The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by shazia.azra.111, 2021-12-02 02:09:44

Cerpen bahasa indonesia

Cerpen bahasa indonesia

"Sebagai teman
yang baik, kita
harus
menolongnya
saat dalam
bahaya."

Kesan dan Pesan dari Pembaca:

Kreatif, tetapi ada beberapa kalimat yang bisa disederhanakan
serta ide yang bagus.
Mardiah Monika Sari

Topik : Gelombang bunyi (Petualangan)
Tujuan : Saya ingin memberikan pengetahuan yang banyak
kepada para pembaca tentang gelombang bunyi.
Pembaca : Semua umur

Ide : Seorang lelaki muda bernama Felix yang memiliki
pasangan bernama Victoria. Suatu hari, mereka berdua ingin
berkomunikasi satu sama lain, namun sayang kejadian yang
membuat Felix sedih terjadi dan membuat mereka berdua
tidak bisa bertemu secara tatap muka. Apalagi, jarak rumah
mereka masing-masing lumayan jauh. Felix memutuskan
untuk menggunakan sandi morse yang bisa mengirimkan
pesan ke Victoria dengan menggunakan alat yang namanya
telegraf. Telegraf yang digunakan Felix akan berbunyi dan
memproduksi gelombang bunyi. Gelombang bunyi tersebut
memiliki beberapa karakter dengan nama yang sangat unik,
“Amplitunia”, “Kuensilia”, “Periodio”, dan “Panjangnie”.
Keempat karakter ini bekerja untuk memberi sinyal dan
menggerakkan gelombang bunyi dari satu tempat ke yang
lain. Hingga suatu kejadian terjadi, dimana Amplitunia
secara misterius menghilang yang membuat telegraf tidak
bisa bekerja dengan baik dan pesan sandi morse yang dikirim
Felix untuk Victoria tidak dapat digapai. Kuensilia, Periodio,
dan Panjangnie berencana untuk menjalani sebuah
petualangan mencari rekan mereka Amplitunia serta
menyelamatkan Felix dan Victoria.

Draf (Alur Maju)

Awal (Pengenalan Tokoh) : Seorang lelaki muda berusia 24 tahun
yang bernama Felix. Dia sudah lama mencintai seorang perempuan
cantik yang menjadi pasangannya bernama Victoria. Victoria
berusia 22 tahun. Mereka seringkali pergi ke luar rumah dan
menghabiskan waktu dengan bersenang-senang berdua.

Permulaan Konflik : Suatu saat, Victoria diketahui mengalami
penyakit flu yang cukup parah dan akan bertahan lama serta belum
diketahui kapan akan sembuh. Hal ini membuat mereka berdua
tidak bisa bertemu secara langsung dan Victoria harus tetap di
rumah untuk waktu yang cukup lama hingga flunya hilang.
Mendengar kabar buruk ini, Felix tentunya sangat sedih. Sampai
beberapa minggu kemudian, Felix menciptakan sebuah telegraf yang
bisa mengirim pesan ke arah Victoria. Saat Felix mengabarkan hal
ini ke kekasihnya, gadis itu sangat senang karena akhirnya mereka
bisa berkomunikasi lagi setelah sekian lamanya.

Klimaks (Puncak Permasalahan) : Felix telah memasukkan empat
karakter yang dia beri nama sendiri sebagai fungsi untuk
mengendalikan telegraf tersebut. Amplitunia, Kuensilia, Periodio,
dan Panjangnie. Felix memerintahkan mereka agar bisa memberikan
sinyal dengan menggerakkan gelombang suara dari telegraf tersebut
hingga sampai ke rumahnya Victoria. Tetapi, ditengah-tengah
perjalanan ke tujuan, secara tiba-tiba Amplitunia hilang. Jadilah
gelombang suara tersebut lepas dan tidak bisa mengirim pesan lagi.
Semuanya kacau. Ternyata, Amplitunia sudah dirampok oleh
seorang ilmuwan yang dikenali sangat jahat dan kejam bernama
Prof. Alexander. Dia selalu mencari kesempatan dengan trik liciknya
untuk mencuri seluruh makhluk hidup dan dijadikannya sebagai
percobaan yang akan menyiksa makhluk-makhluk tersebut.

Antiklimaks (Masalah Mereda) : Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie
bergegas menuju rumah Felix untuk memberitahukan hal ini.
Setelah lama berfikir, Felix akhirnya menemukan ide untuk
menyelamatkan Amplitunia. Ia menciptakan sebuah pesawat kecil
dan beberapa senjata seperti pistol yang berisi racun, laser, dan lain-
lain. Felix dan ketiga karakter itu terbang menuju menara
laboratorium milik Prof. Alexander dan tibalah mereka di sana.
Mereka berhasil menaklukkan semua jebakan di luar menara itu dan
akhirnya mereka masuk. Mereka bisa melihat Amplitunia dikurung
di dalam sambil disetrum. Bahkan dia diciprat beberapa ramuan
mematikan. Akhirnya, Felix mendobrak kaca menara itu.

Penyelesaian : Akhirnya mereka berempat berhasil mengalahkan
Prof. Alexander. Mereka berhasil mengeluarkan Amplitunia dari
semua jebakan dan siksaan itu. Mereka semua pulang dan Felix
merancang ulang telegraf dan pesan yang ingin ia kirim ke Victoria.
Akhirnya, semuanya berjalan dengan lancar. Tidak ada lagi
hambatan, dan Victoria pun dapat melihat pesan yang dikirim oleh
Felix. Victoria ternyata sempat mempelajari huruf-huruf sandi
morse. Jadi, dia bisa dengan mudah memahami pesan dari
kekasihnya. Dengan semua struktur gelombang yang lengkap, sinyal,
dan bunyi dapat ditangkap. Sebulan kemudian, dengan hati yang
sangat gembira Victoria akhirnya sembuh dari penyakit flunya. Felix
dan Victoria pun hidup bahagia selamanya.

Petualangan Morse
Oleh : Shazia Azra Khalisa Sari

Di sebuah kota yang sangat besar dan ramai, hiduplah seorang lelaki
muda bernama Felix berusia 24 tahun. Ia baru saja lulus dari
kuliahnya minggu lalu. Semua teman-teman serta dosennya tentu saja
sangat bangga dengan Felix atas kelulusannya setelah bertahun-tahun
menjalankan pendidikan di Universitas. “Akhirnya...setelah bertahun-
tahun kuliah….Aku lulus juga~ senang banget, deh!” seru Felix saat
sedang berjalan di trotoar kota. Apalagi, Felix memang dikenal satu
kota dengan kepribadiannya yang sangat ramah. Walaupun ia sesekali
suka jahil, tetapi Felix tetap bisa menjadi seorang mahasiswa yang
berperilaku baik.

Felix memiliki seorang kekasih yang dikenal orang-orang dengan
wajahnya yang sangat cantik dan selalu bergembira. Gadis ini
bernama Victoria, berusia 22 tahun. Ia masih menjalankan kuliahnya
yang berada di Universitas yang sama dengan Felix. Bahkan,
masyarakat di kota ini seringkali bertanggapan bahwa Felix dan
Victoria adalah pasangan yang sangat serasi. Mereka berdua tidak
pernah melupakan waktu untuk bepergian dan bersenang-senang
bersama.
Suatu hari, Felix sedang menghubungi Victoria sambil tiduran di
kamarnya. “Halo? Victoria~” ujar Felix dengan senyum.
“Oh, Halo juga Felix!” sambung Victoria yang sedang berbicara di
ponsel Felix.
“Kamu lagi apa sekarang? Aku bosen banget nih. Kebetulan aku lagi
nggak kemana-mana.” kata Felix.
“Ohh begitu ya? Ini aku lagi belajar sebentar. Aku juga di rumah aja,
sih.” kata Victoria. “Jalan-jalan yuk, Vic. Kayak biasa, hehe.” Felix
tertawa.

“Boleh, dong! kemana?”
“Aku rencananya pengen bawa kamu liburan ke luar kota. Kita
udah sering banget jalannya di sini doang. Kalau bisa tujuannya
yang lain, dong.”
“Mau! Mau! Pasti seru banget, Lix! Kalau gitu, aku siap-siap ya.
Nggak sabar nih!” ujar Victoria dengan penuh semangat.
“Okeee~ bentar lagi aku jemput kamu, ya. Dadah~” Felix menutup
panggilannya.

Akhirnya, tibalah mereka berdua pergi liburan ke luar kota.
Memang mereka berdua tidak pernah ingin berhenti menghabiskan
waktu bersama. Seperti apa yang sering dikatakan oleh warga kota.
Setelah berjam-jam kemudian, tibalah saatnya bagi Felix dan
Victoria untuk kembali ke kota asal dan pulang. Mereka benar-
benar akan sangat menyesal jika momen ini tidak pernah ada. Felix
dan Victoria menuju ke mobil yang dikendarai Felix. Setelah
beberapa menit kemudian di tengah-tengah jalan, Victoria berkata
dengan perasaan lega sambil memegang ponselnya, “Felix~
terimakasih ya sudah membawaku kesini. Kamu memang yang
terbaik, deh! Aku pasti bakalan menyesal kalau kita tidak ke sini.”
Felix dengan wajah senyum sambil mengendarai mobilnya langsung
menatap Victoria sambil menjawab, “Iya, Vic. Sama-sama~ apapun
aku lakukan untuk kamu, kok. Tenang saja.”
Setelah hampir empat jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di
kota dan langsung menuju ke rumah mereka masing-masing.
Sebelum Felix dan Victoria tidur, mereka saling mengirim pesan
lewat media sosial mereka di ponsel masing-masing. Berbicara
tentang pengalaman liburan tadi dan lain sebagainya.

Sebenarnya walaupun Victoria sudah lama mengenali Felix, mulai dari
kebiasaannya, apa pelajaran yang dia sukai, dia suka makanan apa,
dan lain sebagainya, ada satu hal yang tidak pernah diketahui oleh
gadis ini. Victoria tidak pernah tahu bahwa di rumah Felix ada sebuah
lab yang cukup besar terletak di loteng. Itulah mengapa setiap kali
Victoria berkunjung ke rumah Felix dan penasaran apa yang terletak
di loteng, Felix tidak pernah ingin menjawab dan hanya berkata,
“Bukan apa-apa.”
Tetapi Victoria tidak terlalu memperdulikan itu, dalam pikirannya
mungkin memang benar-benar tidak ada apa-apa di dalam sana. Felix
seringkali melakukan berbagai macam percobaan, di antaranya adalah
eksperimen yang harus dilakukan dari kuliah. Apalagi ia mengambil
jurusan IPA. Tetapi karena Felix sudah lulus dari perkuliahannya, dia
jarang menggunakan laboratorium tersebut. Dia tetap ingin menjaga
laboratorium itu dan memastikan semuanya aman serta bersih. Dia
memang sengaja ingin merahasiakan hal ini ke kekasihnya.

Hingga keesokan harinya tiba, Felix dan Victoria ternyata tidak
melakukan hal yang biasa mereka lakukan. Mereka berdua ternyata
sedang sibuk dan karena itu mereka tidak dapat berkomunikasi atau
bepergian berdua. Victoria sedang pergi ke sebuah acara keluarga
besar, sementara Felix sedang bekerja sebagai seorang pelayan di
sebuah kafe di tengah-tengah kota. Tetapi, jadwal waktu pekerjaan
Felix ini hanya sebentar saja, kurang lebih hanya lima jam. Jadi saat
pagi hari tiba Felix mulai bekerja dan sore hari dia pulang. Tepatnya,
pada jam 3.50 sore, Felix akhirnya selesai dengan pekerjaannya dan
menuju ke rumahnya dengan berjalan kaki. Dia berkata sambil
menghela napas, “Wahhh~ sungguh pekerjaan yang melelahkan juga.
Tetapi tidak apa-apa, deh. Aku cukup puas dengan menjadi seorang
pelayan kafe. Menarik…”

Setelah beberapa menit berjalan, Felix sudah berada di depan
rumahnya. Dia membuka pintu halaman depan, melepaskan semua
jas dan meletakkannya di gantungan yang berada di ruang tamu dan
menuju ke kamarnya. “Sayang sekali….Victoria sedang sibuk hari ini.
Tidak bisa berbicara denganku. Aku harap besok dia ada waktu
luang.” kata Felix sambil membuka jasnya.
Setelah bersih-bersih dan menukar pakaian, Felix berbaring di
tempat tidurnya sambil memegang ponsel dan sesekali melamun.
“Hmmmm, sekarang apa yang bisa aku lakukan supaya tidak bosan?
Aku bosan banget…..” keluh Felix setengah jam kemudian.
“Kayaknya teman-temanku yang lain masih kerja semua. Aku tidak
bisa berbicara dengan mereka juga….” ujarnya lagi. Setelah berpikir
panjang, Felix tiba tiba teringat sesuatu. “Oh! Aku kan ada
laboratorium di loteng….Apakah aku melakukan percobaan sebentar
saja di sana? Untuk menghilangkan rasa bosan aku ini. Sudah lama
aku tidak menggunakannya.” seru Felix sambil bangkit dari tempat
tidurnya. Lalu dia berkata lagi, “Ah, ya sudahlah. Aku ke sana saja.”
Jadilah Felix menuju ke loteng dan tiba di laboratorium miliknya.
Tidak terasa, sudah mulai lagi keesokan harinya. Felix langsung
bangun dan bersih-bersih. Tiba-tiba, ponsel Felix berdering, dan Felix
merasa sangat bingung. Dia berpikir ‘Kenapa masih pagi-pagi begini
ada yang menelpon? Mungkinkah Victoria? Tetapi untuk apa dia
menelponku? Dia kan pastinya sedang sibuk menjalani kuliah…’
Tetapi Felix tidak mau berpikir lama-lama dan dia angkat saja
telponnya.
“Hah??!! Kamu serius?! Sejak kapan?!” Felix tampak sangat terkejut
saat berbicara di ponselnya. Dia tidak pernah menyangka kalau dia
bisa sekaget ini di hidupnya. Lalu Felix masih melanjutkan
pembicaraannya dan berkata dengan perasaan khawatir,
“Jadi dia bagaimana?! Sekarang bagaimana kondisinya??? Beritahu
aku!!”

Apa yang sebenarnya sedang terjadi di pagi ini sampai Felix sangat
luar biasa kaget? Ternyata, yang menyampaikan hal mengejutkan
tersebut adalah temannya Victoria. Dia mengatakan bahwa Victoria
dikabarkan mengalami flu. Baru saja tadi malam muncul. Tanpa
berlama-lama, Victoria langsung dibawa ke dokter oleh kedua
orangtuanya. Dokter mengatakan bahwa gadis ini sudah mengalami
flu yang sudah sangat parah. Wajahnya memerah, susah untuk
bernafas, hidung yang gatal, serta badan yang terasa sangat lemas.
Dokter menyatakan, penyakit flu Victoria ini akan butuh waktu yang
lama supaya pulih kembali. Jadi, tidak bisa diprediksikan kapan
sebenarnya Victoria akan sembuh. Yang pasti, gadis ini harus istirahat
di rumah saja dan mengkonsumsi asupan vitamin yang banyak.
Mendengar kabar buruk ini, Felix tidak bisa mengatakan apa-apa
selain bersedih.
“Kalau begitu…..Aku doakan agar Victoria segera pulih…...Aku
sangat kasihan dengannya…..Tolong sampaikan pesan dukaku
kepadanya kalau kamu bisa ya….” jawab Felix dengan nada sedih ke
teman Victoria yang masih mengangkat panggilan. Temannya ini pun
setuju dan janji untuk melakukan apa yang Felix suruh. Betapa patah
hatinya Felix. Mirisnya lagi, dia tidak bisa berkomunikasi dengan
gadis yang ia cintai ini. Tidak bisa bepergian, di ajak bicara dengan
ponsel, ataupun berkunjung ke rumahnya Victoria. Felix sedang
duduk di tempat tidurnya sambil menunduk.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang….?” ujar Felix sedih.
Setelah berjam-jam berpikir, akhirnya Felix dapat ide. Dia
memutuskan untuk membuat sebuah telegraf. Telegraf adalah sebuah
alat yang bisa mengirim pesan ke orang lain di jarak jauh dengan
sandi yang dinamai sandi morse, dengan menggunakan titik dan garis.
Tanpa berlama-lama, Felix langsung bergegas menuju
laboratoriumnya.
“Pasti ini akan berhasil!” seru Felix.

Dia langsung menciptakan telegraf tersebut dengan semua alat yang
tersedia. Bahkan, dia juga menciptakan empat makhluk dengan berbagai
macam ramuan yang akan membantu telegraf ini untuk berfungsi. Dia
memberi nama: Amplitunia, Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie. Felix
merasa sangat bangga karena dia sudah membuat sesuatu yang sangat
berguna.
“Hei...Apakah kalian bisa mendengar dan melihatku?” tanya Felix kepada
keempat makhluk tersebut.
“Iya, kami bisa.” jawab Kuensilia.
“Senang bertemu denganmu, Tuan. Kami bersedia membantu kamu.” ujar
Periodio.
“Astaga…….Akhirnya!! Berhasil!!” Felix merasa sangat senang setelah
mendengar perkataan makhluk-makhluk unik ini.
“Amplitunia, Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie. Kalian saya beri tugas
untuk bekerja di dalam telegraf ini. Masing-masing punya pekerjaan yang
berbeda. Paham?” jelas Felix.
“Sangat, Tuan! Kami sangat bersedia untuk ini semua.” jawab Amplitunia
dengan tegas.
“Baik. Saya akan menjelaskan. Saat telegraf ini dinyalakan, bunyi akan
keluar dan akan memproduksi sebuah gelombang suara yang akan
mengirim sinyal ke tujuan. Nah, saya ingin kalian berempat bekerja
bersama di dalam gelombang suara ini.” kata Felix.
Lalu, Felix masih menjelaskan kepada empat makhluk ini,
“Pertama, Panjangnie, kamu bertugas sebagai pembatas panjang
gelombang dalam setiap jarak dan pastikan dalam satu periode. Kuensilia,
kamu sebagai pendistribusi getaran yang akan diperoleh gelombang dalam
persatuan waktu. Amplitunia, kamu sebagai pemberi jarak atau pembatas
antara gelombang dengan titik keseimbangannya. Terakhir Periodio, kamu
sebagai pemberi waktu yang akan diperlukan bagi setiap satu panjang
gelombang untuk ditempuh. Dari semua penjelasan yang sudah saya
sampaikan barusan, apakah Kalian sudah paham atau adakah
pertanyaan?” Felix bertanya setelah memberikan instruksi yang sangat
panjang.

“Kami sudah sepenuhnya paham, Tuan. Tidak perlu ada informasi
tambahan lagi.” ujar Panjangnie bersama dengan yang lainnya
mengangguk paham.
“Bagus! Kalau begitu, Saya rasa Kita langsung saja bekerja, oke?
Semangat ya! Saya sangat percaya Kalian bisa melakukan ini!” Felix
memberi dukungan kepada makhluk-makhluk tersebut.
“Baik, Tuan! Kami akan segera bekerja demi menyelamatkanmu!”
ujar keempat makhluk itu. Akhirnya yang ditunggu-tunggu, Felix
menuju ke kamarnya dan segera membawa telegraf serta makhluk-
makhluk ciptaannya ke arah jendela. Dia meletakkan telegraf itu dan
sudah mempersiapkan surat yang sudah ditulis sebelumnya untuk
Victoria. Dia hanya perlu mengikuti titik dan garis yang sesuai
dengan tiap huruf.
“Bersiap-siap ya. Amplitunia, Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie!
Ini dia!” seru Felix. Dan dia langsung menyalakan telegraf tersebut
dengan menekan tombol yang berada di bagian depan telegraf. Bunyi
yang langsung muncul membuat gelombang suara mengalir maju
kedepan. Dan Amplitunia, Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie
langsung masuk ke dalam gelombang itu secara bersamaan. Mulailah
mereka bekerja bersama yang sesuai dengan perintah Felix
sebelumnya.
“Wahhhhh! Ini sangat menyenangkan! Benar-benar seperti sedang
terbang di langit yang sangat tinggi!” ujar Panjangnie dengan
semangat.
“Benar! Ingat ya Kalian semua. Jangan sampai ada yang lepas. Kita
harus tetap berempat dan bekerja menyalurkan gelombang suara ini
ke rumah Nona Victoria!” jawab Kuensilia.
“Baik!” sambung Aplitunia dengan bahagia.

Menit demi menit mereka melaju. Dan tampaknya semuanya baik-
baik saja. Namun tiba-tiba, di tengah perjalanan, sesuatu yang tak
terduga muncul yang membuat semuanya terkejut. Gelombang suara
tersebut secara mengejutkan terputus dan hancur. Semua makhluk-
makhluk yang berada di dalam gelombang itu histeris ketakutan.
“Loh?! Ada apa ini?? Teman teman?!?! Kita di luar kendali!!!” kata
Periodio yang tidak bisa menahan rasa paniknya. Kuensilia dan
Panjangnie pun menyadari hal ini serta teriakan Periodio.
“Periodio!!! Panjangnie!!! Amplitunia!!! Apakah kalian bisa
mendengarku?! Gelombang suara ini terputus!! Kita dalam bahaya!!”
Kuensilia berteriak memanggil semua rekannya. Syukurnya, mereka
semua bisa mendarat dengan selamat sambil berpegangan tangan agar
tidak terluka.
“Astaga…..Syukur sekali kita semua masih selamat. Aku takut sekali
tadi….Ini benar-benar kejadian yang di luar dugaan!” kata
Panjangnie menangis ketakutan sambil memeluk Kuensilia dan
Periodio.
“Iya, Kita semua, Panjangnie...Tidak apa-apa…..Kalian tidak terluka
kan? Apa yang sebenarnya terjadi??” sambung Kuensilia sambil
menenangkan Panjangnie. Tetapi, di tengah-tengah kejadian ini, ada
satu hal yang tidak mereka sadari. Namun, beberapa detik kemudian
Periodio bertanya, “Hei….Ngomong-ngomong….Amplitunia dimana,
ya? Kok tidak ada? Apakah kita meninggalkannya? Seingatku kita
semua sudah berhasil menemukan satu sama lain saat gelombang itu
hancur. Atau aku saja yang keliru…?”
Kedua rekannya langsung bertatap-tatapan. Mereka baru sadar.
“Eh?? Iya, ya...Dia kemana? Aku juga tadi ingat sudah berpegangan
dengan semuanya saat kecelakaan itu. Aku sudah mencari kalian
semua! Sumpah.” Kuensilia menjawab.

Begitu juga dengan Panjangnie yang setuju dengan perkataan
Kuensilia. Setelah momen kesunyian yang cukup lama, akhirnya
Panjangnie bersuara, “Atau jangan-jangan……”
Belum selesai berbicara, Kuensilia langsung memotong dan berkata,
“Maksudmu apa, Panjangnie?! Bagaimana Kita tahu kemana
Amplitunia?! Kamu jangan menakut-nakuti kita!!”, Periodio bergegas
menenangkan Kuensilia sambil berkata, “Kita jangan panik dulu,
Kuensilia. Mungkin memang Panjangnie tahu keberadaan Amplitunia
supaya kita bisa segera menyelamatkannya.” Setelah itu, Kuensilia pun
langsung tenang. Kemudian, Panjangnie melanjutkan perkataannya,
“Kalian pernah tidak mendengar sebuah kisah tentang seorang
ilmuwan yang jahat di kota ini?” tanya Panjangnie.
Periodio dan Kuensilia bertatap-tatapan sambil bingung.
Kemudian, Periodio bertanya, “Maksudmu apa, Panjangnie? Aku
tidak pernah tahu itu. Bagaimana denganmu, Kuensilia?”
“Iya sama. Aku juga tidak pernah dengar.” jawab Kuensilia.
“Memangnya kenapa? Apa hubungannya dengan hilangnya
Amplitunia? Apakah Kamu tahu?” sambung Periodio lagi.
“Aku sempat keliling-keliling di laboratorium Tuan Felix tepat setelah
aku lahir. Saat Tuan Felix sedang sibuk dengan kalian dan Amplitunia,
aku melihat sebuah buku yang cukup besar di sebuah kotak kardus.
Buku itu mengisahkan bahwa di kota ini hiduplah seorang ilmuwan
yang dikenal sangat jahat dan kejam yang bernama Professor
Alexander. Dia akan menculik seluruh makhluk-makhluk di dunia ini
apapun caranya dan tidak akan pernah menyerah. Dan makhluk
tersebut yang sudah dia berhasil tangkap, akan dibawa ke markasnya
yang berbentuk menara yang sangat tinggi dan di sana, dia akan
menyiksa serta menyakiti makhluk malang itu sebagai bahan
percobaannya untuk menghabiskan seluruh warga kota ini.”
Panjangnie menjelaskan dengan sangat komplit.

Kuensilia dan Periodio sangat terkejut dan ketakutan mendengar
kisah yang sudah disampaikan oleh Panjangnie. Dengan raut wajah
mereka yang luar biasa khawatir karena rekan mereka Amplitunia,
sudah diculik oleh Prof. Alexander yang kejam. Kemudian, Kuensilia
langsung berkata kepanikan, “Waduh!! Lalu Kita harus
bagaimana?! Amplitunia akan disiksa habis-habisan di sana! Kita
harus menyelamatkannya sekarang juga!”
Jadilah mereka semua bergegas menuju ke rumah Tuan mereka,
Felix. Mereka bertiga langsung ke lantai atas ke arah kamar Felix
dan membuka pintunya dengan sangat kuat hingga Felix terkejut.
“Hei! Kalian ini kenapa?? Bikin terkejut saja! Ada apa?
Loh….Amplitunia dimana? Kenapa hanya Kalian bertiga saja??”
ujar Felix.
Tetapi Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie hanya diam saja karena
mereka agak takut untuk menyampaikan yang sebenarnya kepada
Tuan Felix. Kemudian Felix bertanya lagi dengan tegas, “Hei! Kalian
mendengarku? Jawab Aku! Amplitunia dimana?”
“Itu, Tuan………..” akhirnya Periodio menjawab. Kemudian
melanjutkan perkataannya,
“Amplitunia sedang dalam bahaya….Ia diculik oleh-” belum selesai
Periodio bicara Felix langsung tahu apa yang ingin dia katakan.
“Astaga….Jangan katakan- dia diculik Prof. Alexander?!” ketiga
makhluk tersebut langsung menundukkan kepala mereka.
Lalu Panjangnie berkata, “Itu benar, Tuan…...Akulah yang
menceritakan hal ini ke Kuensilia dan Periodio. Saat Kami
melakukan perjalanan menuju rumah Nona Victoria, gelombang
suara itu terputus. Kami belum sadar bahwa Amplitunia
hilang….Dan…” Panjangnie sudah tidak sanggup lagi bercerita
karena sudah sangat khawatir serta panik.

Kuensilia pun menyambung, “Kami minta maaf akan hal ini, Tuan Felix.
Kami tidak bisa bekerja dengan baik. Sekarang Kami ingin bantuan dari
Anda.”
“Panjangnie, Kuensilia, Periodio….Ini bukan salah kalian, kok. Kalian
tidak bermaksud apa-apa. Saya sudah bangga dengan kerja keras kalian.
Dan saat ada masalah di antara Kalian berempat, Kalian langsung refleks
ingin menyelamatkan mereka.” Felix memberi nasihat sambil tersenyum ke
mereka bertiga. Ia melanjutkan, “Oke. Kalau begitu, sekarang kita
langsung saja ke laboratorium dan membuat senjata. Kita akan
menyelamatkan Amplitunia. Aku tahu lokasi dimana Prof. Alexander
tinggal.” Mendengar ini, Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie sangat senang
dan bersemangat. Mereka tidak sabar ingin menolong rekan mereka.
Sampai di laboratorium, Felix dan makhluk ciptaannya langsung mencari
semua bahan dan ramuan yang akan digunakan untuk membuat senjata.
Seperti pistol isi ramuan beracun, alat pendobrak kaca, hingga pesawat
terbang kecil yang bisa membawa mereka ke markas Prof. Alexander, dan
banyak lagi. Setelah selesai, mereka langsung mengumpulkan semua
senjata itu dan mereka masuk ke dalam pesawat kecil tersebut. Sebelum
berangkat, Felix yang menjadi pilot berkata kepada ketiga makhluk
ciptaannya dengan penuh semangat, “Baiklah! Apakah kalian siap?”
“Kami sangat siap, Tuan Felix! Ayo berangkat!” ujar Kuensilia girang.
“Oke! Kalau begitu, pasang sabuk pengaman Kalian dan Kita akan
terbang!” sambung Felix.
Kuensilia, Periodio, dan Panjangnie yang berada di kursi belakang
langsung bersorak semangat. Pesawat itu langsung ke luar dari rumah
Felix dan terbang di langit yang tinggi. Mereka semua bisa melihat
pemandangan kota yang sangat besar. Ketiga makhluk itu terlihat sangat
kagum. “Sungguh pemandangan yang indah, kawan-kawan!” kata Periodio
sambil melihat pemandangan lewat kaca pesawat bersama dengan
Kuensilia dan Panjangnie. Sementara jauh di markas Prof. Alexander, ia
sedang mengikat Amplitunia dengan sangat erat sambil mempersiapkan
ramuan-ramuan yang mematikan.

Sambil terikat ketakutan, Amplitunia berkata, “Apa maumu,
Alexander?! Lepaskan Aku!! Kau jahat sekali!!”
Sambil memegang beberapa gelas yang berisi racun, dengan senyuman
yang mengerikan Prof. Alexander menjawab, “Dasar makhluk kecil
bodoh. Menjijikkan! Akulah yang berkuasa di dunia ini dan Kau tidak
memiliki hak untuk melarangku! Diamlah!!” Kemudian, Amplitunia
melihat Prof. Alexander menghampirinya dari dekat. Sambil
menggunakan sarung tangan yang besar dan memegang gelas ramuan
racun itu.
“H-hei...apa yang akan Kau lakukan?!”, tanya Amplitunia yang tangan
dan kakinya sudah kesakitan akibat ikatan yang terlalu kuat.
“Bukan apa-apa, Aku hanya ingin memandikanmu sedikit saja……”
jawab Prof. Alexander sambil nyengir. Betapa terkejutnya Amplitunia
saat Prof. Alexander mencelupkan tangannya ke dalam gelas itu dan
mencipratkan racun tersebut ke wajah Amplitunia sambil tertawa.
“TIDAK! HENTIKAN! SAKIT!!!”, teriak Amplitunia yang wajahnya
sudah mulai hancur dan penuh dengan racun.
“Diam!!!” jawab Prof. Alexander yang masih mencipratkan racun itu
tanpa henti.
Di sisi lain, Felix dan teman-temannya sudah mendarat di lokasi markas
Prof. Alexander. Mereka bisa melihat sebuah menara yang sangat tinggi
dan besar.
“Baiklah, kawan-kawan. Kita sudah sampai. Siapkan senjata Kalian.
Kita akan memulai misi ini.” ujar Felix yang sudah mempersiapkan
senjatanya.
“Menyeramkan sekali tempat ini… Aku takut…..” Kuensilia merengek.
“Tapi Kita tidak ada pilihan lagi, Kuensilia. Ini demi rekan Kita.
Sebagai teman yang baik, Kita harus menolongnya saat dalam bahaya.”
Panjangnie memberi nasehat kepada Kuensilia. Akhirnya, mau tidak
mau, mereka semua tetap harus keluar dari pesawat dan masuk ke
menara itu.

“Hei! Kalian tidak lihat? Di menara ini tidak ada pintu masuk!
Sepertinya kita hanya bisa memanjat hingga sampai ke atas.” seru
Periodio.

“Iya, Kau benar. Tetapi tidak perlu khawatir. Aku membawa
sebuah tali yang bisa membantu kita untuk memanjat hingga ke
atas.” sambung Felix sambil mengeluarkan tali itu dari tas ranselnya.
Namun ternyata, di bagian luar menara itu terdapat jebakan yaitu
kawat yang berlistrik. Tapi syukurnya, dengan kerjasama Felix dan
ketiga makhluk tersebut, mereka berhasil melepaskan semua kawat
itu dan mereka bisa memanjat menara itu dengan lancar. Akhirnya,
sampailah mereka di bagian atas menara letak laboratorium Prof.
Alexander. Dari luar, Felix bisa melihat betapa menderitanya
Amplitunia sambil diikat erat.
“Astaga...Amplitunia kasihan sekali! Kalian lihat deh.” ucap Felix
sambil menunjuk kaca menara yang memperlihatkan Amplitunia
yang sedang disakiti Prof. Alexander.

“Alexander! Sungguh orang yang kejam! Cepat, Kita harus
mendobrak kaca ini!”, ucap Periodio. Kemudian, Felix memeluk
Kuensilia, Panjangnie, dan Periodio erat-erat dan mendobrak kaca
menara itu sampai hancur besar. Mereka berhasil masuk ke dalam
dan bisa melihat Amplitunia yang tergeletak hampir tidak berdaya.
Amplitunia langsung berteriak saat melihat mereka berempat,
“Tuan Felix! Teman-teman! Syukurlah kalian di sini! Tolong
lepaskan Aku!”
“Tenanglah, Amplitunia! Kami akan segera mengeluarkan kamu
dari tempat ini!”, jawab Felix sambil. Namun sayang, Prof.
Alexander langsung menghalangi mereka berempat sambil
mengeluarkan semua senjatanya yang tajam dan mematikan.

Dia berkata sambil nyengir, “Wah…..Ternyata seorang Anak Muda yang
bodoh. Felix. Kau pikir Kau bisa menghentikanku dan melepaskan si kecil
ini dengan mudah? Tentu saja tidak!”
“Lihat saja! Kau pasti akan kalah! Lepaskan Amplitunia atau Kami akan
menghajarmu!” kata Kuensilia yang sudah bersedia dengan pistol ramuan
beracunnya. Felix, Periodio, dan Panjangnie juga sudah memegang senjata
masing-masing. “Kalau itu yang kalian mau, silakan! Mari kita selesaikan
ini!” sambung Prof. Alexander.
Dan jadilah mereka semua saling melawan satu sama lain dengan senjata
mereka. Cukup lama untuk menghabiskan Prof. Alexander karena dialah
yang lebih kuat dibanding mereka. Namun akhirnya, dengan keberanian
Felix, ia berhasil menembak Prof. Alexander dengan sangat kuat
menggunakan pistol besarnya. Akhirnya Prof. Alexander jatuh dari
menara itu. Setelah itu, tepatlah bagi mereka semua untuk segera
melepaskan Amplitunia. Mereka bergegas menuju ke tempat dimana
Amplitunia diikat.
“Ayo, Amplitunia! Mari kita keluar dari sini! Cepat!” ucap Felix yang
sedang melepaskan tali-tali dari badan Amplitunia. Mereka pun menuju
ke bawah menara, memasuki pesawat dan terbang untuk pulang.

“Astaga, Amplitunia!! Aku sangat merindukanmu! Selamat datang
kembali, Kawan~” kata Kuensilia sambil memeluk Amplitunia.
“Kami sangat khawatir denganmu. Kami sungguh minta maaf karena
tidak bisa memperhatikanmu dengan teliti. Kami tidak tahu semua ini
akan terjadi.” kata Panjangnie.
“Untung saja. Panjangnie tahu soal Alexander si ilmuwan yang jahat itu.
Kalau tidak, pasti kamu tidak akan pernah diselamatkan.” sambung
Periodio. Mendengar ketiga rekannya berbicara terharu, Amplitunia
tersenyum ke arah mereka sambil berkata, “Tidak apa-apa, Kawan-
kawan. Ini semua bukan salah Kalian. Tetapi Aku pasti akan tetap
memaafkan Kalian. Kalian sudah berhasil menyelamatkanku. Dan
Tuanku, Felix juga. Kalian berempat memang yang terbaik.”

“Amplitunia, Kamu memang seorang teman yang sangat baik dan
bijak.” jawab Felix sambil tersenyum yang sedang mengendarai pesawat.
Kemudian, Amplitunia langsung berpelukan dengan Felix serta ketiga
rekannya karena merasa senang ia sudah bebas. Akhirnya, tibalah
mereka di rumah Felix. Felix langsung membawa telegraf yang dari awal
dia letakkan di kamarnya dan membawanya ke laboratorium.
Yang sudah ditunggu-tunggu Felix, ia akan merancang ulang telegraf
tersebut dan mengirim pesan kembali ke Victoria, kekasihnya. Ia juga
membawa keempat makhluk tersebut. Sebelum merancang telegrafnya,
Felix membersihkan tubuh dan wajah Amplitunia yang terciprat racun
sebelumnya. Akhirnya, Amplitunia sehat dan bersih kembali.
“Terima kasih sudah membersihkanku, Tuan Felix.” kata Amplitunia
tersenyum ke arah Felix.
“Sama-sama, Amplitunia.” jawab Felix tersenyum sambil menggosok
kepala Amplitunia dengan tangannya.
“Ayo, Tuan Felix! Mari kita sama-sama rancang ulang telegraf ini
supaya kamu bisa mengirim pesan ke Nona Victoria!” seru Kuensila
yang sudah tidak sabar bersama dengan Amplitunia, Periodio, dan
Panjangnie. Felix pun akhirnya memperbaiki kembali telegraf tersebut
dengan bantuan keempat rekan kecilnya tersebut. Momen yang sangat
membahagiakan pun terjadi, telegraf akhirnya sudah bisa digunakan
lagi.
“Sempurna!” seru Felix.
“Terima kasih ya, kawan-kawan. Kalian sudah membantuku dari awal
sampai sekarang. Kalian memang rekan kerjaku yang terhebat! Aku
sangat bangga dengan kalian!” seru Felix lagi sambil memeluk
Amplitunia, Periodio, Kuensilia, dan Panjangnie.
“Sama-sama, Tuan. Kami sangat puas melihat Anda senang begini.”
kata Panjangnie. Mereka semua pun menuju ke kamar Felix. Dengan
hati yang girang, Felix memerintah keempat makhluknya untuk bekerja
lagi di dalam telegraf tersebut.

Aku harap kali ini kita berhasil, Kawan-kawan.” kata Felix tersenyum
ke arah mereka.
“Doakan kami ya, Tuan. Kami berharap pesan ini dapat sampai ke
rumah Nona Victoria!” kata Periodio semangat. Felix pun mulai
memencet lagi tombol telegraf tersebut, begitu bunyi langsung terdengar,
gelombang suara pun langsung mengalir lagi. Untungnya, pesan Felix
akhirnya sampai ke rumah Victoria. Gadis itu mendengar sebuah suara
dari jendela kamarnya.

“Wah. Suara apa itu? Sepertinya dari jendela.” ucap Victoria dan
berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
“Ohh….Felix mengirimku pesan! Sandi morse! Aku pernah belajar
tentang ini! Setelah sekian lama dia akhirnya berkomunikasi
denganku!” ucap Victoria lagi dengan perasaan girang. Victoria pun
berusaha menerjemahkan bunyi-bunyi tersebut menjadi beberapa
kalimat. Hasilnya adalah, “Halo Victoria, bagaimana kabarmu? Apakah
kamu sudah sehat? Aku sangat merindukanmu. Sudah lama kita tidak
bicara satu sama lain. Makanya aku memutuskan untuk mengirim pesan
lewat sandi morse. Aku tahu kamu sempat belajar tentang itu juga.
Pokoknya, aku harap kamu lekas sembuh ya. Supaya kita bisa bertatap
muka lagi seperti semula. Jaga kesehatanmu. Aku mencintaimu,
Victoria. Salam , Felix.”. Setelah menerjemahkan dan membaca pesan
tersebut, Victoria langsung merasa senang sambil berkata, “Oh...Felix~
terimakasih sekali~ pesanmu ini sangat menyentuh hatiku. Aku juga
harap Aku segera sembuh. Aku merindukanmu juga.”
Tidak terasa bulan demi bulan berlalu. Akhirnya, Victoria sudah
sembuh dari penyakit flunya yang sudah lama menyerang tubuhnya. Ia
sudah bisa bebas pergi kemanapun terutama bersama kekasihnya, Felix.
Victoria menghampiri rumah Felix dan langsung mengetuk pintu
halaman depan. “Felix~?” Victoria memanggilnya.

Felix mendengar suara ketukan pintu itu. Rupanya, ia masih
bersedih di kamarnya karena Victoria belum juga ada kabar.
Padahal gadis itu sudah sembuh dan dia tidak tahu kalau yang
mengetuk pintunya itu adalah kekasihnya. Felix pun keluar dari
kamarnya dengan lemas dan berkata, “Siapa?”
Namun, Victoria sengaja tidak mau menyebut dirinya karena ingin
mengejutkan Felix. Felix pun membuka pintunya. Betapa
terkejutnya dia saat melihat Victoria yang sudah sehat dan
tersenyum tepat berada di depannya. Ia langsung membuka matanya
lebar-lebar sambil berkata, “Victoria….? Kamu sudah sembuh??”
“ Iya, Felix. Aku sudah pulih kembali! Pesan yang kamu kirim ke
Aku beberapa bulan yang lalu sangat menyentuh hati. Aku sangat
bahagia. Sekarang, aku sudah bebas kemana saja denganmu!” jawab
Victoria tersenyum.
“Astaga!! Victoria, Kekasihku!! Aku sangat merindukanmu!! Aku
sudah sangat khawatir akan kabarmu!!” seru Felix terharu sambil
memeluk Victoria erat-erat. Begitu juga dengan Victoria yang
memeluk kekasihnya dengan senang hati.
Sejak saat itu, Felix dan Victoria bisa bepergian berdua lagi dan
berbicara satu sama lain seperti semula. Mereka berdua pun hidup
bahagia selamanya.

Felix baru saja lulus dari kuliahnya. Suatu hari, ia mengajak
kekasihnya, Victoria untuk jalan-jalan bersama. Hingga
beberapa bulan kemudian, Victoria jatuh sakit dan Felix pun
sedih. Ia memutuskan untuk membuat sebuah telegraf yang bisa
mengirim pesan ke arah rumah Victoria serta menciptakan 4
makhluk yang dia beri nama: Amplitunia, Kuensilia, Periodio,
dan Panjangnie. Namun tiba-tiba, di tengah perjalanan
mengirim pesan ke Victoria, Amplitunia secara misterius
menghilang. Dimanakah Amplitunia? Apakah dia dapat
diselamatkan?


Click to View FlipBook Version