KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena Berkat Rahmat-Nya penulis dapat
menyusun buku digital (e-book) Sistem Jaminan
Produk Halal (SJPH) ini. Penulis pun mengucapkan
terima kasih banyak kepada bapak Khotibul Umam
yang telah memberikan bimbingan kepada penulis
sehingga terciptanya buku digital ini.
Buku ini membahas tentang Sistem Jaminan
Produk Halal (SJPH) dan 5 (lima) kriteria yang ada di
dalam Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Penyusunan buku ini, merupakan upaya
optimalisasi pembinaan Sistem Jaminan Produk
Halal (SJPH) kepada seluruh stakeholder terkait. Di
samping itu, penyusunan buku ini pun merupakan
respon terhadap seruan Kepala Badan
Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, untuk
menyusun buku yang dapat menunjang berbagai
kegiatan pelatihan dan pembinaan yang
diselenggarakan oleh Bidang Bina Auditor Halal dan
Pelaku Usaha.
i
Di dalam penyusunan buku ini, penulis telah
melakukan penelusuran untuk mendapatkan
referensi terkait dengan Sistem Jaminan Produk Halal
(SJPH) dan 5 (lima) kriteria SJPH, namun referensi yang
berkaitan dengan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
dan 5 (lima) kriterianya masih sangat minim. Sehingga
penulis menjadikan beberapa regulasi yang ada
untuk dijadikan referensi dalam penulisan buku
Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) ini.
Penulis berharap buku ini dapat membantu
mengoptimalkan kegiatan pembinaan tentang Sistem
Jaminan Produk Halal (SJPH) kepada seluruh
stakeholder terkait. Di samping itu, penulis berharap
buku ini dapat memudahkan pelaku usaha dalam
menyusun dokumen manual sistem jaminan produk
halal yang diperlukan dalam melakukan permohonan
pendaftaran sertifikat halal.
Buku digital (e-book) Sistem Jaminan Produk Halal
(SJPH) ini tentu tidak luput dari kekurangan, seperti
peribahasa “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan buku ini
kedepannya.
Jakarta, Oktober 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I “Mengenal Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)”
A. Definisi SJPH ............................................................................................ 1
B. Manfaat dan Kegunaan SJPH .................................................. 3
BAB II “Komitmen dan Tanggung Jawab”
A. Definisi Komitmen dan Tanggung Jawab ...................... 5
B. Unsur-unsur Komitmen dan Tanggung Jawab ........ 6
BAB III “Bahan”
A. Definisi Bahan ....................................................................................... 9
B. Kriteria Bahan dalam PPH ........................................................... 10
BAB IV “Proses Produk Halal (PPH)”
A. Definisi Proses Produk Halal (PPH)......................................... 18
B. Lokasi, Tempat, dan Alat ................................................................ 18
BAB V “Produk”
A. Definisi Produk ........................................................................................ 23
B. Pengemasan dan Penjualan Produk .................................... 24
BAB VI “Pemantauan dan Evaluasi” ............................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30
BAB I
MENGENAL SISTEM
JAMINAN PRODUK
HALAL
A. DEFINISI SISTEM J
AMINAN PRODUK HALAL
Sistem jaminan produk halal atau yang lebih dikenal
dengan SJPH yaitu suatu sistem yang terintegrasi,
disusun, diterapkan dan dipelihara untuk mengatur
bahan, proses produksi, produk, sumber daya, dan
prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses
produk halal (SK Kepala BPJPH No . 57 Tahun 2021).
Sistem jaminan produk h
alal harus diterapkan oleh
setiap pelaku usaha untuk menjaga kesinambungan
Proses Produk Halal (PPH), agar produk yang dihasilkan
terjamin kehalalannya. Hal tersebut disebabkan karena
bahan, proses produksi, produk, sumber daya dan
prosedurnya telah diatur sedemikian rupa agar tidak
terkontaminasi dengan zat atau sesuatu yang dapat
menjadikan sebuah produk haram hukumnya.
Sedangkan dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan
RI Nomor 266 Tahun 2019, yang dimaksud dengan sistem
jaminan produk halal merupakan sebuah sistem yang
menjamin kepastian hukum terhadap kehalalan suatu
produk sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
dan sistem manajemen halal (Keputuan Menteri
Ketenagakerjaan RI Nomor 266 Tahun 2019).
1
SISTEM JAMINAN
PRODUK HALAL
Jadi yang dimaksud dengan sistem jaminan produk
halal adalah sebuah sistem yang terintegrasi, disusun,
diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses
produksi, produk, sumber daya, serta prosedur sesuai
dengan SNI dan sistem manajemen halal.
Di dalam sistem jaminan produk halal terdapat kriteria
atau ukuran yang menjadi dasar penilaian atau
penetapan jaminan produk halal yang terdiri dari 5 (lima)
aspek yaitu komitmen dan tanggung jawab, bahan,
proses produk halal, pemantauan dan evaluasi
(Keputusan Kepala BPJPH No. 57 Tahun 2021).
2
B. MANFAAT DAN KEGUNAAN
SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL
A. MANFAAT SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL (SJPH), DI
ANTARANYA ADALAH :
1. Perusahaan memiliki pedoman dalam menjaga kesinambungan
Proses Produk Halal (PPH);
2. Terbangunnya kesadaran internal perusahaan untuk bersama-
sama menjaga kesinambungan produksi halal;
3. Terjaminnya kehalalan produk selama berlakunya sertifikat
halal yang diterbitkan oleh BPJPH;
4. Dapat memberikan jaminan dan ketentraman batin bagi
masyarakat;
5. Dapat mencegah terjadinya kasus-kasus yang berkaitan
dengan penyimpangan yang menyebabkan ketidak halalan
produk terkait dengan sertifikat halal;
6. Dapat menghindari kasus ketidakhalalan produk bersertifikat
halal yang menyebabkan kerugian perusahaan;
7. Dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap
kehalalan produk yang dikonsumsinya (MUI,2008, 35).
3
B. KEGUNAAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL (SJPH) :
Sistem jaminan produk halal berguna untuk
menjamin kesinambungan proses produk halal
(PPH). Maka, pemerintah melalui Peraturan
Pemeritah Nomor 39 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal,
telah mewajibkan setiap pelaku usaha untuk
menerapkan sistem jaminan produk halal (PP 39
Tahun 2021).
Di samping itu, dengan diterapkannya sistem
jaminan produk halal dapat melindungi masyarakat
muslim dari mengonsumsi dan menggunakan
produk tidak halal.
Sistem jaminan produk halal pun berguna bagi
pelaku usaha, karena dengan menerapkan sistem
jaminan produk halal dapat memberikan nilai
tambah terhadap produk yang dihasilkan sehingga
dapat memiliki daya saing (Pasal 59 PP No. 39 Tahun
2021).
4
BAB II
KOMITMEN DAN TANGGUNG JAWAB
sumber : canva.com
A. DEFINISI KOMITMEN
& TANGGUNG JAWAB
Di dalam Sistem Jaminan Produk Halal
(SJPH) yang telah disusun oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal
(BPJPH) terdapat 5 (lima) kriteria yang harus
dipenuhi dalam penyelenggaraan jaminan sumber : canva.com
produk halal, salah satu kriteria tersebut
adalah komitmen dan tanggung jawab.
Yang dimaksud komitmen dan tanggung jawab dalam kriteria sistem
jaminan produk halal adalah pernyataan tertulis manajemen puncak
(manajemen tertinggi dalam perusahaan yang mengatur jalannya
perusahaan dan menetapkan kebijakan operasional) untuk selalu fokus
mengembangkan dan menerapkan kriteria SJPH, bertanggung jawab
meminimalkan dan menghilangkan segala sesuatu yang tidak halal, serta
menyesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan
dan fatwa MUI (Keputusan Kepala BPJPH No. 57 Tahun 2021).
5
B. UNSUR-UNSUR
KOMITMEN DAN TANGGUNG JAWAB
1. Kebijakan Halal
Kebijakan halal yaitu pernyataan tertulis yang
berisi komitmen pelaku usaha atau manajemen
tertinggi dalam sebuah perusahaan agar
menggunakan bahan-bahan halal, memproses
produk secara halal serta menghasilkan sebuah
produk yang halal sesuai dengan persyaratan
umum sertifikasi halal secara berkelanjutan dan
konsisten. Kebijakan halal tersebut mencakup :
a. Penetapan kebijakan halal;
b. Melaksanakan kebijakan halal secara konsisten;
c. Memastikan bahwa kebijakan halal yang telah
ditetapkan dapat dipahami dan diterapkan oleh
seluruh personil yang ada di perusahaan;
d. Melakukan sosialisasikan dan mengkomunikasikan
kebijakan halal kepada seluruh pihak terkait
(stakeholder).
6
CONTOH KEBIJAKAN HALAL
Dokumen Manual SJPH
7
2. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN PUNCAK
Manajemen puncak atau manajemen tertinggi di
dalam sebuah perusahaan memiliki tanggung jawab
untuk menjamin tersedianya sumber daya yang
memadai untuk penyusunan, penerapan dan
perbaikan berkelanjutan SJPH.
3. PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Perusahaan dapat melakukan kegiatan pembinaan
melalui pelatihan atau dapat disertai dengan
peningkatan kompetensi di bidang halal, pelatihan
tersebut dapat dilaksanakan sesuai kebutuhan pelaku
usaha.
Di samping itu, penyelenggaraan pelatihan pun harus
disesuaikan dengan kebutuhan penerapan SJPH dan
perusahaan pun harus memiliki juga menerapkan
prosedur pelatihan dan memelihara bukti
pelaksanaannya (SK Kepala BPJPH No . 57 Tahun 2021).
8
BAB III
BAHAN
A. Definisi Bahan
Bahan merupakan zat atau benda dimana
sesuatu dapat dibuat darinya, atau bisa
disebut juga sebagai barang yang
dibutuhkan untuk membuat sesuatu.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang
dimaksud dengan bahan adalah unsur yang
digunakan untuk membuat atau
menghasilkan produk (Pasal 1 Undang-
Undang No. 33 Tahun 2014).
Jadi yang dimaksud dengan bahan dalam
kriteria sistem jaminan produk halal adalah
unsur-unsur (bisa berupa zat ataupun
benda) yang dapat menghasilkan sebuah
produk.
9
B. Kriteria Bahan dalam SJPH
1. Bahan yang digunakan dalam PPH
wajib bersertifikat halal kecuali bahan
yang termasuk dalam kategori bahan
tidak kritis (positive list) yang ditetapkan
oleh BPJPH;
2. Bahan tidak boleh berasal dari babi dan
turunannya, darah, bangkai, bagian dari
tubuh manusia, khamr (minuman
beralkohol), hasil samping khamr yang
diperoleh hanya dengan pemisahan
secara fisik, dan bahan tidak lazim
digunakan di industri;
3. Bahan tidak boleh dihasilkan dari fasilitas
produksi yang juga digunakan untuk
membuat produk yang menggunakan babi
atau turunannya sebagai salah satu
bahannya;
4. Bahan tidak bercampur dengan bahan haram
atau najis yang dapat berasal dari bahan
baku, bahan olahan, bahan tambahan, atau
pun bahan penolong dari fasilitas produksi;
10
5. Bahan hewani dan produk turunannya harus berasal
dari hewan halal;
6. Bahan harus memenuhi aspek keamanan dan
kesehatan sesuai regulasi yang berlaku;
7. Untuk bahan mikrobial terdapat beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi diantaranya adalah :
a. Bahan yang tidak menyebabkan infeksi dan
intoksikasi pada manusia;
b. Media pertumbuhan mikroba, bahan tambahan,
dan bahan penolong tidak berasal dari babi
atau turunannya;
c. Bahan mikrobial yang diperoleh tanpa pemisahan
dari media pertumbuhannya, media
pertumbuhannya harus menggunakan bahan
yang suci dan halal;
11
d. Bahan mikrobial yang diperoleh dengan
pemisahan dari media pertumbuhannya,
bila media pertumbuhannya menggunakan
bahan yang haram dan najis selain babi
dan turunannya, maka dalam tahapan proses
selanjutnya bahan mikrobial tersebut
harus melalui proses pencucian, yaitu
memenuhi syarat adanya penambahan air
sebanyak dua qullah atau yang setara dengan
270 liter sehingga hilang warna dan bau dari
bahan haram tersebut. Pencucian produk
mikrobial yang dipersyaratkan adalah pencucian
dengan air pada rentang setelah bahan
mikrobialnya dipanen hingga sebelum produk
mikrobialnya dikemas
e. Bahan mikrobial yang digunakan untuk membuat
produk dengan metode rekayasa genetika, maka
bahan mikrobial tersebut tidak boleh disisipi oleh
gen yang berasal dari babi atau manusia.
12
8. Untuk penggunaaan alkohol (sejenis cairan yang
mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari), terdapat beberapa
kriteria untuk alkohol diantaranya adalah :
a. Alkohol/etanol tersebut tidak berasal dari industri
khamr (minuman beralkohol);
b. Etanol yang berasal dari sumber yang lain
seperti dari fermentasi singkong, jagung atau
molases dapat digunakan
c. Hasil samping industri khamr (minuman beralkohol)
atau turunannya yang berbentuk cair yang
dipisahkan secara fisik tidak boleh digunakan
d. Hasil samping industri (minuman beralkohol) atau
turunannya yang berbentuk padat
13
e. Hasil samping industri khamr (minuman beralkohol)
atau turunannya dapat digunakan jika bahan/produk
tersebut telah direaksikan lebih lanjut sehingga
menghasilkan senyawa baru melalui reaksi kimiawi
ataupun biotransformasi (menggunakan enzim atau
mikroba)
f. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr
(baik merupakan hasil sintesis kimiawi ataupun hasil
industri fermentasi non khamr) untuk bahan produk
makanan dan minuman diperbolehkan apabila secara
medis tidak membahayakan dan selama kadar
alkohol/etanol (C2H5OH) pada produk akhir kurang
dari 0.5%
g. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr
(baik merupakan hasil sintesis kimiawi ataupun hasil
industri fermentasi non khamr) sebagai produk
antara (intermediate product) yang tidak dikonsumsi
langsung untuk bahan produk makanan dan minuman
diperbolehkan apabila secara medis tidak
membahayakan dan selama kadar alkohol/etanol
(C2H5OH) pada produk akhir kurang dari 0.5%
14
h. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non
khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi
[dari petrokimia] ataupun hasil industri
fermentasi non khamr) pada produk kosmetika
tidak dibatasi kadarnya, selama secara medis
tidak membahayakan
i. Penggunaan alkohol/etanol yang bukan berasal
dari industri khamr (baik merupakan hasil
sintesis kimiawi ataupun hasil industri
fermentasi non khamr) untuk bahan obat-obatan
cair ataupun non cair hukumnya boleh dengan
syarat:
1) Tidak membahayakan kesehatan
2) Tidak ada penyalahgunaan
3) Aman dan sesuai dosis
4) Tidak digunakan secara sengaja untuk
membuat mabuk
15
9. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung
berupa sertifikat halal atau dokumen pendukung
lainnya yang dapat membuktikan bahwa semua bahan
yang digunakan tidak termasuk bahan yang kritis
kehalalannya. Dokumen pendukung tersebut harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Dokumen pendukung untuk bahan yang digunakan
harus valid dan masih berlaku
b. Dokumen pendukung yang berupa surat pernyataan
fasilitas produksi yang bebas dari babi (statement of
pork free facility) harus dikeluarkan oleh produsen,
bukan dari distributor atau supplier
10. Kategori bahan :
a. Bahan yang tidak kritis merupakan bahan yang
berasal dari alam berupa tumbuhan dan bahan
tambang tanpa melalui proses pengolahan,
bahan yang dikategorikan tidak berisiko
mengandung zat yang diharamkan dan tidak
tergolong bahan berbahaya serta tidak
bersinggungan dengan bahan haram.
16
b. Bahan kritis adalah bahan yang berpotensi
berasal, mengandung atau bercampur
dengan bahan haram.
c. Bahan sangat kritis adalah bahan yang berasal
dari hewan sembelihan dan turunannya, atau
bahan yang mengandung bahan yang berasal
dari hewan sembelihan dan turunannya.
11. Perusahaan harus mempunyai prosedur untuk
menjamin keberlakuan dokumen pendukung
bahan berupa sertifikat halal. Prosedur penjaminan
tersebut dapat berupa pemeriksaan secara berkala
masa berlaku sertifikat halal bahan dan memintakan
sertifikat halal terbaru jika masa berlakunya telah
habis. sertifikat halal bahan yang sudah
kedaluwarsa masih dapat dianggap sebagai
dokumen pendukung yang cukup bila bahan tersebut
diproduksi pada masa berlaku sertifikat.
17
BAB IV
PROSES PRODUK HALAL
A. Definisi Proses Produk Halal (PPH)
Proses Produk Halal y
ang disingkat dengan PPH adalah
rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk
mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan,
pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian
Produk (Pasal 1 PMA NO. 26 Tahun 2019) .
B. Lokasi, Tempat, dan Alat Proses Produk
Halal (PPH)
Ketentuan lokasi, tempat dan alat proses produk halal (PPH),
di antaranya sebagai berikut :
1. Pelaku usaha wajib memisahkan lokasi, tempat, dan alat
PPH dengan proses produk tidak halal. Lokasi yang wajib
dipisahkan yakni lokasi penyembelihan
2. Pelaku usaha wajib memisahkan lokasi penyembelihan
hewan halal dengan hewan tidak halal
18
3. Pelaku usaha wajib memisahkan lokasi
penyembelihan yang memenuhi persyaratan :
a. Terpisah secara fisik antara lokasi rumah potong
hewan halal dengan lokasi rumah potong hewan
tidak halal
b. Dibatasi dengan pagar tembok paling rendah 3 (tiga)
meter untuk mencegah lalu lintas orang, alat, dan
produk antar rumah potong
c. Tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap,
bau, debu, dan kontaminan lainnya
d. Memiliki fasilitas penanganan limbah padat dan cair
yang terpisah dengan rumah potong hewan
tidak halal
e. Konstruksi dasar seluruh bangunan harus mampu
mencegah kontaminasi
f. Memiliki pintu yang terpisah untuk masuknya hewan
potong dengan keluarnya karkas dan daging
19
4. Pelaku Usaha wajib memisahkan tempat penyembelihan
hewan halal dengan hewan tidak halal meliputi:
a. Penampungan hewan
b. Penyembelihan hewan
c. Pengulitan
d. Pengeluaran jeroan
e. Ruang pelayuan
f. Penanganan karkas
g. Ruang pendinginan
h. Sarana penanganan limbah
5. Pelaku Usaha wajib memisahkan tempat, alat, peralatan dan
perangkat PPH dengan produk yang tidak halal. Meliputi :
a. Penyembelihan
b. Pengolahan
c. Penyimpanan
d. Pengemasan
e. Pendistribusian
f. Penjualan
g. Penyajian
20
sumber : canva.com
6. Pelaku usaha wajib menggunakan alat penyembelihan
dan pengolahan yang memenuhi persyaratan :
a. Tidak menggunakan alat
penyembelihan secara
bergantian dengan yang digunakan untuk
penyembelihan hewan tidak halal
b. Menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal
dan tidak halal dalam pembersihan alat
c. Menggunakan sarana yang berbeda untuk yang halal
dan tidak halal dalam pemeliharaan alat
d. Memiliki tempat penyimpanan alat sendiri untuk yang
halal dan tidak halal
21
7. Pelaku usaha wajib:
a. Menjaga kebersihan dan higienitas lokasi, tempat
dan alat PPH
b. Memastikan lokasi, tempat dan alat PPH yang bebas
dari najis
c. Memastikan lokasi, tempat dan alat PPH
yang bebas dari bahan tidak halal
(Keputusan Kepala BPJPH No. 57 Tahun 2021)
22
BAB V
PRODUK
(Sumber : Canva.com)
A. Definisi Produk
Produk
adalah barang dan jasa yang terkait dengan makanan,
minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk
rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan,
atau dimanfaatkan oleh masyarakat (Pasal 1 Peraturan Pemerintah
No. 39 Tahun 2021).
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal yang dimaksud dengan produk halal adalah
Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam
(Pasal 1 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014).
23
(Sumber : Canva.com)
B. Pengemasan dan Penjualan Produk
Kriteria pengemasan dan penjualan produk berdasarkan sistem
jaminan produk halal (SJPH) :
1. Pelaku usaha wajib menggunakan bahan pengemas
yang tidak terbuat atau mengandung bahan yang tidak
halal
2. Pelaku usaha harus mengemas produk halal sesuai
dengan isinya
24
3. Produk yang dikemas ulang (repacked) atau diberi label
ulang (relabeled) dapat diajukan untuk disertifikasi
dengan syarat produk tersebut memiliki sertifikat halal
BPJPH atau produk memenuhi persyaratan berikut:
a. Produk merupakan bahan tidak kritis yang masuk
daftar positif (positive list)
b. Produk merupakan bahan tidak kritis yang masuk
daftar positif (positive list) yang diproses dengan
bahan penolong kritis bersertifikat halal
c. Gula dan kismis yang dilengkapi dengan sertifikat
halal BPJPH atau sertifikat halal yang diterbitkan
oleh lembaga lain yang telah bekerja sama dengan
BPJPH
4. Pelaku usaha harus mengemas produk karkas dengan
menggunakan kemasan yang bersih, sehat, tidak
berbau, tidak memengaruhi kualitas dan keamanan
daging
25
5. Pelaku usaha harus
mendesain kemasan, tanda,
simbol, logo, nama, dan
gambar yang tidak
menyesatkan dan/atau
melanggar prinsip syariat
Islam
6. Label Halal dapat
dicantumkan selama
proses perpanjangan
Sertifikat Halal
7. BPJPH menetapkan label halal yang berlak
u nasional
8. Label Halal paling sedikit memuat:
a. Logo
b. Nomor sertifikat atau nomor registrasi
9. Logo berisi gambar, tulisan, atau kombinasi dari gambar
dan tulisan
26
HalalHalal
10. Pelaku usaha wajib mencantumkan label halal
sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh BPJPH dan
tetap memperhatikan peraturan perundangan yang
terkait label sesuai dengan komoditasnya
11. Pelaku usaha wajib mencantumkan label halal
pada produk yang telah mendapat sertifikat halal
pada:
a. Kemasan produk
b. Bagian tertentu dari produk
c. Tempat tertentu pada produk
12. Pelaku usaha wajib menca
ntumkan label halal pada
tempat yang mudah dilihat dan dibaca, serta tidak
mudah dihapus, dilepas, dan dirusak
13. Pencantuman label halal, dik
ecualikan untuk :
a. Produk yang kemasa
nnya terlalu kecil sehingga tidak
mungkin dicantumkan seluruh keterangan
b. Produk yang dijual dan dikemas secara langsung
dihadapan pembeli dalam jumlah kecil
c. Produk yang dijual dalam bentuk curah
27
14. Pemberlakuan pencantuman label halal dibuktikan
dengan dokumen sertifikat halal (Keputusan Kepala
BPJPH No. 57 Tahun 2021).
28
BAB VI
PEMANTAUAN DAN
EVALUASI
Pemantauan dan evaluasi dalam kriteria sistem
jaminan produk halal (SJPH) , terdiri dari :
1. Pelaku usaha harus melakukan audit internal
minimal setiap satu tahun sekali untuk
memantau penerapan SJPH;
2. Pelaku usaha harus melakukan kaji ulang
manajemen untuk mengevaluasi penerapan
SJPH;
3. Pelaku usaha harus memiliki prosedur audit
internal dan kaji ulang manajemen;
4. Pelaku usaha harus memelihara bukti
pelaksanaan audit internal dan kaji ulang
manajemen harus dipelihara;
5. Pelaku usaha harus melaporkan hasil audit
internal dan kaji ulang manajemen sesuai
ketentuan dari BPJPH (Keputusan Kepala BPJPH
No. 57 Tahun 2021)
29
DAFTAR PUSTAKA
Keputuan Menteri Ketenagakerjaan Republik
Indonesia Nomor 266 Tahun 2019 tentang
Penerapan Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) Kategori Aktivitas
Profesional, Ilmiah dan Teknis Lainnya pada
Jabatan Kerja Auditor Halal.
Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal Nomor 57 Tahun 2021 tentang
Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal.
MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Produk Halal
LPPOM-MUI, (Jakarta : Lembaga Pengkajian
Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis
Ulama Indonesia, 2008).
Peraturan Menteri Agama No. 26 Tahun 2019
Tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk
Halal
Peraturan Pemeritah Nomor 39 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan
Produk Halal.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal.
30
Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) adalah suatu
sistem yang terintegrasi, disusun, diterapkan dan
dipelihara untuk mengatur bahan, proses
produksi, produk, sumber daya, dan prosedur
dalam rangka menjaga kesinambungan proses
produk halal.
Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) sangat
penting untuk melindungi masyarakat muslim
dari mengonsumsi dan menggunakan produk
tidak halal. Disamping itu, SJPH berguna bagi
pelaku usaha untuk memberikan nilai tambah
terhadap produk yang dihasilkan sehingga dapat
memiliki daya saing.
Di dalam SJPH terdapat 5 (lima) kriteria yang
harus dipenuhi yang terdiri dari Komitmen dan
Tanggung Jawab, Bahan, Proses Produk Halal,
Produk, Pemantauan dan Evaluasi. Kelima kriteria
tersebut harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam
melaksanakan kegiatan usahanya, agar
terjaganya kehalalan produk.
Buku ini berisi tentang pengertian, manfaat dan
kegunaan SJPH, serta lima kriteria yang harus
dipenuhi dalam SJPH.