The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2022-03-02 01:33:37

Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening Monograf

by Agatha Sih Piranti

Keywords: by Agatha Sih Piranti,Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening Monograf

42 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

3. Limbah Ternak
Berdasarkan data statistik Kabupaten Semarang Tahun

2014, jumlah ternak besar dan kecil yang ada di DTA danau
rawapening berturut-turut sebanyak 572,353 ekor dan 120,224
ekor. Koefisien timbulan total P dari limbah sapi potong, sapi
perah, kuda, babi, domba, kambing dan itik berturut-turut sebesar
31,39 ; 42,5 ; 45,56 ; 12,78 ; 78,06 dan 13,72 gr P/ekor/hari
(WHO, 2006 dalam PerMenLH No.1 tahun 2010. Total potensi
timbulan beban pencemaran ke danau rawapening dari limbah
ternak besar dan kecil yang masuk ke Danau Rawapening sebesar
962,2 ton P/tahun (Tabel 6).

Tabel 6. Potensi timbulan beban pencemar P dari limbah ternak ke Danau

Rawapening

Kecamatan ∑ Ternak Besar (ekor) ∑ Ternak Kecil Beban
(ekor) Total P
(ton/thn)
Sapi Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Kelinci Ayam Itik
potong perah

Tuntang 864,00 539,00 242,00 11,00 4.46 7.34 732,00 604.24 15.43 56,60

Banyubiru 2,61 251,00 30,00 61,00 4.95 8.32 1.51 106.96 45.93 131,20

Ambarawa 1,77 8,00 122,00 6,00 1.36 3.38 320,00 133.04 11.95 61,00

Bandungan 3,44 807,00 16,00 1.07 14.055 51.33 698,00 1.103.49 5.98 308,10

Getasan 3,63 15.62 0 95,00 4.09 32.31 3.82 1.098.35 33.85 405,40

Jumlah 12,32 17.23 410,00 1.24 28.90 102.67 7.08 3.046.08 113.15 962,20

572.35 120.22

Sumber : Piranti et al (2016)

C. Beban Pencemaran dari Kegiatan Karamba Jaring Apung
(KJA)
Danau Rawapening juga digunakan untuk lahan budidaya ikan
menggunakan KJA. Kegiatan budidaya ikan menggunakan KJA
membawa konsekuensinya bahwa banyak pakan yang tidak
termanfaatkan oleh ikan-ikan peliharaan dan akan jatuh ke dasar
perairan. Lukman & Hidayat (2002) menyatakan bahwa sisa pakan
dalam bentuk kotoran ikan yang jatuh ke perairan sekitar 50% dari
pakan yang diberikan. Sutardjo kotoran ikan yang jatuh ke perairan
sekitar 50% dari pakan yang diberikan. Sukadi (2010) menyatakan

Agatha Sih Piranti 43

bahwa limbah pakan yang terbuang ke perairan diperkirakan sekitar
30–40% dan pakan yang diberikan pada ikan hanya 70%, sisanya
sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan danau sebagai bahan
pencemar atau limbah penyebab terjadinya kondisi eutrofikasi.

Jumlah pakan dan P-Total limbah akuakultur yang masuk ke
Danau Rawapening dihitung menggunakan Rumus 16 (Machbub,
2010) sebagai berikut :

PLP = FCR x P pakan – P ikan ................................................. (16)

PLP : P-total yang masuk dari limbah ikan (kg P/ton ikan)
FCR : Rasio Konversi Pakan (ton Pakan/ton ikan)
P Pakan : Total P dalam pakan (kg P/ton Pakan)
P ikan : Total P dalam ikan (kg P/ton ikan)

Tabel 7. Data Morfometri Danau dan Limbah KJA Danau Rawapening

No Parameter Danau Nilai

1 Area (A) , (Ha) 1850
2 Volume(V), (juta m3) 48,15
3 Kedalaman rata-rata (Ž) , (m) 2,60
4 Outflow (Qo), m3/sec 20,54
5 Total outflow (Qo), (juta,m3 /tahun) 647,75
6 Flushing rate (ρ) = Qo/V (tahun-1) 13,453
0,074
7 Tw (tahun)

No Parameter KJA Nilai
1 dP, (mg/m3 atau ppb) 4,0
2 R (total P yang tinggal dalam sedimen) 0,264

X (proporsi total P yang secara permanen masuk ke dasar, 45- 0,5
3
0,632
55%) 0,38
R ikan (proporsi P yang larut ke sedimen setelah ada 7.039
4 7,04
budidaya) 1,83
5 Li, (gP/m2/thn) 20
6 La (kgr P/tahun) 346,50
7 La ton P/tahun 634,10
8 FCR
9 P ikan (Kg P/ton ikan) Total P ikan
10 DD-IKAN (ton ikan/tahun)
11 DD-PAKAN (ton pakan/tahun)

Sumber : Piranti et al (2016)

44 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

Berdasarkan hasil pengukuran data lapangan (Tabel 7) yang
dihitung menggunakan simulasi sofware Limnoqual versi 2
menunjukkan bahwa produksi ikan pada saat dilakukan penelitian
sebesar 346,50 ton ikan/tahun, jumlah pakan ikan yang diberikan (P
pakan) sebesar 634,10 ton pakan/tahun (Piranti et al, 2016). Feed
conversion ratio (FCR) sebesar 1,83 ton pakan / ton ikan.
Berdasarkan perhitungan tersebut maka limbah budidaya ikan yang
masuk ke danau rawapening (PLP) sebesar 20 Kg P/ton ikan.

45

BAB V.
DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMAR AIR

DANAU RAWAPENING

A. Pendahuluan
Air danau dan/atau waduk pada umumnya bersifat multiguna

antara lain sebagai air baku minum, perikanan, pertanian dan sebagai
sumber daya tenaga listrik. Sumber daya air danau dan/atau waduk
tersebut perlu dipelihara agar kualitasnya memenuhi baku mutu
sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air danau dan/atau waduk
tersebut juga digunakan sebagai bahan acuan perhitungan daya
tampung beban pencemaran airnya. Daya tampung beban
pencemaran air adalah batas kemampuan sumber daya air untuk
menerima masukan beban pencemaran yang tidak melebihi batas
syarat kualitas air untuk berbagai peruntukannya atau memenuhi
baku mutu air dan status trofik (KemenLH No 7 tahun 2009).

Penentuan daya tampung beban pencemar air (DTBPA)
didasarkan pada beberapa faktor di antaranya adalah morfometri
waduk (terutama luas, volume, kedalaman dan debit air keluar
waduk), alokasi kadar Total P yang berasal dari kegiatan manusia
baik di dalam maupun di daerah tangkapan airnya. Menurut KLH
(2012), daya tampung beban pencemaran air danau tergantung
kepada karakteristik dan kondisi lingkungan di sekitarnya, yaitu:
Morfologi dan hidrologi danau; Kualitas air dan status trofik danau;
Persyaratan atau baku mutu air untuk pemanfaatan sumberdaya air
danau serta alokasi beban pencemaran air dari berbagai sumber dan
jenis limbah yang masuk ke danau/waduk.

Metode penentuan daya tampung beban pencemaran air danau
dan/atau waduk terdiri dari rumus umum perhitungan daya tampung
beban pencemaran air (Machbub, 2010). Rumus umum perhitungan
beban pencemaran air tersebut digunakan untuk menghitung beban
pencemaran dari berbagai sumber. Pada bab ini akan ditentukan
daya tampung beban pencemar air (DTBPA) danau rawapening
berdasarkan morfologi dan hidrologinya alaminya dan dilakukan
pula DTBPA danau rawapening pada saat dilakukan observasi. Dari
perhitungan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis besarnya

46 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

beban pencemar yang masuk ke danau apakah telah melebihi atau
masih sesuai dengan daya tampungnya.

B. Peran Danau Rawapening Terhadap Input Nutrien
Ekosistem danau dapat berperan sebagai sebagai penyimpan

nutrien (as a sink) ataupun sebagai sumber nutrien (as a source)
(Smolders et al., 2006). Jika danau tersebut berperan sebagai
berperan sebagai penyimpan maka danau tersebut dapat mengalami
internal eutrofikasi. Menurut Piranti et al (2014) Danau Rawapening
berperan sebagai penyimpan nutrien (as a sink of nutrient) sehingga
berpotensi terjadi internal eutrofikasi apabila kondisinya mendukung
terjadinya pelepasan (resuspensi) nutrien. Resuspensi nutrien terjadi
ketika kondisi dasar danau bersifat asam maka phosphor yg terikat
dalam sedimen akan mengalami resuspensi menjadi bentuk terlarut
sehingga dapat langsung digunakan untuk pertumbuhan fitoplankton
dan tanaman air. Berdasarkan penelitian Piranti et al (2017) fosfor
total (TP) dari daerah tangkapan air (DTA) melalui 9 sungai-sungai
yang masuk ke Danau Rawapening sebesar 10.32 mg/detik TP.
Sungai yang paling besar menyumbang TP ke Danau Rawapening
adalah sungai Muncul (Gambar 25).

loading TP (mg/dt) TP5.00 4.18

4.00

3.00

2.00 1.67

1.00 0.21 0.87 1.16 0.82 0.89

0.39 0.14

0.00

Gambar 25. Rata-rata beban TP ke Danau Rawapening

Besarnya beban nutrien TP yang masuk ke Danau
Rawapening tergantung pada luas wilayah sub DAS sungai tersebut
dan jenis kegiatan atau penggunaan lahan yang ada di kawasan
tersebut (Asdak, 2007). Sungai Muncul merupakan sungai utama

Agatha Sih Piranti 47

yang masuk dalam wilayah Sub DAS Parat yang melewati daerah di
Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong dan desa Kebumen),
Kecamatan Tuntang (Desa Gedangan, Desa Kalibeji dan desa
Rowosari). Sub DAS Parat berada di sebelah selatan Danau
Rawapening, dengan luas wilayah terluas yaitu 4.638,35 ha yang
meliputi 16 desa dari 3 Kecamatan (Banyubiru, Getasan dan
Tuntang) Kabupaten Semarang (KLH, 2011). Sungai muncul
merupakan salah satu sungai penting yang mengaliri Rawa Pening.
Sungai ini ada dari mata air yang cukup bersih, jernih dan segar,
namun karena sungai muncul tersebut dimanfaatkan menjadi area
pariwisata yaitu untuk kolam renang dan pemancingan dan rumah
makan dan pabrik air minum dalam kemasan. Adanya kegiatan
ekonomi dan pariwisata di Muncul maka berdampak pada
menurunnya kualitas air sungai muncul yang ditandai dengan
tingginya suplai TP ke danau.

Neraca TP di Danau Rawapening menunjukkan bahwa TP
yang masuk (input) ke danau lebih besar dibanding yang keluar
(output). Untuk TP rata-rata input ke danau sebesar 10.32 mg/dt dan
output sebesar 3,61 mg/dt sehingga danau mengalami defisit TP
sebesar 6,71 mg/dt atau sebesar 64,9% dideposisi di perairan danau
(Tabel 8).

Tabel 8. Keseimbangan TP dan peran danau terhadap input TP

No Bulan Loading TP Deficit / % Peran
(mg/dt) surplus

in out

1 Feb 9.23 4.98 4.25 46.03

2 Maret 13.64 3.84 9.80 71.87 Sebagai

3 Juli 9.85 2.68 7.17 72.82 penyimpan

4 Agustus 8.56 2.96 5.60 65.42 nutrien (as

total 41.28 14.46 26.82 64.98 a sink)

Rata - rata 10.32 3.61 6.71 64.98

Sumber : Piranti et al (2014)

Deposisi terjadi di dalam pori sedimen melalui berbagai
proses antara lain sedimentasi, adsorpsi dan presipitasi (Theis, and
McCabe. 1978, Carignan & Kalff, 1982). Pada kondisi ini sedimen
memiliki peranan penting terhadap proses eutrofikasi karena

48 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

sedimen pada suatu perairan bertindak sebagai sumber dan sekaligus
sebagai penampung fosfat.

Besarnya beban nutrien yang masuk ke Danau Rawapening
melalui sungai tergantung pada luas wilayah sub DAS sungai
tersebut dan jenis kegiatan atau penggunaan lahan yang ada di
kawasan tersebut dan laju erosi lahan di sepanjang sungai (Asdak,
2007). Kandungan TP daerah tangkapan air yang disimpan di Danau
Rawapening melalui sungai masing-masing disajikan pada Tabel 9.

Berdasarkan perhitungan tersebut Danau Rawapening
mengalami defisit TP sebesar 53,6. Mekanisme internal eutrofikasi
disebabkan oleh proses-proses yang terjadi di dalam perairan itu
sendiri, di antaranya adalah : adanya keseimbangan redox akibat
proses degradasi bahan organik. Degradasi bahan organik dan
kapasitas tanah mengikat P sangat tergantung pada proses mikrobia
yang mempengaruhi proses redox. Reaksi redoks dapat dianggap
sebagai reaksi di mana transfer elektron terjadi dan biasanya
dimediasi oleh mikroba yang memperoleh energi dari transfer
elektron.

Tabel 9. Input, output nutrien ke/dari Danau Rawapening

No Lokasi Loading TP mg/detik

1 Sungai Ngaglik/Rengas 0,55

2 Sungai Panjang 0,92

3 Sungai Torong 1,26

4 Sungai Galeh 4,83

5 Sungai Legi 1,27

6 Sungai Muncul 4,43

7 Sungai Parat 2,45

8 Sungai Sraten 0,41

9 Sungai Kedungringin 0,38

TOTAL input 16,51

(Output ke Sungai Tuntang) 7,66

Defisit/Retain (Terabsorpsi di

Danau) 8,86

Persentase (%) 53,6

Sumber : Piranti et al (2017)

Agatha Sih Piranti 49

C. Daya Tampung Beban Pencemar Alami Danau
Studi morfologi danau yang meliputi luas permukaan, volume

air dan kedalaman danau sangat pentingnya untuk mengetahui
karakteristik fisik suatu danau dan seberapa besar kemampuan danau
dalam menerima beban pencemar. Bentuk dan struktur danau dapat
digunakan untuk memprediksi bagaimana aktifitas manusia dalam
mempengaruhi kualitas air danau tersebut. Dengan mengetahui
karakter morfometriknya maka dapat membantu dalam
mengantisipasi perubahan dalam sistem danau dan memprediksi
bagaimana hal itu dapat memengaruhi organisme penghuni danau
dan meningkatkan peluang untuk mengurangi dampak yang tidak
diinginkan dengan teknik manajemen yang direncanakan dengan
hati-hati. Luas permukaan dan kedalaman danau tergantung pada
musim. Pada musim penghujan muka air danau naik sehingga
mempengaruhi kapasitas pengenceran material dalam danau. Secara
umum, danau dengan luas permukaan lebih besar akan memiliki
kapasitas pengenceran lebih besar daripada danau dengan luas
permukaan yang lebih kecil.

Kualitas air dan status trofik danau dan/atau waduk diperlukan
untuk perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau
dan/atau waduk. Apabila akan dilakukan penentuan daya tampung
agar kualitas air memenuhi baku mutu air, maka parameter kualitas
air yang dipilih sesuai adalah parameter kualitas air sesuai dengan
peruntukannya. Apabila akan ditentukan penentuan daya tampung
agar kualitas airnya memenuhi status trofik yang ditetapkan, maka
parameter kualitas air yang dipilih adalah unsur hara terutama kadar
Phosphor sebagai P total. Model dan perhitungan daya tampung
alami danau disajikan pada Rumus 2 dan 3.

1. Morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk

Ž = 100 x V ............................................................................... (2)

Ž : mean depth (m)
V : water volume (juta m3 )
A : area (Ha)

50 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

ρ = Qo / V ................................................................................. (3)

ρ : flushing rate (per year)
Q : outflow debit (million m3 / tahun)

2. Alokasi beban pencemaran unsur Phosphor (P)
Utilization of lakes only for cultivation of fisheries and
agriculture or other activities that are not sensitive to level of P-
total :
∆ [P]d = [P]f – [P]i ................................................................... (4)
The Utilization of Multipurpose Lakes Based on Water Quality
Standard
∆ [P]d = [P]STD - [P]i – [P]DAS ............................................ (5)
∆ [P]d : alokasi beban P-total budidaya ikan (mg P/m3 )
[P]f : maximum P-total requirement in water (mg P / m3)
[P]STD : maximum P-total requirement based on Water Quality
Standard (mg P/m3)
[P]CA : P-total load allocation from Catchment area other than
fish farming (mg P/m3)
[P]i : P-total of lake water monitoring (mg/m3)

Berdasarkan morfometrinya maka dapat ditentukan daya
tampung beban pencemar danau. Status trofik danau pada saat
dilakukan observasi adalah eutrofik - hypertrofik dengan kadar
parameter Total P>100 ug/l (100 ug/l = 0,1 mg/l). Mengingat
baku mutu air danau dan status trofik Danau Rawapening belum
ditentukan dengan Peraturan Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) dan juga belum ada Peraturan Daerah
(PERDA) Provinsi Jawa Tengah, maka perhitungan
menggunakan dua standar trofik, yaitu Mesotrofik dan Eutrofik.
Tabel 10 menunjukkan hasil perhitungan DTBPA Danau
Rawapening.

Agatha Sih Piranti 51

Tabel 10. Daya Tampung Danau Rawapening berdasarkan Morfologi dan
hidrologinya

Parameter Satuan Penghujan (+463) Kemarau (+462)

Mesotrofik Eutrofik Mesotrofik Eutrofik

Morfometri

Luas Danau (A) Ha 1850 1850 1593 1593
Volume Danau (V) Juta m3 48,15 48,15 30,93 30,93
Kedalaman rata-rata (Z) 2,60 2,60 1,94 1,94
Debit air keluar rerata m
(Q) m3/sec 20,54 20,54 15,61 15,61
Juta m3/thn
Laju penggantian air 647,75 647,75 492,28 492,28
(p=Q/V) 1/tahun
13,45 13,45 15,92 15,92

Waktu retensi (T) tahun 0,074 0,074 0,063 0,063

hari 27,13 27,13 22,93 22,93

DTBPA std

Standar status trofik mg/l, g/m3 0,03 0,10 0,03 0,10
(Pstd) 30 100 30 100

Ug/l, mg/m3 0,26 0,26

Koefisien Retensi Par P 1.426,87 4.756,24 0,25 0,25
(R) 1,43 4,76

Daya tampung danau mg P/m2.tahun 26,40 87,99 1.232,19 4.104,73
Par P (L) 1,23 4,10

g P/m2.tahun

Daya tampung danau Ton P/tahun 19,63 65,43
Par P (La)

Sumber : Piranti et al (2016)

Pada saat musim hujan, permukaan air danau +463,0 m
dan debit air keluar danau 20,54 m3/sec. Apabila standarnya
mesotrofik maka DTBPA atau La untuk Total P adalah 26,40
ton/tahun, dan apabila standarnya eutrofik maka La lebih tinggi
yaitu 87,99 ton/tahun. Pada saat musim kemarau permukaan air
danau turun menjadi +462,0 m dan debit air keluar danau turun
menjadi 15,61 m3/sec. Apabila standarnya mesotrofik maka
DTBPA atau La untuk Total P adalah 19,63 ton/tahun, dan
apabila standarnya eutrofik maka La lebih tinggi yaitu 65,43
ton/tahun.

52 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

D. Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Saat

Penelitian (Juni - Agustus 2016)
Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau. Data survei

bulan Juni, Juli dan Agustus 2016 menunjukkan perbedaan volume
danau dan debit air danau. Volume danau (V) berturutan adalah
31,45 juta m3, 28,5 juta m3 dan 24,25 juta m3. Sedangkan debit air
sungai Tuntang keluar danau sangat rendah yaitu berturutan 8,86
m3/sec, 10,53 m3/sec dan 5,51 m3/sec. Kondisi saat survai
menunjukkan kondisi danau menyusut dengan debit rendah,
sehingga apabila kondisi status trofik yang diinginkan adalah
mesotrofik, maka DTBPA sebesar 11,23 ton P/tahun (Tabel 11).

Tabel 11. DTBPA Danau Kondisi Survei Apabila Standar Mesotrofik

Parameter Danau Satuan 23 Juni 31 Juli 24 Agust Rerata
2016 2016 2016

Morfometri

Luas Danau (A) Ha 1593 1593 1593 1593
Volume Danau (V) Juta m3 31,45 28,5 24,25 28,07

Kedalaman rata-rata (Z) m 1,97 1,79 1,52 1,76
Debit air keluar rerata (Q) m3/sec 8,86 10,53 5,51 8,30
Juta m3/thn 279,41 332,07 173,76 261,75

Laju penggantian air 1/tahun 8,88 11,65 7,17 9,23
(p=Q/V)

Waktu retensi (T) tahun 0,113 0,086 0,140 0,11
hari 41,08 31,33 50,94 41,12

DTBPA std mg/l, g/m3 0,03 0,03 0,03 0,03
Standar status trofik (Pstd) Ug/l, mg/m3 30,00 30,00 30,00 30,00

Koefisien Retensi Par P (R) M g P/m2.tahun 0,31 0,28 0,33 0,31
g P/m2.tahun 758,94 866,45 488,65 704,68
Daya tampung danau Par P 0,76 0,87 0,49
(L) 0,70

Daya tampung danau Par P

(La) Ton P/tahun 12,09 13,80 7,78 11,23

Sumber : Piranti et al (2017)

Agatha Sih Piranti 53

Apabila standard status trofik yang diinginkan perairan berada
pada status eutrofik maka DTBPA Danau Rawapening sebesar 37,42
ton P/tahun (Tabel 12).

Tabel 12. DTBPA Danau Kondisi Survei Apabila Standar Eutrofik

Parameter Satuan 23 Juni 31 Juli 24 Agusts Rerata
2016 2016 2016

Morfometri

Luas Danau (A) Ha 1593 1593 1593 1593
Volume Danau (V) Juta m3 31,45 28,5 24,25 28,07

Kedalaman rata-rata (Z) m 1,97 1,79 1,52 1,76
m3/sec 8,86 10,53 5,51 8,30
Debit air keluar rerata Juta m3/thn 279,41 332,07 173,76 261,75
(Q)

Laju penggantian air 1/tahun 8,88 11,65 7,17 9,23
(p=Q/V)

Waktu retensi (T) tahun 0,113 0,086 0,140 0,11
hari 41,08 31,33 50,94 41,12

DTBPA std

Standar status trofik mg/l, g/m3 0,10 0,10 0,10 0,10

(Pstd) Ug/l, mg/m3 100 100 100 100

Koefisien Retensi Par P mg P/m2.tahun 0,31 0,28 0,33 0,31
(R) g P/m2.tahun 2.529,79 2.888,18 1.628,83 2.348,93

Daya tampung danau 2,53 2,89 1,63 2,35
Par P (L)

Daya tampung danau Ton P/tahun 40,30 46,01 25,95 37,42
Par P (La)

Sumber : Piranti et al (2017)

Jumlah produksi ikan budidaya KJA dan jumlah pakannya
sesuai dengan daya tampung dilakukan menggunakan rumus daya
tampung pencemaran air (Machbub, 2010) sebagai berikut:

54 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

The Capacity of pollution load from aquaculture
L Ikan = ∆ [P] Ž ρ / (1- R fish) ............................................... (6)
R Ikan = x + [(1-x) R] ............................................................ (7)
R Ikan = 1 / (1 + 0,747 ρ 0,507) .............................................. (8)
La Ikan = L fish x A ................................................................ (9)
Keterangan
L Ikan : kapasitas P-total dari limbah ikan per satuan luas

(g.m2.year-1)
La Ikan : kapasitas limbah ikan P-total di perairan (g.tahun-1)
R : P total terikat dalam sedimen
R Ikan : proporsi P-total terlarut dari sedimen ke dalam air
X : total total P-total terikat pada sedimen secara permanen

(45-55%)

Penurunan kualitas air karena eutrofikasi akan menurunkan
fungsi perairan dan mengganggu ekosistem yang ada di dalamnya.
Aktivitas manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap peningkatan bahan organik. Bahan organik akan
terdekomposisi dan meningkatkan unsur fosfor dan nitrogen di
perairan. Fosfor yang ada di perairan danau menjadi unsur penentu
pertumbuhan bagi fitoplankton atau Alga. Fitoplankton atau algae
dapat berperan sebagai salah satu parameter ekologi yang dapat
menggambarkan kondisi suatu perairan dan juga merupakan
komponen biotik penting dalam metabolisme badan air, karena
merupakan mata rantai primer di dalam rantai makanan ekosistem
perairan. Perubahan jumlah dan jenis populasi plankton di perairan
dapat menggambarkan keadaan struktur komunitas perairan.
Kelimpahan fitoplankton yang terlalu besar dan hanya didominasi
oleh jenis tertentu saja dapat digunakan sebagai indikator bahwa
perairan yang mengalami eutrofikasi.

55

BAB VI
UPAYA PENGENDALIAN EUTROFIKASI DANAU

RAWAPENING

A. Pendahuluan
Eutrofikasi danau dan waduk menjadi masalah utama dalam

usaha konservasi air, bahkan pada skala global telah menjadi
permasalahan yang serius yang mempengaruhi perekonomian dan
kesehatan manusia akibat dampak yang ditimbulkan. Di Great
Britain sebanyak 80 % permasalahan terganggunya suplai air minum
disebabkan karena tersumbatnya pipa air minum oleh algae (Harper,
1992). Di beberapa negara dilaporkan terjadi kematian burung,
mamalia, dan ampibia akibat 3 jenis racun yaitu neurotoxin,
hepatotoxin, dan lipopolysaccarides yang dihasilkan oleh beberapa
jenis algae seperti Microcystis, Oscillatoria, dan Anabaena. Di
Indonesia kasus eutrofikasi di beberapa tempat telah menimbulkan
permasalahan kualitas air dan mengganggu daya guna air. Kasus di
Waduk Cirata, dan beberapa waduk lain telah terjadi kematian
massal ikan yang dipelihara dalam karamba jaring apung (KJA), dan
korosivitas alat-alat hidromekanikal pembangkit listrik tenaga air
(Putra, 2010).

Upaya pengendalian eutrofikasi dilakukan dengan
melakukan pembatasan input nutrien yang masuk ke danau atau
waduk agar tidak melampaui daya tampung dan daya dukung
danau. Berdasarkan pedoman pengelolaan eksositem danau agar
nutrient yang masuk ke danau sesuai dengan daya tampung
alaminya, maka rancangan pengelolaan eutrofikasi dapat dilakukan
dengan mengendalikan pencemaran perairan, mengelola sempadan
dan DTA danau dengan memproyeksikan pada usaha pengendalian
terhadap kegiatan yang berpotensi menyebabkan pencemaran
sehingga daya tampungnya terpenuhi (KLH, 2011).

Permasalahan utama yang terjadi akibat eutrofikasi di Danau
Rawapening adalah melimpahnya tanaman eceng gondok yang
menutupi permukaan perairan. Secara ekologis, danau Rawapening
telah banyak mengalami perubahan, yang diindikasikan oleh tidak
terkontrolnya pertumbuhan vegetasi air yang umumnya berkaitan

56 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

dengan proses eutrofikasi. Kurang lebih 20–30% danau tertutup oleh
Eicchornia crassipes (eceng gondok), 10% oleh gulma air berupa
Hydrilla verticillata dan Salvinia cucculata. Tutupan vegetasi air
pada permukaan danau oleh tumbuhan air tersebut mengalami
kenaikan persentase, bahkan pada musim kemarau dapat mencapai
70%. Pertumbuhan yang tidak terkontrol ini menyebabkan
penutupan permukaan perairan, terakumulasinya seresah/busukan
eceng gondok di dasar perairan dan terperangkapnya sedimen di akar
tanaman sehingga mempercepat pendangkalan danau (Heriza, et al,
2018). Degradasi kualitas air, sedimentasi yang cukup tinggi dan
blooming eceng gondok mengakibatkan proses pendangkalan danau
yang dipercepat. Jika kondisi tidak berubah, maka diprediksi pada
tahun 2021 danau Rawa Pening akan menjadi daratan (KLH, 2011).

Luas permukaan air danau rawapening pada saat dibendung
pada tahun 1936 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan air
maksimum seluas 2.667 ha di musim hujan (November-April) dan
1.650 ha selama musim kemarau (Mei-Oktober) (KLH, 2012). Luas
permukaan air akan melebar dan menyempit tergantung pada
intensitas hujan di daerah tangkapan air. Tanaman eceng gondok
pada tahun 2012 adalah 775,49 ha, sedangkan pada tahun 2016
masing-masing sebesar 990,53 ha. Jadi, cakupan tanaman air
meningkat dari 46% menjadi 58% (Sulastri, et al, 2016). Penutupan
permukaan oleh tumbuhan air semakin besar prosentasenya terutama
pada musim kemarau. Banyaknya sedimen yang terperangkap akar
tanaman eceng gondok dan akumulasi serasah eceng gondok di dasar
perairan dapat menyebabkan pendangkalan (Soeprobowati & Suedy,
2010). Pencemaran dan pendangkalan telah menyebabkan perubahan
struktur komunitas ikan Wader Ijo (Osteochilus hasselti) yang
dahulu banyak terdapat di Rawa Pening sekarang sulit
didapatkannya (Aida & Utomo, 2016). Pencemaran dan
pendangkalan juga menyebabkan fungsi ekosistem perairan,
perekonomian dan kesehatan masyarakat terganggu (Utomo, et al.,
2014). Oleh karena itu, pada bab ini akan disajikan rancangan
pengendalian eutrofikasi berdasarkan daya tampung beban
pencemaran air yang berasal dari kegiatan manusia baik di waduk
maupun dari DTA yang masuk ke ekosistem danau. Pada bab ini

Agatha Sih Piranti 57

juga akan dibahas usaha pengendalian eceng gondok sebagai
dampak eutrofikasi di Danau Rawapening.

B. Pengendalian Eutrofikasi Berdasarkan Daya Tampung
Danau
Permasalahan utama dari tipe perairan menggenang seperti
Danau Rawapening adalah kerusakan ekosistem yang disebabkan
oleh kondisi eutrofikasi pada status eutrofik. Berdasarkan status
trofik, Danau Rawapening saat ini termasuk kategori eutrofik -
hipereutrofik, yang berarti sangat kaya akan nutrient, dengan
kandungan Total Nitrogen (TN) > 1,9 mg/L dan Total Fosfor (TP) >
0,1 mg/L (KLH, 2009). Kondisi pada tahun 2016 hasil studi ini
menunjukkan rerata kadar Total P 0,274 mg/l dan rerata Total N
2,312 mg/l yang menunjukkan kondisi yang buruk yaitu hypertrofik.
Kondisi inilah yang menyebabkan pertumbuhan tidak terkontrol
(blooming) dari tumbuhan air seperti eceng gondok, Hydrilla, dan
Salvinia serta plankton. Jumlah beban P yang masuk perairan berasal
dari limbah penduduk, sawah, ternak, dan budidaya ikan KJA
diperkirakan sebesar 412 ug/l, sedangkan yang terpantau 274 ug/l
sehingga diperkirakan sebesar 139,5 ug/l telah diserap algae dan
tumbuhan gulma air yang tumbuh sangat cepat akibat tingginya
kadar unsur penyubur tersebut. Eceng gondok telah menutupi
perairan danau lebih dari 50 % luas badan air.
Perkiraan dampak kadar Total P di danau adalah sebagai
berikut:
a) Penduduk: beban pencemaran diperkirakan memasuki badan
air danau 25 %, namun cukup tinggi yaitu Total P 132 ug/l
b) Sawah: banyak sawah sekitar danau termasuk 800 ha yang
terendam air saat muka air danau naik, diperkirakan masuk
perairan 50 % yaitu Total P 58,2 ug/l
c) Ternak: banyak tersebar pada lahan penggembalaan dan
menyisakan limbah 20 % yang masuk perairan yaitu Total P
sebesar 218 ug/l .
d) Budi daya ikan KJA: limbah Total P hanya 4,0 ug/l.

58 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

Jumlah beban P yang masuk perairan berasal dari limbah
penduduk, sawah, ternak, dan budidaya ikan KJA diperkirakan
sebesar 412 ug/l, sedangkan yang terpantau 274 ug/l sehingga
diperkirakan sebesar 139,5 ug/l telah diserap algae dan tumbuhan
gulma air yang tumbuh sangat cepat akibat tingginya kadar unsur
penyubur tersebut. Berdasarkan perhitungan tersebut maka
rancangan pengelolaan adalah dengan upaya menurunkan
kandungan P yang masuk ke danau agar sesuai dengan daya
tampung alaminya yaitu sebesar 75,7 % (Tabel 13).

Berdasarkan hasil simulasi perhitungan daya tampung danau
terhadap beban pencemaran air dan agar kualitas air danau
memenuhi standar Eutrofik dengan kadar Total P 100 ug/l, maka
beban pencemaran Total P dapat disimulasikan sebesar 412,2 ug/l.
Beban Total P tersebut harus dikelola dengan mengendalikan semua
kegiatan yang berpotensi menyebabkan pencemaran di danau dengan
menurunkan kandungan P yang masuk ke danau agar sesuai dengan
daya tampung alaminya yaitu sebesar 75,7 %. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan pengelolaan ekosistem secara holistik
yang meliputi pengelolaan DTA, sempadan dan perairan.

Tabel 13. Hasil Simulasi Perhitungan Model Beban Pencemaran Air pada

Badan Air Danau Rawapening

Sumber Potensi Potensi Kadar Masuk ke Perkiraan
Limbah Total P dari Total P di Air Danau Dampak Kadar
DTA Danau Danau
DAS Total P
di Danau

Ton/tahun Ug/l % Ug/l

Penduduk 463,26 526 25 132,0

Sawah 102,37 116 50 58,2

Ternak 962,00 1093 20 218

KJA - 4,0 4,0

Jumlah 1.527,63 1739 412,2

Kadar Total P terpantau 274,0

Kadar Total P terserap oleh biomasa 139,5

Batas Status Eutrofik 100

Tingkat Pengendalian pencemaran air PPA % 75,7

Agatha Sih Piranti 59

1. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air (DTA)
Untuk mengatasi permasalahan kerusakan DTA maka

rancangan pengelolaan Danau Rawapening meliputi penertiban
dan pemulihan lahan DAS dan DTA yang rusak atau kritis dan
pembuatan bangunan penahan sedimen pada lahan kritis. Untuk
mengatasi dampak pembuangan limbah kegiatan manusia maka
dilakukan pembangunan prasarana sanitasi dan IPAL. Di
samping itu juga perlu dilakukan pencegahan dan pelarangan
saluran pembuang industri dan pertambangan masuk perairan
danau.

Untuk mengendalikan sedimentasi waduk dimulai dari
teknik pengendalian sumber erosi dan tanah longsor. Sebagai
dasar pengendalian dilakukan identifikasi daerah yang rentan
terhadap erosi dan tanah longsor sehingga teknologi yang
diaplikasikan sesuai dengan kondisi setempat. Kerusakan DTA
Danau Rawapening diantaranya disebabkan karena :
a. adanya penambangan galian golongan C yang tidak terkendali

untuk mengambil galian andesit (berpengaruh negative
terhadap lingkungan), dan bahan galian sirtu menjadi
penyebab munculnya permasalahan tanah longsor.
b. Tidak aman dan terganggunya kelestarian sumber air karena
pengambilan air baku secara berlebihan oleh pengusaha di
sumber atau mata air atau di hilir Danau Rawapening yang
tidak diimbangi dengan konservasi seperti di Kecamatan
Jambu oleh PDAM, pengambilan air di desa Kebumen, dan
sungai Tuntang,
c. Alih fungsi tanah untuk pemukiman dan pertanian yang tidak
ramah lingkungan banyak terjadi di daerah lereng catchment
area Rawapening seperti Kebumen, Tegaron dan Sepakung
bagian atas,
d. Tingkat kelerengan lahan yang curam (lebih dari 25 %)
menjadi penyebab tingginya run off dan sulit untuk
dihijaukan,
e. Kondisi vegetasi penutup tanah lebih didominasi penggunaan
lahan untuk tegalan/kebun sehingga berpotensi menjadi lahan
kritis yang setiap tahunnya meningkat.

60 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

f. Kerusakan hutan di lokasi perkebunana perhutani yang belum
tertangani juga menjadi penyebab meluasnya lahan kritis,

g. Masih belum seimbangnya antara upaya untuk melakukan
rehabilitasi hutan dan lahan dengan luas lahan kritis yang
harus ditangani. Hal ini terlihat masih banyak lahan gundul
terutama gunung Telomoyo, gunung Kendil dan gunung
Ungaran akibat terjadi kerusakan lahan sehingga
menimbulkan tingkat erosi yang tinggi dari daerah hulu, dan
menghasilkan sedimentasi yang besar di daerah hilir (Danau
Rawapening), serta munculnya daerah dataran banjir,

h. Tidak terpeliharanya bangunan-bangunan sipil teknis seperti
dam, dan gully plat untuk menahan laju erosi yang masuh ke
kawasan inti Danau Rawapening,

i. Belum adanya arah untuk melakukan pengelolaan wisata
dengan memperhatikan kelestarian lingkungan,

j. Semakin tidak terkendalinya pemanfaatan ruang terbuka untuk
kepentingan pengembangan wilayah/kota menyebabkan
terjadinya penyimpitan daerah-daerah resapan air.

2. Pengelolaan Sempadan
Tingginya potensi konflik dari para pemanfaat daerah

lahan pasang surut secara berlebihan untuk kepentingan
pertanian. Oleh karena itu, maka harus dilakukan pelarangan dan
atau penertiban hunian dan pengolahan lahan sempadan dan
bantaran dengan tidak menerbitkan ijin hunian dan ijin usaha
serta larangan kegiatan pembuangan limbah ke danau. Apabila
pembuangan limbah harus dilakukan maka harus dibuat sarana
prasarana sanitasi dan IPAL.

3. Pengelolaan Perairan
Rancangan pengelolaan pencemaran perairan seperti

tercantum pada Tabel 14. sebagai berikut :

Agatha Sih Piranti 61

Tabel 14. Rancangan Pengelolaan Ekosistem Perairan Danau

Rawapening

No Parameter Kondisi
Terancam/rusak Pengelolaan yang dilakukan

1 Status trofik Hiper Eutrofik - Pemulihan kualitas air menjadi
eutrofik

- Identifikasi sumber pencemar

2 Status mutu air Tercemar berat air

- Pelarangan sumber pencemar

Mengurangi gulma air :

Tutupan tumbuhan Melimpah, tidak - Mekanis
5 - Biologis dengan ikan pemakan

air terkendali

gulma air

Daya tampung - Mengatur beban pencemaran

8 beban pencemaran 11,23 ton/P/tahun air yang masuk harus
air (DTBPA)
memenuhi daya tampung

danau

Alokasi beban Penduduk : - IPAL
9 pencemaran Sawah : - Mengurangi penggunaan

pupuk

- Mengurangi KJA

Limbah pakan - Modifikasi budidaya ramah
7 lingkungan

perikanan budidaya

- Tidak menerbitkan ijin baru

C. Pengendalian Blooming Eceng Gondok
Kondisi eutrofikasi di Danau Rawapening yang ditandai

dengan terjadinya blooming enceng gondok merupakan dampak dari
berbagai kegiatan yang terjadi di daerah tangkapan air seperti
pemanfaatan/penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya
dukungnya, perubahan fungsi tata guna lahan, zona sabuk hijau
menjadi permukiman penduduk, exploitasi lingkungan yang
berlebihan, penggundulan hutan oleh masyarakat untuk usaha,
berkurangnya fungsi resapan alam akibat pertumbuhan permukiman,
dan rusaknya DAS akibat aktifitas pertanian masyarakat. Akibat dari
kondisi eutrofikasi yang parah tersebut maka dampak permasalahan
yang terjadi di Danau Rawapening adalah karena terancamnya
fungsi sebagai penyedia air baku untuk rumah tangga dan industri,
air irigasi untuk padi sawah, perikanan, pariwisata, serta energi

62 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

pembangkit listrik tenaga air yang diakibatkan oleh sedimentasi
danau. Kondisi sedimentasi yang terjadi di Danau Rawapening
cukup tinggi dengan kecepatan rata-rata pada musim penghujan 880
kg/hari atau 316,8 ton/tahun dan musim kemarau rata-rata 270
kg/hari atau 237,6 ton/tahun (KLH, 2011). Material tanah hasil erosi
dan tanah longsor tersebut terangkut oleh limpasan yang kemudian
dibawa masuk dan diendapkan di daerah genangan danau. Laju
sedimentasi dari 9 (sembilan) bagian/sub daerah tangkapan air yang
masuk ke danau mencapai 150.000 m3/th, telah mempercepat
pendangkalan danau (Aprilliyana, 2015). Pendangkalan Danau
Rawapening (luas genangan danau sekitar 2.300 ha), selain
mengakibatkan blooming enceng gondok, juga menurunkan fungsi
danau untuk berbagai keperluan baik untuk penghidupan masyarakat
di sekitar danau dan di wilayah hilirnya.

Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang dianggap
menimbulkan kerugian bagi manusia. tumbuhan air ini dianggap
sebagai pengganggu karena menimbulkan dampak negatif berupa
gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal, misalnya
mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi,
mempersulit transportasi perairan, menurunkan hasil perikanan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan untuk keperluan
pengendalian pertumbuhannya. Usaha pengendalian di antaranya
sebagai berikut :
1. Penentuan zonasi. Zonasi pengendalian eceng gondok dapat

dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : eceng gondok
ditetapkan pada daerah zona reservasi. Eceng gondok seharusnya
tidak berada di zona budidaya KJA ataupun lokasi wisata.
Berdasarkan karakteristik morfologi daerah reservasi Danau
Rawapening berada di daerah Banyu Biru, Rawa Boni, dan
daerah Kebon Dowo (Machbub, 2010).
2. Pembatasan input nutrien dari DTA sesuai dengan daya
tampungnya.
3. Pemanenan eceng gondok. Pengurangan eceng gondok secara
mekanik harus mempertimbangkan luas penutupan eceng
gondok. Eceng gondok yang tersisa harus dilokalisir di bagian
tepi danau sebagai sabuk hijau, sehingga tidak menyebar ke
badan danau lagi.

Agatha Sih Piranti 63

4. Memperbaiki kualitas air dengan melakukan penurunan
konsentrasi nitrogen dan fosfor sebelum masuk ke badan danau
dengan membangun kolam pengolahan (preimpoundment) pada
hilir inlet sebelum masuk ke danau (Soeprobowati, 2012).

5. Eceng Gondok dimanfaatkan manusia sebagai bahan baku
kerajian yang dapat menambah kesejahteraan manusia.



65

BAB VII
KESIMPULAN

Danau Rawapening merupakan danau alami yang mempunyai
fungsi sangat strategis sebagai PLTA, irigasi, area budidaya ikan dan
perikanan tangkap. Kualitas air saat dilakukan penelitian kondisinya
sudah sangat buruk (hiper-eutrofik). Daya tampung beban pencemaran air
danau (DTBPA) telah melampaui daya tampungnya sebesar ton pertahun.

Pengelolaan danau untuk mencegah pertumbuhan gulma air dapat
dilakukan dengan Pengendalian pencemaran air limbah penduduk, limbah
ternak dan limbah sawah. Pengelolaan Danau Rawapening memerlukan
beberapa program prioritas, yaitu:
a) Pengendalian pertumbuhan gulma air secara biologi, antara lain

penebaran ikan herbivora yang tidak invasive, atau budi daya KJA
dengan pakan eceng gondok tanpa pakan buatan yaitu pelet.
b) Jerami sisa panen padi pada lahan surutan danau seluas 800 ha harus
selalu diangkat keluar danau bila telah selesai panen.
c) Pengangkatan eceng gondok keluar danau Guna penangan eceng
gondok, dapat dilakukan secara mekanik, kimia maupun biologi.
Penanganan secara biologi dengan dampak lingkungan paling kecil
yaitu dengan menggunakan ikan koan. Penanganan eceng gondok
secara mekanik dapat dilakukan secara kontinyu melalui
pemberdayaan masyarakat, melalui pemanfaatan eceng gondok untuk
kerajinan, pupuk organik, biogas, dan pakan ternak.
d) Melakukan konservasi lahan di daerah tangkapan air khususnya di
daerah-daerah yang mempunyai nilai rawan longsor tinggi.
e) Mitigasi danau eutrofik dapat dilakukan dengan pengurangan
Nitrogen dan Fosfor perairan, melalui pembuatan preimpoundment di
inlet.



67

DAFTAR PUSTAKA

Aida, S.N. dan Utomo A.D., 2016. Kajian kualitas Perairan untuk
perikanan di Rawapening jawa Tengah. Assessment Of Water
Quality For Fisheries In Rawa PeningCentre Of Java. BAWAL. 8
(3) Desember 2016: 173-182

Aprilliyana, D. 2015. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS
Rawapening terhadap Erosi dan Sedimentasi Danau
Rawapening. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, vol. 11, no. 1,
pp. 103-116, Mar. 2015. https://doi.org/10.14710/pwk.v11i1.8661

Asdak, C., 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPD) Propinsi Jawa
Tengah. 2000. Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan
Rawapening Propinsi Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik, 2016. Kabupaten Semarang Dalam Angka.
Semarang. Jawa Tengah

Carignan, R., and J. Kalff. 1982. Phosphorus sources for aquatic weeds:
Water or Sediments? Science 207:987-989.

CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment), 2016.
Guidance Manual For Developing Nutrient Guidelines For Rivers
And Streams.
https://www.ccme.ca/files/Resources/water/water_nutrients/Guidan
ce%20Manual%20For%20Developing%20Nutrient%20Guidelines
%20for%20Rivers%20and%20Streams.pdf

Emmanuel, P., Mwanusi, F and Kimwaga, R. 2007. Study of Nitrogen
Transformation in Lake Victoria. http ://www. epa. gov. Tanggal
akses 31 Maret 2009.

Florida Lakewatch (2000). A Beginner’s Guide To Water Management –
Nutrients. Departemen Of Fisheries And Aquatic Sciences, Intitute
Of FoodAnd Agricultural Sciences University Of Florida.

Hart, M.R., Quin, B.F., and Nguyen, M.L., 2004. Phosphorus Runoff
from Agricultural Land and Direct Fertilizer Effects : A Review.
Journal of Environmental Quality. 33 : 1954 – 1972.

Harper, D., 1992. Eutrofication of Freshwater. Chapman & Hall.
London. New York. Tokyo. Melbourne. Madras.

68 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

Heriza, D., Sukmono,A., Bashit N. 2018. Analisis Perubahan Kualitas
Perairan Danau Rawa Pening Periode 2013, 2015 dan 2017 dengan
Menggunakan Data Citra Landsat 8 Multitemporal. Jurnal Geodesi
Volume 7, Nomor 1, Tahun 2018, (ISSN : 2337-845X)

Horne, A.J. and Goldman, C.R., 1994. Lymnology. Second edition.
McGraw Hill, Inc. New York. Kementrian Lingkungan Hidup,
2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta

Hidayat, (2015). Remediasi Tanah Tercemar Logam Berat Dengan
Menggunakan Biochar. Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No :
2356-4725 Vol.2, No.1. April 2015. (7) : 31- 41

Istarani, F dan Pandebesie, E.S. 2014. Studi Dampak Arsen (As) dan
Kadmium (Cd) terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) . ISSN: 2337-
3539 (2301-9271 Print)

Keplinger, K., 2001. Nutrient Balance Analysis For Duck Creek
WatershedTexas, Texas Institute For Applied Environmental
Research (TIAER),Texas.

Khiatuddin, M. 2003. Pelestarian Sumber Daya Air Dengan Teknologi
Rawa. Bandar Lampung

KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2008. Pedoman Pengelolaan
Ekosistem danau.

KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2009. Penuntun Praktis
Pemanfaatan Eceng Gondok menjadi Pupuk Organik dan Biogas
Untuk Pemulian Kualitas Lingkungan Danau dan Waduk.

KLH (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia). 2011. Profil
15 Danau Prioritas Nasional.

KLH (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia). 2011.
Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) Danau Rawapening.
https://newberkeley.files.wordpress.com/2017/03/germadan_rawa-
pening.pdf

Kwang-Guk-An & Dong-Su-Kim, 2003. Response of Reservoir
Water Quality to Nutrient Inputs From Streams And In-Lake
Fishfarm. Water, Air, and Soil Pollution. 149 : 27 – 49, 2003

Agatha Sih Piranti 69

Krebs, C. J. 2012. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution
and Abundance. 5th edition edition. Publisher Longman Higher
Education.

Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi Rehabilitasi dan
Reklamasi Lahan Kering. Hal. 147-182 dalam Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering, Menuju Pertanian Produktif dan
Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Deptan.

Lestari dan Edward, 2004. Dampak Pencemaran Logam Berat Terhadap
Kualitas Air Laut Dan Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus
Kematian Massal Ikan-Ikan Di Teluk Jakarta). Makara, Sains, Vol.
8, NO. 2, Agustus 2004 : 52-58

Machbub, A. 2010. Model Perhitungan Daya Tampung Beban
Pencemaran Air Danau dan Waduk. Jurnal Sumber Daya Air. 6(2):
103-204

Mason, C.F., 1991. Biology of Freshwater Pollution. Second
Edition. Longman Scientific & Technical. New York.

McDowell,R.W., and Wilcock, R.J., 2004. Particulate Phosphorus
Transport within Flow of an Agricultural Catchment. J. Envirn.
Qual. 33 : 2111 – 2121.

Noviardi, R. dan Widodo, 2013. Analisis Kandungan Logam Berat Pada
Sumber Air Di Kawasan Penambangan Emas Rakyat. Studi Kasus:
Penambangan Emas Rakyat di Desa Kertajaya, Kabupaten
Sukabumi. Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia
Vol.3 hal 1- 5.

Nugraha, M.R, Solichin, A., Hendarto, B. 2017. Aspek Reproduksi Ikan
Wader Ijo (Ostheochilus Hasselti) Di Danau Rawapening
Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Organization for Economic Cooperation & Development (OECD), 1982.
Eutrophication of Water, Monitoring Assessment And Control.
Paris.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015.
PermenPUPR No. 09 Tahun 2015 Tentang Penggunaan Sumber
Daya Air.

Piehler, M.F., Twomey, L.J., Hall, N.S., and Paerl, H.W., 2004. Impacts
of inorganic nutrient enrichment on phytoplankton community
structure and function in Pamlico Sound, NC,USA. Estuarine,
Coastal and Shelf Science 61 : 197 – 209.

70 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

Paimin, Wuryanta, A dan Murtiono, UH, 2012. Identifikasi Kerentanan
Lahan Di Daerah Tangkapan Air Sebagai Dasar Pelestarian Danau
Rawa Pening. Peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Kehutanan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Piranti,A.S., Sudarmadji, Hadisusanto, S. dan Maryono, A., 2012.
Penentuan Kriteria Nutrien Untuk Penilaian Status Trofik Perairan
Waduk Mrica Banjarnegara, Indonesia. Journal Manusia dan
Lingkungan, Vol. 19, No.2, : 184 – 192. 2012

Piranti, A.S., Soedarmadji, S., Waluyo, G. and Suwardi, S., 2015.
Transport Nutrien penyebab Eutrofikasi dari Daerah Tangkapan
Air Waduk Mrica Banjarnegara. Majalah Ilmiah Biologi
BIOSFERA: A Scientific Journal, 32(1), pp.66-73.

Piranti, A.S., Rahayu, D.R.U.S. and Waluyo, G., 2016. Kajian Input
Nutrien Secara Internal Dan External : Upaya Pengelolaan Danau
Rawapening Secara Berkelanjutan. Laporan Penelitian
Fundamental. Universitas Jenderal Soedirman. purwokerto

Piranti, A.S; Rahayu, D.R.U.S., 2018. Nutrient Limiting Factor of
Eutrophication In Rawapening Lake of Central Java, Indonesia.
Biosaintifika 10 (1) (2018) 101 - 108

Piranti, A.S., Rahayu, D.R.U.S. and Waluyo, G., 2018. Evaluasi Status
Mutu Air Danau Rawapening. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and
Environmental Management), 8(2), pp.151-160.

Piranti, A.S.; Rahayu, D.R.U.S, 2014. Biokapasitas Nutrien Penyebab
Eutrofikasi (Nitrogen Dan Fosfor) Di Danau Rawapening. Makalah
Seminar Nasional "Percepatan Desa Berdikari Melalui
Pemberdayaan Masyarakat dan Inovasi Teknologi. ", Purwokerto
Tgl. 20 - 21 Nopember 2014;

Piranti, A.S., Rahayu, DRUS, 2015. Internal Eutrofikasi Di Danau
Rawapening. Makalah Seminar Nasional Pengembangan
Sumberdaya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan V.
Purwokerto Tgl. 19 - 20 Nop 2015.

Piranti, A.S., Rahayu, D.R. and Waluyo, G., 2017. Input of Nutrient
(Nitrogen And Phosphorus) From The Catchment Area Into
Rawapening Lake Of Central Java. UNEJ e-Proceeding, pp.50-51

Prihartanto, 2005. Potensi Eutrofikasi Di Danau Rawa Pening. Alami.
Volume 10 nomor 1 : 55-61

Agatha Sih Piranti 71

Putra, E.S., 2010. Permasalahan dan Solusi Pengelolaan Waduk Cirata.
Seminar “Pengelolaan dan Pemanfaatan Waduk Cirata Secara
Berkelanjutan” Faculty of Fisheries and Marine Science, University
of Padjadjaran, July 22, 2010.

Putri, F. D. M., Widyastuti E., Christiani, 2014. Hubungan Perbandingan
Total Nitrogen Dan Total Fosfor Dengan Kelimpahan Chrysophyta
Di Perairan Waduk Panglima Besar Soedirman, Banjarnegara.
Scripta Biologica |Volume 1|Nomer 1|Maret 2014|96-101

Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal), 2011.
Pengkajian Kriteria Mutu Air Lampiran PP No 82 Tahun
2001Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran Air. Laporan.Deputi Bidang Pembinaan Sarana
Teknis Lingkungan Dan Peningkatan Kapasitas. Kementrian
Lingkungan Hidup.

Retnaningdyah, C., Suharjono, Soegianto, S., Irawan B, (2010). Rasio
Nitrat –Fosfat Pemicu Blooming Microcystis Di Perairan Waduk
Sutami Malang.Prosiding Seminar Nasional “Biodiversitas dan
Bioteknologi Sumberdaya Akuatik”. UNSOED Purwokerto- 26
Juni 2010.

Sargaonkar, A., 2006. Estimation Of Land Use Specific Runoff And
Pollutant Concentration For Tapi River In India. Environmental
Monitoring and Assessment 117 : 491 – 503.

Soeprobowati T.R. & Suedi, S.W.A., 2007. Fitoplankton dan Status
Trofik Danau Rawa Pening. Laporan penelitian. UNDIP.
Semarang.

Soeprobowati,T and Suedy S. W. A. 2014. Status Trofik Danau
Rawapening Dan Solusi Pengelolaannya, Jurnal Sains Dan
Matematika, Vol. 18, no. 4, pp. 158-169.

Sukadi, M. F. 2010. Ketahanan Dalam Air Dan Pelepasan Nitrogen &
Fosfor Ke Air Media Dari Berbagai Pakan Ikan Air Tawar. J. Ris.
Akuakultur Vol.5 No.1 Tahun 2010 : 01-12

Sulastri, Henny C, and Handoko U., 2016. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia. 1 (23–38)

Suryono, T., 2006. Tingkat Kesuburan Perairan Danau Singkarak,
Padang,Sumatra. Makalah Seminar Nasional Limnologi
―Pengelolaan perairandarat secara terpadu. October 2007.
Jakarta

72 Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening

Theis, T.L., and P.J. McCabe. 1978. Phosphorus dynamics in
hypereutrophic lake sediments. Water Res. 12:677 - 685.

Tosepu, R., 2012. Laju Penurunan Logam Berat Plumbum (Pb) dan
Cadmium (Cd) Oleh Eichornia Crassipes dan Cyperus Papyrus
(The Diminution Rate Of Heavy Metals, Plumbum and Cadmium
By Eichornia Crassipes and Cyperus Papyrus). J. Manusia Dan
Lingkungan, Vol. 19, No.1, Maret. 2012: 37 – 45.

Trisakti, B, Suwargana, N dan Cahyono, J.S., 2012. Pemanfaatan Data
Penginderan Jauh Untuk Memantau Parameter Status Ekosistem
Perairan Danau (Studi Kasus: Danau Rawa Pening). Bidang
Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN.

Trisakti, B, Tjahjaningsih, A., Suwargana, N., Carolita, I. 2014.
Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah
Tangkapan Air dan Danau. Crestpent Press. ISBN No : 987-602-
14437-2-9 Penerbit Maximum Bogor

Umar, C dan Astuti, L.P, 2007. Status Trofik Danau Sentani, Papua.
Makalah Seminar Nasional Limnologi ―Pengelolaan Perairan
Darat Secara Terpadu. October 2007. Jakarta

Utomo, A. D. (2014). Pengaruh Cara Pemanenan Eceng Gondok Yang
Tidak Ramah Lingkungan Terhadap Kualitas Air di Rawa Pening.
Prosiding Seminar Nasional Perikanan UGM XI. Hasil Penelitian
Perikanan dan Kelautan. Jogyakarta. MA, (13), 55-62.

Utomo, A.D., Aida, S.N., Hidayah, T., Ali, M., Hamalia, E.D., 2014.
Biologi dan Dinamika Populasi Beberapa Jenis Ikan Di Rawa
Pening Jawa Tangah (p. 124). Laporan Teknis. Balai Penelitian
Perikanan Perairan Umum Palembang.

Wibowo, D.N. and Piranti, A.S., 2007. The Utilization of Aquatic Weeds
as Biomonitoring Agent for Trophic Status of Water Reservoir
Ecosystem. Jurnal Agrista, 11(1), pp.43-50.

View publication stats


Click to View FlipBook Version