The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by miftajanah496, 2021-11-04 03:35:53

CERPEN LOMBA HGN "PELITA DALAM GULITA"

CERPEN LOMBA HGN

1. Mbak Yati

Siang ini matahari bersinar tidak begitu terang. Tapi cukup terasa panas

dikulit. Terlihat seorang perempuan kira-kira usianya 37 tahun. Tanganya

terlihat kasar, wajahnya terlihat biasa saja tanpa polesan make up, bahkan

cenderung terlihat lebih tua dari usianya. Pakaian lusuhnya yang tak lagi

nampak motifnya, seperti sering digunakan.

Tumpukan baju kotor yang hampir menggunung disebelahnya, menjadi

penyelamat hidup dirinya dan anaknya. Perempuan yang biyasa dipanggil
Mbak Yati ini terlihat kuat dibalik sosoknya yang lembut. Ya….Mbak Yati

bekerja sebagai buruh cuci. Bukan tanpa

alasan ia melakukan hal itu semua.

Kerasnya perjuangan demi menyambung

hidup dan demi pendidikan anaknya untuk

tetap bersekolah, menuntutnya untuk terus

bertahan. Tidak ada pekerjaan lain yang

bisa ia lakukan, Yati hanya tamatan SD.

Kadang dia berfikir andai saja ia punya

keterampilan lain, mungkin nasibnya dan

anaknya tidak seperti ini. Tapi apalah mau

dikata nasi sudah menjadi bubur. Dulu

orang tuanya tak mampu

menyekolahkannnya kejenjang yang lebih Sumber Gambar.
tinggi, karena juga tuntutan ekonomi. https://motorsmodif.blogspot.com/2019/09/34-
Adik-adiknya yang berjumlah 6 orang gambar-kartun-orang-mencuci-mobil.html

memaksanya bersekolah hanya sampai

jenjang SD.

Kerasnya hidup di kota Pahlawan, menempahnya menjadi wanita yang

tangguh. Tidak mudah juga menjadi buruh cuci di kota Surabaya yang serba

canggih. Ia harus bersaing dengan laundry yang banyak tersedia. Tak banyak

yang mau menggunakan jasa buruh cuci. Kebanyakan pelanggan yang

menggunakan jasanya adalah orang-orang yang kasihan kepada keluarga mbak

Yati.

1

“Ibu…..ibu….”Pangilan Bagas membuyarkan lamunan Mbak Yati
“Kamu sudah pulang Le?” Tanya mbak Yati kepada Bagas
“Sudah Bu, hari ini banyak ya bu cucianya” Tanya Bagas pada Mbak
Yati
“Alhamdulillah Le, tadi Bu Tarmi mengantar banyak cucian kepada Ibu.
“Segeralah ganti bajumu dan makan, kamu pasti sudah lapar” Lanjut Mbak
Yati.
“Iya,Bu” Jawab Bagas

Bagas segera mengganti bajunya, kemudian makan. Meskipun setiap
hari hanya tempe goreng yang dimasakkan Ibunya. Dia tetap lahap menyantap
makanannya. Bagas memang anak yang beda dengan anak-anak seusianya.
Meskipun usianya baru 10tahun tetapi cara berfikirnya lebih dewasa dari
usianya. Ia selalu memikirkan keadaan keluarganya, meskipun hidup dalam
segala kekurangan ia tidak pernah mengeluh. Dia tidak pernah menggunakan
waktu senggangnya untuk bermain dengan teman-teman sepermainanya. Dia
lebih sering dirumah untuk belajar dan membantu ibunya. Bahkan dia sering
berbohong kepada ibunya, meminta izin untuk bermain namun aslinya dia
bekerja menjadi penjual Koran dijalanan.

2

2. Menyimpan Rahasia

Dengan langkah panjang Bagas pulang ke rumahnya. Dia ragu untuk
bertemu dengan ibunya. Karena sejak siang tadi dia belum minta izin untuk
keluar rumah. Waktu ia pergi dari rumah, ibunya sedang tidur lelap.

Dia masih menyimpan uang yang ia dapatkan dari berjualan Koran. Uang
yang dia dapatkan sejumlah lima puluh ribu. Bukan jumlah yang sedikit bagi
Bagas. Raut wajahnya begitu bahagia bisa mengumpulkan uang sendiri. Dia
berniat membelikan makanan yang enak untuk ibunya dari hasil kerja kerasnya.
Tapi agaknya dia mengurungkan niatnya itu, Bagas khawatir ibunya akan
bertanya dari mana uang yang dia dapat.

Saat sampai di
depan rumah
kontaraknya,
terlihat adiknya
sedang bermain
mobil-mobilan.
Rumah yang ia
tempati sangat
sederhana. Rumah
kontrakan di gang

Sumber Gambar. https://joss.co.id/2019/01/kawasan-kumuh-di-semarang-masih-112-ha/

sempit kawasan pusat Kota Surabaya, Jl. kampung Malang Tengah yang
berukuran 3x4. Lebih tepatnya bukan disebut rumah tapi kamar. Tidak ada
barang-barang berharga di sana. Hanya ada satu lemari plastik yang sudah usang
dan foto keluarga lengkap dengan foto ayahnya ketika masih hidup, terpasang
ditembok yang catnya sudah luntur. Perumahan kumuh yang bersanding dengan
gedung bertingkat, seakan membuka mata kita. Bahwa masih banyak
masyarakat Surabaya yang berjuang mempertahannkan hidup dalam segala
kekurangan dan keterbatasan.

Agung, adik Bagas sedang asik bermain. Sedangkan ibunya tidak terlihat
disitu.. Mungkin ibunya sedang di dapur atau sedang tidur, pikir Bagas. Saat

3

pergi tadi Ibunya dalam keadaan sakit. Dia hanya menitipkan ibunya kepada
adiknya.

“Mas, wes mulih?” Tanya Agung dalam bahasa jawa
Dengan langkah pelan, Bagas mendekati adiknya.
“Ibu opo isih turu dek? Tanya Bagas
“Iya mas, ibu mau wes tangi terus turu maneh “Jawab Agung
Terus awakmu jawab opo, dek? Tanya Bagas balik
“Aku ngomong mas belajar kelompok karo Mas Rangga” Jawab Agung
menjelaskan.
Bagas senang, dia tidak khawatir lagi jika ibunya akan mengetahui apa
yang sudah dia lakukan siang tadi.
Namun di dalam hatinya Bagas masih ragu untuk menemui Ibunya. Dia
takut ibunya akan marah karena dia tidak izin sebelum pergi tadi. Akhirnya dia
hanya berjalan mondar-mandir di depan rumahnya.
“Kenapa to Mas, Mas koyo wong bingung?” Tanya Agung
“Ora dek, Mas ora apa-apa” Jawab Bagas berbohong.
Dia tidak mau kalau adiknya sampai tahu apa yang sudah dia lakukan di
luar rumah. Jangan sampai Ibunya juga tahu kalau dia bekerja berjualan Koran
di jalanan.
“Ono opo to Mas, kaet mau iku Mas nglamun terus lungguh, pindah
mrono pindah mrene” Tanya Agung penasaran karena sikap Masnya tidak
seperti biyasanya.
Bagas mengela nafas panjang. Ada keinginan untuk menceritakan kepada
adiknya tentang pekerjaanya menjual Koran. Namun dia berfikir terlebih
dahulu. Dia agaknya khawatir kalau rahasianya terbongkar. Dia khawatir
Agung akan menceritakan kepada Ibunya.
“Gung, Mas iku bingung mikirno keadaane Ibu “ kata Bagas
Agung seketika menghentikan permainannya. Meskipung Agung masih
kecil, usianya masih 6 tahun tapi dia juga merasakan hal yang sama dengan apa
yang dirasakan kakaknya.
Sejenak keadaan menjadi hening, Bagas dan adiknya termenung,
tenggelam kedalam pikiranya masing-masing.

4

“ Terus piye Mas? Piye carane bantu Ibu?” Tanya Agung. Bagas hanya
terdiam mendengar pertanyaan Agung.

“Mas, kerjo dodol koran ndek embong” Bisik Bagas pelan ditelinga
Agung

“Mas DODOL KORAN” Suara Agung dengan keras mengulang kata-
kata Bagas. Seketika Bagas membungkam mulut Agung. Dia takut kalau
suaranya terdengar oleh ibunya.

“Pirang-pirang dino iki mas dodolan koran, melu Mas Topo . Lumayan
hasile Mas kumpulno gawe bantu ibu” Ungkap Bagas menjelaskan pada
adiknya.

Agung dan Bagas kemudian saling berpelukan, air mata keduanya tanpa
terasa menetes. Masing-masing dari mereka merasakan kasih sayang yang
begitu dalam.

“Mas jaluk awkmu ojo ngomong Ibu ya dek” Pinta Bagas pada adiknya
Agung hanya mengangguk tanpa bisa berkata-kata. Namun didalam
hatinya berjanji, dia akan menjaga rahasia Bagas.

5

3. Terbongkarnya Rahasia

Siang itu, dibelakang rumah Mbak Yati sedang asik mencuci baju.
Terlihat sesekali dia menyeka keringat yang mentes dari keningnya. Wajahnya
terlihat masih sayu karena baru saja sembuh dari sakit. Tetapi Mbak Yati tidak
lagi peduli dengan keadaanya, dia sadar betul orang miskin sepertinya tidak
boleh berlama-lama sakit. Bisa-bisa nanti dapurnya tidak mengepul. Meskipun
selama mengepul, dia hanya mampu menyajikan tempe goreng untuk anak-
anaknya. Paling bagus juga menyediakan ikan mujair, itupun jika kebetulan
penjual ikan di pasar menjual murah ikannya.

Tiba-tiba muncul Mbak Parti disebelah Mbak Yati yang sedang
mencuci baju.

“Yati….opo peno sengaja ngongkon Bagas kerjo? Tanya Mbak Parti
“KERJO??” Balas Mbak Yati kaget
“Kerjo opo to Mbak?Selama iki Bagas gak pernah kerjo” Jawab Mbak
Yati sambil melanjutkan mencuci
“Lho alah berarti peno gak ngerti, lek Bagas kui kerjo dodol koran ndek
embong. Awan mau aku ketemu Bagas, Yati. Coba ngko takokno areke dewe”
Cerocos Mbak Parti menjelaskan.
Mbak Yati hanya diam mendengar perkataan Mbak Parti. Namun
fikiranya melayang kemana-mana. Apakah benar yang dikatakan Mbak Parti
kepadanya. Ada sedikit rasa tak percaya dengan ucapan Mbak Parti kepadanya.
Maklum saja Mbak Parti, tetangganya itu sering menyampailkan berita yang
tidak benar. Mbak Yati khawatir, jangan-jangan itu semua hanya cerita akal-
akalan yang dibuat Mbak Parti. Namun juga tidak bisa dipungkiri ada rasa
khawatir dalam hatinya, bagaimana jika yang diceritakan Mbak Parti itu benar
adanya. Tapi buru-buru Mbk Yati membuang jauh rasa khawatirnya. Nanti ia
akan menanyakan langsung pada Bagas jika sudah pulang.
“Heealah…dikandani kok malah nglamun, yowes lek peno gak
percoyo karo aku, mengko takokno langsung ndek Bagas. Saiki areke lak gak
ndek omah to? Iku jelas sek dodol koran ndek embong” Cerocos Mbak Parti
Panjang lebar. Kemudian meninggalkan Mbak Yati begitu saja.

6

####

“Assalamu’alaikum” kata Bagas
“Wa’alaikusalam Wr Wb” Jawab Mbak Yati segera menghentikan

mencucinya.
“Bagas” Suara Mbak Yati parau, seperti menahan sesuatu.

Bagas segera menghampiri Ibunya dengan gugup. Dia sangat khwatir karena

suara Ibunya berbeda dari biasanya.
“Iya, Bu” Jawab Bagas gugup.

“Tadi Mbak

Parti kesini,

bilang kalau

kamu bekerja

jualan Koran

dijalan?,

Benarkah yang

ibu dengar itu
Le?” Tanya

Mbak Yati

Sumber Gambar. https://www.republika.co.id/berita/o86rce282/kebiasaan-
membentak-akan-merusak-otak-anak

dengan wajah penuh selidik.
Bagas diam, mulutnya seperti terkunci rapat-rapat. Dia takut Ibunya

akan marah jika dia menceritakan yang sebenarnya.
“Jawab pertanyaan ibu Le!” Apa benar kamu berjualan Koran di

jalan?” Tanya Mbak Yati dengan tatapan mata yang tajam.
“Bbe…beb..benar Bu” Jawab Bagas ragu
“Kenapa kamu lakukan itu Le?” Tanya Ibunya dengan nada sedih. Dia

tidak suka anaknya bekerja, karena masih sekolah. Mbak Yati ingin jika
anaknya rajin belajar supaya mendapatkan prestasi di sekolahnya.

“Aku hanya ingin bantu Ibu” Jawab Bagas dengan menundukkan
wajahnya.

Mbak Yati menatap tajam kearah Bagas

7

“Kamu tidak usah kerja, kamu masih sekolah Le. Ibu gak pingin
nilaimu jelek. Waktumu harus terbagi dua, belajar dan bekerja” Jawab Mbak
Yati tegas

“Apa yang aku lakukan salah Bu?” Tanya Bagas
“Salah! Jelas-jelas salah!” Jawab Mbak Yati tegas
“Kenapa Bu?. Kenapa aku dilarang bekerja sepulang sekolah? Aku
hanya ingin bantu Ibu” Ucap Bagas
“Tidak boleh! Kamu tetap tidak boleh kerja. Tugasmu hanya belajar.
Manut Ibu Le” Kata Mbak Yati dengan nada tinggi.
Bagas hanya diam seribu bahasa. Kata-kata ibunya seperti ancaman
baginya. Dia memang harus belajar tapi dia juga harus bekerja membantu
meringankan beban Ibunya. Bagaimana caranya agar Ibunya mengizinkan dia
bekerja. Akhirnya dia sadar ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkan
keinginannya.
“Awas! Ibu tidak mau kamu bekerja lagi” Mbak Yati meninggalkan
Bagas sambil meneteskan air mata. Dia tahu niat anaknya baik, tapi dia tidak
ingin anaknya yang masih kecil mengorbankan masa anak-anaknya untuk
bekerja.

8

4. Siang yang Malang

Meskipun hari ini hari minggu, Bagas sengaja bangun lebih awal dari
biasanya. Pagi-pagi sekali dia sudah mandi, selepas sholat subuh dia sudah
bersiap-siap. Dimasukkan buku dan segala keperluan yang akan dibawa.
Suasana pagi itu nampak cerah. Di sekitar rumah Bagas sudah mulai terlihat
hiruk pikuk kegiatan, mereka sudah melakukan aktifitasnya masing-masing.
Kebanyakan teman sepermainan Bagas juga memanfaatkan hari libur untuk
bermain.

“Mau ke?” belum lagi Mbak Yati melanjutkan omonganya Bagas sudah
langsung menyahut.

“Bu, Bagas izin mau kerumah Rangga ya, mau belajar kelompok” Jawab
Bagas meyakinkan

“Kok, isuk tenan?Apa gak salah Le” Tanya Mbak Yati tidak percaya
“Tidak Bu, PRnya banyak dari Bu Guru, takut tidak selesei kalau siang
berangkatnya” Jawab Bagas
“Yowes kamu sarapan dulu Le, Ibu goreng telur” Ucap Mbak Yati
“Iya, Bu” Jawab Bagas sambil menoleh kearah adiknya yang masih tidur
lelap dilantai.
Tepat pukul 06.00 Bagas pamit kepada Ibunya. Setelah pamit kepada
Ibunya Bagas segera berangkat dengan jalan kaki. Kemanapun Bagas pergi
selalu berjalan kaki. Tidak seperti teman-temanya yang mengendarai sepeda
dengan model terbaru. Namun demikian Bagas bersyukur, Allah masih
memberinya kaki yang lengkap.

####

Jalanan masih telihat lengang, belum banyak kendaraan yang berlalu
lalang. Bagas segera menghampiri Mas Topo yang sedang duduk dibawah
pohon sambil memainkan HPnya.

“Mas Topo” Sapa Bagas pada Mas Topo
“Hei, Gas!, kok isuk tenan wes sampe kene? Yo’opo Ibumu gak curiga ta
awkmu dodolan Koran?” Tanya Mas Topo penasaran.

9

“Gak mas” Jawab Bagas sambil melirik tulisan yang ada pada depan
halaman koran yang dia pegang

Bagas sengaja berbohong pada Mas Topo, Bagas takut Mas Topo tidak
mau mengajaknya berjualan Koran lagi kalau sampai Ibunya tau.

KISAH ANAK PEMULUNG DARI MALANG JADI JUARA KARATE
DI TINGKAT DUNIA

Membaca tulisan itu Bagas seperti mendapatkan semangat yang luar biasa.
Tekatnya semakin kuat untuk terus belajar demi menggapai cita-citanya. Dia
berfikir, aku pasti juga bisa seperti dia. Kamikan sama-sama dari keluarga
miskin. Bagas membandingkan keadaanya dengan anak yang ada pada koran.
Setiap orang punya kesempatan yang sama. Tiba-tiba senyum manis khas anak-
anak mengembang dibibirnya. Mas Topo terheran-heran melihat tingkah Bagas
yang aneh.

“Awakmu lapo Gas, kok guyu-guyu dewe” Tanya Mas Topo dengan logat
bahasa Surabayaan.

“Iki lho Mas” Jawab Bagas sambil menyodorkan koran yang dia pegang.
“Gas, masio awkmu dodolan koran, sinaumu karo sekolahmu ojo sampe
lali” Ucap Mas Topo pada Bagas
“Iya Mas” Jawab Bagas semangat.
Sambil menunggu pembeli, Bagas selalu membaca buku pelajaran yang
dia bawa, tak sedikitpun waktu dia lewatkan tanpa belajar. Bahkan dia juga
sering membaca berita-berita pada koran yang dia jual.
Siang semakin terik, panasnya sampai terasa diubun-ubun. Hari ini Bagas
berniat pulang cepat, karena dia sudah berangkat dari pagi, dia tidak mau kalau
ibunya sampai curiga padanya. Saat Bagas asyik membaca buku pelajaranya
terdengar suara bapak-bapak memanggil.
“Le….beli koran” Suara seorang bapak-bapak dengan tegas
“Gas, ono sing tuku koran” Colek Mas Topo pada Bagas
Bagas menutup bukunya dan segera beranjak menemui pembeli koran.
Baru saja melangkah dekat pintu mobil, tiba-tiba sebuah mobil Pajero sport
berwarna putih melaju dengan kencang dan kemudian menabrak Bagas. Tubuh
mungil Bagas terguling-guling di atas jalan raya, tubuhnya berlumuran darah.

10

Terlihat seorang laki-laki paruh baya dalam mobil, membuka kaca dan
menoleh kearah Bagas. Namun setelah itu pengemudi mobil itu tetap saja
menancap gasnya meninggalkan tempat itu. Bagas tergolek tak berdaya
dikerumuni banyak orang. Seketika jalanan ramai dipadati banyak orang.
Terjadi kemacetan dikanan kiri bahu jalan. Tak lama setelah itu mobil ambulan
datang, dan membawa Bagas ke Rumah Sakit.

Mas Topo yang menemani Bagas di dalam mobil ambulan. Ada rasa sedih
dan kasihan dalam hati Mas Topo, memandangi bocah kecil lugu, yang kini
tergolek tak berdaya di depannya. Demi membantu orang tuanya dia rela
mengorbankan masa anak-anaknya untuk bekerja.

“Mugo-mugo kabeh apik-apik ae yo Gas” Ucap Mas Topo sambil
mengusap kepala Bagas.

Sumber Gambar. https://www.pngwing.com/id/free-png-nqbyb

####

“Mbak Yati! Mbak Yati! Mbak Yati” Kata Mbak Wiwik dengan raut muka
cemas

“Ada apa Mbak Wiwik?” Tanya Mbak Yati tak kalah cemas
“Bagas..Bagas…” Ucap Mbak Wiwik gugup

11

“Bagas kenapa Mbak?” Tanya Mbak Yati menegaskan
“Bagas ketabrak mobil” Jawab Mbak Wiwik
“Ya…Allah Bagas, kok bisa to Mbak Wiwik? Gimana sekarang
keadaanya?” Tanya Mbak Yati sambil menangis
“Aku juga tidak tau mbak, tadi kata orang-orang darahnya keluar banyak,
sekarang Bagas dibawa mobil ambulan ke Rumah Sakit DR. Soetomo. Biar
lebih jelas tentang keadaan Bagas, mendingan Mbak Yati langsung ke Rumah
Sakit saja, Nanti biar diantar Mas Darno” Kata Mbak Wiwik
“Terimkasih ya Mbak Wiwik, sekalian nitip Agung Mbak” Lanjut ucap
Mbak Yati
“Iya Mbak” Jawab Mbak Yati
Mbak Wiwik adalah tetangga Mbak Yati yang paling baik, Mbak Wiwik sudah
menganggap keluarga Mbak Yati seperti keluarganya sendiri. Mbak Wiwik juga
sering menolong keluarga Mbak Yati.

12

5. Memori Masa Lalu

Mbak Yati berjalan tertatih-tatih menyusuri lorong Rumah Sakit DR.

Soetomo, pikirannya kacau tak karu-karuan. Dia masih belum siap kalau harus

kehilangan anak yang dia sayangi. Untung ada Mas Darno suami Mbak Wiwik

yang mengantar Mbak Yati ke Rumah Sakit.

“Maaf Mbak, pasien

atas nama Bagas, korban

kecelakaan tadi siang di rawat
dimana ya?” Tanya Mas Darno

kepada petugas resepsionis.
“Sebentar saya lihat

Pak” Jawab petugas resepsionis
“Barusan dipindah

dari ruang UGD ke kamar ruang
Anggrek no 12”. Jawab petugas

Sumber Gambar. https://www.pngwing.com/id/free-png-trfwi resepsionis melanjutkan

“Terimakasih Mbak” Jawab Mas Darno
Mbak Yati dan Mas Darno langsung menuju ruangan yang ditunjukan petugas
resepsionis. Sesampainya didepan ruangan tempat Bagas dirawat, Mbak Yati
tidak langsung masuk. Hatinya ragu untuk membuka pintu kamar ruangan.

“Mbak Yati, Mbak..Mbak Yati” Ucap Mas Darno membuyarkan
lamunan Mbak Yati

“Iya Mas” Jawab Mbak Yati singkat
“Ayo kita masuk, kita lihat bagaimana keadaan Bagas, Mbak” Kata
Mas Darno.
Saat Mbak Yati dan Mas Darno masuk ruangan, ternyata dokter sedang
memeriksa Bagas. Bagas terkulai lemas ditempat tidur. Dia terlihat
memejamkan mata, mungkin obat bius yang disuntikan ketubuhnya masih
bereaksi.
“Permisi Dok” Ucap Mbak Yati

13

“Saya Ibunya Bagas, bagaimana keadaan anak saya dok? Tanya Mbak
Yati kepada dokter

“Bisa kita bicara diluar ruangan Bu” Ucap Pak Dokter setelah selesei
memeriksa Bagas.

Mbak Yati keluar ruangan mengikuti di belakang Pak Dokter.
“Begini Bu, anak Ibu harus segera dioperasi kakinya, karena luka
dikakinya cukup parah. Kalau dibiarkana akan bahaya dan untuk beberapa hari
sampai lukanya sembuh, anak ibu harus dirawat secara insentif” Kata Pak
Dokter menjelaskan
“Apa anaka saya harus dioperasi Dok, bagaimana kalau anak saya
berobat jalan saja Dok?” Tanya Mbak Yati
“Tidak bisa, Bu. Lukanya cukup parah, kalau kita lengah sedikit saja
bisa mengancam nyawa anak Ibu” Kata Pak Dokter menjelaskan
“Baiklah, Dok. Tolong sembuhkan anak saya!” Mohon Mbak Yati
kepada dokter
“Akan kami usahakan semampu kami, Bu. Kami disini cuma perantara.
Segala sesuatunya telah ditentukan oleh Allah. Oleh karena itu berdoalah untuk
kesembuhan anak Ibu!” Ucap Pak Dokter.
“Terima kasih, Dok” Kata Mbak Yati
“Sama-sama, Bu” Kata Pak Dokter kemudian berlalu meninggalkan Bu
Yati.
Pikiran Mbak Yati melayang jauh, teringat kejadian delapan tahun
silam. Masih melekat dalam ingatnya kejadian siang itu. Suaminya terkulai
lemas diruang tunggu tanpa penanganan dari dokter, pihak dari rumah sakit
membiarkan suaminya begitu saja, karena Mbak Yati tidak mampu membayar
biaya administrasi Rumah Sakit. Hingga akhirnya nyawa suaminya tidak
tertolong lagi. Mbak Yati tidak mau kejadian yang sama menimpa pada Bagas.
Mbak Yati tidak mau kehilangan orang yang dia sayangi untuk yang kedua
kalinya.
Mbak Yati berjalan mondar-mandir di depan ruangan tempat Bagas
dirawat. Dia kebingungan memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk

14

biaya perawatan anaknya. Sementara persediaan uang dirumah hanya cukup
untuk makan sehari-hari.

“Koyo opo Mbak Yati keadaane Bagas?” Tanya Mas Handoko pada
Mbak Yati
Mbak Yati hanya terdiam, masih asik dengan pikirannya sendiri.

“Mbak, koyo opo keadaane Bagas?” Kata Mas Handoko mengulangi
pertanyaannya pada Mbak Yati
Mbak Yati tersadar dari lamunannya .

“Bagas harus dioperasi” Jawab Mbak Yati sembari menghela nafas
panjang

“Biayanya sangat banyak, dari mana saya dapat uang sebanyak itu
“Kita balik pulang dulu Mbak, nanti biyar saya bilang sama Dek Wiwik
untuk meminjamkan uang simpananya agar bisa digunakan untuk operasi
Bagas” Kata Mas Darno pada Mbak Yati
“Opo gak papa Mas?” Tanya Mbak Yati dengan selidik pada Mas Darno
“InshAllah tidak apa-apa, nanti biyar saya yang jelaskan pada Dek
Wiwik” Jawab Mas Darno
“Iya, Mas. Terimakasih” Jawab Mbak Yati

15

6. Hilang Harapan

Di atas langit bulan bersinar terang benderang, bintang-bintang
berkedip menambah cahaya malam. Saat itu Bagas belum tidur, pikiranya
berkecamuk tak menentu. Wajahnya menengadah keatas menatap langit-langit
rumahnya yang hampir ambruk. Ingin sekali dia mengajak Ibunya pindah dari
rumah kontrakan itu, dan mencari rumah kontrakan yang lebih layak. Tapi itu
semua serasaa tidak mungkin. Sekuat tenaga Bagas memejamnya matanya
untuk tidur, agar dia lupa akan masalahnya. Namun tak juga berhasil. Semakin
kuat niatnya ingin melupakan masalah yang dia hadapi, semakin kuat bayangan
masalah mengahantui pikirannya.

“Bagas” Tegur Mbak Yati kepada anaknya
“Iya, Bu” Sahut Bagas
“Kamu belum tidur Le?” Tanya Mbak Yati kepada Bagas.
“Belum, Bu” Jawab Bagas lirih
“Apa kamu sudah makan?” Tanya Mbak Yati juga kepada Bagas
Bagas terdiam, dia tidak menjawab petanyaan ibunya.
“Jika belum makan, makan Le! Ora apik terlalu lama nahan lapar.
Makan penting untuk kesehatan “ Kata Mbak Yati kepada Bagas.
“Ternyata dari pagi sampai malam kamu belum makan? Nanti kamu
bisa sakit Le “ Tambah Mbak Yati pada Bagas
“Aku tidak ingin makan, Bu” Kata Bagas menegaskan
“Opo’o Le, Opo awakmu loro?” Tanya Mbak Yati
“Tidak, Bu aku tidak sakit, aku baik-baik saja” Ungkap Bagas,
berbohong kepada Ibunya.
“Jujur Le, Ibu tau kamu sedang memikirkan sesuatu, opo yang buat
kamu kepikiran” Tanya Mbak Yati meyakinkan Bagas
Kembali Bagas terdiam tidak menjawab pertanyaan Ibunya.
“Apakah disekolahmu ada temanmu yang mengejekmu?” Tanya Mbak
Yati
“Tidak Bu, teman-teman di sekolah semuanya baik” Jawab Bagas
“Apa kamu marah pada Ibu, Le?” Tanya Mbak Yati mendesak agar
Bagas mau menceritakan apa yang sedang dipikirkannya.

16

“Tidak Bu….sama sekali tidak” Jawab Bagas sambil menengadahkan

wajahnya menatap Mbak Yati.
“Lalu apa yang mengganjal hatimu, Le? Tidak biasanya kamu seperti

ini, ceritakan saja tidak perlu kamu sembunyikan! Muga-muga Ibu bisa bantu
memecahkan masalah yang kamu pikirkan“ Ucap Mbak Yati dengan wajah

sedih.
“Ibu” Kata Bagas lirih
“Ya, Le” Jawab Mbak Yati
“Kita orang miskin, Bu kita tidak memiliki apa-apa yang bisa

diandalkan untuk biaya sekolah, sekarang aku juga sudah tidak bisa membantu

Ibu bekerja lagi karena kakiku pincang, apa sebaiknya aku berhenti sekolah
saja Bu? “ Suara Bagasa parau menahan tangisnya.

“Aku tidak mau menambah beban Ibu, kita buat makan

sehari-hari saja susah. Apalagi untuk biaya sekolahku
Ibu.” Kata Bagas melanjutkan ucapanya.

“Oh..itu yang sedang kamu risaukan” Kata

Mbak Yati sedikit lega
“Sudahlah Le, selama kamu masih punya

kesempatan belajar, belajar saja dahulu baik-baik.

Kamu tidak perlu memikirkan hal yang lain. Walaupun

Ibu miskin, Ibu akan berusaha memenuhi biaya

sekolahmu. Itu semua sudah menjadi tanggung jawab
Ibu, Le. “ Ucap Mbak Yati menegaskan

“Sebenarnya Bagas ingin sekali melanjutkan

kejenjang sekolah yang lebih tinggi, Bu. Sebagai modal

Sumber Gambar. https://id.depositphotos.com/vector- kelangsungan hidup Bagas kelak. Nanti kalau sudah
images/kulach.html?offset=800

besar Bagas ingin sekali jadi dokter. Tapi semua itu sepertinya harus Bagas

pendam dalam-dalam, Bu. Sekarang kaki Bagas tinggal satu, jadi sepertinya itu
sudah tidak mungkin lagi. “Jawab Bagas lirih

Mbak Yati terdiam sejenak, memikirkan ucapan anaknya. Teraasa

sesak dadanya, harus bagaimana lagi dia. Hutang yang tidak sedikit untuk biaya

Rumah sakit Bagas kemarin juga belum terbayar. Upahnya sebagai buruh cuci

17

tidak cukup untuk membayarnya. Sedangkan dia juga tidak memiliki pekerjaan
tambahan lain. Satu-satunya yang menjadi penghasilannya adalah sebagai
buruh cuci, belum lagi tidak setiap hari ada orang yang mau mencucikan
bajunya pada Mbak Yati. Mata Mbak Yati nanar menahan tangis yang sedari
tadi berada dipelupuk mata, namun sekuat tenaga Mbak Yati menahannya. Dia
tidak mau menunjukkan kesedihannya di depan Bagas, Mbak Yati tidak mau
menambah pikiran Bagas. Apapun yang akan terjadi, akan ia hadapi dengan
ketabahan hatinya.

“Untuk melanjutkan sekolah diperlukan biaya yang tidak sedikit, dari
mana biayanya,Bu?’ Bagas melanjutkan ucapanya.

“Le…jangan berkecil hati, walaupun ibu tidak punya apa-apa, ibu akan
berusaha sekuat tenaga agar kamu bisa mencapai cita-citamu. Orang yang
bodoh akan susah hidupnya di dunia ini, tetapi jika kamu pandai kehidupanmu
akan mudah” Kata Mbak Yati.

Suasana hening, pembicaraan Mbak Yati terhenti. Bagas tertunduk,
seolah-olah dia memberikan kesempatan kepada Ibunya untuk melanjutkan
nasihatnya.

“Ayah dan Ibumu ini orang bodoh Le, sehingga harus bersusah payah
untuk mendapatkan sesuap nasi. Oleh karena itu, ibu berharap padamu agar
kamu tidak seperti orang tuamu ini.jangan berputus asa, tetap semangat dengan
kesungghan hatimu” Nasihat Mbak Yati pada Bagas.

“Iya, Bu” Jawab Bagas
“Sudah, Le kamu jangan lagi mikir macam-macam, kamu harus fokus
belajar saja. Jangan lupa berdoa’a kepada Allah SWT, jika Allah sudah
berkehendak tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini” Ucap Mbak Yati
“Baik, Bu” Jawab Bagas sambil meresapi nasihat Ibunya dalam lubuk
hatinya.
Mbak Yati memeluk erat Bagas sambil mencium kening anaknya.
“Sekarang kamu makanlah, Le. Setelah itu cepatlah tidur, besuk kamu
bisa bangun kesiangan dan terlambat kesekolah“ Ucap Mbak Yati menutup
pembicaraan malam itu.
“Iya, Bu” Jawab Bagas

18

7. Secercah Harapan

Sore itu saat Mbak Yati sedang beberes rumah dibantu kedua anaknya,

Bagas dan Agung. Tiba-tiba di depan Rumah berdiri seorang laki-laki

setengah baya berpakaian rapi, memakai jas berwarna

coklat muda, bersepatu dan rambutnya rapi.
“ Selamat sore, Bu” Ucap laki-laki tersebut

Mbak Yati masih diam seribu bahasa, matanya menatap

tajam seakan menelisik dengan teliti siapa laki-laki itu.

Wajahnya terasa asing bagi Mbak Yati.
“Selamt sore, Bu” Ucap laki-laki tersebut

mengulang sapanya pada Mbak Yati
“Selamat sore, Pak” Sahut Mbak Yati

“Bapak Mau mencari siapa?” Tanya Mbak Yati

“Saya ingin bertemu dengan Bu Yati” Ucap laki-

Sumber Gambar . laki tersebut
“Ingin ketemu Bu Yati?” Kata Mbak Yati
https://www.klipartz.com/id
/sticker-png-bxiry mengulang pembicaraan laki-laki tersebut. Dia merasa
keheranan

“Apa saya tidak salah dengar?” Mbak Yati

meyakinkan
“Tidak, Bu. Saya Ingin menemui Ibu dan Bagas” Kata-kata laki-laki

tersebut menjelaskan.
“Oh, silahkan masuk pak!” Kta Mbak Yati

Hatinya berdebar penuh pertanyaan. Dia merasa khawatir kalau-kalau
Bagas sudah melakukan kesalah kepada tamunya.

“Terima kasih” kata laki-laki tersebut, kemudian memasuki rumah Mbak
Yati

Setelah berada didalam rumah Pak Handoko memeperkenalkan diri dan
menceritakan maksud kedatanganya. Dia menjelaskan kejadian beberapa
minggu yang lalu. Kalau Dialah yang sudah menabrak Bagas. Seketika raut
muka Mbak Yati berubah, yang sebelumnya cemas menjadi sedih. Pak
Handoko menceritakan kejadian naas siang itu. Bagas hanya tertunduk lesu

19

melihat Ibunya yang sedih. Pak Handoko memintaa maaf kepada Mbak Yati
dan terutama kepada Bagas.

“Andai Bapak tahu, kalau saja siang itu anak saya tidak Bapak tabrak
kakinya tidak akan pincang seperti ini. Dan andai saja Bapak tidak lari dari
tanggung jawab, mungkin anak saya masih punya kaki yang genap. Lihat
sekarang..lihat Pak” Kata Mbak Yati lalu menangis.

“Dia memang anak orang miskin, tapi dia juga berhak bahagia, Pak” Kata
Mbaka Yati sembari menunjuk kearah Bagas. Sekarang, Bapak sudah
merampas semuanya” Lanjut Mbak Yati
Dadanya terasa sesak, Ibu mana yang tega melihat kondisi anaknya yang
seperti itu. Tapi Mbak Yati berusaha ikhlas.

“Saya benar-benar minta maaf Bu, saya tau saya salah. Memang tidak
sepatutnya saya berbuat seperti itu. Seberapa kalipun saya minta maaf, tidak
akan bisa merubah keadaan” Ucap Pak Handoko

“Saat itu saya tidak segera menolong Bagas karena saya memiliki
trauma, anak dan istri saya meninggal dalam kecelakaan dan saat itu saya yang
membawa mobilnya. Maka saat kejadiaan naas itu saya teringat anak dan istri
saya. Rasa bersalah itu kembali menghantui saya” Jelas Pak Handoko

Ada rasa bersalah yang begitu besar pada diri Pak Handoko. Tidak bisa
dipungkiri, Pak Handoko semakin sedih melihat keadaan anak yang sudah
ditabraknya. Anak polos yang penuh semangat.

“Bagas” Ucap Pak Handoko lirih
“Maafkan Bapak ya, Bagas” Ucap Pak Handoko dengan suara parau,
karena tak sanggup menahan air matanya.
“Iya, Pak tidak apa-apa, ini semua sudah takdir dari Gusti Allah. Bapak
tidak salah. Saya sudah ikhlas menerima ini semua” Jawab Bagas.
Seketika Pak Handoko memeluk erat tubuh mungil Bagas. Pak Handoko benar-
benar merasa bersalah. Selama ini dia tak pernah merasakan kesedihan yang
begitu dalam, bahkan saat orang tuanya meninggal.
“Bu Yati, maksud saya kesini saya ingin mengangkat Bagas sebagai anak
asuh saya, biaya pendidikan Bagas dan adiknya sampai lulus perguruan tinggi
akan saya tanggung. Selain itu juga saya akan membuatkan kaki palsu untuk

20

Bagas agar bisa membantunya berjalan. Untuk Bu Yati mulai besuk bisa
bekerja di rumah saya, sebagai asisten rumah tangga. Kalian bertiga tidak perlu
lagi tinggal dikontrakan ini, karena saya sudah menyediakan rumah yang bisa
kalian tinggali bersama.

“Maaf ..Bu Yati mungkin semua ini masih belum sepadan dengan apa
yang sudah saya lakukan pada Bagas, tapi saya mohon Bu Yati dan Bagas bisa
menerimanya”. Kata Pak Handoko penuh harap.

“Tap..tapi Pak, apa semua ini tidak terlalu berlebihan?” Tanya Mbak
Yati ragu.

“Bapak cukup membiayai sekolahnya Bagas dan adiknya saja itu
sudah cukup. Karena yang paling terpenting adalah pendidikan mereka berdua”
Lanjut Ucap Mbak Yati

“Tidak Bu, bahkan saya merasa ini tidak ada apa-apanya dibanding
dengan penderitaan yang dialami Bagas karena perbuatan saya” Ucap Pak
Handoko meyakinkan.

Bu Yati langsung memeluk kedua anaknya. Ada perasaan haru
didalam hatinya. Entah dia harus bahagia atau sedih, sedih karena kejadian ini
anak yang dia sayangi harus rela kehilangan satu kakinya. Namun dibalik
kejadian ini semua ada hikmah yang luar biasa. Bu Yati tidak lagi khawatir
biaya pendidikan kedua anaknya, karena hal yang paling penting baginya
adalah anaknya bisa bersekolah kejenjang yang tinggi. Agar semua cita-cita
anaknya bisa tercapai. Air mata Bu Yati seakan tak bisa berhenti.

“Baiklah Bu, kalau begitu saya pamit”. Kata Pak Handoko sembari
menyodorkan amplop kepada Mbak Yati.

“Ah..tidak perlu repot-repot Pak” Kata Mbak Yati ragu-ragu
“Terimalah Bu!, tidak apa-apa, ini hanya ala kadarnya” Ucap Pak
Handoko penuh harap.
“Terima kasih Pak” Ucap Mbak Yati

21

8. Pelangi Setelah Hujan

Bagas termasuk anak yang pandai dan memiliki prestasi di sekolahnya,
namun meskipun begitu dia tidak pernah sombong. Hampir dua minggu ini
Bagas tidak masuk sekolah, semenjak kejadiaan kecelakaan itu. Pihak sekolah
juga sudah mendatangi rumah Bagas untuk mengetahui keadaan Bagas. Tepat
Hari Senin tanggal 2 November 2020 Bagas kembali masuk sekolah. Teman-
temannya kaget melihat keadaan Bagas yang sekarang, berjalan tertatih-tatih
dengan bantuan tongkat ditanganya. Untuk sementara waktu Bagas harus
terbiasa berjalan dengan bantuan tongkat, karena Kaki palsu yang dijanjikan
Pak Handoko masih belum jadi.

“Bagas..Alhamdulillah kamu sudah sehat kembali” Kata Pak Hilmi
“Bapak harap kamu tetap semangat, dan jangan patah semangat.
Perjuangan hidupmu masih panjang nak” Kata Pak Hilmi sambil memeluk
Bagas
“Iya, Pak” Jawab Bagas
Bagas segera mengejar pelajaran yang tertinggal, termasuk mengerjakan
ulangan semester. Karena Bagas anak yang pandai sehingga tidak ada kesulitan
yang berarti.

####

Hari ini pembagian rapot sebagai hasil belajar siswa. Seluruh siswa
berdebar-debar termasuk Bagas. Tanpa menunggu lama, giliran nama Bagas
yang dipanggil oleh Pak Hilmi. Dia khawatir prestasinya akan menurun. Sejak
kejadian kecelakaan itu Bagas banyak sekali ketinggalan pelajaran.

“Bagas!” seru Pak Hilmi memanggil nama Bagas
Dengan langkah cepat Bagas, menuju kedepan. Kemudian ia menerima
buku rapor dari Pak Hilmi. Tiba-tiba Pak Hilmi tersenyum bangga.
“Selamat Bagas! kamu telah berhasil meningkatkan prestasimu, kamu
menjadi siswa terbaik di kelas ini” Kata Pak Hilmi
Bagas terperanjat ketika mendengar perkataan dari Pak Hilmi. Dia
Sama sekali tidak menduga kalau akan menjadi siswa terbaik. Dengan pelan

22

Bagas membuka buku rapornya. Nilai yang tertera dalam buku rapot rata-rata
Sembilan koma enam. Sungguh prestasi yang menggembirakan bagi dia.

Sumber Gambar .

https://id.pngtree.com/freepng/cartoon-
hand-holding-trophy-celebration-png-
element_5450548.html

“Pertahankanlah prestasimu! Lebih giatlah belajar Bagas, kelak kamu bisa
berguna bagi nusa dan bangsa” Kata Pak Hilmi memberi semangat kepada
Bagas

“Apapun kondisimu sekarang teruslah mengejar cita-citamu Bagas” Lanjut
Pak Hilmi memberi semangat.

“Iya, Pak. Terimakasih banyak atas bimbingan Pak Hilmi selama ini” Sahut
Bagas dengan wajah berseri

“Dan satu lagi berita bahagia untukmu, Bagas. Kamu terpilih mewakili
sekolah untuk mengikuti lomba olimpiade Matematika tingkat nasional yang
akan dilaksanakan minggu depan” Kata Pak Hilmi menjelaskan

“Benaarkah Pak?” Tanya Bagas tidak percaya
“Benar, selamat ya Bagas” Kata Pak Hilmi menjabat tangan Bagas
kemudian memeluknya.
“ Terima kasih Pak” Kata Bagas

23

Bagas sangat bahagia sekali hari ini, ada rasa haru dan bangga dihatinya.
Sungguh dia tidak menyangka kalau dia bisa menadapatkan kepercayaan sebesar
ini untuk mewakili sekolah pada olimpiade Matematika tingkat nasional. Bagas
sudah tak sabar ingin segera pulang, menyampaikan kabar bahagia ini kepada
ibunya.

####

Bagas bergegas pulang kerumah. Sampai di rumah, ia memperlihatkan buku
rapotnya kepada ibunya. Mbak Yati dengan seksama melihat hasil rapot Bagas.

“Bagasa jadi siswa terbaik di kelas, Bu” Kata Bagas
“Ibu bangga sama kamu , Le” Kata Mbak Yati kepada Bagas
“Bagas juga terpilih mewakili sekolah untuk lomba Olimpiade Matematika
tingkat nasional Bu” Kata Bagas menjelaskan kepada ibunya.
Raut wajah Mbak Yati tampak berbinar bahagia
“Terimakasih, Le kamu sudah membuat ibu bangga dan kamu telah mampu
mengukir prestasimu meskipun dalam kondisi yang seperti ini” Kata Mbak Yati
dengan tersenyum penuh kebanggaan.
Mbak Yati kemudian memeluk Bagas dan Agung yang sedari tadi mendengarkan
percakapan Ibunya. Tidak ada kebahagiaan lain yang ia rasakan selain rasa bangga
kepada anaknya.
Tiba-tiba pintu depan terbuka lebar. Nampak sosok wajah yang tidak asing
lagi bagi Bu Yati dan kedua anaknya. Pak Handoko tersenyum manis melihat
keluarga kecil yang ada dihadapanya.
Bagas kemudian berlari menhampiri Pak Handoko “Terimakasih Pak. Karena
Bapak, saya bisa memiliki prestasi seperti sekarang” Kata Bagas.
“Ini Pak, saya jadi siswa terbaik di kelas. Kata Bagas kepada Pak Handoko
sambil menyerahkan buku rapotnya.
Pak Handoko tersenyum lebar, melihat deretan angka. Pandangan matanya berhenti
tertuju pada tulisan nilai rata-rata rapot.
“Sembilan koma enam” Mulut Pak Handoko membaca tulisan pada buku rapot
“Nilai yang luar biasa Bagas” Lanjut ucap Pak Handoko pada Bagas

24

“Saya juga mewakili sekolah untuk lomba olimpiade Matematika tingkat
nasional Pak” Kata Bagas penuh dengan semangat

“Selamat Bagas” Kata Pak Hondoko sambil menjabat tangan Bagas
kemudian memeluknya

“Kamu berhak mendapatkan ini semua Bagas, apa yang kamau peroleh
sekarang adalah karena hasil kerja kerasmu sendiri bukan karena orang lain. Kamu
anak yang rajin dan pantang menyerah. Bapak bangga padamu” Kata Pak Handoko

“Tapi ini semua juga karena dukungan Pak Handoko, Bapak yang sudah
membiayai sekolah saya dan kehidupan saya” Jawab Bagas

“Iya…terima kasih Pak untuk semuanya, kami berhutang budi kepada Bapak”
Tambah Mbak Yati

“Tidak Bu, Bagas berhak bahagia” Kata Pak Handoko
“Bagas tetap semangat ya perjuanganmu untuk mencapai cita-cita masih
sangat panjang” Kata Pak Handoko memberi nasihat kepada Bagas
“Iya Pak, Bagas akan selalu semangat” Jawab Bagas
“Baik, Kalau begitu saya pamit terlebih dahulu” Kata Pak Handoko
“Iya, Pak hati-hati” Jawab Mbak Yati dan Bagas
Bagas dan Mbak Yati menatap Pak handoko sampai tubuh tegap Pak handoko tidak
terlihat lagi dari pandangan mereka.

.

25




Click to View FlipBook Version