44| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan demikian, instansi pemerintah seharusnya tidak dapat lagi melakukan perekrutan pegawai non PNS/tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Namun demikian, implementasi kebijakan ini dilakukan secara bertahap. Penertiban atau penyelesaian status pegawai non PNS atau tenaga honorer itu sendiri telah dilakukan sejak dulu yaitu kesempatan peralihan status kepegawaian menjadi PNS melalui PP 56 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP 48 Tahun 2005. Saat ini, kesempatan untuk tetap bekerja di instansi pemerintah dibuka juga melalui jalur PPPK. PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK memberikan masa transisi 5 tahun hingga 2023 bagi pegawai non PNS/tenaga honorer untuk masih dapat bekerja di instansi pemerintah dengan segera beralih status kepegawaian menjadi CPNS atau CPPK sesuai syarat dan prosedur yang berlaku. Dengan demikian, pasca 2023 instansi pemerintah sudah tidak dapat lagi melakukan perekrutan pegawai non PNS/tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Kenyataannya, saat ini selain PNS dan PPPK, beberapa instansi pusat dan daerah masih masih merekrut dan memperkerjakan pegawai non PNS atau tenaga honorer guna memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan kata lain, walau ketegasan terkait pengelolaan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah sudah diatur di level Undang-Undang, namun kebijakan terkait pengaturan pegawai non PNS atau tenaga honorer masih menjadi kebijakan instansional. B. Deskripsi Masalah Lahirnya UU ASN berikut aturan turunannya ternyata belum sepenuhnya menjadi solusi bagi pemerintah dalam membenahi status SDM di lingkungan instansi pemerintah yang berdasarkan pada SDM unggul dan berdaya saing internasional. Saat ini, dapat didentifikasi berbagai masalah dalam implementasi kebijakan sebagai berikut:
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 45 1. Pasca lahirnya PP 56 Tahun 2012 sebagai penutup pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, hingga saat ini belum ada payung hukum atau skema peralihan yang jelas untuk mengakomodir pegawai non PNS/ tenaga honorer non kategori dan K2 yang masih ada; 2. Kebutuhan SDM pada instansi pemerintah belum sepenuhnya berdasarkan pada kebutuhan organisasi dan sesuai dengan dokumen kebutuhan SDM. Hal ini membuka peluang bagi penggunaan tenaga honorer dalam menutupi kebutuhan SDM instansi pemerintah. 3. Sudah 3 tahun berlalu sejak ditetapkannya PP 49 Tahun 2018, namun rekrutmen pegawai non PNS/ tenaga honorer masih terjadi hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan terkait ASN belum dapat diterapkan secara konsekuen. Beberapa instansi pemerintah masih menganggap pengadaan pegawai non PNS/ tenaga honorer dapat dengan cepat menjawab pemenuhan kebutuhan SDM di organisasi. 4. Sebagian besar pegawai non PNS/tenaga honorer merupakan SDM yang sudah lama bekerja di instansi pemerintah dan tidak dapat memenuhi persyaratan menjadi CPNS. PP 49 Tahun 2018 menjadi harapan bagi mereka untuk dapat menjadi prioritas dalam peralihan status menjadi PPPK. Pada sisi lain, pemerintah juga harus memperhatikan kualifikasi PPPK; 5. Perpres 38 Tahun 2020 dikeluarkan sebagai solusi dalam menjawab jenis jabatan fungsional apa saja yang dapat diisi oleh PPPK. Namun demikian, apakah semua jenis jabatan yang ada dalam Perpres tersebut sudah mengakomodir kebutuhan organisasi? C. Rekomendasi Dalam mengatasi permasalahan tersebut, rekomendasi yang ditawarkan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah dapat mempertimbangkan pegawai non PNS/tenaga honorer yang sudah lama mengabdi dan tidak memenuhi syarat usia untuk mengikuti
46| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a CPNS serta memiliki kompetensi yang baik untuk didorong dan diikutsertakan menjadi CPPPK. 2. Perlu adanya evaluasi pemerintah terhadap implikasi PP 49 Tahun 2018 dan pengawasan terhadap instansi pemerintah untuk tidak melakukan rekrutmen pegawai non PNS/tenaga honorer. 3. Dengan telah terbitnya Perpres 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK, maka sudah saatnya pemerintah menegaskan kepada seluruh instansi pemerintah untuk berhenti melakukan perekrutan pegawai non PNS/ tenaga honorer. 4. Dengan telah terbitnya Perpres 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang Dapat Diisi oleh PPPK dan Perpres 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK, maka setiap instansi pemerintah sudah harus mempersiapkan dokumen kepegawaian sebagai syarat dalam pemenuhan kebutuhan SDM di instansi pemerintah. Perlu adanya kebijakan yang mendorong kapasitas instansi pemerintah untuk dapat menyusun kebutuhan PNS dan PPPK di instansinya secara objektif. D. Penutup Komitmen untuk membenahi pengelolaan kepegawaian dalam instansi pemerintah harus ditegakkan. Perangkat regulasi terbaru, yaitu PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK harus mampu menjadi momentum perubahan. Cukuplah belasan tahun inkonsistensi kebijakan menjadi pelajaran untuk mengambil langkah perbaikan. Karena jika tidak dilakukan saat ini, hari esok masalah yang muncul mungkin akan lebih berat lagi. Pustaka UU ASN, R. I. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. (2014). PP Manajemen PPPK, R. I. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. (2018). Rahma, A. (2020). Menteri PANRB Beberkan Alasan Pemerintah Hapus Tenaga Honorer.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 47 Polbrief 8 PENGUATAN NILAI-NILAI BELA NEGARA DALAM UPAYA MENANGKAL RADIKALISME DI LINGKUNGAN APARATUR SIPIL NEGARA Desy F. Lestari - Analis Pengembangan Sistem Pembelajaran Abstrak Fenomena radikalisme di lingkungan ASN telah menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan. Salah satu penyebab dari tumbuh dan berkembangnya paham radikalisme di kalangan ASN adalah belum optimalnya pelaksanaan penanaman nilai-nilai bela Negara di lingkungan ASN. Untuk itu, dibutuhkan penguatan terhadap penanaman nilai-nilai bela Negara, khususnya dalam upaya menangkal tumbuh dan berkembangnya radikalisme di lingkungan ASN. Salah satunya melalui pengintegrasian strategi pendidikan atau grand design penanaman nilai-nilai Bela Negara dalam pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu upaya menangkal radikalisme. Perluasan area penanganan radikalisme dengan melibatkan aparatur pengawasan internal pemerintah (APIP) dan unit Pembina kepegawaian K/L juga perlu untuk diwujudkan. Hal tsb dapat menjadi salah satu bagian dari Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ektremisme yang tengah di gaungkan. Sinergisme dan kolaborasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektifitas upaya menangkal radikalisme di lingkungan ASN. A. Pendahuluan Bela Negara menjadi salah satu agenda pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan dasar bagi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Calon Pegawai Negeri Sipil sejak 2017. Agenda Sikap Perilaku Bela Negara diarahkan untuk membekali peserta mengenai wawasan kebangsaan dan nilai-nilai Bela Negara, perubahan lingkungan strategis dan analisis isu kontemporer serta kesiapsiagaan Bela Negara. Oleh karena itu, salah satu tujuan pendidikan bela negara adalah membentengi ASN dari penyebaran ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, bukan saja yang bersifat fisik tetapi juga yang bersifat non fisik, termasuk paham radikalisme yang pola penyebarannya dilakukan secara “halus” melalui dunia maya dan juga dunia nyata. Kenyataannya, fenomena radikalisme masih terus berkembang dan menjangkiti kalangan ASN. Hal ini diantaranya ditunjukkan melalui: berita
48| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a terjadinya penangkapan 3 (tiga) dari terduga teroris yang salah satunya adalah seorang pegawai ASN, bertugas sebagai guru Bahasa Inggris di SMKN Kotaanyar Kabupaten Probolinggo (Kompas edisi Mei 2018); pernyataan salah seorang pejabat BKN mengenai keberadaan sejumlah pegawai ASN yang menjadi anggota organisasi radikal (liputan6, Mei 2018); dan statement Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengenai keberadaan pegawai ASN di instansinya yang terpapar paham radikalisme. Pada tahun 2021, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokras bahkan telah melakukan pemecatan sekitar 30 sampai 40 ASN dalam sebulan karena tersangkut radikalisme (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56833812). Hal ini menunjukkan bahwa penanaman nilai-nilai bela negara sebagai salah satu upaya menangkal radikalisme belum berjalan secara efektif. Polbrief ini akan menawarkan penguatan nilai-nilai bela negara dalam upaya dalam menangkal radikalisme di lingkungan ASN. B. Deskripsi Masalah Berdasarkan thesis yang ditulis oleh Lestari (2020), kelemahan penanaman nilai-nilai bela Negara sebagai salah satu upaya menangkal radikalisme antara lain terletak pada: belum adanya Standarisasi dan Grand Design dalam pengintegrasian strategi Pendidikan bela negara di lingkungan ASN. Selain itu, tindak lanjut pasca pelatihan CPNS belum dilakukan secara berkesinambungan. Di beberapa K/L/D, temporary ada yang berinisiatif mengadakan pembekalan dalam bentuk kegiatan counter radicalism melalui seminar atau ceramah tentang bahaya radikalisme. Namun demikian, substansi dan arah counter radicalism itu sendiri belum terstandarisasi, sehingga masih berjalan secara sendiri-sendiri. Sementara aspek-aspek kunci yang belum disentuh dalam menangkal radikalisme adalah: Pertama, selama ini upaya yang dilakukan oleh APIP dan instansi Pembina Kepegawaian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan dalam mencegah dan menanggulangi paham radikalisme masih bersifat pasif reaktif, dalam arti masih menggunakan payung hukum yang mengacu pada PP No.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 49 53 Tahun 2010 tentang Displin PNS. Kedua, Mekanisme pengawasan eksternal dari masyarakat yang serupa dengan Lapor!, ADUASN.ID dan aplikasi ASN No Radikal yang diluncurkan pada tahun 2020, dirasa belum menyentuh langsung pada pembinaan dan pengawasan pegawai. Asumsi ini didasarkan pada keberadaan aplikasi tersebut yang masih hanya menjadi media pengawasan ekternal dan diskusi di tingkat pimpinan K/L/D (belum menyentuh seluruh lapisan organisasi). C. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan deskripsi permasalahan di atas, maka rekomendasi kebijakan yang dapat disampaikan kepada pihak terkait diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Melakukan standarisasi pelaksanaan Pendidikan Bela Negara yang dilakukan di lingkungan pegawai ASN serta membuat Grand Design penanganan radikalisme di lingkungan ASN. Pengintegrasian strategi Pendidikan bela negara di lingkungan ASN dengan tindak lanjut pasca pelatihan CPNS yang dilakukan secara berkesinambungan. Mengintegrasikan kebijakan pendidikan bela negara secara nasional dengan melibatkan instansi terkait (Kemhan, Wantannas, Lemhannas, BPIP, Kemenpan RB, LAN, BKN dan KASN); 2. Menggunakan pendekatan yang lebih komperehensif dalam menangkal radikalisme di kalangan ASN dengan: b. Me-refer fungsi satu sama lain (pendidikan, pembinaan dan pengawasan), karena tugas dan fungsi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) saja tidak bisa berdiri sendiri, harus sejalan dengan fungsi pengawasan/ pembinaan (sinergitas tugas dan fungsi dari K/L terkait); c. Pergeseran pendekatan pengawasan yang selama ini cenderung bersifat pasif reaktif menjadi bersifat aktif partisipatif, dimana BKN beserta Kemenpan RB yang merupakan instasi terkait yang mengatur regulasi ASN, misalnya menambah screening awal pada penyaringan seleksi CPNS
50| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a menggunakan test mental ideologi sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan TNI/ Polri; d. Penguatan fungsi APIP, Unit Kepegawaian dan KASN dalam mengoptimalkan pengawasan internal di samping pengawasan eksternal yang sudah diupayakan dibangun pemerintah dengan adanya aplikasi Lapor! dan ADUASN.ID serta ASN No Radikal. D. Penutup Perlu kesungguhan merawat semangat nasionalisme dan Pancasila untuk tetap ada dalam hati para abdi negara/ abdi masyarakat. Untuk itu, dalam upaya mencegah munculnya radikalisme yang berulang dimasa yang akan datang, maka pemerintah Indonesia harus secara aktif melakukan berbagai pencegahan proses radikalisasi terhadap warga negara Indonesia, khususnya di lingkungan ASN yang berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Menumbuhkan semangat bela negara, rasa nasionalisme, wawasan kebangsaan dalam bingkai persatuan dan kesatuan. Pustaka Desy Fajar Lestari. Pendidikan Bela Negara dalam Menangkal Radikalisme di Lingkungan Aparatur Sipil Negara. Thesis di Fakultas Keamanan NasionalUniversitas Pertahanan, 2020. BBC-News. 2021. Artikel berita edisi 21 April 2021 yang berjudul “ASN dipecat karena terpapar radikalisme dinilai tak selesaikan akar masalah, lalu program deradikalisasi apa yang tepat bagi mereka? Diakses di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56833812
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 51 Polbrief 9 MENJEMBATANI AGILE BUREAUCRACY DAN DEMOCRATIC GOVERNANCE Avrina Dwijayanti – Analis Kebijakan Ahli Pertama Abstrak Menjembatani demokrasi dan birokrasi merupakan hal yang diupayakan oleh berbagai negara dewasa ini. Dengan karakteristik yang paradoks antara keduanya, berbagai konfigurasi politik dan kebijakan telah dikembangkan melalui kajian akademik untuk membentuk sebuah tatanan yang mampu menciptakan titik keseimbangan. Satu jalan yang dapat ditempuh untuk mewujudkan upaya tersebut adalah dengan membentuk sebuah wacana ataupun mekanisme yang memungkinkan stakeholders dapat memberikan tekanan langsung pada birokrasi. Dengan demikian ada peningkatan yang simultan antara demokrasi dan birokrasi. A. Pendahuluan Welfare State merupakan tujuan mutlak terbentuknya sebuah negara, yakni negara dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang maksimal di semua sektor. Hal Ini berarti negara (dengan birokrasi sebagai salah satu instrumennya), memainkan peran kunci dalam perlindungan kesejahteraan warganya dengan berpegang pada prinsip kesetaraan kesempatan, pemerataan kekayaan, dan tanggung jawab publik dari pemerintah bagi warga negara yang tidak mampu mengakses sumber daya secara optimal (Britannica, 2020). Peran kunci ini membawa konsekuensi pada kebutuhan akan performa yang prima dari birokrasi, oleh karenanya berbagai konsep telah bermunculan guna membentuk nilai paripurna pada birokrasi. Salah satu konsep dimaksud adalah agile bureaucracy, dikenal sebagai birokrasi yang memiliki karakter good governance, berfokus pada pelayanan, keterlibatan masyarakat dalam pemerintahan, inovatif, responsif, dan berorientasi pada hasil (Sekretaris Kementerian PAN-RB, 2020). Agile merupakan sebuah entitas yang berkembang agar mampu menciptakan dan memenuhi tuntutan
52| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a masyarakat yang senantiasa berubah mengikuti perkembangan zaman, diharapkan, agile bureaucracy mampu memanfaatkan peluang-peluang dan menambah nilai-nilai baru dalam interaksi antara negara dan warganya (Rey et al., 2019). Sebagai sebuah entitas, agile bureaucracy juga membutuhkan ruang yang disebut dengan “demokrasi” untuk bisa menunjukkan eksistensinya. Jika ia diibaratkan sebuah ekosistem, agile bureaucracy membutuhkan iklim demokrasi yang kondusif bagi pertumbuhannya (Farazmand, 2010). B. Analisis Permasalahan Situasi kemudian menjadi berkebalikan dengan kebutuhan akan iklim demokrasi yang kondusif mengingat pada tahun 2020, The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis penurunan Indeks Demokrasi Dunia (Global Democracy Index) dengan rata-rata skor 5.37, menurun dari yang sebelumnya 5.44. Adapun Indonesia berada pada peringkat 67 dari 188 negara dengan skor 6.3. Meskipun secara statistik angka tersebut tidak jauh berbeda dengan skor tahun lalu yang berjumlah 6,48 namun angka ini merupakan yang terendah selama kurun waktu 14 belas tahun terakhir. EIU memberikan skor 7.92 unutk proses pemilu dan pluralisme. Sementara itu, fungsi dan kinerja pemerintah dengan skor 7.50, partisipasi politik 6.11, budaya politik 4.38, dan kebebasan sipil dengan skor 5.59 (The Economist Intelligence Unit, 2021). Berkaitan dengan diskursus administrasi publik, penurunan indeks demokrasi global menandai pergesaran paradigma New Public Management (NPM) ke New Public Service (NPS). Jika pada NPM ujung dari performa birokrasi adalah Welfare State Agile Bureucracy Democratic Governance
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 53 meningkatkan customer satisfied, NPS lebih menekankan keterlibatan sipil secara aktif dan menyeluruh melalui peningkatan hak-hak sipil pada proses penyelenggaraan negara dengan lebih substansif. Ini kemudian mendorong pemikiran untuk lebih mempertebal nilai demokratis pada praktik good governance. Sebagai sebuah sintesa dari perkembangan pemikiran governance, democratic governance muncul dengan perspektif bahwa bahwa pengembangan institusi sektor publik yang efektif, demokratis, merupakan komponen penting agar langsung berdampak pada kehidupan warga negara. Sebaliknya, ketika pemerintah gagal memenuhi ekspektasi publik, warga negara dapat kehilangan kepercayaan pada nilai demokrasi dan memunculkan kecenderungan untuk beralih ke model alternatif (Bevir, 2011). Meskipun menuai banyak kritikan semisal bergerak secara parsial dan bersifat formalitas, namun sesungguhnya tidak sedikit upaya yang telah dilakukan baik pemerintah pusat sampai pemerintah daerah untuk mendorong peningkatan kapasitas birokrasi menuju kondisi agile sekaligus menumbuhkembangkan nilai demokrasi sebagai basisnya. Upaya-upaya ini dapat dilihat dari bergesernya paradigma state-centric ke paradigma citizen-centric melalui penerapan model partisipatif dalam perencanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan (Undang-Undang no. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah), mereformasi birokrasi (Perpres No. 81 Tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025) serta penerapan open government dan clean government dengan berbagai atribut kelembagaannya (UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). C. Rekomendasi Kebijakan Menjembatani proses menuju agile bureaucracy dan democratic governance merupakan rekomendasi yang diberikan dalam rangka mendorong kedua hal
54| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a tersebut bergerak secara simultan. Hal ini dapat dicapai dengan menarik kata kunci yang tepat dari kedua konsep tersebut yaitu aksesibiltas dan kapasitas intervensi stakeholders pada program dan kinerja birokrasi secara langsung. Adapun rekomendasi yang bisa diberikan antara lain sebagai berikut: REKOMENDASI UU TERDAMPAK POIN Memperbesar Kemampuan Stakeholders Dalam Memberikan Tekanan Pada Birokrasi Melalui Penerapan Akuntabilitas Horizontal Dan Berjejaring Pada Program Pemerintah Yang Diindasikan Rawan Korupsi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah Rangkaian peraturan mengenai akuntabilitas lebih menitik beratkan pada akuntabilitas secara hierarkhis, sehingga perlu didorong akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana publik, maka akuntabilitas juga perlu pelibatan stakeholders secara formal. Pelibatan ini diharapkan membentuk sebuah mekanisme kontrol terhadap kualitas, baik kualitas program maupun prosedur pelaporan. Perpres Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerjadan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Menjadikan Manajemen Kolaboratif Sebagai Landasan Pengelolaan Program Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Kompleksitas dan ketidakpastian lingkungan mendorong pengelolaan lintas sektor untuk dilaksanakan lebih dinamis dan adaptif. Hal ini menjadikan aliran sumber daya antar sektor kadang menghambat pengelolaannya. Dengan kolaborasi aliran sumber daya mampu bergerak secara dinamis dan saling menutupi keterbatasan sumber daya antar sektor Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Kerja Sama Daerah Permendagri Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Kerjasama Daerang Dengan Daerah Lain Dan Kerjasama Daerah Dengan Pihak Ketiga
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 55 Mengikutsertakan Stakeholders Dalam Assessment Untuk Penentuan Formasi Pejabat Tinggi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Penempatan pejabat birokrasi dimasa depan tidak hanya berbicara seputar kompetensi dan kebutuhan organisasi, melainkan kemampuannya dalam membentuk sebuah jaringan kelembagaan yang kuat dengan lingkungan organisasinya. Kemampuan pejabat tinggi dalam memahami kompleksitas sektor yang menjadi tanggungjawabnya menjadi nilai tambah yang signifikan. Disisi lain kepercayaan stakeholders kepada birokrasi semakin menguat sebagai akibat dari pelibatannya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Melaksanakan Uji Dan Evaluasi Akademik Pada Program Berkelanjutan Dengan Melibatkan Institusi Pendidikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pelibatan institusi Pendidikan dibanding sebatas pelibatan dewan pakar yang sifatnya personal akan saling mengutungkan kedua sektor, selain validasi akademik yang kuat, ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan iklim Pendidikan. Selain itu uji dan evaluasi akademik memperkecil potensi pengambilan keputusan yang tidak tepat dibandingkan sebatas sekedar memberikan pertimbangan Mencanangkan Kontrak Kerja Dan Target Realisasi Antara Organisasi Publik Dan Stakeholders Pada Program Spesifik Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah Mendorong pertanggungjawaban dan pengawasan yang lebih ketat dengan adanya potensi pemberhentian dari jabatan apabila kontrak tersebut tidak mampu direalisasikan, di sisi lain kontrak dapat menimbulkan kepercayaan yang tinggi dari publik serta opsi untuk berpartisipasi secara aktif Perpres Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerjadan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
56| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Menumbuhkembangkan Kesadaran Publik Sejak Dini Mengenai Pengenalan Materi Kebijakan Publik Dalam Pendidikan Formal Sebagai Subbahasan Dari Pendidikan Pancasila Dan Pendidikan Kewarganegaraan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia salah satunya dengan memperhatikan pembangunan nasional dan daerah, maka kesadaran dini terhadap birokrasi dan kebijakan publik mampu mendorong masyarakat untuk memenuhi aspek tersebut. Kesadaran kritis yang terbangun sejak dinni dapat mendorong fungsi kontrol terhadap jalannya birokrasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (Dan/Atau Perubahannya) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (Dan/Atau Perubahannya) Menjadikan Media Massa Sebagai Medium Komunikasi Kebijakan Yang Interaktif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Perpindahan interaksi ke dunia digital membentuk sebuah kontrol sosial yang ketat, dengan memanfaatkan hal ini, hubungan yang interaktif akan terbangun dengan sendirinya, tidak sebatas hubungan sosialisasi dan publikatif seperti yang berlaku selama ini. Hubungan yang lebih interaktif akan secara langsung memicu responsivitas birokrasi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2018 Tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik D. Penutup Pada akhirnya, untuk menuju walfare state dengan membentuk karakter agile, birokrasi kemudian bertalian dengan democratic governance, keduanya memerlukan peningkatan yang seirama. Birokrasi yang agile hanya bisa dicapai melalui peningkatan supremasi publik dalam demokrasi di satu sisinya namun peningkatan demokrasi juga bergantung pada kapasitas negara dalam membentuk sistem yang mengakselerasi demokrasi di sisi lainnya.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 57 Pustaka Bevir, M. (2011). Democratic governance: A Genealogy. Local Government Studies, 37(1). Britannica, T. Editors of Encyclopaedia (2020, November 28). Welfare state. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/topic/welfare-state Farazmand, A. (2010). Bureaucracy and Democracy: A Theoretical Analysis. Public Organization Review, 10(3). Rey, C., Pitta, N., Ramonas, D., & Sotok, P. (2019). Agile Purpose: Overcoming Bureaucracy. In Purpose-driven Organizations. The Economist Intelligence Unit. (2021). Democracy Index 2020. The Economist. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang Nomor 4 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
58| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a Administrasi Negara adalah kunci peradaban bangsa, jika kau hancurkan maka tak akan ada lagi masa depan -Anonymous-
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 59 BIODATA PENULIS 1. Ichwan Santosa, lahir di Sukabumi pada 20 April 1982, adalah Analis Kebijakan Ahli Pertama di Pusat Inovasi Manajemen Pengembangan Kompetensi (PIMBANGKOM) ASN Lembaga Administrasi Negara RI Jakarta. Menyelesaikan Pendidikan S1 Ilmu Administrasi Negara di Universitas Indonesia. Karier sebagai Analis Kebijakan dimulai di Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur LAN pada tahun 2016-2018. Terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kajian di bidang Kelembagaan Pemerintah Pusat, Manajemen ASN, Inovasi Administrasi Negara, Pelayanan Publik, dan Pengembangan Kompetensi ASN, baik sebagai Anggota maupun Koordinator Tim Kajian. Selain itu, sebagai Analis Kebijakan juga berperan aktif dalam penyusunan Policy Brief dan Telaahan Staf sebagai saran kebijakan bagi pimpinan, secara individu maupun tim. Dapat dikontak melalui email [email protected] atau (+62) 85759598333 2. Haris Faozan adalah Analis Kebijakan Ahli Utama sejak tahun 2019. Lima tahun sebelumnya menduduki jabatan struktural sebagai Kepala Pusat Kajian dan Inovasi. Bidang yang ditekuni selama ini terkait dengan Pengembangan Organisasi, Manajemen SDM, Inovasi Pelayanan Publik, dan Kepemimpinan. Sejak tahun 2000 menjadi narasumber dan konsultan pada beragam instansi pemerintah pusat dan daerah serta lembaga tinggi negara terkait dg bidang-bidang tersebut. Saat ini fokus yg sedang ditekuni adalah mendorong instansi pemerintah untuk melakukan penguatan karakter pegawai dan budaya kerja serta mengakselerasi modernisasi manajemen sumberdaya insani.
60| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a 3. Desy Fajar Lestari, lahir 22 Desember 1978 di Kota Tegal, Jawa Tengah. Saat ini bekerja sebagai Analis Pengembangan Sistem Pembelajaran di Pusat Pengembangan Kader Aparatur Sipil Negara Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara (Kampus Jakarta) pada tahun 2007 dan melanjutkan Pendidikan Pasca Sarjana di Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan Program Studi Damai dan Resolusi Konflik (tahun 2020). Menjadi tim penulis pada beberapa modul Bahan Ajar Sekolah Kader Pusbang Kader ASN Lembaga Administrasi Negara. Kontak melalui alamat email: [email protected] dan No. HP : (+62) 858 9023 7373 4. Hidayaturahmi, lahir pada 2 Pebruari 1975 di Jakarta. Bekerja sebagai dosen di Politeknik STIA LAN Jakarta. Menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Padjadjaran, Bandung dan Master of Public Administration di the Australian National University, Canberra. Kemudian mengikuti program doctor di Utrecht University, the Netherlands selama dua tahun dan kemudian dilanjutkan hingga saat ini di Institut Pertanian Bogor dengan fokus disertasi bidang komunikasi lingkungan. Pernah mengikuti visiting research (Internship Program) di Ritsumeikan University, Kyoto-Jepang pada tahun 2011 dengan judul penelitian ‘Managing Small Scale Water Supply for Makassar City, Indonesia: lesson learned from Japan’s water Management. Beberapa hasil penelitian yang pernah dipublikasikan, antara lain: Gender dan Pertumbuhan Ekonomi Hijau (2018), Strategi Komunikasi Media Sosial untuk Mendorong Partisipasi Khalayak pada Situs Online Kitabisa.com (2018), The Implementation of Green Development Perspectives in a local Government Policies: case study in Central Kalimantan Province (2020), Konflik Supporter Jakmania dan Maung Bandung Ditinjau dari Komunikasi Lintas Budaya (2020). Dapat dikontak melalui email: [email protected], dan mobile phone: (+62) 81299333650.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 61 5. Dewi Oktaviani, lahir 14 Oktober 1980 di Jakarta. Bekerja sebagai Peneliti Ahli Muda di Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik di Universitas Bung Karno Jakarta (2003), dan Pendidikan Pasca Sarjana di Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Tata Negara, di Universitas Krisnadwipayana Jakarta (2018). Beberapa karya tulis yang pernah dipublikasikan diantaranya: 1) Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Untuk Memecahkan Berbagai Permasalahan Dalam Organisasi. Majalah Manajemen Pembangunan LAN (2006). 2). Eksistensi Kelembagaan Dewan Ketahanan Nasional. Widyariset, LIPI (2009). Selain itu, Penulis juga menjadi Tim pada berbagai kajian dan inovasi, diantaranya: 1). Pedoman Workshop Champion Innovation - Akselerasi Tata Kelola Pemerintahan Dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Daerah – Prioritas Nasional (2018); 2). Mewujudkan Kabinet Agile Pemerintah Periode 2019 – 2024 (2019); 3). Kajian Reformulasi Dimensi SANRI (2019); 4). Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome (2020); 5). Pengkajian Kebijakan Terintegrasi (2020). Anda dapat mengontak melalui alamat email : [email protected] dan no HP : (+62) 81316387983. 6. Yuliardi Agung Pradana, lahir 04 Juli 1991 di Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Bekerja sebagai Analis Kebijakan Ahli Pertama di Pusat Pengembangan Kompetensi Kepemimpinan Nasional dan Manajerial ASN Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana Administrasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2013 dan Pendidikan Pasca Sarjana Magister Ilmu Administrasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2014. Saat ini aktif dalam penulisan artikel media massa. Karya yang dimuat diantaranya Arah Transformasi Pelayanan Publik, Detikcom April 2021 dan Menggiatkan Budaya Literasi Melalui Transformasi Perpustakaan, Suara.com Juni 2021. Anda dapat mengontak melalui alamat email : [email protected] dan no HP : (+62) 89627110276.
62| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a 7. Putra Budi Darmawan, lahir 22 Oktober 1989 di Surabaya, Jawa Timur. Bekerja sebagai Analis Kebijakan di Pusat Pengembangan Kompetensi Kepemimpinan Nasional dan Manajerial ASN Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang saat ini menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UIN Sunan Ampel Surabaya) dan pendidikan Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Bhayangkara Surabaya. Anda dapat mengontak kami melalui email: [email protected] dan no HP: 085854130799 8. Candra Setya Nugroho, lahir 1 Juli 1988 di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia. Bekerja sebagai Analis Kebijakan Ahli Muda di Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Pemetaan Kompetensi Aparatur Sipil Negara, Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana di Fakultas Hukum jurusan Ilmu Hukum di Universitas Brawijaya Tahun 2010 dan Pendidikan Pasca Sarjana di Fakultas Ilmu Administrasi Jurusan Magister Administrasi Publik di Universitas Brawijaya. Anda dapat mengontak melalui alamat email : [email protected] HP : (+62) 85646545343 9. Sulistianingsih, lahir 23 September 1984 di Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Bekerja sebagai Analis Kebijakan Ahli Muda di Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Pemetaan Kompetensi Aparatur Sipil Negara, Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana di Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Administrasi Pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia Tahun 2007 dan Pendidikan Pasca Sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Magister Ekonomi Terapan di Universitas Padjadjaran. Anda dapat mengontak melalui alamat email : [email protected] dan no HP : (+62) 81322323184
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 63 10. Muhammad Febrianto, lahir 4 Februari 1989 di Kota Banda Aceh, Aceh, Indonesia. Bekerja sebagai Analis Kebijakan Ahli Pertama di Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana di Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh Tahun 2012. Penulis terlibat sebagai tim dalam beberapa buku kajian diantaranya 1) Kajian Evaluasi Pasca Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I (2017), 2) Kajian Strategi Pengembangan Kompetensi ASN di Daerah (2018), 3) Kajian Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Terkait Pemberantasan Korupsi (2019), dan 4) Kajian Pencegahan dan Penindakan Trading in Influence (Memperdagangkan Pengaruh) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan (2020). Selain itu, penulis juga menjadi tim penulis buku advokasi inovasi yaitu Gelombang Inovasi dari Barat Indonesia: Laboratorium Inovasi Kabupaten Kepulauan Mentawai (2018). Anda dapat mengontak melalui alamat email [email protected] dan no HP : +6285260874799 11. Avrina Dwijayanti, lahir 5 April 1990 di Bulukumba,Sulawesi Selatan, Indonesia. Bekerja sebagai Analis Kebijakan Ahli Pertama di Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Manajemen Pemerintahan Lembaga Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2006 dan Magister Iilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tahun 2016. Tulisan yang dipublikasi terkait Kajian Administrasi Negara diantaranya Pertukaran Sumberdaya Multi-Aktor dalam Mitigasi Bencana pada Jurnal Administrasi Publik (JIA) Vol. 15 No. 2 Tahun 2019; Fungsi Birokrasi sebagai Penasihat Kebijakan pada Jurnal Administrasi Publik (JIA) Vol. 17 No. 1 Tahun 2021. Dapat mengontak melalui alamat email : [email protected] dan no HP : (+62) 82328301130.
64| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a 12. Azizah Puspasari, lahir 14 September 1982. Bekerja sebagai Analis Kebijakan Ahli Muda di Pusat Kajian Manajemen Aparatur Sipil Negara (PKMASN) LANRI. Menempuh Pendidikan S1 di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mulai berkarier sebagai PNS LANRI sejak awal tahun 2009. Tahun 2015- 2017 mendapatkan Scholarship Program for Strengthening the Reforming Institution (SPIRIT) - World Bank Awardee dengan fully funded di Western Michigan University, Michigan, United States of America, pada program Master of Public Administration. Bidang substansi yang menjadi concern yaitu Kebijakan Publik, Manajemen SDM Aparatur, Organization Development, Training and Development, dan Reformasi Birokrasi. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected] . Catatan Penutup Goresan pena adalah media para sarjana untuk bersuara Meski makna dibalik goresannya mungkin tak selalu tercerna Sampaikanlah semua apa adanya Karena salah itu tidak mengapa, kejujuran adalah yang utama Berusahalah untuk terus mengukir karya TInggalkan jejak yang membuat hidup bermakna Wahai abdi Negara, ingatlah Dia dimana pun berada Karena semua akan menemui pertanggungjawabannya -Anonymous-
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 65