The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Ebook ini berisi tantang arti dan makna sifat-sifat gereja

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by romianimelda1988, 2020-08-18 20:24:43

SIFAT-SIFAT GEREJA

Ebook ini berisi tantang arti dan makna sifat-sifat gereja

Keywords: #ebook#katolik#11

SIFAT-SIFAT GEREJA

1. Tujuan :

Agar peserta:

a. Mengerti dan memahami makna dan hakikat sifat-sifat Gereja

b. Mampu menghayati makna kesatuan, kekudusan,kekatolikan, keapostolikan Gereja

dalam hidup sehari-hari sebagai anggota Gereja.

2. Metode : Ceramah, pertanyaan untuk pendalaman

3. Catatan bagi Guru.

Sifat-sifat Gereja memiliki kaitan dengan makna dan hakikat Gereja. Ada dua rumusan

kredo yaitu rumusan pendek dan rumusan panjang. Syahadat rumusan pendek disebut

Syahadat Para Rasul karena menurut tradisi syahadat ini disusun oleh Para Rasul. Yang

panjang disebut Syahadat Nikea yang dikisahkan dalam konsili Nikea(325) yang

menekankan keilahian Yesus. Dikemudian hari lazim disebut sebagai syadat Nikea-

Konstantinopel karena berhubungan dengan Konsili Konstantinopel I (381). Pada konsili

ini ditekankan keilahian Roh Kudus yang harus disembah dan dimuliakan bersama Bapa

dan Putera. Syahadat inilah yang lebih banyak digunakan dalam liturgi-liturgi Gereja

Katolik. Di dalam rumusan Syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan keempat

sifat atau ciri Gereja Katolik: satu, kudus, katolik dan apostolik.

4. Jalannya Kegiatan

Langkah 1.

Doa Pembuka.

Ya Allah pokok keselamatan kami, Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan bagi jiwa

di bum ini. Kehadiran Gereja yang bersifat satu, kudus, katolik dan apostolik

sebagaimana iman Para Rasul yang telah kami imani sampai saat ini, kini telah

menyatukan kami dan menjadi tanda kehadiran-Mu yang menguduskan kami semua.

Kami mohon kepada-Mu ya Bapa, hadirlah dalam pertemuan ini agar kami semakin

mengennal, memahami teristimewa Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik serta

selanjutnya kami dapat mengamalkan kehendak-Mu sebagai anggota Gereja. Demi

Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin

Langkah 2
Uraian sifat-sifat Gereja

SIFAT-SIFAT GEREJA

GEREJA YANG SATU

“Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi
Umat Allah (lih 1Ptr 2:5-10)”, dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (lih. 1Kor 12:12) dan
(AA 18). “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan Allah yang tunggal
dalam tiga pribadi, Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2).

landasan Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik
dibawah ini :

“Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja
yang satu, kudus, katolik, dan apostolik” (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan
satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak
memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu,
kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811)

Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya.

Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi
manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang

mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-

habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang

tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu
kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya” (DS 3013). (KGK 812)

Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan
Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus” (UR 2 §5). Gereja itu satu
menurut Pendiri-Nya. “Sebab Putera sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang
dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan sate tubuh” (GS
78,3). Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan

memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang

mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga
menjadi prinsip kesatuan Gereja” (UR 2 §2). Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam
hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga

satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan saina di mana-mana, dan juga
ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (St. Klemens

dari Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300). (KGK 813)

Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu

pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh

keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah perbedaan

bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas,
syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat

Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri” (LG 13). Kekayaan yang luar biasa
akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya
membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu Santo
Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai
sejahtera” (Ef 4:3). (KGK 814)

Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kol 3:14).
Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut
ini:

 pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
 perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
 suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-

saudari dalam keluarga Allah. (KGK 815)

“Itulah satu-satunya Gereja Kristus … Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita
menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada
Petrus_dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing… Gereja itu, yang di dunia ini
disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin
oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya” (LG 8). Dekrit Konsili
Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: “Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah,
yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya
penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh
Petrus-lah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu
Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang
dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah” (UR 3). (KGK 816)

GEREJA YANG KUDUS

Kekudusan Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada
bab V. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk
semua, mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari
Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus.

Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci : “Didunia ini gereja sudah ditandai oleh
kesucian yang sungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini
menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian pun yang pokok
bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.

“Suci” sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama
menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu,
barang yang dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malahan sebenarnya harus dikatakan bahwa
“yang kudus)” adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang, disebut “kudus”
karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.

Kudus pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan
manusia, melainkan kategori teologal (ilahi), yang menetukan hubungan dengan Allah.ini bukan
berarti kelakuan moral tidak penting. karena apa yang di khususkan bagi Tuhan, harus
“sempurna” (Im 1:3, Rm 6:19, 22).

“Gereja itu suci dan sekaligus harus dibersihkan, serta terus menerus menjalankan
pertobatan dan pembaruan “(LG 8). Dimana kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan, terus
menerus

GEREJA YANG KATOLIK

Dimana ada uskup, disitu ada jemaat, seperti dimana ada Kristus disitu ada Gereja
Katolik.(ungkapan St. Ignatius dari Anthiokia). Yang di maksud ialah dalam perayaan Ekaristi,
yang dipimpin oleh uskup, hadir bukanlah jemaat setempat tetapi seluruh Gereja. “Gereja katolik
yang satu dan tunggal berada dalam gereja-gereja setempat dan terhimpun daripadanya (LG
23)”.

Gereja selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian.
Gereja setempat, baik keuskupan maupun paroki bukanlah “cabang” Gereja Universal. Setiap
Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh
Gereja. Gereja tidak dapat dipotong-potong menjadi “Gereja-Gereja bagian”.

Kata “Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja
universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “katolik” mendapat arti
yang lain :”gereja disebut Katolik, karena tersebar diseluruh muka buni dan juga karena
mengajrkan secara menyeluruh dan lengkap segala ajaran iman tertuju kepada sesama manusia,
yang mau disembuhkan secara menyeluruh pula” (St. Sirilius dari yerusalem).

Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunyai arti geografis, tersebar keseluruh dunia,
tetapi juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka”
dalam arti tertuju kepada siapa saja. Pada abad ke 5 masih ditambahkan bahwa gereja tidak
hanya untuk segala bangsa, tetapi juga untuk segala Zaman.

Pada zaman reformasi kata “Katolik” muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja yang
tersebar dimana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu pula kata “Katolik”
secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja
Universal, tetapi dalam syahadt kata “Katolik” masih mempunyai arti asli “universal” atau
“umum”. Ternyata universal pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif.

Dalam Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia yang
terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. “kekhatolikan” Gereja berarti
bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para anggota Gereha saja,
mealinkan juga terarah kepada seluruh dunia. dengan sifat “katolik” dimaksudkan bahwa Gereja
mampu mengatasi keterbatasannya sendiri akrena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena

itu yang “katolik” bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya sebab di
dalam jemaat hadirlah seluruh Gereja.

Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang
mematuhi para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja(Lih. Kis 8:1; 14:22-
23; 20:17). Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing merupakan umat baru yang dipanggil
oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di jemaat-jemaat
itu, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus; dan berkat
kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.

GEREJA YANG APOSTOLIK

“Apostolik” atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dantetap berpegang
teguh pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul
dan pra nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, sudah ada sejak zaman Gereja
perdana sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why 21:14), tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru
disebut akhir abad ke-4. Dalam perjanjian Baru kata “rasul” tidak hanya dipakai untuk
keduabelas rasul yang namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4)

Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam “estafet”, yang didalamnya
ajaran benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para
uskup sekarang. yang disebut “Apostolik” bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Sifat
apostolik berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja
para rasul. dimana hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan
sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.

Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu
kala sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa dalam
perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para rasul
sebagai norma imannya. Bukan mengulangi, tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali
apa yang menjadi inti hidup iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja
dan setiap anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.

Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari
segala rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh Gereja dan setiap
anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja, tetapi juga atas pelayanannya. Sifa
keapostolikan Gereja tidak pernah “selesai”, tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan.
gereja, yang oleh Kristus dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus
mengembangkan dan menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan terutama
kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja seluruhnya dan oleh
masing-masing anggotanya.

ROMIAN NAINGGOAN

Langkah ke 3

Tanya jawab

Diberikan kesempatan bertanya bagi peserta didik untuk mendalami sifat-sifat Gereja.
Marilah kita merenugkan lebih dalam pertanyaan berikut ini:

- Usaha-usaha apa yang dapat saya galakkan untuk untuk menguatkan persatuan kita
dalam dan antar Gereja?

- Hal-hal apa yang dapat saya perjuangkan untuk menguduskan diri sebagai anggota
Gereja?

- Bagaimana upaya saya mewujudkan kekatolikan saya dalam hidup sehari-hari?
- Bagaimana saya mengamalkan Keapostolikan Gereja dalam hidup saya sehari-hari?

Langkah ke 4

Kesimpulan

“Kesatuan” Gereja dapat kita lihat secara nyata sebagai orang katolik dalam
pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama
sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik yang
dilestarikan dan diwariskan melalui sakramen Tahbisan Suci.

Tuhan kita sendiri adalah sember dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah
Pengantara dan jalan Keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya,
yakni Gereja”. Kristus menguduskan Gereja dan pada gilirannya, melalui Dia dan
bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusanya. Oleh karena itu, melalui ajarannya,
doa dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda
kekudusan yang kelihatan.

Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal dapat dilihat
kwantitatif dan kualitatif. Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup ditengah-
tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai
sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas
pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia. Dengan sifat
katolik ini dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri
untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia. Gereja itu Katolik karena ajarannya dapat
diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat
ditampungnya sejauh itu baik dan luhur.

Gereja yang apostolik berarti Gerejayang berasal dari Para Rasul dan tetap berpegang
tegjuh pada kesaksian iman mereka, yang mengalami secara dekat peristiwa Yesus.
Kesadaran bahwa Gereja dibangun atas dasar para Rasul degan Yesus Kristus sebagai
batu Penjuru sudah ada sejak zaman Gereja perdana.

Doa penutup. ROMIAN NAINGGOAN

ROMIAN NAINGGOAN
SELAMAT BELAJAR

&
TUHAN MEMBERKATI

DEO GRATIAS


Click to View FlipBook Version