The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by jaykusuma2, 2020-03-09 15:10:02

0.1Juknis DAK - 2018

0.1Juknis DAK - 2018

2.1.2. Perencanaan Kegiatan Swakelola

Setelah melewati proses awal pelaksanaan program dan
dinyatakan masyarakat telah siap untuk menerima
program Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Sanitasi
maka dapat dilanjutkan dengan kegiatan perencanaan
oleh warga masyarakat dengan pendampingan dari
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), antara lain:

2.1.2.1. Proporsi Penggunaan Dana DAK Bidang
Sanitasi

Proporsi tersebut akan dialokasikan oleh
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai

pelaksana program DAK ketika memasuki

tahap konstruksi. Rincian detail
penggunaannya dituangkan dalam Rincian

Anggaran Biaya (RAB) antara lain sebagai

berikut:

1. Minimal 60% untuk pengadaan bahan
dan sewa alat;

2. Maksimal 35% untuk upah pekerja;
3. Maksimal 5% untuk kegiatan non fisik

selama masa pembangunan;

Maksimal 10% dari penjumlahan poin 1 dan
2 dapat digunakan untuk pembangunan
prasarana penunjang agar menjamin
maksimalisasi dari keberlanjutan dan
pengembangan pelayanan (contoh : talud
pengaman IPAL, jalan setapak menuju IPAL,
drainase areal IPAL, Pagar, Gudang,
lanscaping IPAL, Cuci Motor, Kolam Ikan,
ruang pertemuan warga, Rehab bangunan
warga yang pekarangannya dijadikan lokasi
IPAL, dll). Jumlah dan jenis prasarana
penunjang ditentukan oleh rembug calon
pemanfaat. Dana penunjang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari jumlah proporsi
dana poin 1 dan 2.

40

2.1.2.2. Penyusunan Dokumen Rencana Kerja
Masyarakat (RKM)

Penyusunan RKM dilakukan dengan
pendekatan partisipatif, artinya semaksimal
mungkin melibatkan masyarakat dalam
semua kegiatan penyusunannya, baik
manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang
membutuhkan keahlian teknis dibantu oleh
TFL Teknis sebagai pendamping, dengan tetap
melibatkan masyarakat.

Dokumen RKM, merupakan dokumen resmi
perencanaan DAK Bidang Sanitasi yang
disusun oleh Tim Perencana kelompok
swakelola (KSM) difasilitasi oleh TFL,
diusulkan dan disahkan dalam forum
musyawarah di lokasi pelaksanaan, yang
merupakan salah satu syarat untuk
pencairan dana tahap awal. Dokumen RKM
harus disetujui oleh OPD (unsur pemerintah
daerah terkait).

Dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM)
meliputi uraian kegiatan yang akan
dilaksanakan sebagai berikut:

1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang (kondisi prasarana
sanitasi yang ada dan dukungan
pemda);
1.2. Maksud, tujuan dan sasaran;
1.3. Rincian kegiatan (jenis kegiatan,
lokasi kegiatan dan waktu
pelaksanaan).

2. Profil Lokasi (kondisi umum lokasi
kegiatan seperti; fisik, letak geografis,
topografi, kondisi geohidrologi, batas-
batas administrasi, demografi dan
proyeksi penduduk). Kondisi prasarana
dan sarana sanitasi (kondisi sarana air
bersih, kondisi sarana sanitasi, kondisi
pengelolaan sampah dan kondisi
kesehatan);

41

3. Ketersediaan lahan dan bahan (luas
lahan, kondisi lahan, kepemilikan lahan,
jenis dan jumlah bahan/material dan
ketersediaan bahan/material);

4. Penentuan Calon Pengguna (jumlah
calon pengguna, kondisi sosial ekonomi
calon pengguna);

5. Rencana Kerja Masyarakat (Rencana
konstruksi; spesifik bahan/material yang
akan digunakan, tahap persiapan dan
supervisi pelaksanaan konstruksi.
Rencana kontribusi masyarakat; in cash
dan in kind. Rencana operasi dan
pemeliharaan; tujuan operasi dan
pemeliharaan, hasil yg diharapkan,
pengorganisasian o&p, pendanaan,
bentuk kegiatan dan langkah-langkah
o&p. Rencana pelatihan; penguatan
tukang, mandor dan tim pelaksana
Swakelola (KSM);

6. Detailed Engineering Design (DED),
Rencana Anggaran Biaya (RAB);

7. Jadwal Pelaksanaan Konstruksi;

8. Mekanisme Pencairan Dana (tahapan
pencairan dana, prosedur pencairan dana
dan proses pencairan dana);

9. Rencana Pengelolaan Dana dan
Pelaporan (rencana penggunaan dana
tahap 1, 2 dan 3 sesuai dengan item
pekerjaan yang ada di RAB, rencana
pengelolaan keuangan dan mekanisme
pelaporan keuangan);

10. Rencana Pengoperasian dan
Sanitasi
Pemeliharaan Fasilitas

Lingkungan yang dibangun;

11. Lampiran-lampiran.

2.1.2.3. Tujuan Penyusunan Dokumen RKM

1. Untuk membuktikan bahwa Tim
Pelaksana Swakelola (KSM) telah siap
menerima perintah kerja dari OPD dan
sebagai persyaratan pengajuan pencairan

42

dana DAK Bidang Sanitasi tahun

anggaran berjalan;
2. Mengumpulkan informasi sanitasi secara

kuantitatif dan kualitatif diantaranya

jumlah rumah/KK yang memiliki
dan/atau tidak memiliki fasiltas MCK

pribadi, kepemilikan maupun kondisi
septictank, tempat pembuangan limbah

domestik); tempat pembuangan sampah,

dan kebersihan lingkungan sekitarnya;
3. Mengumpulkan informasi tentang kondisi

kesehatan dan angka penyakit terkait
dengan water born deseases (diare, kulit,

kolera);

4. Mengidentifikasi indikator dan/atau
mekanisme dalam hal keberlanjutan

oprasional dan pemeliharaan prasarana
dan sarana DAK Bidang Sanitasi melalui

proses partisipasi masyarakat. Indikator

berupa pengurasan bak mandi,
pengambilan lumpur di manhole,

kesediaan alat, pembersihan lantai,
manfaat dan nilai guna iuran yang

dirasakan oleh masyarakat dalam

kegiatan operasional dan pemeliharaan
prasarana DAK Bidang Sanitasi ,

keinginan masyarakat untuk

mengunakan prasaran DAK Bidang
Sanitasi, dan lain–lain;

5. Mengidentifikasi informasi tentang
kesetaraan akses (laki-laki/perempuan,

anak-anak, manula/tuna daksa) pada

pelayanan yang ada, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, kebutuhan dan

kepuasan pengguna, kualitas pelayanan
dan pengelolaan oleh masyarakat;

6. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan

mandor, tukang, operator, pengguna, dan
kewirausahaan untuk mengembangkan

kemampuan agar pelayanan dapat
berkesinambungan;

43

7. Mengidentifikasi kebutuhan dan rencana
masyarakat untuk memecahkan masalah
sanitasi.

2.1.2.4. Persiapan Pelaksanaan Penyusunan
Dokumen RKM

Persiapan Tim TFL (Teknis dan
Pemberdayaan/Sosial) dalam pembagian
tugas :

 Pembagian peran dan tugas masing-
masing tim;

 Penyiapan logistik, materi dan alat-alat
untuk RKM;

 Kontak person di masyarakat;

 Menentukan waktu dan tempat;

 Melaksanakan pertemuan sesuai jadwal
dan kesepakatan;

 Komunikasi dan koordinasi dengan
semua stakeholders.

2.1.2.5. Tahapan Penyusunan Dokumen RKM

1. Klasifikasi Kesejahteraan, yaitu

mengklasifikasi jumlah penduduk

kampung ke dalam kategori tingkat

kesejahteraan (kaya, menengah, miskin)

dan manula/tuna daksa menurut kriteria

khusus dan istilah setempat;

2. Pemetaan Sanitasi Kampung oleh
Masyarakat, yaitu mempelajari keadaan
masyarakat menyangkut sarana air bersih
dan sanitasi;

3. Transect Walk, yaitu mempelajari akses

masyarakat terhadap sarana sanitasi yang
ada;
4. Partisipasi dan Kontribusi, yaitu menilai

dan menganalisa kesetaraan dan
transparansi pengguna saat dan pasca

pembangunan sarana (pembangunan,
operasional dan pemeliharaan);
5. Siapa Melakukan Apa, yaitu mengetahui

peranan laki-laki dan perempuan pada

44

tahap perencanaan, pembangunan,
oparasional dan pemeliharaan sarana;
6. Pembagian Kerja berdasarkan Peran
Gender dan kelompok rentan sanitasi, yaitu
menilai dan menganalisa pembagian kerja,
jenis pekerjaan, dan pekerjaan yang
dibayar atau tidak.

2.1.2.6. Pihak pihak yang Terlibat Menyusun
Dokumen RKM

Para pihak yang terlibat dalam penyusunan
RKM, terdiri dari masyarakat yang berdomisili
di Dusun/RT/RW/Kampung yang
bersangkutan, baik perempuan atau laki-laki,
tokoh masyarakat baik formal maupun
informal.

2.1.2.7. Waktu dan Tempat Pertemuan
Penyusunan Dokumen RKM

Penyusunan RKM ini dapat diselesaikan
maksimal 3 bulan, sebaiknya dilaksanakan 2
- 3 jam dalam satu hari sebelum jam 18,00
sehingga keterlibatan kaum perempuan dapat
maksimal. Dalam menetapkan tempat
pertemuan, yang perlu diperhatikan adalah
tempat tersebut cukup luas, bersifat netral,
dan mudah diakses oleh masyarakat.

2.1.2.8. Verifikasi Dokumen RKM

Tim Pelaksana Swakelola (KSM) melakukan
sosialisasi dokumen RKM kepada seluruh

calon pemanfaat dan selanjutnya
mengusulkan Dokumen RKM tersebut kepada
PPK Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
terkait untuk mendapatkan persetujuan dan
pengesahan.

2.1.2.9. Perjanjian Kerjasama (PKS) Antara KSM
dengan OPD

Perjanjian Kerjasama (PKS) ditandatangani
oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen dari

Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Kabupaten/Kota sebagai penanggungjawab

45

anggaran, dengan Ketua Tim Pelaksana

Swakelola (KSM) (lihat contoh Perjanjian kerja
(Kontrak) pada ketentuan teknis). Perjanjian
Kerjasama ini dapat diadakan, setelah KSM

menunjukkan persiapan kegiatan berupa
dokumen RKM yang sudah dilengkapi dengan

DED dan RAB dan sudah mendapatkan
persetujuan dari Tim Teknis OPD terkait.

2.1.3. Pelaksanaan Kegiatan Swakelola

2.1.3.1. Pelaksanaan Rencana Kerja

Tim pelaksana swakelola (KSM)

melaksanakan pekerjaan yang

perencanaannya telah disusun dalam

dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM),

yaitu:

a. Melakukan kaji ulang dan pengukuran
pada lokasi pekerjaan berdasarkan

gambar rencana kerja;

b. Mengkaji ulang jadwal pelaksanaan
kerja (s-curve) serta jadwal kebutuhan

bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku

cadang dan/atau tenaga ahli
perseorangan;

c. Mengajukan kebutuhan bahan, Jasa
Lainnya, peralatan/suku cadang

dan/atau tenaga ahli perseorangan
kepada Penanggung Jawab Kelompok
Masyarakat untuk diproses oleh Tim
Pengadaan dari Kelompok Masyarakat
Pelaksana Swakelola (apabila ada) dengan

memperhatikan prinsip-prinsip
etika pengadaan
pengadaan dan dalam Peraturan
sebagaimana diatur
mengatur tenaga
Presiden ini;

d. Mendatangkan dan

kerja/tenaga ahli perseorangan untuk

melaksanakan kegiatan/pekerjaan sesuai

dengan jadwal pelaksanaan;

e. Menyusun laporan tentang penerimaan

dan penggunaan bahan, Jasa Lainnya,

46

peralatan/suku cadang dan tenaga
ahli perseorangan; dan
f. Menyusun laporan kemajuan pekerjaan
(realisasi fisik dan keuangan).

2.1.3.2. Mekanisme Pembayaran Pekerjaan
Swakelola

1. Pembayaran upah tenaga kerja yang
diperlukan dilakukan secara harian

berdasarkan daftar hadir pekerja atau

dengan cara upah borong;
2. Pembayaran gaji tenaga ahli perseorangan

(apabila diperlukan) dilakukan
berdasarkan kontrak konsultan

perseorangan atau tanda bukti

pembayaran; bahan
3. Pembayaran dan/atau

peralatan/suku cadang dilakukan
berdasarkan Kontrak pengadaan barang;

4. Mengingat dengan terbitnya PMK 112

tahun 2017 tentang mekanisme transfer
ke daerah dan Dana Desa agar percepatan

penyerapan dana maksimal, maka
penyaluran dana kepada pelaksana

swakelola (KSM) dapat dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Mengikuti Perpres 54 tahun 2010 dan
perubahannya, proses pencairan
kepada KSM dapat dilakukan sebagai
berikut:

❖ Diberikan 40% (empat puluh
perseratus) dari keseluruhan dana
apabila pelaksana swakelola (KSM)
telah siap melaksanakan swakelola;

❖ Diberikan 30% (tiga puluh
perseratus) dari keseluruhan dana
apabila pekerjaan telah mencapai
30% (tiga puluh perseratus); dan

❖ Diberikan 30% (tiga puluh
perseratus) dari keseluruhan dana

apabila pekerjaan telah mencapai
60% (enam puluh perseratus).

47

Dengan demikian PPK dapat mengatur
pencairan tiap lokasi (paket kegiatan)
secara bergantian.

b. Berdasarkan PMK 112 tahun 2017
tentang Mekanisme Transfer ke
Daerah dan Dana Desa, proses
pencairan dana ke KSM dengan
tahapan antara lain :

❖ Termin I dapat dicairkan sebesar 25
% apabila dokumen perencanaan
(RKM) dan kontrak kerja sama
dilaksanakan;

❖ Termin II dapat dicairkan sebesar
45 % apabila progres fisik mencapai
minimal 20 % disertai dengan LPD
termin I;

❖ Termin III dapat dicairkan sebesar
30 % apabila progres fisik telah
mencapai minimal 60 % disertai
dengan LPD termin II.

PPK dengan Tim Pelaksana
Swakelola (KSM) wajib melakukan
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali
addendum dan atau amandemen
kontrak, dilakukan sebelum termin
III.

2.1.3.3. Pengadaan Barang/Jasa

a. Pengadaan bahan, Jasa Lainnya, peralatan
dan/atau tenaga ahli perseorangan
dilakukan oleh Tim Pengadaan dari

Pelaksana Swakelola (KSM) dengan

menggunakan metode pengadaan yang
sesuai dan memperhatikan prinsip-prinsip

pengadaan dan etika pengadaan
sebagaimana diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 54 tahun 2010 dan
perubahannya;

b. Pengiriman bahan dapat dilakukan secara

bertahap atau keseluruhan, sesuai dengan

kebutuhan, lokasi pekerjaan dan kapasitas

penyimpanan;

48

c. Pembelian barang di bawah Rp. 50 juta
dilakukan oleh KSM, pembelian barang di
atas Rp. 50 juta dengan spesifikasi teknis
khusus dapat dilakukan oleh PPK sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;

d. Untuk daerah perbatasan, pulau terluar
dan daerah pesisir, pengadaan barang
dapat dilakukan oleh PPK atas permintaan
KSM;

e. Mekanisme pengadaan barang dan jasa
mengacu pada Peraturan Presiden No. 54
tahun 2010, dan Peraturan Presiden 70
tahun 2012 serta PMK Nomor 168 tahun
2015. Tanda bukti perikatan dapat berupa,
Nota, Kuitansi, Surat Perintah Kerja (SPK),
dan surat perjanjian sebagai berikut:

1. Bukti Pembelian berupa Nota,
digunakan untuk pengadaan barang
atau jasa yang nilainya sampai dengan
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

2. Kuitansi, digunakan untuk pengadaan
barang dan jasa yang nilainya Rp.
10.000.000,00 s/d Rp. 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah)

3. Surat Perintah kerja (SPK) digunakan
untuk pengadaan barang atau
pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya
dengan nilai Rp. 50.000.000,00 s/d Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

4. Surat Perjanjian digunakan untuk
pengadaan barang atau pekerjaan
konstruksi atau jasa lainnya dengan
nilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).

f. Untuk pengadaan barang, Tim Pelaksana
Swakelola (KSM) harus membentuk panitia
Pengadaan barang/jasa yang diangkat oleh
penanggung jawab pelaksana swakelola
(KSM) untuk melakukan pengadaan
barang/jasa yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan swakelola;

49

g. Tim Pengadaan berjumlah 3 orang
(masyarakat pemanfaat) terdiri dari ketua,
sekretaris dan anggota, yang dipilih melalui
rembug warga. Tim Pengadaan terdiri dari
satu orang anggota KSM dan 2 (dua) orang
dari masyarakat setempat.
Catatan:
Lebih lanjut secara Teknis dan Rinci terkait
ketentuan Pengadaan Barang/Jasa dapat

Garis Besar Pengadaan Barang/Jasa
mengikuti Peraturan Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2012 Tentang
Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor
70 Tahun 2012 Tentang Perubahan kedua
atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
50

2.1.3.4. Pembangunan Konstruksi Kegiatan
Swakelola

Pembangunan kontruksi melalui kegiatan
swakelola secara garis besar adalah:

1. Penjelasan teknis konstruksi dilakukan
oleh PPK Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) terkait, oleh TFL Teknik kepada tim
pelaksana swakelola, kepala tukang,

tukang, pekerja, dan masyarakat

pengguna;
2. Pekerjaan konstruksi dilakukan oleh

tukang dan atau masyarakat yang
dipekerjakan oleh tim pelaksana swakelola

(KSM), didampingi oleh TFL, dengan

tahapan sebagai berikut;

 Rembug warga: tim pelaksana swakelola

(KSM) melakukan pemaparan terhadap
rencana pelaksanaan pembangunan,

penjelasan RKM, jadwal pelaksana
pekerjaan, kontrak, sumber-sumber

pembiayaan lainnya, rekruitmen dan

jumlah tenaga kerja yang diperlukan,
mekanisme pembayaran, penjelasan

gambar desain dan jalur perpipaan, titik
lokasi IPAL terpilih, menyepakati rencana

operasi dan pemeliharaan, pembentukan

lembaga pengelola dan jadwal evaluasi
pekerjaan.

 Survey dan pemetaan : survey dilakukan

untuk mendapatkan jumlah pemanfaat

sesuai dengan RKM dan rencana
pengembangannya. Pemetaan dilakukan

untuk mengukur ulang jalur pipa

rencana, keberadaan utilitas,
pemasangan patok (benchmark).

 Pembersihan dan penyiapan lahan IPAL

Komunal, Tangki Septik Komunal, Tangki

Septik Individual serta MCK Kombinasi
IPAL Komunal dan MCK ++;

 Penyiapan peralatan K3, rambu-rambu

dan turap pengaman galian;

51

 Penyiapan direksi Kit, gudang, area kerja
(misalnya untuk pembuatan precast bak
control, dan lain-lain);

 Pengadaan dan pembelian barang oleh
panitia pengadaan;

 Pembagian grup dan area kerja;

 Pelaksanaan pekerjaan;

 Monitoring dan evaluasi.
Pelaksanaan untuk pekerjaan yang
dikerjakan sendiri oleh tim pelaksana
swakelola (KSM) adalah:

 Sekurang-kurangnya terdapat Satu

Kepala Pelaksana
Kepala Pelaksana mewakili Ketua tim
swakelola (KSM) dalam memberikan
arahan serta mengawasi jalannya
pelaksanaan di lapangan, baik dari segi
teknik maupun administrasi kegiatan,
dan sebagai penghubung dengan pihak
luar sehubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan. Kepala Pelaksana adalah
Ketua Unit Teknis pelaksana swakelola
(KSM) atau anggota tim pelaksana
swakelola (KSM) lain yang mampu
untuk mengemban tugas tersebut.

 Satu orang Kepala Tukang
Kepala Tukang adalah orang yang
menguasai pekerjaan lapangan sesuai
dengan jenis pekerjaannya, dan

berfungsi membantu Tim Pelaksana
dalam menangani satu bidang
pekerjaan atau lebih. Kepala Tukang
sebaiknya adalah anggota Unit Kerja
Teknis atau orang lain yang
terampil/menguasai jenis pekerjaan
yang akan dilaksanakan.

2.1.3.5. Pelaporan Kemajuan Pekerjaan dan
Dokumentasi

a. Laporan kemajuan pelaksanaan
pekerjaan dan penggunaan keuangan

dilaporkan oleh pelaksana swakelola (KSM)

52

kepada PPK secara berkala;

b. Laporan kemajuan realisasi fisik dan
keuangan dilaporkan oleh PPK kepada

PA/KPA setiap bulan;

c. Pencapaian target fisik dicatat setiap hari,
dievaluasi setiap minggu serta dibuat

laporan mingguan agar dapat diketahui
apakah dana yang dikeluarkan sesuai

dengan target fisik yang dicapai;

d. Pencapaian target non-fisik dicatat dan
dievaluasi setiap bulan;

e. Penggunaan bahan, jasa lainnya, peralatan
dan atau tenaga ahli perseorangan

dicatat setiap hari dalam laporan harian;

f. Laporan bulanan dibuat berdasarkan
laporan mingguan;

g. Dokumentasi pekerjaan meliputi
administrasi dan foto pelaksanaan

pekerjaan. Foto dari arah yang sama

diambil pada saat sebelum, sedang, dan
sesudah diselesaikannya pekerjaan.

2.1.3.6. Pelaporan Realisasi Pekerjaan

Pelaporan realisasi pekerjaan dibuat oleh tim

pelaksana swakelola (KSM) dan dilaporkan
kepada PPK teknis OPD terkait yang berisi

antara lain:

1. Struktur organisasi pekerjaan
swakelola yang terdiri dari pembagian

tugas, pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab serta pengkoordinasian

pelaksanaan pekerjaan;

2. Persiapan pekerjaan Swakelola yang
meliputi kesesuaian gambar pelaksanaan

dengan gambar rencana kerja serta
kebutuhan bahan, jasa lainnya,

peralatan dan atau tenaga ahli

perseorangan;
3. Pelaksanaan pekerjaan swakelola yang

meliputi kesesuaian jadwal pelaksanaan
pekerjaan terhadap jadwal rencana

pelaksanaan pekerjaan, penyerapan

keuangan, penyerahan pekerjaan sampai

53

dengan selesai 100% (sasaran akhir
pekerjaan telah tercapai) dan foto-foto
dokumentasi; dan
4. Penggunaan bahan, jasa lainnya, peralatan
dan atau tenaga ahli perseorangan.

2.1.4. Operasi dan Pemeliharaan

Optimalisasi pemanfaatan hasil pelaksanaan prasana
konstruksi bidang sanitasi dapat dilakukan oleh warga
masyarakat secara bersama – sama dengan
menggalang kekuatan partisipasi masyarakat
pemanfaat.

2.1.4.1. Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan
Pemeliharaan (KPP)

KPP dibentuk pada saat rembug warga dalam

rangka menjelaskan kontrak yang sudah
dilakukan antara KSM dengan PPK Teknis

OPD terkait. Adapun tugas KPP adalah :

a. Mengoperasikan dan memelihara sarana
sanitasi yang telah dibangun;

b. Bertanggung jawab terhadap hal-hal
teknis;

c. Mengumpulkan iuran warga;

d. Melestarikan sarana sanitasi yang telah
dibangun;

e. Membuat rencana pengembangan

pelayanan sarana sanitasi.

KPP diwajibkan memiliki AD/ART dan
dibuatkan Akte Notaris. Selanjutnya sesuai
dengan pengembangan pelayanan/usaha
lainnya, maka KPP disarankan berbadan
hukum dari SK yang diterbitkan
Kemenkumham.

Operasi dan Pemeliharaan dilakukan oleh
KPP yang dibentuk dalam kegiatan Rembug
warga di tingkat Masyarakat sebelum
pencairan dana tahap I.

a. Prinsip pengelolaan pada tahap
pemanfaatan :
1. Musyawarah.
2. Transparansi.

54

3. Akuntabilitas publik dan kontrol sosial.

b. KPP sebagai pengelola sarana harus
memiliki:

1. Aturan-aturan organisasi dan

operasional prasarana dan sarana, yang
disusun dan diputuskan bersama-sama

secara musyawarah antar anggota KPP.
2. KPP disarankan berbadan hukum tetap

(punya NPWP dan SIUP) atau minimal

ber akte notaris.
3. Aturan sesuai dengan kondisi setempat,

yang mengatur siapa penerima manfaat,
besarnya iuran yang harus dibayar,

waktu pembayaran iuran, serta siapa

petugas yang melakukan pemeriksaan
dan perbaikan kalau terjadi kerusakan

dan menentukan besarnya biaya operasi
rutin seperti honor petugas, biaya listrik,

dll.

4. Standar Operation Procedure/SOP
pemakaian dan pemeliharaan sarana,

yang harus dipatuhi oleh operator yang
ditunjuk KPP.

c. Prosedur Operasi dan Pemeliharaan

(standard operating procedure/SOP).

SOP yang telah tertuang dalam RKM dapat
disesuaikan dengan kebutuhan operator
dan pengguna. Pedoman ini disusun oleh
pengurus bersama kelompok pemanfaat,
dimusyawarahkan bersama dalam forum
musyawarah desa, dan setelah dicapai
mufakat disahkan oleh Kepala Desa/Lurah.
Setiap lokasi dapat mengembangkan
pedoman kerjanya sendiri, sesuai dengan
kondisi, kemampuan dan budaya yang ada
di daerahnya masing-masing.

Dalam upaya mencapai keberhasilan
pengelolaan perlu didukung tim pengelola
KPP yang handal:

1. Mampu mengorganisasikan anggotanya
untuk mendukung kegiatan kerja yang
telah dibuat;

55

2. Dapat menjamin kepentingan pemanfaat
dan mencarikan alternatif pemecahan
permasalahan yang dihadapi;

3. Mampu melakukan hubungan kerja
dengan lembaga lain di luar KPP;

4. Mampu menerapkan sanksi organisasi
bagi anggota yang melanggar peraturan.

d. Pendanaan Operasi dan Pemeliharaan

Sumber dana berasal dari masyarakat,
berupa iuran atau dana lain yang
dikembangkan di lokasi, yang dihitung
berdasarkan kesepakatan bersama akan
kebutuhan operasional dan pemeliharaan
serta rencana pengembangan sarana di
masa datang.

Pendanaan diperuntukkan bagi operasional
dan pemeliharaan ditambah honorarium
pengelola untuk melakukan operasional
dan pemeliharaan serta orang yang
bertugas untuk melakukan perbaikan jika
terjadi kerusakan.

Komponen yang perlu dipertimbangkan
dalam menghitung biaya pengoperasian
dan pemeliharaan meliputi:

1. Biaya perbaikan dan penggantian
komponen yang rusak sesuai dengan
sistem sarana yang dibangun;

2. Biaya pengembangan sarana;
3. Biaya Operasional (solar, listrik, dll)

4. Honorarium pengelola.

b. Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota

untuk Operasi dan Pemeliharaan.
Pemerintah daerah menugaskan OPD

teknis pengelola DAK untuk melakukan

pembinaan secara teknis operasional serta
keuangan kepada KPP/pengelola.

Dukungan Pemda juga termasuk untuk
melakukan rehabilitasi sarana yang

mengalami kerusakan berat (tidak dapat

beroperasional).

56

2.1.4.2. Tugas Kelompok Pemanfaat dan
Pemeliharaan (KPP)

1. Seksi Iuran Pengguna :
❖ Membicarakan tentang besarnya iuran
pemanfaatan sarana.
❖ Mengumpulkan iuran, membuat
perencanaan belanja, membukukan dan
melaporkan secara rutin.

2. Seksi Pengoperasian & Pemeliharaan

❖ Mengoperasikan dan memelihara
sarana fisik sanitasi lingkungannya.

❖ Mengembangkan mutu pelayanan &
jumlah sarana pengguna.

3. Seksi Penyuluhan Kesehatan

❖ Melakukan kampanye tentang

kesehatan rumah tangga dan
lingkungan.

Ketua Pelindung
Lurah/Kades

Sekretaris & bendahara

Seksi Iuran Pengguna Seksi O & P Seksi Penyuluhan
Iuran Pengguna Kesehatan

Kesehatan

Contoh Bagan Struktur Organisasi KPP

Pengelola prasarana dan sarana dilakukan
oleh operator yang telah dilatih dengan
memperhatikan beberapa hal:

• Kinerja prasarana yang dikelola;
• Jumlah prasarana dan sarana yang

tersedia;
• Jumlah prasarana dan sarana yang

digunakan;
• Target/sasaran perencanaan;
• Standar prosedur operasional dan

57

pemeliharaan;
• Standar kriteria teknis prasarana dan

sarana;
• Rencana pengembangan sarana di masa

datang.

Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan,
operator harus melakukan langkah-

langkah berikut:

• Melakukan pemantauan rutin untuk
mengetahui kondisi prasarana dan

sarana;

• Mengetahui kerusakan sedini mungkin
agar dapat disusun rencana perawatan
dan pemeliharaan yang baik;

• Melakukan rehabilitasi tepat waktu;
• Melakukan evaluasi kinerja pelayanan
secara berkala;

• Melakukan pengelolaan sesuai standar
operasional prosedur.
Dalam pelaksanaan pelestarian sarana

sanitasi, diharapkan pemerintah

Kabupaten/Kota dapat berperan aktif
memberikan dukungan teknis kepada

masyarakat (penyuluhan) agar mereka
mampu mengoperasikan dan

memanfaatkan sarana yang ada.

2.1.4.3. Penyerahan Hasil Pekerjaan

1. Setelah pelaksanaan pekerjaan swakelola

selesai 100% (sasaran akhir pekerjaan
telah tercapai) penanggung jawab

pelaksana swakelola (KSM) menyerahkan
pekerjaan kepada PPK;

2. PPK menyerahkan pekerjaan dan laporan

pekerjaan yang telah selesai kepada
PA/KPA melalui Berita Acara Serah

Terima Hasil Pekerjaan;
3. Setelah dilakukan penyerahan pekerjaan,

dilanjutkan dengan proses

penyerahan aset sesuai dengan
peraturan perundang - undangan.

4. Selanjutnya Pengguna Anggaran
(PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

58

menyerhakan pengelolaan sarana dan
prasarana sanitasi tersebut kepada
Kelompok Pemanfaat dan Pemeliharaan
(KPP).

Beberapa kegiatan pokok yang semestinya
dilakukan dalam proses penyerahan hasil
pekerjaan antara lain sebagai berikut:

a. Rembug Warga bertujuan untuk
memberikan informasi hasil pelaksanaan
kegiatan dan hasil pengelolaan dana
kepada warga lokasi sasaran. Rembug
dilaksanakan setelah pelaksanaan fisik
selesai 100% atau pada saat batas waktu
penyelesaian pekerjaan habis;

b. Forum ini dipimpin oleh Kepala
Desa/Lurah dengan mengundang PPK
Sanitasi Kabupaten/Kota, Pemerintah
Kecamatan, KSM, Kader Masyarakat (KM),
PKK, LSM, Tokoh masyarakat
Desa/Kelurahan, dan warga di lokasi
kegiatan dengan perwakilan Pengurus
RT/RW;

c. Dalam Rembug ini, KSM menjelaskan
secara rinci dan transparan laporan
pertanggungjawaban. Materinya antara
lain Laporan Penyelesaian Pelaksanaan
Kegiatan (LP2K), Realisasi Kegiatan dan
Biaya (RKB) disertai dengan foto-foto
pelaksanaan. Hasil Rembug Warga ini
disampaikan kepada PPK Sanitasi
kabupaten/kota. Hasil rembug warga
dituangkan dalam berita acara.

Isi laporan pertanggungjawaban terdiri

dari:

1. Apabila pekerjaan fisik sudah selesai
(mencapai 100%), laporan

pertanggungjawaban KSM berisi Laporan
Penyelesaian Pelaksanaan Kegiatan (LP2K),

Realisasi Kegiatan dan Biaya (RKB) dan
pembuatan Surat Pernyataan Penyelesaian

Pelaksanaan Kegiatan (SP3K);

2. Apabila pelaksanaan kegiatan fisik tidak

59

selesai pada waktunya (pada akhir tahun
anggaran belum mencapai 100%) maka
laporan pertanggungjawaban KSM berisi
Laporan Realisasi Kegiatan dan Biaya
(RKB), Pembuatan Berita Acara Status
Pelaksanaan Kegiatan (BASPK), dan Surat
Pernyataan Penyelesaian Kegiatan (SP2K).

2.1.4.4. Tujuan Operasi dan Pemeliharaan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan
keberlanjutan pelayanan aset yang sudah
dibangun melalui upaya pemeliharaan yang
tepat. KPP pengelola yang telah dibentuk akan
melaksanakan kegiatan operasi dan
pemeliharaan prasarana-sarana sanitasi yang
telah dibangun.

Tujuan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan
adalah sebagai berikut:

1. Terkumpulnya iuran dari masyarakat

untuk pembiayaan operasional dan
pemeliharaan sarana sanitasi yang

terbangun;

2. Dapat berfungsinya sarana sanitasi sesuai
dengan peruntukannya;

3. Adanya tambahan jumlah masyarakat
penerima manfaat;

4. Adanya perubahan sikap dan PHBS di

masyarakat;
5. Tumbuhnya partisipasi masyarakat untuk

ikut memelihara sarana;
6. Memberikan peluang kepada

masyarakat/kelompok

masyarakat/lembaga masyarakat untuk
mengoperasikan dan mengoptimalkan

sarana sanitasi yang ada sebagai sumber
daya serta meningkatkan kapasitas

masyarakat dengan penciptaan peluang

pelatihan teknis maupun non teknis;
7. Keberlanjutan sesuai dengan prinsip DAK

Bidang Sanitasi.

60

2.2. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk
memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai
dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh
kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah instansi/institusi yang
menggunakan Dana Alokasi Khusus dalam mekanisme Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan Pengguna
Anggaran (PA) adalah Pejabat pemegang kewenangan pengguna
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang
disamakan pada institusi lain pengguna APBD.

2.2.1. Persiapan dan Perencanaan

Sebelum menetapkan hasil pelaksana terpilih untuk
kegiatan pengadaan barang/jasa diperlukan proses
persiapan dan perencanaan agar proses pelaksanaan
konstruksi secara kontraktual dapat berjalan sesuai
dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Perencanaan kegiatan kontraktual untuk dana yang
bersumber dari Dana Alokasi Khusus bidang sanitasi
melalui proses antara lain sebagai berikut:

2.2.1.1. Identifikasi dan Analisis Kebutuhan

1. Penguasa Anggaran (PA) mengidentifikasi
kebutuhan barang/jasa yang diperlukan

untuk instansinya sesuai Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD);

2. Dalam mengidentifikasi kebutuhan

barang/jasa pada angka 1, PA terlebih
dahulu menelaah kelayakan barang/jasa,

PA terlebih dahulu menelaah kelayakan
barang/jasa yang telah

ada/dimiliki/dikuasai, atau riwayat

kebutuhan barang/jasa dari kegiatan yang
sama, untuk memperoleh kebutuhan riil;

3. Hasil identifikasi kebutuhan riil
barang/jasa pada angka 2 dituangkan

dalam Rencana Kerja Anggaran institusi

untuk pembahasan dan penetapan di
DPRD;

4. Selanjutnya PA melakukan analisis untuk

61

menetapkan cara pelaksanaan.

2.2.1.2. Penyusunan dan Penetapan Rencana
Anggaran

1. PA menyusun dan menetapkan rencana

penganggaran pengadaan barang/jasa,

terdiri atas: biaya barang/jasa itu sendiri,
biaya pendukung dan biaya administrasi

yang diperlukan untuk proses pengadaan,
sesuai dengan peraturan perundang-

undangan;

2. Biaya pendukung dapat mencakup: biaya
pemasangan, biaya pengangkutan, biaya

pelatihan, dan lain-lain;
3. Biaya administrasi dapat terdiri dari:

a. Biaya pengumuman pengadaan;

b. Honorarium pejabat pelaksana
pengadaan misalnya: PA/KPA, PPK,

ULP/Pejabat Pengadaan, Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan, dan

pejabat/tim lain yang diperlukan;

c. Biaya survei lapangan/pasar;
d. Biaya penggandaan Dokumen Pengadaan

Barang/Jasa; dan

e. Biaya lainnya yang

diperlukan untuk mendukung

pelaksanaan pengadaan

barang/jasa, antara lain: biaya

pendapat ahli hukum kontrak, biaya

uji coba pada saat proses evaluasi

dilakukan dan/atau biaya uji coba

sebelum dilakukan penerimaan hasil

pekerjaan.

4.Biaya administrasi untuk

kegiatan/pekerjaan yang akan

dilaksanakan pada tahun anggaran yang

akan datang namun pengadaannya

dilaksanakan pada tahun anggaran

berjalan harus disediakan pada tahun

anggaran berjalan.

62

2.2.1.3. Penetapan Kebijakan Umum

Penetapan kebijakan umum meliputi;
pemaketan pekerjaan, cara pengadaan
barang/jasa dan penggorganisasian
pengadaan barang/jasa. Dalam penetapan
kebijakan umum tentang pemaketan,
Penguasa Anggaran (PA) wajib
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. Menetapkan paket pengadaan barang/jasa
yang hanya ditujukan untuk produksi

dalam negeri dengan mengacu kepada
daftar inventarisasi barang/jasa produksi

dalam negeri yang telah di sertifikasi oleh

Puslitbangkim Kementerian PUPR;
b. Penggabungan dan pemecahan paket harus

memperhatikan efisiensi, efektifitas, dan
persaingan sehat dengan ketentuan adalah

sebagai berikut:

1. Dilarang menyatukan atau
memusatkan beberapa kegiatan yang

tersebar di beberapa daerah/lokasi yang

menurut sifat pekerjaan dan tingkat
efesiensi yang seharusnya dilakukan di

daerah/lokasi masing-masing;
2. Dilarang menyatukan/menggabungkan

beberapa paket pengadaan menurut

sifat dan jenisnya;
3. Dilarang memecah paket pengadaan

barang/jasa yang memiliki sifat dan
ruang lingkup pekerjaan yang sama

menjadi beberapa paket, baik pada saat

penyusunan anggaran, penyusunan
rencana umum pengadaan, maupun

pada saat persiapan pemilihan penyedia
dengan maksud untuk menghindari

pelelangan;

4. Dilarang menentukan kriteria,
persyaratan atau prosedur pengadaan

yang diskriminatif dan / atau dengan
pertimbangan yang tidak objektif.

63

2.2.1.4. Kebijakan Umum tentang Organisasi
Pengadaan Barang/Jasa

a. Pimpinan Lembaga/Kepala
Daerah/Pimpinan Institusi membentuk

organisasi pengadaan barang/jasa yang

terdiri dari:
1. PA/KPA;

2. PPK;
3. ULP/Pejabat Pengadaan;

4. Panitia/Pejabat Penerima Hasil

Pekerjaan (PPHP); dan
b. Anggota kelompok kerja (Pokja) ULP

berjumlah sekurang – kurangnya 3 (tiga)
orang tergantung kebutuhan;

c. Anggota ULP/Pejabat pengadaan yang

ditunjuk harus memahami tata cara
pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan

yang bersangkutan, dan hukum perjanjian
kontrak.

2.2.1.5. Tatacara Pengadaan Barang/Jasa

Penguasa Anggaran (PA) menetapkan cara

pengadaan barang/jasa dengan

memperhatikan tugas pokok dan fungsi
lembaga dan sifat kegiatan yang akan

dilaksanakan, antara lain sebagai berikut:

a. Melalui kegiatan swakelola yang

merupakan kegiatan pengadaan

barang/jasa yang direncanakan,
dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh

lembaga sebagai penanggung jawab
anggaran, instansi pemerintah lain

dan/atau kelompok masyarakat pelaksana

swakelola dengan menggunakan tenaga
sendiri dan/atau tenaga dari luar; dan

b. Melalui penyedia barang/jasa baik sebagai
badan usaha maupun perorangan.

64

Bagan Alur Proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
65

2.2.1.6. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)

Penguasa Anggaran (PA) menyusun KAK yang

mendukung pelaksanaan kegiatan/pekerjaan
paling sedikit memuat:

1. Uraian kegiatan yang akan dilaksanakan
meliputi latar belakang, maksud, dan

tujuan, lokasi kegiatan, sumber

pendanaan, serta jumlah tenaga yang
diperlukan;

2. Waktu yang diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan/pekerjaan

tersebut mulai dari pengumuman, rencana

pengadaan sampai dengan penyerahan
barang/jasa;

3. Spesifikasi teknis barang/jasa yang akan
diadakan; dan

4. Besarnya total perkiraan biaya pekerjaan

termasuk kewajiban pajak yang harus
dibebankan pada kegiatan tersebut.

2.2.1.7. Pengumuman Rencana Umum
Pengadaan

1. Penanggungjawab Anggaran (PA)
mengumumkan rencana umum pengadaan

barang/jasa di masing-masing
lembaga/instansi secara terbuka kepada

masyarakat luas setelah Rencaa Kegiatan

(RK) disetujui Unit Organisasi (UNOR)
Kementerian Teknis dan anggaran yang

bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang Sanitasi disetujui oleh DPRD

sebelum pelaksanaan pengadaan

barang/jasa oleh ULP;
2. Lembaga/Instansi mengumumkan rencana

umum pengadaan barang/jasa pada tahun
anggaran berjalan;

3. Pengumuman pengadaan barang/jasa

dilakukan di website Lembaga/Instansi
masing-masing dan papan pengumuman

resmi serta portal pengadaan Nasional
melalui LPSE, dan

66

mengundang/memberitahukan kepada
penyedia yang diyakini mampu
mengerjakannya.
4. Pengumuman tersebut paling kurang
berisi:
a. Nama dan alamat Pengguna Anggaran

(PA);
b. Paket pekerjaan yang akan

dilaksanakan;
c. Lokasi pekerjaan;
d. Perkiraan besara biaya.

2.2.1.8. Penyedia Barang/Jasa

Penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan

pengadaan barang/jasa wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

1. Memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk menjalankan

kegiatan/usaha;

2. Memiliki keahlian, pengalaman dalam
bidang sanitasi, kemampuan teknis dan

manajerial untuk menyediakan

barang/jasa;
3. Memperoleh paling kurang 1 (satu)

pekerjaan sebagai penyedia barang/jasa
dalam kurun waktu 4 (empat) tahun

terkahir baik di lingkungan pemerintah

maupun swasta, termasuk pengalaman
sub-kontrak;

4. Ketentuan pada poin 3 (tiga) diatas
dikecualikan bagi penyedia barang/jasa

yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga)

tahun;
5. Memiliki sumber daya manusia, modal,

peralatan dan fasilitas lain yang
diperlukan dalam Pengadaan Barang/

Jasa;

6. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan
Jasa Lainnya, harus memperhitungkan

Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai
berikut:

SKP = KP –

P

67

KP = nilai Kemampuan Paket, dengan
ketentuan:

a. Untuk Usaha Kecil, nilai
Kemampuan Paket (KP) ditentukan

sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan;
dan

b. Untuk usaha non kecil, nilai

Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu

koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang

dikerjakan.

N = jumlah paket pekerjaan
terbanyak yang dapat
ditangani pada saat
bersamaan selama kurun
waktu 5 (lima) tahun terakhir.

7. Tidak dalam pengawasan pengadilan,
tidak pailit, kegiatan usahanya tidak

sedang dihentikan dan/atau direksi

yang bertindak untuk dan atas nama
perusahaan tidak sedang dalam

menjalani sanksi pidana, yang
dibuktikan dengan surat pernyataan

yang ditandatangani Penyedia

Barang/Jasa;
8. Sebagai wajib pajak sudah memiliki

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
telah memenuh kewajiban perpajakan

tahun terakhir (SPT Tahunan) serta

memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21,
PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh

Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi
Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3

(tiga) bulan terakhir dalam tahun

berjalan;
9. Secara hukum mempunyai kapasitas

untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
10. Tidak masuk dalam Daftar Hitam;

68

11. Memiliki alamat tetap dan jelas serta
dapat dijangkau dengan jasa pengiriman;
dan Menandatangani Pakta Integritas.

2.2.1.9. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan

PA/KPA menetapkan Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan, anggota
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
berasal dari pegawai negeri, baik dari
instansi sendiri maupun instansi lainnya.

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung

jawab dalam melaksanakan tugas;
b. Memahami isi Kontrak;
c. Memiliki kualifikasi teknis;
d. Menandatangani Pakta Integritas; dan
e. Tidak menjabat sebagai pengelola

keuangan.

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
sebagaimana dimaksud adalah mempunyai
tugas pokok dan kewenangan untuk hal-hal
sebagai berikut:

a. Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan

Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam

Kontrak;
b. Menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa

setelah melalui pemeriksaan/pengujian;

dan
c. Membuat dan menandatangani Berita

Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.

Dalam hal pemeriksaan Barang/Jasa
memerlukan keahlian teknis khusus, dapat
dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu
pelaksanaan tugas Panitia/Pejabat Penerima
Hasil Pekerjaan. Tim/tenaga ahli
sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh
PA/KPA.

69

2.2.1.10. Prinsip – Prinsip Pengadaan
Barang/Jasa

Pengadaan barang/jasa menerapkan prinsip
– prinsip sebagai berikut :
a. Efesien;
b. Efektif;
c. Transparan;
d. Terbuka;
e. Bersaing;
f. Adil/tidak diskriminatif; dan
g. Akuntabel.

2.2.1.11. Etika Pengadaan Barang/Jasa

Para pihak yang terkait dalam
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

harus mematuhi etika sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas secara tertib,

disertai rasa tanggung jawab untuk

mencapai sasaran, kelancaran dan
ketepatan tercapainya tujuan

Pengadaan Barang/Jasa;
b. Bekerja secara profesional dan mandiri,

serta menjaga kerahasiaan Dokumen

Pengadaan Barang/Jasa yang
menurut sifatnya harus dirahasiakan

untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam Pengadaan

Barang/Jasa;

c. Tidak saling mempengaruhi baik
langsung maupun tidak langsung yang

berakibat terjadinya persaingan tidak
sehat;

d. Menerima dan bertanggung jawab atas

segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan tertulis para pihak;

e. Menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan para pihak

yang terkait, baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam proses
Pengadaan Barang/Jasa;

f. Menghindari dan mencegah terjadinya
pemborosan dan kebocoran keuangan

negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;

70

g. Menghindari dan mencegah

penyalahgunaan wewenang dan/atau
kolusi dengan tujuan untuk

keuntungan pribadi, golongan atau

pihak lain yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara; dan

tidak menerima, tidak menawarkan
atau tidak menjanjikan untuk memberi

atau menerima hadiah, imbalan,

komisi, rabat dan berupa apa saja dari
atau kepada siapapun yang diketahui

atau patut diduga berkaitan dengan
Pengadaan Barang/Jasa.

2.2.2. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual

PPK menyusun rancangan kontrak antara lain meliputi;
Syarat – Syarat Umum Kontrak (SSUK), pelaksanaan
Kontrak, penyelesaian kontrak, addendum kontrak,
pemutusan kontrak, hak dan kewajiban pra pihak,
personil dan/atau peralatan penyedia, pembayaran
kepada penyedia, pengawasan mutu, serta Syarat Syarat
Khusus kontrak. Pelaksanaan kontrak kerja tersebut
melalui tahapan sebagai berikut:

a. Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK);
b. Penyusunan Program Mutu;
c. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak;
d. Mobilisasi;
e. Pemeriksaan Bersama;
f. Pembayaran Uang Muka:

1. Nilai bersaran uang muka paling tinggi sesuai
dengan yang ditetapkan;

2. Besarnya jaminan uang muka adalah senilai uang
muka yang diterima penyedia;

3. Jaminan uang muka diterbitkan oleh Bank Umum,
perusahaan penjamin atau perusahaan asuransi;

4. Penyedia dapat mengajukan permohonan
pengambila uang muka secara tertulis kepada PPK
disertai dengan rancana penggunaan uang muka
untuk melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak;

5. PPK mengajukan surat permintaan pembayaran
untuk permohonan tersebut setelah uang muka
diterima dari penyedia;

71

6. Pengembalian uang muka diperhitungkan
berangsur angsur secara proposional pada setiap
pembayaran prestasi pekerjaan dan paling lambat
harus lunas pada pekerjaan mencapai prestasi 100
%

7. Untuk kontrak tahun jamak, nilai jaminan uang
muka secara bertahap dapat dikurangi sesuai
dengan pencapaian prestasi kerja.

g. Perubahan kegiatan pekerjaan;
h. Laporan hasil pekerjaan antara lain sebagai berikut:

1. Pemeriksaan pekerjaan dilakukan selama
pelaksanaan kontrak untuk menetapkan volume
pekerjaan atau kegiatan yang telah dilaksanakan
guna pembayaran hasil pekerjaan;

2. Untuk kepentingan pengendalian dan pengawasan
pelaksanaan pekerjaan, seluruh aktivitas kegiatan
pekerjaan dilokasi pekerjaan dicatat dalam buku
harian sebagai bahan laporan harian pekerjaan
yang berisi rencana dan realisasi pekerjaan harian;

3. Laporan harian berisi antara lain:
a. Jenis dan kuantitas bahan yang berada dilokasi
pekerjaan;
b. Penempatan tenaga kerja untuk tiap macam
tugasnya;
c. Jenis, jumlah dan kondisi peralatan;
d. Jenis dan kuantitas pekerjaan yang
dilaksanakan;
e. Keadaan cuaca termasuk hujan, banjir dan
peristiwa alam lainnya yang berpengaruh
terhadap kelancaran pekerjaan.
Laporan harian dibuat oleh penyedia diperiksa
oleh konsultan individual pengawas dan
disetujui oleh PPK;

4. Laporan mingguan terdiri dari rangkuman laporan
harian dan berisi hasil kemajuan fisik pekerjaan
dalam periode satu minggu;

5. Laporan bulanan terdiri dari rangkuman laporan
mingguan dan berisi hasil kemajuan fisik
pekerjaan dalam periode satu bulan;

6. Untuk merekam kegiatan pelaksanaan kegiatan
DAK Bidang Sanitasi PPK membuat foto-foto
dokumentasi pelaksanaan pekerjaan.

i. Pembayaran Prestasi Kerja;

72

j. Denda dan ganti rugi;
k. Penyesuaian harga;
l. Keadaan kahar;
m.Perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan;
n. Kerjasama antara penyedia dan sub penyedia.
2.2.3. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual Padat Karya
Pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Sanitasi pada jenis
DAK Afirmasi, dilakukan melalui pengadaan
barang/jasa, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Penyedia barang/jasa yang menjadi pemenang dalam
lelang ULP, dalam pelaksanaan kegiatan diharuskan
untuk menetapkan penerima upah HOK, dengan
tatacara sebagai berikut:
a. Penyedia barang/jasa dapat menyediakan tenaga
ahli bidang infrastruktur seperti; tukang, kepala
tukang dan mandor bukan dari warga calon
pemanfaat;
b. Memberikan pengumuman terkait perekrutan
tenaga kerja dari masyarakat calon penerima
manfaat;
c. Memberikan kesempatan selama dua minggu
kepada warga masyarakat untuk mendaftarkan
diri sebagai tenaga kerja harian;
d. Jika setelah dua minggu tidak ada yang
mendaftar, diijinkan pada penyedia barang/jasa
untuk membawa tenaga kerja dari luar lokasi
kegiatan.

2. Penyedia barang/jasa melakukan sosialisasi awal
kepada masyarakat calon pemanfaat di titik lokasi
kegiatan sebelum konstruksi dimulai;

3. Penyedia barang/jasa diharuskan melakukan
pemicuan/promosi kesehatan terlebih dahulu dan
melakukan pendataan jumlah calon pemanfaat yang
akan melakukan Sambungan Rumah (SR).

73

2.2.4. Operasi dan Pemeliharaan

1. Serah Terima Hasil Pekerjaan
a. Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus per
seratus), penyedia barang/jasa mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK untuk
penyerahan pekerjaan;
b. Dalam rangka penilaian hasil pekerjaan, PPK
menugaskan panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP);
c. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)
melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan
yang telah diselesaikan oleh penyedia;
d. PPK menerima penyerahan pertama hasil
pekerjaan setalah seluruh hasil pekerjaan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak
dan diterima oleh Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan;
e. Dalam hal masa pemeliharaan tidak melewati
akhir tahun anggaran, maka pembayaran
dilakukan sebesar 95% (sembilan puluh lima
perseratus) dari total nilai kontrak, sedangkan 5%
(lima perseratus) merupakan retensi selama masa
pemeliharaan atau pembayaran dilakukan 100%
(seratus per seratus) dari nilai kontrak dan
penyedia harus menyerahkan jaminan
pemeliharaan sebesar 5% (lima perseratus) dari
nilai kontrak;
f. Penyedia wajib memelihara hasil pekerjaan
selama masa pemeliharaan sehingga kondisi tetap
seperti pada saat penyerahan pertama pekerjaan;
g. Setelah masa pemeliharaan berakhir, penyedia
mengajukan permintaan secara tertulis kepada
PPK untuk penyerahan akhir pekerjaan;
h. PPK menerima penyerahan akhir pekerjaan
setelah penyedia jasa penyedia melaksanakan
semua kewajibannya selama masa pemeliharaan
dengan baik. PPK wajib membayar sisa nilai
kontrak yang belum dibayar atau mengembalikan
jaminan pemeliharaan;
i. Apabila penyedia tidak melaksanakan kewajiban
pemeliharaan sebagaimana mestinya, maka PPK
berhak menggunakan uang retensi untuk

74

membiayai perbaikan/pemeliharaan atau
mencairkan jaminan pemeliharaan.

2. Pemeliharaan
Agar prasarana infrastruktur terbangun dapat
bermanfaat dan berkelanjutan maka kegiatan
pemeliharaan dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dalam hal ini Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) Dinas/Instansi terkait.

2.3. Pelaporan oleh OPD Terkait

Berdasarkan Permen PUPR No 21/PRT/M/2017 kegiatan
pelaporan oleh OPD Kabupaten/Kota dilakukan dalam jangka
waktu triwulanan seperti; triwulan pertama : 31 Maret, triwulan
kedua : 30 Juni, triwulan ketiga 30 September dan triwulan
keempat 31 Desember. Pelaporan tersebut dilakukan secara
manual dan elektronik (e-Monitoring DAK Kementerian PUPR).
Sedangkan laporan yang dibuat oleh Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL) antara lain sebagai berikut :

a. Laporan rencana tindak lanjut dan realisasi hasil
pendampingan lapangan secara berkala setiap dwi mingguan;

b. Rekapitulasi realisasi hasil pendampingan lapangan periode
satu bulan, yang berisi capaian pelaksanaan kegiatan di
lapangan, rencana kerja tindak lanjut periode satu bulan
kedepan.

75

14 hari MENTERI
kerja cq. Sekretaris Jenderal

GUBERNUR 14 hari
cq. Kepala Bappeda kerja
Direktorat
Jenderal terkait

10 hari 10 hari Tembusan 10 hari
kerja kerja Kepala SKPD kerja
Provinsi sub
Kepala Balai/
bidang Satker Terkait

BUPATI/WALIKOTA
cq Kepala Bappeda

Tembusan

Gambar Mekanisme5 hParei lkaerpjaoran

Laporan Progres Mingguan Kepal SKPD Kab/Kota
dan Triwulanan sub bidang

KSM dan TFL

1. KEMITRAAN DENGAN TNI DALAM PELAKSANAAN DAK
BIDANG SANITASI

OPD pengelola DAK Bidang Sanitasi dapat menjalin
kemitraan dengan unit kesatuan TNI terkecil setingkat
Koramil dan Kodim dalam hal pelaksanaan prasarana
konstruksi.
a. Kegiatan kontraktual/Kontraktual Padat Karya:

OPD dapat meminta dukungan tenaga kerja kepada unit
Koramil/Kodim terdekat dengan alokasi biaya maksimal

76

sejumlah porsi upah tenaga kerja dalam kontrak (tidak
termasuk upah kepala tukang, tukang ahli dan sewa alat).

b. Kegiatan swakelola/ pemberdayaan:
OPD dapat meminta dukungan tenaga kerja kepada
Koramil/Kodim dalam hal kurang ketersediaan tenaga
kerja dari masyarakat calon pemanfaat. Jumlah tenaga
kerja dari TNI ditentukan dalam rembug warga dengan
TNI.

c. Lokasi kegiatan didalam lingkungan Asrama dan fasilitas
TNI:

Komandan Koramil/Kodim dapat mengajukan usulan
calon lokasi kepada OPD pengelola DAK Bidang Sanitasi.
Apabila terpilih sebagai lokasi pelaksanaan DAK Bidang
Sanitasi, maka ketentuan pelaksanaan mengikuti pola
pemberdayaan (swakelola) dimana anggota TNI menjadi
calon pemanfaat, sehingga warga di lingkungan
asrama/fasilitas TNI membentuk KSM dan KPP.

Prasarana sanitasi yang terbangun sedapat mungkin
menyertakan pelayanan kepada masyarakat disekitarnya.

2. PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG)

Dalam setiap tahapan proses pelaksanaan DAK Bidang
Sanitasi, OPD/PPK pengelola dana DAK Bidang Sanitasi
memaksimalkan peran dan keterlibatan gender: kaum
perempuan, masyarakat dengan keterbatasan fisik, kaum
lansia, dan masyarakat marginal sebanyak minimal 30
persen.

Sebagai agen perubahan yang bisa memicu keluarga dan
lingkungan dalam hal perubahan perilaku hidup bersih sehat
pada sub bidang sanitasi, maka keterlibatan kaum
perempuan dalam proses khususnya perencanaan di
upayakan semaksimal mungkin, mengingat dalam kehidupan
sehari hari kaum perempuan lah yang selalu bersentuhan
dengan air dan sanitasi. Kaum perempuan dapat bekerja
sama dengan Puskesmas/Posyandu terdekat, PKK dan
kelompok arisan dalam kampanye sanitasi.

Keterlibatan kaum perempuan dalam pelaksanaan konstruksi
lebih diarahkan pada pencatatan laporan, pengupahan tenaga
kerja, pembelanjaan, dan penagihan swadaya masyarakat (In
Cash). Keterlibatan kaum perempuan dalam pasca konstruksi

77

dan keberlanjutan pengembangan pelayanan adalah sebagai
anggota/ pengurus KPP.

3. PENGAWASAN

Kegiatan DAK Bidang Sanitasi memerlukan adanya
pengawasan oleh seluruh komponen masyarakat dan tim
pengawas (OPD Kabupaten/Kota). Pengawasan mulai dari
persiapan sampai akhir pelaksanaan pekerjaan demi untuk
menjaga konsistensi penerapan prinsip-prinsip dasar Program
DAK Bidang Sanitasi. Pengawasan yang dimaksud meliputi :

1. Pengawasan administrasi yang dilakukan terhadap
dokumentasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan;

2. Pengawasan teknis terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan
untuk mengetahui realisasi fisik pekerjaan lapangan
meliputi:
❖ Pengawasan terhadap bahan meliputi pengadaan,
pemakaian dan sisa bahan;
❖ Pengawasan terhadap penggunaan peralatan untuk
menghindari tumpang tindih pemakaian di lapangan;
❖ Pengawasan terhadap penggunaan tenaga kerja/ahli
agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan yang
direncanakan.

3. Pengawasan keuangan yang mencakup cara pembayaran
serta efesiensi dan efektifitas penggunaan keuangan; dan

4. Apabila dari hasil pengawasan ditemukan penyimpangan,
maka PPK harus segera mengambil tindakan.

4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

a. Pemantauan
Indikator dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan berdasarkan Permen PUPR No.
21/PRT/M/2017, antara lain meliputi ;
1. Kesesuaian pelaksanaan Rencana Kegiatan (RK) dengan
program prioritas nasional;
2. Kesesuaian Rencana Kegiatan (RK) dengan pelaksanaan
Rencana Kegiatan (RK);
3. Kesesuaian Rencana Kegiatan (RK) dengan Daftar
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Daerah;
4. Proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa;
5. Kesesuaian hasil pelaksanaan kegiatan dengan
dokumen kontrak yang telah ditetapkan;

78

6. Kesesuaian pencapaian output hasil pelaksanaan
kegiatan dengan target Rencana Kegiatan (RK);

7. Kesesuaian pencapaian outcome hasil pelaksanaan
kegiatan dengan target Rencana Kegiatan (RK); dan

8. Kepatuhan dan ketertiban pelaporan.
b. Evaluasi

Tim pengawas (OPD Kabupaten/Kota) beserta seluruh
komponen masyarakat dibantu oleh Tenaga Fasilitator
Lapangan (TFL) melakukan evaluasi mingguan terhadap
pelaksanaan pekerjaan yang meliputi :
1. Pengadaan dan penggunaan material/bahan;
2. Pengadaan dan penggunaan tenaga kerja/ahli;
3. Pengadaan dan penggunaan peralatan/suku cadang;
4. Realisasi keuangan dan biaya yang diperlukan;
5. Pelaksanaan fisik (konstruksi) prasarana dan sarana air

limbah serta jaringan perpipaan;
6. Hasil kerja dari setiap jenis pekerjaan.
Dari hasil evaluasi tersebut, penanggungjawab memberikan
masukan dan rekomendasi untuk memperbaiki dan
meningkatkan pelaksanaan pekerjaan swakelola di masa yang
akan datang.

79

MENTERI Hasil Pemantauan
cq. Sekretaris Jenderal dan Evaluasi Kinerja

Hasil Pemantauan (Semesteran)
dan Evaluasi Kinerja
Tim Koordinasi Kementerian
(Semesteran)
Tim Teknis Tim Teknis Tim Teknis Tim Teknis
Sb Irigasi Sb Jalan Sb Air Minum Sb Sanitasi

GUBERNUR

Hasil Pemantauan
dan Evaluasi Kinerja

(Semesteran)

Tim Koordinasi Provinsi

Bappeda Balai/Satker Dinas Teknis
Pusat

Pemantauan dan
Evaluasi Kinerja

SSSKKKPPPDDDssPuurbobvbbiindidsaainngg

BUPATI/WALIKOTA

Hasil Pemantauan
dan Evaluasi Kinerja

(Semesteran)

Tim Koordinasi Kab/Kota

Bappeda Dinas Teknis

Pemantauan dan
Evaluasi Kinerja

SSSKKKPPPDDDsKusabubb/bKibdoiatdanagng

Gambar Mekanisme Pengawasan Dan Evaluasi

80

81

BAGIAN 2
Ketentuan teknis

2.1. KRITERIA TEKNIS

Lokasi prioritas kegiatan Dana Alokasi Khusus bidang sanitasi
antara lain sebagai berikut :

2.1.1. Lokasi Prioritas Kegiatan DAK Reguler

Dana Alokasi Khusus reguler bidang sanitasi ditujukan
bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
1. Sudah atau sedang menyusun dokumen Strategi

Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Kegiatan DAK yang
diusulkan oleh kabupaten/kota harus sudah masuk
dalam dokumen SSK;
2. Kegiatan DAK Reguler Sanitasi Tahun 2018 dilakukan di
luar lokasi (kecamatan/kelurahan/desa) kegiatan DAK
Afirmasi dan DAK Penugasan.

2.1.2. Lokasi Prioritas DAK Afirmasi

Dana Alokasi Khusus afirmasi bidang sanitasi ditujukan
bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
1. Daerah Tertinggal

Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden
Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah
Tertinggal tahun 2015-2019, terdapat 122 daerah
tertinggal (kabupaten).

2. Daerah Perbatasan
Berdasarkan Peraturan Kepala BNPP No.1 Tahun 2015
tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara
2015-2019 yang terdiri dari 10 Pusat Kegiatan Strategis
Nasional (PKSN) dan 187 kecamatan yang merupakan
lokasi prioritas perbatasan di 43 kabupaten/kota.

3. Transmigrasi
Berdasarkan Surat Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor : S.426/M-
DPDTT/07/2016 perihal Kawasan Mandiri (KTM)
terdapat di 26 Provinsi dan tersebar di 37 Kabupaten dan
104 Satuan Permukiman (SP) sesuai surat menteri yang
menangani urusan desa, dan daerah tertinggal. Selain

82

itu ditujukan untuk 144 kawasan transmigrasi sesuai
dengan target RPJMN 2015-2019.

4. Daerah yang memiliki dokumen SSK/MPS
Sudah atau sedang menyusun dokumen Strategi
Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Kegiatan DAK yang
diusulkan oleh kabupaten/kota harus sudah masuk
dalam dokumen SSK.

2.1.3. Lokasi Prioritas DAK Penugasan

Dana Alokasi Khusus penugasan bidang sanitasi ditujukan
bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
1. Diprioritaskan bagi Kabupaten/kota yang memiliki

akses sanitasi di bawah rata-rata akses nasional
(<67,2%);
2. Kabupaten/kota yang sudah atau sedang menyusun
dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).
Kegiatan DAK yang diusulkan oleh kabupaten/kota
harus sudah masuk dalam dokumen SSK;
3. Penyediaan tangki septik individu perkotaan dan
pengadaan truk tinja dilakukan pada kabupaten/kota
yang sudah mempunyai IPLT dan sedang membentuk
atau sudah mempunyai sistem pengelolaan lumpur tinja
(reguler/on-call basis);
4. Penambahan pipa pengumpul dan SR dilakukan pada
kabupaten/kota yang telah memiliki IPALD terpusat
(skala kota dan permukiman);
5. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan
dari akses dasar menjadi akses layak dilakukan pada
lokasi yang telah dinyatakan sebagai kawasan Open
Defecation Free (ODF) selama minimal 2 tahun,
berdasarkan data STBM;
6. Pembangunan MCK ++ dan jaringan perpipaan
dilakukan pada pesantren/lembaga pendidikan agama
minimal 300 siswa menetap;
7. Kegiatan penyediaan tangki septik komunal dan
pembangunan baru IPALD skala permukiman
diprioritaskan pada kawasan kumuh (desa/kelurahan)
sesuai dengan Surat Keputusan Penetapan Kawasan
Kumuh yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau
baseline pemetaan kawasan kumuh Ditjen Cipta Karya.
Kegiatan ini diarahkan untuk mendukung penanganan
permukiman kumuh perkotaan terutama pada

83

lokasi/kawasan kegiatan KOTAKU/National Slum
Upgrading Project (NSUP) dan Neighborhood Upgrading
and Shelter Sector Project Phase-2 (NUSP-2);
8. Kabupaten/kota yang sudah atau sedang menyusun
dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).

2.1.4. Kriteria Kegiatan Bidang Air Limbah

Seluruh air yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga
(Mandi, Cuci, Kakus, Dapur) dan limbah dari industri
rumah tangga yang bersifat organik, dialirkan dengan
jaringan perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) untuk diolah secara aerobik dan atau
anaerobik sehingga hasil pengolahan memenuhi baku
mutu yang dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kegiatan penanganan
tersebut diperioritaskan pada:
1. Lokasi yang telah dinyatakan sebagai kawasan Open

Defecation Free (ODF) selama minimal 2 tahun,
berdasarkan data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) dibuktikan dengan Sertifikat ODF dari
Kementerian Kesehatan/ Dinkes;
2. Khusus untuk Kabupaten/Kota yang sudah memiliki
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan sedang
menyusun/ sudah mempunyai sistem pengelolaan
lumpur tinja (reguler/on-call basis);
3. Lembaga pendidikan agama minimal 300 siswa menetap;
4. Kabupaten/Kota yang telah memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) terpusat skala
kota, kawasan dan/atau permukiman;
5. Kawasan Permukiman Kumuh dibuktikan dengan Surat
Keputusan (SK) kawasan kumuh dari Bupati/Walikota.

2.2. PILIHAN PRASARANA DAN SARANA SANITASI

Pemilihan opsi prasarana dan sarana sistem pengolahan air
limbah sangat tergantung kepada kebutuhan atau kapasitas
pengolahan, kondisi lingkungan kepadatan penduduk,
ketersediaan lahan, ketinggian muka air tanah, Aspirasi non
teknis yang terkait dengan perencanaan dan pemilihan sistem
serta kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaannya.
Prasarana dan sarana sanitasi dalam Program Dana Alokasi
Khusus (DAK) dipilih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
kondisi lingkungan setempat berdasarkan asas keberlanjutan.
Jenis sarana sanitasi terpilih ini akan menjadi dasar dalam

84

penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM) yang dilakukan
oleh KSM sebagai tim pelaksana swakelola. Untuk daerah spesifik
seperti daerah pantai, daerah rumah panggung, daerah wilayah
sungai, daerah rawa dan muka air tanah tinggi serta daerah
banjir, alternatif pilihan teknologi pengolahan dan jenis SPALD-S
atau SPALD-T skala permukiman dengan sistem perpipaan harus
ada rekomendasi dari Direktorat Pengembangan PLP.

Proses utama pengolahan air limbah domestik dalam prasarana
dan sarana bidang sanitasi adalah proses secara biologi, untuk
teknologi pengolahannya terdiri dari beberapa pilihan/opsi yaitu:
a. Proses secara Anaerobik;
b. Proses secara Aerobik;
c. Kombinasi Proses Anaerobik dan Aerobik.

Untuk membantu masyarakat dalam memahami
teknologi/prasarana sanitasi dilaksanakan sosialisasi, penjelasan
dan diskusi-diskusi dalam rembug warga yang diselenggarakan
oleh OPD sebagai pengelola kegiatan swakelola bidang sanitasi.
Alternatif pilihan teknologi berdasarkan pertimbangan :
❖ Hasil pemetaan (transect walk), observasi detail awal oleh OPD

bersama dengan masyarakat pada tahun sebelumnya;
❖ Hasil pemetaan masyarakat, klasifikasi, kondisi sumber air,

existing sanitasi, identifikasi calon pengguna dan akses
terhadap sarana sanitasi yang direncanakan.

Alternatif pilihan sarana dan prasarana sanitasi dalam Program
Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang sanitasi terdiri dari;

2.2.1. Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat
(SPALD-S)

Komponen SPALD-S Terdiri Dari;

1. Sub-sistem Pengolahan Setempat
Sub_sistem Pengolahan setempat berfungsi untuk
mengumpulkan dan mengolah air limbah domestik
(black water dan Grey Water) dilokasi sumber.

Kapasitas pengolahan terdiri atas;
1) Skala Individual dapat berupa cubluk kembar, Tangki

Septik dengan bidang resapan, biofilter dan khusus
pada daerah spesifik/tertentu seperti pasang surut,
kepulauan, pantai, dll dapat menggunakan tangki
septik fabrikasi yang sudah SNI dari Puslitbangkim
Kementrian PUPR;

85

2) Skala komunal diperuntukan:
a. 2 (dua) sampai dengan 10 (Sepuluh) unit rumah
tinggal;
b. Mandi Cuci Kakus (MCK).

2. Sub-sistem Pengangkutan
Sub-sistem pengangkutan merupakan sarana untuk
memindahkan lumpur tinja dari sub-sistem pengolahan
lumpur tinja.

3. Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja
Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja berfungsi untuk
mengolah lumpur tinja yang masuk dalam IPLT. sub-
sistem pengolahan lumpur tinja terdiri dari pengolahn
fisik, pengolahan biologis, dan/atau pengolahan kimia.

Pilihan Sarana dan Prasarana dalam SPALD-S
1. Pengembangan Pelayanan Penyedotan Lumpur Tinja

melalui:
a. Pembangunan tangki septik skala individu di

perkotaan dengan kepadatan penduduk ≤ 150
jiwa/Ha, satu titik lokasi/satu KSM minimal 50 unit,
khusus untuk kabupaten/kota yang sudah memiliki
IPLT dan sedang menyusun/ sudah mempunyai
sistem pengelolaan lumpur tinja (reguler/on-call
basis);
b. Pengadaan truk tinja maksimal 1 unit truk untuk
kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT dan
sedang menyusun/ sudah mempunyai sistem
pengelolaan lumpur tinja (reguler/on-call basis).
2. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK);
3. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan
dari akses dasar menjadi akses layak pada lokasi yang
telah dinyatakan sebagai kawasan Open Defecation Free
(ODF) selama minimal 2 tahun, berdasarkan data
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), satu titik
lokasi atau satu KSM minimal 50 unit.
4. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK) di
kawasan permukiman kumuh.

Pilihan teknologi prasarana air limbah 1 dan 3
diperuntukkan bagi Kabupaten/Kota yang sudah memiliki
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Layanan
Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT).

86

2.2.2. Pengertian dan Ilustrasi Gambar Sarana dan
Prasarana Sanitasi :

1. Air limbah domestik rumah tangga adalah semua jenis
air buangan rumah tangga yang berasal dari mandi,
dapur, cuci dan kakus.

2. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah
instalasi pengolahan air limbah yang di desain hanya
menerima lumpur tinja melalui mobil atau gerobak tinja
(tanpa perpipaan);

3. Truk Tinja/Mobil Tinja adalah mobil tangki yang
digunakan untuk menguras lumpur tinja dari bangunan
pengolahan air limbah rumah tangga yang membawanya
ke IPLT untuk diolah;

4. Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap
individu dalam komunitas tidak Buang Air Besar
Sembarangan (BABS), dengan kriteria sebagai berikut :
a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban;
b. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar;
c. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan
tinja/kotoran manusia;
d. Jamban yang ada secara kualitas terjamin kesehatan
dan tidak mencemari lingkungan;
e. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh
masyarakat untuk mencegah kejadian BAB di
sembarang tempat.

5. Opsi buatan pabrik dipilih dengan kondisi muka air
tanah kurang dari 1,5 meter. Buatkan cassing dari
bahan pasangan bata atau beton;

6. Sistem Gabungan MCK Kombinasi IPAL Komunal dan
Sistem Perpipaan Sederhana. Sistem ini mengakomodasi
masyarakat yang tidak memiliki maupun yang memiliki
jamban pribadi. IPAL yang digunakan disambungkan
dengan outlet MCK plus dan sistem perpipaan.
Direkomendasikan agar MCK Kombinasi IPAL Komunal
ditempatkan dekat dengan fasum-fasos maupun jalan
lintas utama masyarakat;

7. Mengacu dari SNI 03-2398-2002 tentang perencanaan
tangki septik dengan sistem resapan, maka pengertian
tangki septik adalah suatu ruangan yang berfungsi
untuk menampung dan mengolah air limbah domestik
rumah tangga dengan kecepatan air yang lambat,
sehingga memberi kesempatan untuk terjadi
pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat,

87

dan kesempatan untuk penguraian penguraian bahan-
bahan organik oleh Mikroorganisme/bakteri anaerobik
atau aerobik.
Pilihan teknologi yang ada untuk tangki septik sangat
beragam. Salah satunya dapat berdasarkan pada
material pembuatnya seperti dari beton atau fabrikasi
yang sudah tersertifikasi SNI. Walau bentuk dan
material pembuatnya berbagai macam namun prinsip
utama dari tangki septik harus diutamakan yaitu :
a. Bangunan harus kedap air;
b. Mempunyai pipa udara (hawa);
c. Mempunyai lubang kontrol untuk proses penyedotan

akumulasi lumpur tinja yang terbentuk;
d. Mempunyai ruangan yang cukup untuk terjadi proses

pengendapan dan pengolahan.
8. Tangki Septik Sakala Individual di Perkotaan dan

Perdesaan (minimal satu lokasi ada 50 unit). Usulan
prasarana ini khusus bagi Kabupaten/Kota yang sudah
memiliki IPLT dan sudah beroperasi, serta
berkomitmen mengeluarkan Perda/Perbup/Perwali
tentang program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal
(LLTT) pada tahun berjalan. Khususnya Tangki Septik
Skala Individual di Perdesaan selain persayaratan
tersebut juga sudah harus ODF minimal 2 tahun;
9. Tangki Septik skala Individual di Perkotaan pada lokasi
kepadatan penduduk ≤ 150 jiwa/Ha adalah suatu
kolam atau bak bersekat-sekat sehingga terbagi dalam
beberapa ruang dan merupakan tempat pembuangan
yang dibuat dengan bahan kedap air, sehingga air
dalam tangki septik tidak dapat meresap ke tanah.
Tangki septik ini digunakan untuk mengolah limbah
cair rumah tangga skala individual terdiri dari bak
pengendap, ditambah dengan suatu filter yang diisi
kerikil atau pecahan batu untuk mengurai limbah;
10. Tangki Septik Skala Individual Perdesaan untuk
perbaikan unit pengolahan setempat dari akses dasar
menjadi akses layak pada lokasi yang telah dinyatakan
sebagai kawasan Open Defecation Free (ODF) selama
minimal 2 tahun berdasarkan data STBM, perencanaan
dalam satu lokasi minimal 50 unit. Usulan prasarana
ini khusus bagi Kabupaten/Kota yang sudah memiliki
IPLT yang sudah beroperasi, dan berkomitmen
mengeluarkan Perda/Peraturan Bupati/Peraturan

88

Walikota tentang program Layanan Lumpur Tinja
Terjadwal (LLTT) pada tahun berjalan;
11. Tangki Septik Dengan Media Bakteri. Sarana ini terdiri
dari bak kontrol yang berfungsi sebagai inlet dan
pembagi aliran, bak pengendap dan tiga kompartemen
biofilter. Rincian dimensi sesuai dengan tabel di bawah.
12. Tangki septik komunal media bakteri buatan pabrik
dapat dipilih apabila dengan kondisi muka air tanah
kurang dari 1,5 meter. Buatkan cassing dari bahan
pasangan bata atau beton;
13. Tangki Septik Komunal dengan Media Bakteri adalah
pembangunan jaringan perpipaan, Sambungan Rumah
(SR) dan IPAL bagi daerah semi perkotaan dengan
pelayanan 5–10 KK;
14. Bentuk design dapat disesuaikan dengan kondisi
lahan, asalkan volume efektif. Kedalaman efektif bak
kurang dari 2 meter tidak disarankan agar suasana
anaerobik tetap terjaga. Seluruh air limbah kakus,
mandi dan cuci dapat diolah. melalui Tangki Septik
dengan Media Filter.

Gambar Contoh Ilustrasi Tangki Septik Individu

15. Tangki Septik Skala Komunal (5-10 Kk)
Opsi teknologi tangki septik skala komunal dapat
dilaksanakan bagi lokasi yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. Bagi warga yang belum memiliki jamban dan/atau
tangki septik sesuai SNI;
b. Jarak antar rumah maksimal 50 Meter;

89


Click to View FlipBook Version