembangan akhir, tipe perahu yang mulai berkembang merupakan perahu
bercadik ganda yang kini umum digunakan di kawasan Nusantara. Hal ini
terlihat dengan jelas pada kemiripan istilah katir dan cadik. Meskipun sepanjang
daerah Oseania terdapat beraneka ragam langgam menyematkan sebatang katir
pada cadiknya, sistem pemasangan cadik pada lambung perahu pada dasarnya
sama. Sekian banyak catatan etnografis menggambarkan cara mengikat
batangan cadik itu kepada sebatang kayu melintang (atau, lebih jarang,
melengkung, atau dua-duanya) yang disangkutkan di bawah (atau diikat kepada)
tual-tual atau kupingan yang menonjol ke dalam ruangan lambung.
Sebagaimana akan dibahas di bawah, tual – tual ( merujuk kepada bentuknya,
yang pada umumnya mengingatkan akan “balok-balok persegi empat kecil”
yang dibiarkan tertinggal pada salah satu sisi papan) yang berdasarkan
kesamaan penamaannya dalam bahasa-bahasa Austronesia Barat diistilahkan
tambuku yang merupakan salah satu ciri utama tradisi pembuatan perahu dan
kapal di kawasan Nusantara.

2

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

Nooteboom (1932: 191) menggambarkan suatu kemungkinan sederhana
akan terciptanya tambuku tersebut. Perahu-perahu tradisional pada umumnya
berupa perahu lesung yang terbuat dari sebatang pohon yang tengahnya
dikosongkan. Terdapat beberapa cara pembuatan perahu lesung yang sering
digunakan, diantaranya pada saat memasangkan kayunya pada umumnya
beberapa sekat melintang atau bangku dibiarkan tetap berdiri sebagai tempat
duduk pendayung atau dasar pengikat cadik dan karena bangku-bangku perahu
bersudut siku terhadap arah urat kayu, maka sama sekali tak susah dibayangkan
bahwa kayu melintang ini pada penggunaan kendaraan laut yang
berkepanjangan akan rusak. Bila ini terjadi, ada kemungkinan bahwa bagian-
bagian darinya tertinggal pada kedua sisi dalam perahu, terutama bila kayu
melintang itu dikosongkan dari bawah.

Sebagai pintu gerbang bagi penutur bahasa-bahasa Austronesia dalam
perjalanannya ke arah timur, maka di kawasan Nusantara mestinya terdapat
perkembangan serupa yang bahkan mendahului wilayah-wilayah di timurnya
dan kendati luasnya interaksi Kompleks Budaya Lapita dengan kawasan
Austronesia Barat masih didiskusikan. Dapat diasumsikan bahwa pada awal
milenium terakhir SM telah terbentang berbagai jalur komunikasi lewat laut
antara Sabah dan Kepulauan Kaledonia Baru. Peningkatan interaksi di
sepanjang wilayah laut Cina Selatan dan Samudra India ini terjadi ketika
adanya pusat kompleksitas teknologi perkumpulan perahu perahu di laut Jawa
bagian timur. Menurut Doran (1981: 91) pusat inilah yang menghasilkan tipe
perahu bercadik ganda, salah satu kendaraan laut khas Nusantara zaman
sekarang.

Perahu bercadik ganda diperkirakan tercipta pada pertengahan kedua
milenium akhir SM di wilayah Laut Jawa Timur / Laut Flores Barat. Berbeda
dengan perahu bercadik tunggal yang dapat dipalingkan dengan memindahkan
letak tiang, layar dan kemudi agar haluannya menjadi buritan (dan sebaliknya
yaitu dengan membalikkan arah berlayar sebuah perahu bercadik dua lebih
gampang dengan tacking berputar ke arah angin dan gybing berputar dengan
mengikuti arah angin. Berdasarkan kalkulasi daya apung katir yang diasumsi
terbuat dari bambu (Beale 2006: 26), Burningham (2003: unpg.).
Keseimbangan daya apung dan berat katir membatasi penggunaan efektif
cadik bambu pada perahu batangan yang ditinggikan pada ukuran panjang
sekitar 10 meter (Burningham 2005: 11).

3

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

Perahu cadik yang terbuat dari kayu di Desa Bimorejo diperkirakan
mulai berkembang sejak tahun 1982. Seiring berkembangnya teknologi dan
fungsi yang lebih kompleks, hingga akhirnya nelayan Desa Bimorejo
melakukan suatu modifikasi dengan menambahkan penopang pada sisi kanan
dan kiri nya, yang dinamakan dengan cadik. Kemudian pada tahun 2013, para
nelayan Desa Bimorejo membuat perahu dengan berbahan dasar Fiber Glass,
tujuannya adalah agar perahu tersebut lebih tahan lama ketika digunakan dan
tidak membutuhkan perawatan yang lebih kompleks.

Nilai Kearifan Lokal
Perahu Cadik

Perahu tradisional nusantara merupakan bentuk kepribadian dan jati diri
bangsa Indonesia. Perahu Nusantara yang bersifat tradisional merupakan hasil
dari pola pikir dan sepak terjang nenek moyang bangsa Indonesia, sebagai usaha
antisipasi dari keadaan geografis yang sebagian besar terdiri dari pulau-pulau.
Sejak munculnya pertama kali perahu Nusantara di bumi asalnya keadaan perahu
tersebut masih sangat sederhana.

Pengembangan perahu perahu yang terdapat di Desa Bimorejo dihasilkan
dari pengembangan perahu – perahu yang terdapat di nusantara. Perahu tersebut
digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi antara Asia Timur dan Barat.
Seiring berkembangnya teknologi, perahu tradisional tidak hanya mengalami
perubahan pada bentuknya saja, melainkan terletak pada fungsi dan peranannya.
Bangsa Indonesia telah mahir dalam memodifikasi perahu-perahu dalam
berbagai bentuk dan hal ini semuanya dicapai melalui perkembangan pola pikir
yang begitu dinamis dan ingin maju dari pendukung perahu Nusantara.

4

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

Pengalaman itulah yang kemudian menjadi tantangan bagi masyarakat
Indonesia untuk menciptakan perahu yang tidak mudah terbalik. Akhirnya cita-cita
menciptakan perahu yang diharapkan dapat mengatasi gelombang adalah
dipasangnya kayu-kayu atau bambu yang direntangkan di samping kanan dan kiri
perahu sejajar dengan perahunya yang di istilahkan dengan cadik yang menjadi
penguat dan menahan kemungkinan untuk tidak terbalik.

Keberanian mengarungi samudera bagi nenek moyang bangsa Indonesia sudah
tidak diragukan lagi. Keberanian yang luar biasa yang dialami nenek moyang bangsa
Indonesia tersebut yaitu dengan perahu-perahu cadik yang sederhana, mereka telah
dapat menaklukkan samudra dan lautan luas dari Madagaskar sampai Pasifik.
Peristiwa-peristiwa yang dialami bersama nenek moyang bangsa Indonesia untuk
mencari kehidupan yang lebih baik di Nusantara merupakan suatu pengalaman yang
tidak terlupakan oleh mereka.

Inilah yang menjadi ciri khas dan identitas nenek moyang bangsa Indonesia
pada waktu itu yang terus diwariskan kepada bangsa Indonesia, sehingga
terbentuklah jati diri dan kepribadian bangsa. Menurut Edi Sedyawati (1992) apabila
identitas suatu bangsa itu rusak, dan lebih-lebih jika hilang sama sekali, maka bangsa
yang bersangkutan akan menderita trauma yang mendalam. Kehilangan atau
kehancuran identitas diri itu membawa kepada disintegrasi komuniti, atau bahkan
membawa pada situasi alienasi dan mudah tunduk.

Setelah membahas kearifan lokal secara keseluruhan, selanjutnya akan
dibahas kearifan lokal yang terdapat pada perahu cadik di Desa Bimorejo. Jika
ditinjau dari fungsinya, maka terdapat dua nilai kearifan lokal yang dapat diambil,
diantaranya: Sebagai alat mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup,
memiliki eksistensi yang dilestarikan hingga saat ini dan masih belum ada yang
menggantikannya.

5

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

Konsep Fisika

Persamaan Kontinuitas

Perjalanan perahu cadik tidak terlepas dari laju aliran di dalamnya. Laju aliran

merupakan banyaknya massa fluida yang melewati suatu titik tertentu per satuan waktu
, laju aliran massa = Δm / Δt (Giancoli, 2014). Suatu volume fluida yang melewati titik
1 (menembus bidang penampang seluas A1) dalam waktu Δt adalah Δ1.Al1, dimana Al1
merupakan jarak perpindahan fluida selama waktu Δt. Karena kecepatan fluida
bergerak melewati titik 1 adalah v1 = Δl1/ Δt, laju aliran massa Δm1/ Δt menembus

aliran seluas A1 adalah:

Δm1 = 1Δv1 = 1.A1. 1 = p1 A1v1
Δt Δt Δt

dimana Δv1 = A1. Al1 adalah sebuah volume bermassa Δm1, dan p1 adalah densitas

fluida. Sama halnya pada titik 2 (menembus bidang penampang seluas A2)., laju aliran

fluida adalah p2A2v2, karena tidak ada fluida yang mengalir masuk atau keluar dari sisi

sisi perahu, laju aliran menembus A1 dan laju aliran menembus A2 harus sama

besarnya. Sehingga

Δm1 Δm2
Δt = Δt

p1.A1.v1 = p2.A2.v2

Persamaan di atas dinamakan persamaan kontinuitas. Jika fluidanya tidak dapat

dimampatkan (p tidak ikut berubah bersama perubahan tekanan), yang merupakan

aproksimasi yang sangat baik bagi zat cair , maka p1 = p2 dan persamaan kontinuitas

menjadi:

A1v1 = A2v2
Karena Δv/Δt = A. Δl / Δt = Av, persamaan di atas menyatakan bahwa apabila luas

bidang pada penampang alir kecil, maka kecepatan akan tinggi, begitupun sebaliknya.

Pada perahu bercadik, luas permukaan bagian bawah perahu lebih kecil, sehingga

kecepatan perahu tersebut akan semakin besar. Namun jika luas permukaan bagian

bawah perahu lebih lebar, maka kecepatan perahu tersebut akan semakin kecil. Hal ini

berdasarkan persamaan kontinuitas yang telah disebutkan di atas. Namun, agar perahu

tidak mudah terbalik, maka dipasanglah cadik pada sisi kanan dan kirinya sebagai

6

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

penyeimbang. Konsep kesetimbangan ini telah dibahas pada pembahasan sebelumnya.
Selanjutnya akan digambarkan konsep fisika pada perahu di bawah ini:

Pada ilustrasi di atas, permukaan bagian bawah perahu memiliki bentuk yang kecil dan
lancip. Bentuk luas permukaan perahu yang kecil dan lancip memudahkan perahu untuk
membelah ombak, sehingga kecepatan yang dihasilkan lebih besar. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada narasumber pembuat perahu di desa
Bimorejo, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, kecepatan perahu
bercadik yang memiliki luas penampang yang kecil, kecepatan yang dihasilkan
mencapai 80 m/s. Sedangkan perahu yang memiliki luas penampang yang lebih besar,
seperti hal nya pada jenis perahu tradisional jenis pugeran memiliki kecepatan berlayar
sebesar 50 – 60 m/s. Jenis perahu pugeran dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

7

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

Hukum Bernoulli

Suatu perahu cadik menggunakan konsep Hukum Bernoulli di dalamnya. Seorang

nelayan yang ahli dalam pembuatan perahu bercadik secara tidak langsung sudah

menggunakan konsep Hukum Bernoulli di dalamnya. Penerapan hukum alam yang
ditemukan oleh daniel Bernoulli (1700 – 1782) menyatakan bahwa apabila kecepatan

fluida tinggi, tekanan kompresibel fluida akan rendah, dan apabila kecepatan fluida

rendah, tekanannya akan tinggi. Perahu bercadik tidak membutuhkan gaya yang besar

untuk menggerakkan perahunya, karena dengan adanya luas penampang yang kecil,

kecepatan perahu akan semakin besar. Berdasarkan pada persamaan Hukum Bernoulli:
W = F1 . Δl
W1 = P1.A1. Δl1

karena P = F/A, usaha yang dilakukan oleh fluida adalah:
W2 = -P2A2 Δl2

Tanda negatif digunakan pada fluida berlawanan arah dengan aliran fluida. Usaha juga

dilakukan pada fluida tersebut oleh gaya gravitasi. Karena fluida tidak dapat

dimampatkan, sehingga usaha yang dilakukan oleh gravitasi adalah sebesar:
W3 = -mg (y2 – y1),

dimana y1 dan y2 adalah ketinggian sumbu pusat tabung di atas suatu titik acuan

tertentu.

Menurut prinsip usaha energi, usaha (neto) yang dilakukan pada sebuah sistem adalah

sama dengan perubahan energi kinetiknya. Sehingga

1 mv22 - 1 mv12 = P1. A1 . Δl1 – P2. A2 . Δl2 – mgy2 + mgy1
2 2

massa m memiliki volume A1 . Δl1 = A2 . Δl2, dan kemudian membagi kedua

ruas dengan A1 . Δl1 = A2 . Δl2 untuk mendapatkan

1 pv22 - 1 pv12 = P1 – P2 – pgy2 + pgy1
2 2

Kemudian disusun kembali menjadi :

P2 + 1 pv22 + pgy2 = P1 + 1 pv12 + pgy1 (Persamaan Bernouli)
2 2

P+ 1 pv22 + pgy (konstan)
2

Dari persamaan tersebut didapatkan makna fisisnya bahwa persamaan bernoulli

berhubungan dengan tekanan, kecepatan, dan ketinggian. Konsep Hukum Bernoulli

dapat dianalisis pada perahu cadik di bawah ini:

8

FLIP BOOK DIGITAL KEARIFAN LOKAL PERAHU CADIK

v h
P
Gaya Berat

Pada saat perahu tersebut mengapung, maka luas penampang yang berbentuk lebih
sempit akan memudahkan perahu tersebut dalam memecah ombak, sehingga dengan
memberikan gaya tertentu, tekanannya sudah cukup besar.
Inti dari persamaan Bernoulli adalah semakin besar kelajuan aliran fluida, maka
semakin kecil tekanannya.

v besar, maka P kecil

v kecil, maka P besar

9


Click to View FlipBook Version