TUGAS MANDIRI
“PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI”
DI SUSUN OLEH
NAMA : NURHIKMA PURNAMA PUTRI TUHALA
NIM : 751540120025
KELAS : 1A KEBIDANAN
DOSEN PENGAJAR : SITI CHOIRUL DWI ASTUTI, M. Tr.Keb
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN
KESEHATAN GORONTALO
T/P 2020-2021
• Contoh Kasus Kerugian Uang Negara
• Kasus BLBI
Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Nak Indonesia (BLBI) yang telah bergulir sejak
lebih dari satu dasawarsa ini juga menjadi salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah
ada di Tanah Air. Hingga kini, kasus yang membelit sejumlah petinggi negara dan
perusahaan besar ini masih juga belum menemui titik terang.
BLBI adalah program pinjaman dari Bank Indonesia kepada sejumlah bank yang
mengalami masalah pembayaran kewajiban saat menghadapi krisis moneter 1998. Bank
yang telah mengembalikan bantuan mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL), namun
belakangan diketahui SKL itu diberikan sebelum bank tertentu melunasi bantuan.
Menurut keterangan KPK, kerugian negara akibat kasus megakorupsi ini mencapai
Rp 3,7 triliun. Penyelesaian kasus besar yang ditargetkan rampung 2018 ini pun kembali
molor hingga 2019.
• Kasus E-KTP
Kasus pengadaan E-KTP menjadi salah satu kasus korupsi yang paling fenomenal.
Kasus yang menyeret Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ini telah
bergulir sejak 2011 dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun. Setidaknya ada
sekitar 280 saksi yang telah diperiksa KPK atas kasus ini dan hingga kini ada 8 orang
yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah pengusaha Made Oka Masagung, Keponakan Setya Novanto yakni
Irvanto Hendra Pambudi, Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi
Kependudukan Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, Mantan Dirjen Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, pengusaha Andi Narogong, Mantan Ketua
Umum Golkar Setya Novanto, Anggota DPR Markus Nari, dan Direktur PT Quadra
Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
• Contoh Kasus Suap Menyuap
• Kasus Suap Hakim, Advokat Arif Ftriawan dan Pengusaha Martin P Silitonga
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis advokat Arif
Fitriawan 3 tahun 10 bulan dan pengusaha Martin P Silitonga 3 tahun 6 bulan pada
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Keduanya juga diwajibkan membayar
denda Rp 150 juta subsider 2 bulan.
Vonis ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), yaitu 4 tahun penjara untuk Arif dan 5 tahun penjara untuk Martin. Adapun,
untuk denda mereka dituntut membayar Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Majelis
hakim menilai Advokat Arif Fitriawan dan pengusaha Martin P Silitonga dinilai terbukti
menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan. Keduanya
juga dinilai terbukti menyuap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, masing-
masing Iswahyu Widodo dan Irwan. Menurut majelis hakim, Arif dan Martin
menyerahkan uang Rp 150 juta dan 47.000 dollar Singapura (sekitar Rp 490 juta) kepada
hakim Iswahyu Widodo dan Irwan. Pemberian melalui Muhammad Ramadhan, panitera
yang kenal dekat dengan kedua hakim. Uang dalam bentuk rupiah dan dollar Singapura
tersebut diberikan dengan tujuan untuk memengaruhi putusan perkara perdata Nomor
262/Pdt.G/2018/PN Jakarta Selatan. Perkara itu mengenai gugatan pembatalan perjanjian
akuisisi antara CV Citra Lampia Mandiri dan PT Asia Pasific Mining Resources.
Menanggapi putusan ini, kuasa hukum Martin menerima vonis tersebut. Adapun kuasa
hukum Arif dan Jaksa Penuntut Umum KPK mengatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu.
Adapun majelis hakim tidak memberikan hal yang memberatkan maupun meringankan
dalam vonis untuk Arif dan Martin. Arif dan Martin dinilai melanggar Pasal 6 Ayat 1
huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jis Pasal 55 ayat 1 ke-1 Pasal
64 Ayat 1 KUHP.
• Contoh Kasus Penggelapan Dalam Jabatan
• Kasus Penggelapan Dalam Jabatan, Staf Marketing PT. Nhalini
Perkara ini terjadi pada saat terdakwa mendapat kepercayaan dari PT.Nhalini
Tour And Travel untuk menjabat sebagai Staf Marketing di PT.Nhalini Tour And Travel,
kemudian pada 07 Desenber 2017 saksi RR Diah Kumalasari selaku Direktur PT.Nhalini
Tour And Travel memberi tugas pada terdakwa untuk menerima order dari RSUD Dr
Soetomo untuk perjalanan wisata ke Pattaya Bangkok pada 20 Desenber 2017. Kemudian
kembali terdakwa diminta untuk menerima orderan dari Pemprov Jatim Biro Kerjasama
Bagian Humas Protokol untuk perjalanan wisata ke Jogyakarta, karena memang itu
adalah tugas yang di kerjakan oleh terdakwa sehari hari.
Selanjutnya terdakwa menerima pembayaran DP (Uang muka) dari Pemprov
Jatim Biro Kerjasama Bagian Humas Protokol sebesar Rp10 juta, dari harga yang di
tentukan oleh PT.Nhalini Tour And Travel sebesar Rp 15 juta, namun sisa pembayaran
yang berjumlah 15 juta tersebut belum di serahkan oleh terdakwa Agustina Utami Putri
kepada pihak PT.Nhalini Tour And Travel.
Terkuaknya perbuatan terdakwa ini atas informasi dari pihak RSUD Dr Soetomo
dan Pemprov Jatim Biro Kerjasama Bagian Humas Protokol, kemudian pihak PT.Nhalini
Tour And Travel melakukan klarifikasi terhadap terdakwa dan semuanya itu di akui oleh
terdakwa sehingga pihak PT.Nhalini Tour And Travel mengalami kerugian sebesar Rp
298,900,000,-. (Ml). Dengan demikian JPU menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa
dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan (1,5) tahun, setelah dibacakan surat
tuntutan tersebut, kemudian Majelis Hakim menanyakan kepada terdakwa atas tuntutan
tersebut.
• Contoh Kasus Pemerasan
• 3 Jaksa Tersangka Kasus Pemerasan 63 Kepsek
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, tiga jaksa
yang menjadi tersangka dalam kasus pemerasan terhadap 63 kepala sekolah menengah
pertama se-Kabupaten Inhu, Riau, diduga menerima uang senilai Rp 650 juta.
Ketiga tersangka tersebut yaitu, Kepala Kejari Inhu HS, Kepala Seksi Tindak Pidana
Khusus Kejari Inhu OAP, serta Kasubsi Barang Rampasan Pada Seksi Pengelolaan
Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu RFR.
Dugaan pemerasan yang terjadi terkait pengelolaan dana bantuan operasional sekolah
(BOS) tahun 2019. Menurut Hari, masing-masing sekolah mendapatkan dana BOS
sebesar Rp 65 juta saat pencairan pertama. Masing-masing kepala sekolah, katanya,
diduga memberikan Rp 10 juta atau Rp 15 juta kepada oknum jaksa tersebut. Namun,
Hari menuturkan, penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung masih melakukan penyidikan untuk mengetahui
nominal yang diterima ketiga tersangka secara lebih rinci.
• Contoh Kasus Perbuatan Curang
• Perilaku Curang Pengelola SPBU di Rempoa
Polisi menangkap 3 pengelola dan 2 karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU) Pertamina, Jalan Raya Veteran, Rempoa, Bintaro, Jakarta Selatan, pada
Kamis 2 Juni 2016. Para tersangka terbukti berlaku curang, mengurangi takaran bahan
bakar sehingga konsumen tidak mendapatkan bahan bakar sesuai nominal uang yang
dikeluarkan.
Ade Vivid menjelaskan, selama ini SPBU curang menggunakan modus manual
dengan mengutak-atik mesin dispenser. Namun kali ini, SPBU di Rempoa bertindak
curang dengan memasang alat kecil yang dilengkapi sensor jarak jauh yang mampu
memainkan jumlah takaran yang keluar dari dispenser. Sensor dalam alat kecil di
dispenser itu terhubung dengan kotak berukuran 15 x 10 x 5 cm. Para pelaku mengontrol
kedua alat tersebut dengan sebuah remote kecil seperti remote kunci mobil.
Adi mengaku, pengungkapan tindak curang SPBU ini bukan hal yang mudah. Sebab,
berbekal remot kecil, pengelola dengan mudahnya mengondisikan cara kerja mesin. Jika
pengelola menekan tombol bergambar gembok terkunci di remote, maka dispenser akan
bekerja normal. Sebaliknya, jika tombol gembok terbuka dipencet, maka dispenser akan
bekerja curang. Adi mengatakan, tindak kejahatan ini terungkap setelah anggotanya
merangsek masuk ke dalam kantor SPBU dan menangkap basah pengelola yang
mengendalikan remote dan mesin stabilizer.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, BAB (47), AGR (34), D (44), W
(37) dan J (42) dijerat dengan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf a, b, c Pasal 9
ayat 1 huruf d dan Pasal 10 huruf a UU Republik Indonesia (RI) Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan atau Pasal 32 ayat 2 jo Pasal 30 dan 31 UU RI
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal dengan ancaman 5 tahun penjara.
• Contoh Kasus Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
Panitia lelang barang ingin memutuskan pemenang lelang, ternyata adaanggota keluarga
atasannya yang ikut tender. Akhirnya panitia memutuskan keluarga atasan yang
dimenangkan karena ada tekanan atau titipan dari sang atasan.
• Contoh Kasus Gratifikasi
• KPK Tahan Orang Kepercayaan Eks Bupati Malang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Eryck Armando Talla, orang
kepercayaan mantan Bupati Malang Rendra Kresna. Eryck merupakan tersangka kasus
dugaan penerimaan gratifikasi bersama Rendra yang menjabat sebagai Bupati Malang
periode 2010-2015 dan 2016-2021. Diketahui, Rendra dan Eryck ditetapkan sebagai
tersangka dugaan penerimaan gratifikasi pada Oktober 2018 silam. Keduanya diduga
menerima gratifikasi sehubungan dengan jabatan Rendra dengan nilai sekitar Rp 7,1
miliar.
Penerimaan gratifikasi itu terkait pengkondisian pengadaan barang dan jasa di seluruh
dinas di Kabupaten Malang pada 2011-2013 dengan fee untuk bupati yang jumlahnya
berkisar antara 7% sampai 15%. Kemudian menerima dan mengumpulkan fee-fee dari
pengadaan barang dan jasa di Dinas Pendidikan pada 2011 dan 2012 untuk Rendra selaku
Bupati Malang periode 2010-2015 dan 2016-2021. Atas perbuatannya Eryck disangkakan
melanggar Pasal 12 B UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.