The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Toret Man, 2020-12-23 02:40:55

E-Book Sejarah

E-Book Sejarah

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita kami dapat
menyelesaikan “ “ pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis hendak
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan moral maupun material sehingga “ “ dapat selesai.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan “ “ sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa “ “ masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan” “. Dan semoga buku ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi
para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Malang, 21 Desember 2020

Penulis

2

Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6

Kebijakan pemerintahan Belanda yang diterapkan.................................................. 6
Sistem Pendidikan pada Masa Penjajahan Belanda.................................................. 9

3

PENDAHULUAN

Politik etis yang diberlakukan di Hindia Belanda sejak tahun 1901
membawa dampak positif bagi kemajuan rakyat Indonesia, salah satunya adalah
dengan munculnya kaum elite terpelajar. Keberadaan kaum elite terpelajar
tersebut kelak akan menjadi motor penggerak pembebasan bangsa Indonesia dari
penjajahan. Salah satu program politik etis yang memberikan kesadaran terhadap
nasib bangsa Indonesia yang dibedakan kedudukannya dalam masyarakat kolonial
adalah edukasi. Edukasi atau pendidikan dinilai sebagai jalan satu-satunya yang
dapat ditempuh untuk memperbaiki nasib rakyat, karena dengan adanya perbaikan
pendidikan maka nasib rakyat akan menjadi lebih baik.

Pemberlakuan politik etis di Hindia Belanda melahirkan sekolah-sekolah
bagi kaum pribumi. Bukan hanya sekolah rendah, tetapi dibangun pula sekolah
menengah, sekolah keguruan, dan sekolah tinggi. Namun pengajaran di
sekolahsekolah tersebut hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki, sedangkan bagi
anakanak perempuan hanya memperoleh pendidikan di rumah dan di lingkungan
keluarga. Anak-anak perempuan dididik untuk mempersiapkan diri menjadi ibu
rumah tangga, mereka diharuskan belajar memasak, menjahit, dan membatik yang
merupakan rutinitas di rumah.

Politik etis tidak muncul begitu saja. Ada sejumlah hal yang
melatarbelakanginya. Pertama, rihal adanya sistem tanam paksa yang
mewajibkan rakyat dan pemilik lahan kala itu untuk menanam tanaman yang
sesuai dengan permintaan Belanda. Sistem tersebut menyebabkan penderitaan
tersendiri bagi rakyat Indonesia kala itu. Sistem itu merupakan gagasan dari Van
den Bosch yang diangkat menjadi gubernur jendral yang baru di Hindia Belanda
pada tahun 1830. Setelah Van den Bosch sampai di Jawa, ia segera mencanangkan
program Cultuurstelsel atau tanam paksa.

Akan tetapi, ketentuan dalam Cultuurstelsel tidak dijalankan dengan
semestinya. Hal tersebut menyebabkan rakyat mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan ekonominya, sehingga menyebabkan penderitaan yang lebih
berat bagi rakyat. Dalam penerapannya, rakyat juga banyak kehilangan tanahnya

4

karena diambil oleh para bangsawan lokal atau pemerintah Hindia Belanda. Hal
kedua yang melatarbelakangi terjadinya politik etis ialah diterapkannya sistem
ekonomi liberal pasca pelaksanaan Cultuurstelsel dihapuskan pada 1863.
Penerapan sistem ini membuat modal-modal swasta masuk nusantara.

Ternyata, penerapan sistem ekonomi liberal tidak membuat penderitaan
rakyat nusantara kala itu membaik. Sebab, sistem tersebut hanya menguntungkan
para pengusaha yang memiliki modal dari pada rakyat yang bekerja. Hal tersebut
sama saja seperti hanya memindahkan penjajahan dari negara kepada swasta
saja. Koeli Ordonantie yang diterapkan tidak dapat melindungi rakyat dari
pemerasan, akan tetapi hanya melegalkan perbudakan dengan adanya Ponale
Sanctie.

Dan, hal ketiga yang ikut melatarbelakangi politik etis ialah kritik dari
para intelektual Belanda. Dasar utama kritik tersebut lantaran pelaksanaan tanam
paksa yang dilakukan Pemerintah Kolonial Belanda. Dua tokoh yang sudah
disebutkan di atas, yakni Broshooft dan van Deventer, merupakan tokoh yang
menolak keras pelaksanaan sistem tersebut. Kedua tokoh tersebut menganjurkan
kepada Pemerintah Kolonial Belanda untuk melakukan politik etis atau politik
balas budi. Van Deventer berpendapat bahwa Pemerintah Kolonial Belanda telah
banyak berutang budi kepada rakyat nusantara selama pelaksanaan sistem tanam
paksa. Utang budi tersebut harus dibayar oleh Pemerintah Belanda dengan cara
memperbaiki nasib rakyat, seperti memberikan pendidikan serta kemakmuran
bagi kehidupan rakyat nusantara kala itu. Gagasan tersebut dituangkan dalam
artikel yang berjudul Eeu Eereschuld yang artinya utang budi dan dimuat oleh
majalah De Gids.

5

PEMBAHASAN

Masa penjajahan Indonesia tidak langsung dimulai ketika orang-orang
Belanda pertama kali menginjakkan kaki di Nusantara pada akhir abad ke-16.
Sebaliknya, proses penjajahan oleh bangsa Belanda merupakan proses ekspansi
politik yang lambat, bertahap dan berlangsung selama beberapa abad sebelum
mencapai batas-batas wilayah Indonesia seperti yang ada sekarang. Selama abad
ke-18, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (disingkat VOC) memantapkan
dirinya sebagai kekuatan ekonomi dan politik di pulau Jawa setelah runtuhnya
Kesultanan Mataram. Perusahaan dagang Belanda ini telah menjadi kekuatan
utama di perdagangan Asia sejak awal 1600-an, tetapi pada abad ke-18 mulai
mengembangkan minat untuk campur tangan dalam politik pribumi di pulau Jawa
demi meningkatkan kekuasaannya pada ekonomi lokal.

Namun korupsi, manajemen yang buruk dan persaingan ketat dari Inggris
(East India Company) mengakibatkan runtuhnya VOC menjelang akhir abad ke-
18. Pada tahun 1796, VOC akhirnya bangkrut dan kemudian dinasionalisasi oleh
pemerintah Belanda. Akibatnya, harta dan milik (aset) VOC di Nusantara jatuh ke
tangan mahkota Belanda pada tahun 1800. Namun, ketika Perancis menduduki
Belanda antara tahun 1806 dan 1815, aset-aset tersebut dipindahkan ke tangan
Inggris. Setelah kekalahan Napoleon di Waterloo diputuskan bahwa sebagian
besar wilayah Nusantara kembali ke tangan Belanda.

Kebijakan pemerintahan Belanda yang diterapkan
A. Kerja Rodi (Kerja Wajib Negara atau Heerendiensten)

Kerja Rodi adalah sebuah kebijakan perburuhan yang diterapkan pada
masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di Nusantara. Kebijakan ini
diterapkan pada kurun waktu antara tahun 1808 hingga tahun 1811, yaitu
pada masa jabatan Gubernur-Jenderal Herman Willem Daendels. Bentuk
penerapan yang paling nyata dari kebijakan ini adalah pelaksanaan proyek
pembangunan jalan raya Anyer - Panarukan sepanjang -+ 1100 km beserta
kelengkapan-kelengkapan instalasi militer di Pulau Jawa.

6

Kebijakan ini didasari oleh kebutuhan pemerintah kolonial Hindia-
Belanda saat itu untuk mempertahankan diri dari serangan Inggris. Pada masa
tersebut, Belanda sedang berada di bawah pendudukan Prancis akibat
peristiwa besar di Benua Eropa yaitu Revolusi Prancis. Dengan demikian,
pemerintah kolonial Hindia-Belanda saat itu di Nusantara sebenarnya adalah
pemerintahan koloni yang dikendalikan oleh Negara Prancis. Masa-masa ini
dapat dianggap juga sebagai masa pendudukan bangsa Prancis di Indonesia.
Pada masa revolusi Prancis, Inggris berperang dengan Prancis yang telah
mencaplok Negara Belanda beserta para koloninya. Artinya, Inggris juga
berperang dengan para koloni Belanda yang sekarang telah dikendalikan oleh
Prancis.

Untuk mempertahankan para koloni Belanda yang telah diambil alih oleh
Prancis, seorang simpatisan revolusi Prancis berkebangsaan Belanda bernama
Herman Willem Daendels ditunjuk oleh raja Belanda yang baru diangkat oleh
Napoleon Bonaparte, yaitu Louis Bonaparte. Herman Willem Daendels
dengan cepat langsung melaksanakan rencana pembangunan pertahanan.
Untuk mempercepat ketuntasan proyek, Herman Willem Daendels
mencanangkan kebijakan "kerja wajib negara" tersebut agar mendapatkan
tenaga kerja murah yang tersedia dalam waktu cepat.

B. Cultuur Stelsel

Cultuur Stelsel adalah salah satu kebijakan monopoli perdagangan yang
diterapkan oleh Belanda semasa penjajahan di Indonesia. Kurun waktu
berlangsungnya kebijakan ini adalah antara tahun 1830 hingga 1870.
Pencetus gagasan kebijakan ini adalah Gubernur Jenderal Johannes Graaf van
den Bosch; yang menjabat semenjak 16 Januari 1830 hingga 2 Juli 1833.

Kebijakan ini secara singkat dapat dipahami sebagai sebuah kebijakan
"tanam paksa", yaitu perintah kewajiban kepada warga setempat untuk
menanam tanaman komoditas. Singkat cerita, pasca kebangkrutan perusahaan
dagang Belanda yaitu Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang
beroperasi semenjak 1602 hingga 1799, pemerintah Kerajaan Belanda harus
menanggung sisa-sisa kewajiban perusahaan yang bangkrut tersebut.

7

Keuangan negara yang berkurang drastis menyebabkan pemerintah harus
mencari cara meningkatkan pendapatan dari koloni-koloninya di seluruh
dunia. Salah satu usul dan percobaan yang diterapkan adalah kebijakan
cultuur stelsel yang digagas oleh Johannes Graaf van den Bosch tersebut.
Kebijakan ini memiliki hasil yang mixed, alias memiliki keberhasilan dan
kegagalan tersendiri. Nantinya, kebijakan ini harus diakhiri di tahun 1870
karena tekanan politik dari pemerintahan di Negeri Belanda dan juga
dorongan untuk beradaptasi dalam menciptakan sistem perekonomian di
wilayah kolonial yang lebih canggih. Secara singkat, beberapa bentuk
penerapan kebijakan tanam paksa adalah sebagai berikut:

1. 1/5 bagian dari tanah petani setempat wajib menghasilkan tanaman eskpor
2. Tanah yang ditanami tanaman eskpor mendapatkan pembebasan pajak
3. Jam kerja petani untuk mengurusi tanaman eskpor tidak melebih waktu kerja

petani untuk mengurus tanahnya sendiri.
4. Apabila hasil tanam paksa melebihi kuota yang ditargetkan, maka

kelebihannya dapat dimiliki petani.
5. Kegagalan panen atau produksi tanaman eskpor akan ditanggung oleh

pemerintah.
6. Penduduk yang bukan petani wajib bekerja di perkebunan milik pemerintah

selama 1/5 tahun (2 bulan).
7. Penduduk bekerja dibawah pimpinan lurah setempat dan dalam pengawasan

pejabat pemerintah kolonial.

C. Jalan Raya Anyer-Panarukan (Jalan Raya Pos atau Greater Post Road)

Jalan Raya Anyer-Panarukan adalah proyek infrastruktur yang dibangun
pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di masa kepemimpinan
Gubernur-Jenderal Herman Willem Daendels. Jalan raya ini dibangun pada
kurun waktu tahun 1808 hingga tahun 1811. Proyek ini merupakan bagian
dari kebutuhan pemerintah kolonial Hindia-Belanda saat itu yang menerapkan
kebijakan perburuhan bernama "kerja rodi." Proyek jalan ini merupakan
infrastruktur penunjang pertahanan koloni Hindia-Belanda. Pada saat itu,
pemerintah kolonial Hindia-Belanda merupakan pemerintahan yang berisi

8

para simpatisan revolusi Prancis. Dengan kata lain, Nusantara saat itu
merupakan koloni bangsa Prancis. Pada masa revolusi Prancis, Inggris
berperang dengan Prancis. Artinya, Inggris juga berperang dengan koloni-
koloni Belanda yang telah diambil alih oleh Prancis. Untuk itulah Nusantara
memerlukan pembangunan dan peningkatan pertahanan dalam rangka
menangkis kemungkinan invasi Inggris.

Sistem Pendidikan pada Masa Penjajahan Belanda
Dasar Politik Etis yang menjadi landasan pelaksanaan pendidikan Belanda

agar pendidikan dan pengetahuan Barat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
Kurikulum tersebut disampaikan melalui bahasa Belanda dengan harapan bahasa
tersebut dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Namun demikian
masih ada perbedaan sekolah untuk rakyat setempat. Pemberian pendidikan
setempat disesuaikan dengan keperluan mereka.

Sistem pendidikan dengan sengaja dibuat menurut keadaan yang telah ada,
yaitu pembagian golongan menurut keturunan bangsa dan status. Pembagian
diubah pada tahun 1920, ialah golongan Eropa, golongan Bumiputera, dan
golongan Timur Asing. Khusus untuk golongan Bumiputera dibuat pula
pembagian status yaitu golongan bangsawan dan pemimpin adat, pemimpin
agama (ulama) dan golongan rakyat biasa (Stenberg, et al. 1981: 387). Pemerintah
Kolonial Belanda telah berusaha mempertahankan sistem kolonialnya melalui
aristokrasi. Sistem pendidikan dan persekolahan pun dibuat menurut golongan
yang ada dalam masyarakat. Penduduk Bumiputera hanya dapat menurut tingkat-
tingkat pendidikan yang telah ditetapkan sesuai dengan kedudukan sosialnya.
(Depdikbud, 1989: 65).

Sekolah kelas dua sekolah untuk anak-anak setempat yang mempunyai
kurikulum yang minim harus dijaga agar tetap lebih rendah dari sekolah kelas
satu. Di samping itu didirikan sekolah yang lebih rendah lagi yaitu Sekolah Desa.
Lama belajarnya adalah tiga tahun. Kurikulum sekolah ini hanya membaca,
menulis dan berhitung secara sederhana. Sekolah ini sebenarnya hanya seperti
kursus pemberantasan buta huruf saja. Pendidikan selalu dikaitkan dengan
golongan sosial dan bertujuan untuk mempertajam perbedaan golongan itu.

9

Kurikulum dalam sekolah ini tidak membawa perubahan keadaan sosial dan tidak
meningkatkan perkembangan intelektual. (Ahmadi, 1987: 30).

Pada tahun 1909 pendidikan mendapatkan perhatian dengan
berkembangnya produk industri. Berkaitan dengan arah etis yang menjadi
landasan politik kolonial, maka pemerintah kolonial membuat strategi dengan
sistem pendidikan dan pengetahuan Barat yang dilaksanakan sebanyak mungkin.
Dengan demikian, bahasa Belanda dijadikan sebagai bahasa pengantar di berbagai
sekolah Bumiputera, pemberian pendidikan rendah untuk golongan Bumiputera
disesuaikan dengan keperluan mereka (Kartodirjo, et al. 1977:125). Atas dasar itu
corak dan sistem pendidikan di Hindia Belanda pada waktu ini dilaksanakan
melalui dua aliran pertama, untuk memenuhi keperluan golongan atas serta tenaga
terdidik yang bermutu tinggi untuk keperluan industri dan ekonomi. Kedua, untuk
memenuhi keperluan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan
(Kartodirjo, et al. 1977: 125).

Sekolah khusus anak-anak keturunan Eropa didirikan dalam bentuk Sekolah
Rendah Eropa atau ELS (Europesche Lagere School). Sekolah ini dapat dimasuki
anak-anak Timur asing atau golongan Bumiputera dari tokoh-tokoh terkemuka.
Lama belajar sekolah ini tujuh tahun, dan ia menggunakan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantarnya. Dengan mengutamakan bahasa Belanda, pemerintah
Belanda berkuasa penuh untuk mengawal rakyat Indonesia. Hanya mereka yang
mahir berbahasa Belanda saja yang dapat menjadi pegawai kerajaan. Sekolah
Rendah Eropa juga mempunyai fasilitas-fasilitas yang lebih baik jika
dibandingkan dengan sekolah yang lain. Walaupun ELS didirikan dengan maksud
memberi pendidikan untuk anak-anak Belanda, dan anak-anak Indonesia dari
golongan atas. Peraturan tentang penerimaan anak-anak Indonesia berubah
menurut keadaan politik. Kurikulum sekolah ELS terdiri dari pelajaran Membaca,
Menulis, Berhitung, Bahasa Belanda, Perancis, Jerman, Sejarah dan Geografi.
Bahasa Perancis digantikan dengan bahasa Inggris dengan alasan bahwa
Indonesia terletak di antara negara-negara jajahan Inggris yaitu Australia, India,
Birma dan Semenanjung Tanah Melayu. Sekolah ELS yang didirikan di Indonesia
senantiasa dipertahankan sebagai lembaga pendidikan Belanda yang murni dan
mengabaikan kebudayaan sekitarnya.

10

Kesulitan mendatangkan guru sekolah ELS berasal dari Belanda
menyebabkan mereka digaji sebesar f500 – f700. Selain dari itu setiap guru diberi
rumah dan setiap 6 tahun diberi cuti selama 8 bulan tanggung pemerintah (Legge,
1972:108). Berikutya didirikan sekolah Hoogere Burger School (HBS) menurut
model acuan di Belanda. Yang terdiri dari pelajaran: Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam dan Bahasa Belanda. Sekolah ini hanya untuk Belanda dan
keturunan raja. Bahasa Perancis merupakan syarat masuk ke sekolah ini.
Kurikulumnya tidak berbeda dengan sekolah di Belanda yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1892 WP. Groenevelt mengajukan kepada kolonial Belanda
untuk mendirikan sekolah rendah di wilayah jajahannya. Groenevelt melihat
masyarakat Bumiputera terbagi kepada dua golongan yaitu golongan atas dan
golongan bawah, di mana terdapat dua kelemahan untuk sekolah Bumiputera.
Dalam pelaksanaannya perlakuan tidak adil yang diberikan untuk pribumi
(Nasution, 1987:53). Di samping itu didirikan sekolah yang lebih rendah yaitu
sekolah desa selama tiga tahun dengan materi membaca. Kurikulum untuk
sekolah golongan atas diperluas agar sesuai dengan keperluan orang-orang yang
berada di pemerintahan. Sedangkan untuk rakyat jelata hanyalah sekolah
sederhana dan murah. Groenevelt mengusulkan dua jenis sekolah yaitu sekolah
kelas satu untuk golongan atas dan sekolah kelas dua untuk golongan bawahan
(Nasution, 1987:86)

Kolonialisme dan imperialisme bangsa Eropa merupakan satu masa yang tidak
dapat dihilangkan dari sejarah bangsa Indonesia, bahkan sejumlah bangsa di
beberapa belahan dunia. Nusantara adalah salah satu wilayah yang tidak luput dari
kolonialisme bangsa Eropa, kemudian lebih dikenal dengan sebutan Hindia
Belanda oleh bangsa kolonial. Pembentukan tanah koloni di wilayah Hindia
Belanda membutuhkan banyak sumber daya manusia, baik sebagai tenaga kerja
profesional maupun sebagai tentara kolonial. Sumber daya manusia tersebut di
didatangkan dari Eropa, maka sejak itu banyak bangsa Eropa yang bermigrasi ke
wilayah Hindia Belanda. Politik etis berakar pada masalah kemanusiaan dan

11

sekaligus pada keuntungan ekonomi. Pada akhir abad XIX, para pegawai kolonial
baru yang datang dari negeri Belanda menuju Indonesia sudah memiliki suatu
pemikiran tentang pemerintah kolonial ini. Berbekal pengetahuan dasar dari isi
novel Max Havelaar, sebagian besar pegawai kolonial ini membawa pemikiran
etis ke Hindia Belanda. Politik etis membawa sedikit perubahan dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Dimana ada tiga kebijakan baru yang diterapkan, yaitu
pendidikan (education), irigasi (pengairan) dan emigrasi (perpindahan penduduk).
Bangsa Belanda di negeri. Belanda memprotes kebijakan sebelumnya yang tidak
memperhatikan kehidupan masyarakat Indonesia. Adanya politik etis ini
masyarakat diharapkan Politik etis ini ternyata hanya menguntungkan pemerintah
Belanda, dimana kebijakan politik etis ini hanya memberikan banyak manfaat
bagi bangsa Kolonial Belanda dan bangsa asing lain di Indonesia. Kebijakan
politik etis seperti pengairan atau irigasi hanyalah untuk kepentingan perkebunan
bangsa Belanda dan bangsa asing lainnya, seperti program trasmigrasi atau
perpindahan penduduk dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau yang
kurang jumlah penduduknya, ternyata hanya untuk perkebunan bangsa Belanda,
begitu juga bidang Edukasi atau pendidikan hanya untuk anak-anak keturunan
bangsa Belanda, bangsa Eropa dan anak para bangsawan lokal yang mampu
menempuh dunia pendidikan. Namun hanya menguntungkan bangsa Belanda dan
bangsa asing, ternyata pendidikan banyak melahirkan tokoh cendikian lokal yang
cerdas dan memiliki pemikiran yang setara dengan bangsa barat lainnya. Tokoh
Cendikian atau pendidikan bangsa Indonesia inilah yang akhirnya
memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia dengan rasa nasionalisme dan
cinta tanah air Indonesia.

12


Click to View FlipBook Version