Bulan? Toh setiap kali aku melihat bulan dengan
bentuk bulat sempurna, besarnya sama seperti
bola pingpong yang ku pegang. Tapi aku percaya,
bapak tidak akan berbohong.
Aku bangga pada bapak yang selalu berusaha
menjawab rasa ingin tahuku. Bahkan, karena
ingin memenuhi rasa keinginan tahuku tentang
bulan, bumi, matahari dan luar angkasa, bapak
mengajakku ke Planetarium di Taman Ismail
Marzuki, tentu saja ibu turut serta. Dan aku sangat
senang ke sana, pengetahuanku tentang jagat
raya beserta isinya semakin bertambah.
Sekarang, aku duduk di kelas dua SMP, tentu
saja aku sudah tahu tentang cerita bulan yang
sesungguhnya. Bulan adalah satelit bumi yang
berjarak 384.404 km dari bumi. Garis tengah
bulan sama dengan seperempat garis tengah
bumi yaitu 3.476 km dengan massa jenis 3340
kg/m3. Kekuatan daya tarik bulan hanya 1/6 dari
gaya tarik bumi, karena itulah bulan tidak dapat
menahan molekul-molekul udara untuk menetap
di sekelilingnya, sehingga bulan tidak dapat
membentuk atmosfer seperti di bumi.
48
Sekarang, bapak sudah tidak muda lagi dan
aku juga tidak pernah lagi minta gendong. Tapi
kami masih tetap melakukan ritual menatap
bulan bila ada kesempatan, duduk bersama di
bawah langit gelap ditemani bulan dan taburan
bintang.
Terhadap perkembangan ilmu pendidikan
dan informasi, bapak selalu merendah, “Kamu
lebih tahu dari Bapak. Oleh karena itu, tetaplah
mengejar ilmu setinggi langit, kelak akan berguna
untukmu,”
I love you, Dad.
49
Bulan untuk Cinta dari Ayah
Dini Larasati
(Pemenang III Kategori SMP)
Cinta adalah seorang gadis cilik berumur 10
tahun. Rambutnya ikal sebahu berwarna
hitam pekat. Kulitnya kuning langsat. Pokoknya
lucu sekali, deh. Terutama, ketika dia sedang
tertawa, terlihat giginya yang ompong pada
bagian depan. Walau umurnya 10 tahun, sikap
nya terlihat dewasa.
Hari ini, adalah hari pertamanya masuk
kembali ke kelas 5 Sekolah Dasar di sekolah Kasih
Ayah-Bunda. Dia pun bangun pagi-pagi sekali.
Bahkan, mendahului bundanya. Sebenarnya, sih,
Cinta takut kalau mandi sendiri pagi-pagi sekali.
Tapi, dia tidak mau merepotkan bundanya, dia
tidak mau membangunkannya dari tidur yang
nyenyak. Aku mau kasih kejutan ke Bunda, ah
… pikir Cinta dalam hati.
51
Sambil berjinjit, dia berusaha mengambil
handuk yang tergantung. “Huh, cucah banget
cih,” keluh Cinta dengan kalimat yang agak tidak
jelas. Maklumlah, Cinta tidak bisa melafalkan huruf
‘s’ dan ‘r’. “Tapi Bu gulu bilang, belcucah-cucah
dahulu, belcenang-cenang kemudian,” ucap
Cinta pada dirinya sendiri untuk memotivasi.
“Huuu … cegal!” Kata Cinta seusai mandi.
Namun tanpa sengaja, ketika dia sedang berjalan
ke kamar untuk ganti baju, tangannya menyenggol
vas bunga kesayangan bunda. Akhirnya vas
bunga tersebut jatuh dan menimbulkan suara
yang cukup keras. Bunda pun terbangun.
Suara apa itu? Pikir bunda. Beliaupun, segera
beranjak dari tempat tidurnya, dan mengecek dari
sumber suara. Setelah diselidiki, ternyata suara
tersebut berasal dari vas bunga yang diletakkan di
meja dekat kamar Cinta. Dan disana, terlihat Cinta
sedang berusaha membereskan itu semua.
“Sayang?” Kata bunda kaget.
“Hmmm, maapin Cinta, ya, Bun. Tadi
celecai mandi, Cinta, kan, mau ganti baju. Eh,
enggak cengaja tangan Cinta cenggol vac bunga
52
kecayangan Bunda,” jelas Cinta gemetar. Tapi, 1
detik, 2 detik, sampai 10 detik. Bunda masih diam
saja. Cinta mengira bunda akan marah, ternyata
bunda justru memeluknya dengan erat.
“Bunda kenapa?” tanya Cinta heran.
“Kamu memang anak yang baik. Bunda
lupa kalau hari ini adalah hari pertama kamu
masuk sekolah. Sudah, biarkan saja, nanti biar
bibi yang membereskannya. Sekarang … ayo,
kita pakai baju seragam barunya!” ajak bunda
sembari mengenggam tangan Cinta. Cinta pun
mengangguk.
“Padahal, aku pengin kacih kejutan ke Bunda.
Eh, jadi gagal, deh,” sesal Cinta kepada dirinya
sendiri.
“Kenapa, Sayang?” Tanya bunda yang merasa
mendengar Cinta berbicara.
“Ha? Hmmm … endak apa-apa, kok, Bun.”
Tak terasa, karena sambil bercanda sekarang
sudah hampir pukul tujuh. Itu artinya Cinta harus
sudah berangkat, karena sekolah masuknya pukul
08.00. Dan jarak sekolah dari rumah cukup
jauh.
54
“Wah, Sayang. Sekarang udah jam tujuh.
Sarapan dulu, yuk! Terus langsung berangkat.
Nanti terlambat, lho!” kata Bunda menakut-
nakuti. “Kalau dihukum bu guru gimana, hayo?
Udah sekarang kamu turun ke bawah duluan,
ya! Bunda mau mandi dulu,” lanjut bunda. Cinta
pun menuruti perkataan bundanya.
Di meja makan, sudah tersedia makanan
lezat kesukaan Cinta yaitu ayam goreng. Dia pun
segera duduk di kursinya.
“Bibi ambilkan ya, Non!” tawar bibi.
“Boleh, Bi.” jawab Cinta. Dia pun segera
makan dengan lahapnya. Sebenarnya, sih, ada
sesuatu yang kurang bagi Cinta. Bagaimana tidak,
dia sarapan mendahului bundanya. Tapi, karena
dia memang sudah disuruh sarapan duluan. Apa
boleh buat.
Ayah bilang Cinta harus selalu nurut sama
Bunda, pikir Cinta dalam hati.
Tepat pukul 07.30, Bunda baru turun ke
bawah. “Sayang, kita langsung berangkat saja ya!
Nanti kamu telat,” kata bunda sambil mengecek
isi tasnya.
55
“Tapi, Bun ... Bunda, kan, belum calapan?”
tanya Cinta.
“Hmmm, enggak apa-apa, Sayang. Itu
gampang,” jawab bunda.
“Enggak! Bunda harus calapan dulu! Nanti,
kan, Bunda juga langsung belangkat ke kantol!
Kalau enggak calapan, nanti Bunda cakit!” paksa
Cinta dengan raut wajah ditekuk.
“Iya, Sayang. Iya-iya. Bunda bener-bener
enggak bisa mengelak kata-kata dari anak Bunda
yang satu ini-nih. Yang cantik sekali, nih …,”
ucap bunda sambil menyentuh hidung Cinta
dengan jari telunjuknya.
Akhirnya, bunda selesai makan. Mereka
berdua pun berangkat menuju sekolah. Dalam
perjalanan, bunda sangat ngebut. Dia takut pada
hari pertama anaknya sekolah, justru terlambat.
“Bun, jangan ngebut-ngebut. Banyak olang
luka dan cakit dalam kecelakaan kalena ngebut.”
ingat Cinta kepada orang yang dia paling
sayangi.
56
“I ...” belum selesai Bunda berbicara, Cinta
sudah memotongnya.
“Cinta enggak mau kehilangan olang yang
Cinta cayang untuk kedua kali,” ucap Cinta
kemudian. Tiba-tiba saja, bunda langsung
mengerem mobil yang sedang dikendarainya.
Dia juga langsung menggengam tangan anak
kesayangannya itu.
“Iya, Sayang, Bunda juga enggak mau
kehilangan kamu.”
Seusai mengucapkan kalimat itu, bunda
langsung mencium kening Cinta dan melanjutkan
perjalanan dengan kecepatan yang lebih pelan.
Sesampainya di sekolah, Cinta sudah terlambat.
Tapi untungnya, dia belum ketinggalan acara
pelepasan balon dan beberapa burung merpati.
Saat melihatnya, terpancar raut kegembiraan
dari wajahnya. Tapi, lagi-lagi ada suatu hal yang
kurang. Bunda tidak bisa menemaninya karena
harus segera ke kantor. Padahal, anak-anak yang
lainnya ditemani oleh orangtua mereka masing-
masing.
57
Kini, waktunya anak-anak masuk ke kelas.
Anak-anak berbaris dengan rapi, sesuai dengan
kelasnya masing-masing. Di paling depan ada
guru wali kelas masing-masing yang memandu.
Oh, iya, Cinta masuk ke kelas Slyterin. Namanya
seperti di kelas di film Harry Potter, kan?
Yups! Sekolah ini emang dibuat se-enjoy
mungkin. Anak-anak jaman sekarang, kan, lagi
suka Harry Potter, maka dari itu kelas-kelasnya
pun dibuat sama dengan kelas-kelas yang ada
di film tersebut. Bagaimana dengan anak-anak
yang masuk ke kelas-kelas itu? Sama saja, semua
benar-benar dibuat persis seperti di film Harry
Potter, Slyterin untuk anak-anak yang cerdas,
sedangkan Gryffindor untuk anak-anak yang
pemberani, dan yang lainnya. Tapi, itu hanya soal
kelas, lho! Kalau penataan kelasnya mengikuti
kartun Doraemon. Pokoknya, sekolah di sekolah
Kasih Ayah Bunda sangat menyenangkan, deh!
Karena ini adalah hari pertama, jadi hari ini
belum ada jam pelajaran. Paling-paling cuma
perkenalan. Dan ada sedikit pengumuman.
58
“Baik, Anak-Anak. Sekarang satu sama lain
sudah saling kenal, kan?” tanya Bu Septha, wali
kelas, kelas Slyterin. Semua anak mengangguk
secara serempak termasuk Cinta. “Nah, kalian
tahu tidak, sebentar lagi mau ada hari apa?”
tanya bu guru.
“Hari ayah, Bu!” jawab salah seorang murid
yang duduk di kursi paling belakang. Semua
pandangan pun mengarah kepadanya. Cinta
pun demikian.
“Iya, betul sekali,” timpal Bu Septha. “Nah,
maka dari itu, sekolah Kasih Ayah Bunda mau
menyelenggarakan hari Ayah. Bisa dibilang
masih dalam masa perkenalan kalian juga, tapi
melibatkan orangtua. Mumpung sebentar lagi
hari Ayah, sekolah kita pun memanfaatkannya.
Maka dari itu, besok jangan lupa ajak ayah kalian
masing-masing, ya!” jelas Bu Septha.
Setelah mendengar kalimat dari Bu Septha,
hati Cinta rasanya seperti ada yang mencubit
keraaas sekali. Dan ingin rasanya seketika itu juga
dia menangis dan berteriak sekeras dan sekencang
59
mungkin, tapi untunglah Cinta seorang anak yang
sangat sabar. Bagaimana tidak, sebentar lagi
adalah hari Ayah, sedangkan ayah Cinta sudah
meninggal satu tahun yang lalu.
Seketika itu juga, Cinta langsung terbayang
akan sosok ayah yang paling dia cintai. Dulu
Cinta seperti anak yang lainnya. Tapi kini,
setelah sepeninggal ayahnya, Cinta menjadi
anak yatim. Ayah Cinta adalah seorang peneliti
di laboratorium miliknya sendiri. Beliau sangat
senang bereksperimen.
Hingga akhirnya, pada 23 Juli 2011 pukul
16.00, ayah cinta sedang bereksperimen
mengenai bahan-bahan bakar alternatif. Tapi,
mungkin inilah takdirnya. Tidak seperti biasanya,
ternyata ayah cinta lupa menutup salah satu
tabung eksperimennya. Dan itu adalah kesalahan
yang sangat fatal. Karena, tepat satu jam setelah
dia melakukan eksperimen tersebut, tabung
itu meledak. Alhasil, ayah Cinta yang berada
dalam laboratorium itu meninggal. Dan kini,
laboratorium itu ditutup.
60
“Cinta ...,” panggil Bu Septha. “Cinta .…” Sekali
lagi bu guru mencoba memanggil. Dan akhirnya
pada panggilan yang ketiga, Cinta baru sadar.
“Kamu, kenapa, Sayang? Kok, dari tadi kamu
melamun saja?” tanya Bu Septha khawatir.
“Enggak apa-apa, kok, Bu,” jawab Cinta
dengan senyum manisnya.
“Ya, sudahlah, kalau begitu. Ini surat undangan
nya. Jangan lupa, ya, siapkan hadiah darimu
untuk ayah tercinta. Dan, ajak ayahmu datang
ke sekolah,” kata Bu Septha mengingatkan.
“Baiklah, Anak-Anak. Sekarang, sudah
waktunya pulang. Sebelum pulang kita berdoa
terlebih dahulu, ya! Cinta, kamu sebagai leader,
maka kamu yang memimpin doanya ya!”
perintah Bu Septha. Cinta hanya mengangguk.
“Attention please .... Befole we go home. Let’s
play togethel. Play begin.” Semua anak pun
menundukkan kepalanya. “Finish. Great to oul
teachel,” lanjutnya lagi. Satu per satu anak pun
ke luar dan tak lupa mencium tangan kepada Bu
Septha.
61
Di luar, bunda sudah menunggu di dalam
mobil sedan berwarna hitam. “Lho, Sayang,
kenapa wajahmu telihat murung? Ini, kan, hari
pertama kamu masuk sekolah?” tanya bunda
khawatir. “Kamu sakit, ya?” kata bunda sambil
mencoba mengecek kening Cinta.
“Enggak, Bun,” kata Cinta sambil menepis
tangan bundanya.
“Lho, Sayang?” bunda Cinta pun kaget.
Karena itu adalah kali pertama Cinta marah
kepadanya.
“Cudahlah, Bun. Lebih baik cekalang kita
pulang, Cinta capek,” pinta Cinta.
Detik demi detik berlalu ... menit demi menit
berganti.
Hingga kini, pukul 21.00 Cinta belum juga keluar
dari kamarnya setelah pulang sekolah tadi. Bunda
yang melihatnya pun merasa khawatir. Beliau
akhirnya memutuskan untuk mengecek Cinta di
kamarnya untuk yang ke sepuluh kalinya.
Tok ... tok ... tok ...
“Sayang, Bunda benar-benar mohon. Untuk
kali ini, bukalah pintunya,” ucap bunda. Cinta
62
yang tidak tega mendengarnya pun dengan
cekatan membukakan pintu. Lalu, dia kembali
duduk di jendela, sambil mengingat ayahnya.
“Alhamdulillah, akhirnya kamu mau mem
bukakan pintu juga,” kata bunda saat pertama
kali menginjakkan kaki kanannya di kamar Cinta.
“Sebenarnya, ada masalah apa, sih, dengan
kamu, Nak?” tanya bunda bingung. Tanpa
berkata apa-apa, Cinta langsung menyerahkan
surat yang tadi dia terima.
Setelah membaca isi surat tersebut, bunda
langsung memeluk Cinta sambil berderai air
mata. Begitupula dengan Cinta. Air matanya
deras membasahi pipi. “Bun, mungkin cetiap
ada macalah apa-apa, Cinta bica cabal dan kuat
menahannya. Tapi, untuk kali ini. Cinta enggak
bica, Bun. Cinta kangen ayah. Cinta ingin sepelti
anak-anak lainnya. Becok cemua datang dengan
ayah macing-macing, cedangkan Cinta?”
Belum sampai Cinta menyelesaikan kalimat
yang dia bicarakan.Bunda langsung menutup
mulut cinta dengan jari telunjuknya. “Ssst ...”
63
“Cinta, walaupun kita hanya berdua, dan
kita telah ditinggal oleh orang yang kita sayang.
Tapi, kita harus tetap kuat dan tabah, Nak!” kata
bunda sambil menatap Cinta dengan penuh kasih
sayang.
“Kamu ingat pesan terakhir ayah?” tanya
bunda.
Cinta mengangguk. Dia pun mencoba
mengucapkannya. “Cinta haluc kuat, walaupun
ayah pelgi, Cinta macih punya Bunda. Bunda
akan celalu cayang dengan Cinta. Dan, Cinta
haluc celalu nulut apa kata Bunda. Jika Cinta
kangen cama ayah, jika Cinta takut akan gelap
di caat Cinta akan tidul tetapi ayah tidak bisa
menelanginya lagi cetelah ayah pelgi, pandanglah
Bulan yang ada di langit. Bulan cecuatu
kecayangan ayah dan cinta yang seling kami
beldua lihat di labolatolium dengan menggunakan
telopong ayah,” jelas Cinta, dan air matanya pun
justru semakin deras.
“Sekarang pandanglah bulan itu, Nak!” kata
bunda sambil menunjuk bulan yang sedang
purnama.
64
“Mungkin cekalang, ayah cudah enggak
bica ambilkan bulan itu untukku, Bun. Tapi, aku
macih punya Bunda. Bunda yang celalu cayang
kepadaku,” kata Cinta
Ambilkan bulan, Bu …
Ambilkan bulan, Bu …
Yang selalu bersinar di langit
Di langit bulan benderang
Cahayanya sampai ke bintang
Ambilkan bulan, Bu ..
Untuk menerangi tidurku yang lelap
Di malam gelap
“Iya, sayang. Bunda pasti akan selalu
mengambilkan bulan titipan ayah untuk Cinta,
Nak!” kata Bunda sambil menghapus air mata
yang mengalir dan memeluknya kembali. “Untuk
besok, biar Bunda saja yang datang menemani
65
Cinta,” ucap bunda menenangkan hati anaknya.
“Sekarang Cinta tidur, ya … kalau tidak besok
telat, lho!” perintah bunda. Bunda pun keluar
dari kamar Cinta, untuk membiarkan anaknya
beristirahat.
Keesokan harinya di sekolah Cinta. Awalnya
ketika Cinta datang dengan bunda, semua orang
memandang dengan penuh heran. Karena
mereka semua tahu, bahwa ini adalah acara anak
dengan ayah. Tapi, mengapa Cinta datang justru
dengan bundanya?
Kini saatnya satu per satu anak maju untuk
memberi tahu hadiah apa yang mereka beri
untuk ayah mereka masing-masing. Dan, giliran
ketiga adalah saatnya Cinta untuk maju ke atas
panggung.
Ternyata, semalam sebelum Cinta tidur
Cinta sempat membuat puisi untuk ayah. “Cinta
tahu. Cinta hali ini datang tak cepelti anak-anak
lain. Cinta datang belsama dengan bunda,
bukan dengan ayah,” kata Cinta y0ang mulai
meneteskan air mata. “Ayah Cinta telah tiada
catu tahun yang lalu. Kalena kecelakaan kelja di
66
labolatolium miliknya cendili. Tapi, Cinta yakin
di culga, ayah cedang telcenyum untuk Cinta,”
lanjutnya lagi.
Semua hadirin yang datang termasuk guru-
guru yang ada pun tampak mulai mengelap
matanya. “Untuk itu, cekalang Cinta mau bacain
Bulan dali Ayah untuk Cinta
Ayah … Cinta cangat cayang dengan ayah ...
Ayah … walaupun ayah enggak ada
di camping Cinta
Tapi, Cinta yakin kacih cayang ayah celalu
ada untuk Cinta
Yah, telima kacih untuk bulan yang ayah beli
Di cini, bunda celalu ambilkan untuk Cinta ...
Cinta cenang menelimanya, Yah ...
Telimakacih, oh, Ayah
puici untuk ayah.”
Setelah itu, cinta menyanyikan lagu Ambilkan
Bulan, Bu. Spesial untuk bundanya. Semua yang
67
hadirpun semakin tersedu-sedu, melihat kado
dari Cinta. Pada akhir nyanyiannya, Bunda naik
ke atas panggung dan memeluk Cinta dengan
penuh kasih sayang.
Cinta janji, Cinta enggak akan pernah cedih
lagi atas kepelgian ayah, kalena dicini cudah ada
bunda yang cayang cama Cinta. Kacih cayang
ayah juga celalu campai, kok, pada Cinta. Tekad
Cinta dalam hati ….
68