The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Perpustakaan Digital Darul Ilmi MTs Negeri 1 Wonosobo, 2022-04-16 18:51:27

30 Fatwa Ramadhan

30 Fatwa Ramadhan

30 Fatwa Seputar Ramadhan.

Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Syekh DR. Yusuf Al-Qaradhawi.

Syekh DR. Ali Jum’ah.

Disusun dan Diterjemahkan Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.

Pengantar Penterjemah

‫هللا مسب‬

.‫ وعلى آله وصحبه ومن تبعه ومن والاه‬،‫ سيدنا ومولانا محمد بن عبد الله‬،‫ والصلاة والسلام على رسول الله‬،‫الحمد لله‬

Segala puja dan puji hanya milik Allah Swt. Shalawat beruntai salam semoga senantiasa
tercurah ke hadirat junjungan alam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hari berganti musim berubah, akan tetapi berbagai pertanyaan yang muncul ketika mendekati
bulan Ramadhan tetaplah pertanyaan yang sama, seputar Hisab dan Ru’yah, niat puasa, Qadha’,
Tarawih, Zakat Fitrah dan lain sebagainya. Meskipun berbagai masalah ini telah dibahas, akan tetapi
manusia tetaplah pada keterbatasannya, lupa dan berbagai kesibukan tetap menjadi faktor penyebab
mengapa pertanyaan terus berulang, disamping tidak adanya dokumentasi yang memadai. Untuk itu
dirasa perlu mengumpulkan berbagai tulisan yang berkaitan dengan masalah ini. Penyusun memilih
fatwa tiga ulama besar al-Azhar; Syekh ‘Athiyyah Shaqar, Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi dan Syekh DR.
Ali Jum’ah, karena keilmuan dan manhaj al-Washatiyyah (moderat) yang terus mereka terapkan dalam
fatwa, dengan kekayaan dalil dan referensi bacaan. Semoga fatwa-fatwa ini mampu memberikan
pencerahan dan dijadikan Allah Swt sebagai bagian dari amal shaleh yang terus mengalir, amin.

Akhirnya, tak ada gading yang tak retak. Terjemahan ini masih jauh dari sempurna. Namun,
andai ditunggu sempurna, fatwa-fatwa ini tidak akan pernah muncul ke alam nyata. Kritik dan saran
sangatlah diperlukan dari para alim ulama dan segenap kaum muslimin.

Pekanbaru, 1 Rajab 1432H / 3 Juni 2011M.
Penyusun dan Penterjemah.

H. Abdul Somad, Lc., MA.

3













































Televisi dan Puasa21.
Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:
Apa pendapat agama Islam tentang menonton TV bagi orang yang sedang melaksanakan puasa di bulan
Ramadhan?

Jawaban:
Televisi adalah salah satu sarana, di dalamnya ada kebaikan dan hal yang tidak baik. Semua sarana
mengandung hukum tujuan. Televisi sama seperti radio dan sarana informasi lainnya, di dalamnya ada
yang baik dan ada yang tidak baik. Seorang muslim mesti mengambil manfaat dari yang baik dan
menjauhkan diri dari yang tidak baik, apakah ia dalam keadaan berpuasa atau pun tidak sedang
berpuasa. Akan tetapi dalam keadaan berpuasa ia mesti lebih hati-hati, agar puasanya tidak rusak, agar
pahalanya tidak hilang sia-sia dan tidak mendapatkan balasan dari Allah Swt.

Menonton TV, saya tidak katakan halal secara mutlak dan tidak pula haram secara mutlak. Akan
tetapi mengikut apa yang ditonton, jika baik, maka boleh dilihat dan didengar, seperti acara-acara
agama Islam, berita, acara-acara yang membawa kepada kebaikan. Jika tidak baik, seperti acara tarian
yang tidak menutup aurat dan hal-hal seperti itu, maka haram untuk dilihat di setiap waktu, terlebih lagi
di bulan Ramadhan.

Sebagian acara makruh ditonton, meskipun tidak sampai ke tingkat haram. Semua sarana yang
menghalangi diri dari mengingat Allah Swt, maka haram hukumnya. Jika menonton TV, atau mendengar
radio dan lain sebagainya dapat melalaikan dari suatu kewajiban yang diwajibkan Allah Swt, seperti
shalat, maka dalam kondisi seperti ini hukumnya haram. Semua perbuatan yang melalaikan shalat maka
hukumnya haram. Ketika Allah Swt menyebutkan sebab diharamkannya khamar dan judi, Allah Swt
sebutkan sebabnya:

                                    

            

21 Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Mu’ashirah, juz. I (Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam, 1420H/2000M), hal. 319
– 320.

26

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (Qs. Al-Ma’idah [5]: 91).

Maka bagi semua pihak yang bertanggung jawab terhadap acara televisi agar bertakwa kepada
Allah Swt tentang apa yang layak untuk dipersembahkan kepada khalayak ramai, khususnya di bulan
Ramadhan, untuk menjaga kemuliaan bulan yang penuh berkah, menolong kaum muslimin untuk taat
kepada Allah Swt dan menambah amal kebaikan, agar tidak memikul dosa mereka dan dosa para
penonton, seperti yang difirmankan Allah Swt:

                               
  

“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari
kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun
(bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (Qs. An-Nahl [16]:
25).

27

Kumur-Kumur dan Istinsyaq Bagi Orang Yang Berpuasa22.
Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa kumur-kumur atau Istinsyaq dalam Wudhu’ berpengaruh terhadap sahnya
puasa, sejauh mana kebenaran pendapat ini?

Jawaban:
Kumur-kumur dan Istinsyaq dalam wudhu’ adalah sunnat menurut Mazhab Abu Hanifah, Malik dan
Syafi’i. Wajib menurut Mazhab Imam Ahmad yang menganggapnya sebagai bagian dari membasuh
wajah yang merupakan perintah. Apakah sunnat atau wajib, tidak selayaknya ditinggalkan ketika
berwudhu’, apakah ketika berpuasa atau pun ketika tidak berpuasa.

Bagi muslim ketika sedang berpuasa agar tidak terlalu berlebihan dalam berkumur-kumur dan
Istinsyaq, tidak seperti saat tidak berpuasa. Dalam hadits disebutkan:

‫إِذَا ا ْستَْن َشْق َت فَبَالِ ْغ إِلَاّ أَ ْ تَ جكوَ َصائِما‬

“Apabila engkau istinsyaq maka lebihkanlah, kecuali jika engkau berpuasa”. (HR. Asy-Syafi’i, Ahmad,
imam yang empat dan al-Baihaqi). Jika seorang yang berpuasa berkumur-kumur atau melakukan
istinsyaq ketika berwudhu’, lalu air termasuk ke kerongkongannya tanpa sengaja dan tidak karena sikap
berlebihan, maka puasanya tetap sah, sama seperti masuknya debu jalanan atau butiran tepung atau
lalat terbang dan masuk ke kerongkongannya, karena semua itu kekeliruan yang tidak dianggap.
Meskipun sebagian imam berbeda pendapat dengan ini.

Kumur-kumur yang bukan karena berwudhu’ juga tidak mempengaruhi sahnya puasa, selama air
tidak sampai ke dalam perut. Wallahu a’lam.

22 Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Mu’ashirah, juz. I (Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam, 1420H/2000M), hal. 311.

28












































Click to View FlipBook Version