1 2023 Content of Trauma Manager Course USER TIM TRAUMA | RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur
2 A. Problematika Managemen Trauma Trauma masih merupakan problem Kesehatan Masyarakat di seluruh dunia. Menurut IATSIC (International Association of Trauma Surgery and Intensive Care) dan WHO, setiap hari sekitar 16.000 orang meninggal karena trauma. Selain itu masih terdapat puluhan ribu atau ratusan ribu korban lagi yang menderita trauma dengan sequale atau berakibat cacat permanen. Untuk tingkat dunia, trauma mengambil porsi 16% dari total kejadian penyakit di dunia. Hampir 90% dari beban trauma ini terjadi di Negara-negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, trauma merupakan penyebab kematian keempat pada semua usia yaitu sekitar 6% dari seluruh kematian dan sebagai penyebab kematian utama pada golongan usia 1-44 tahun: anak-anak, remaja dan dewasa muda. Hal yang harus dipahami adalah 50% kematian terjadi dalam hitungan menit setelah trauma di tempat kejadian ataupun pada saat perjalanan ke rumah sakit. Kematian yang segera ini biasanya akibat perdarahan masif atau cedera neurologis berat (otak dan batang otak). Hanya usaha-usaha pencegahan terjadinya trauma atau usaha pencegahan bertambah beratnya trauma yang dapat mengurangi jumlah kematian segera. Banyak cedera yang tidak fatal mengakibatkan juga penurunan kualitas hidup dan biaya yang tinggi Peran Manager Trauma dalam Pengelolaan Pasien Trauma di Instalasi Gawat Darurat BAB 1
3 terhadap sistem pelayanan kesehatan, pekerja dan masyarakat pada umumnya. Angka keseluruhan trauma di Indonesia belum dapat dipastikan secara jelas dan demikian pula tata laksana pasien trauma masih terdapat banyak variasi atau perbedaan. Hal ini berkaitan dengan kondisi Indonesia dengan geografis yang luas, transportasi yang tidak memadai, perekonomian rakyat yang rendah, rendahnya tingkat pendidikan, data pasien trauma yang kurang memadai, manajemen tata laksana trauma belum seragam, fasilitas dan sarana prasarana di rumah sakit yang tersedia bervariasi dan cenderung kurang memadai, pelaksana pelayanan kesehatan atau tenaga dokter spesialis maupun dokter spesialis konsultan masih kurang. Termasuk sistem tata laksana trauma yang terpadu belum merata, walaupun sistem tata laksana telah diupayakan sejak tahun 1995 melalui program organisasi profesi IKABI, khususnya Komisi Trauma dengan dimulainya kursus ATLS (Advanced Trauma Life Support) sesuai pedoman internasional, dan Program GELS yang dimulai sejak 1997. Menurut Aryono DP, fakta di lapangan berdasarkan laporan dari 3 Rumah Sakit Pendidikan Kelas A atau B: UGD RSCM Jakarta, UGD RSUD dr.Soetomo Surabaya, UGD RSU Hasan Sadikin Bandung menunjukkan pasien trauma dengan probability of survival 80% ternyata dalam tata laksananya berakhir dengan kematian. Hal ini disebabkan oleh adanya “pemetaan” profesi bedah yang sempit dalam tata laksana trauma sehingga tidak
4 menangani pasien trauma secara holistik dan belum adanya sistem pelayanan pra rumah sakit serta tidak adanya tim trauma. Saat ini dokter yang mempunyai kompetensi tata laksana kasus trauma secara holistik di Indonesia adalah dokter spesialis bedah umum, sekaligus dan sebaiknya bertindak sebagai team leader dalam tim trauma serta bertanggung jawab penuh atas pengelolaan pasien trauma. Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia melayani 60-70% kasus bedah dan mendapat pendidikan dan pelatihan yang komprehensif dalam tata laksana kasus trauma seperti Advance Trauma Live Support (ATLS), Total Nutrition Therapy (TNT), Perioperative Care, Definitive Surgical Trauma Care (DSTC), Trauma Management, Acute Care Surgery (ACS), manajemen disaster yang diadopsi dari standar global. Menurut the American College of Surgeons (ACS) Committee on Trauma, Trauma Team Leader (TTL) pada suatu pusat trauma adalah dokter spesialis bedah umum. Penguatan sumberdaya dokter ahli bedah umum saja, dengan keterbatasan jumlah tidak akan mampu menyelesaikan problem dalam menjaga kualitas pelayanan trauma secara kontinyu selama 24 jam dengan kualitas tinggi, diperlukan juga pembentukan dan penguatan tim trauma lebih luas sesuai dengan kapasitas level rumahsakit dan kebutuhan pasien trauma yang ada. Pasien trauma adalah pasien akut dengan kecelakaan yang bisa datang ke rumah sakit setiap saat dalam waktu 24 jam, tentunya diperlukan tim trauma dengan kemampuan memberikan pelayanan yang standart sama sepanjang hari
5 dengan pengaturan shift sesuai norma kerja. Waktu kritis dalam pelayanan pasien trauma di rumah sakit adalah penanganan awal ketika pasien masuk ke rumah sakit melalui IGD. Pada sebagian kasus dibutuhkan kehadiran dokter ahli dengan waktu tunggu 0 detik, karena pasien harus mendapatkan pertolongan intervensi medis segera dengan indikasi kondisi mengancam nyawa. Pelayanan kasus gawat darurat dengan respon time 0 detik terhadap pasien gawat darurat hanya bisa dicapai dengan pelayanan dokter ahli yang onsite di lokasi selama 24 jam. Tentunya dibutuhkan jumlah dokter ahli dengan jumlah yang lebih banyak untuk menjaga kualitas pelayanan berjalan dengan kualitas tinggi sepanjang waktu. Dengan kemajuan keilmuan dan pelayanan khususnya dalam bidang trauma di dunia telah memunculkan spesialis untuk penanganan awal pasien trauma di IGD yaitu spesialis emergensi, spesialis anaestesi dan kelompok spesialis bedah lainya sebagai dokter ahli yang onset 24 jam di Rumah Sakit, khususnya IGD sebagai ujung tombak pelayanan kegawatdaruratan dengan kualitas tinggi. Pada rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan bedah sub spesialis terkait trauma, keterlibatan mereka sejak awal sebagai anggota tim trauma di IGD sesuai waktu dan kebutuhan pasien akan secara signifikan meningkatkan kualitas pelayanan pasien trauma. B. Target pelayanan pasien trauma berbasis hasil Pelayanan trauma secara nasional dikerjakan berdasarkan pedoman baku yang berorientasi pada patient safety. Dengan tujuan akhir menurunkan serendah
6 rendahnya angka kematian dan angka kecacatan kasus trauma. Hasil akhir dari pelayanan kesehatan kasus trauma tergantung dari berbagai factor, yang di mulai dari pelayanan pre hospital tempat kejadian sampai menuju rumah sakit dan pelayanan ntra hospital yang dimulai ketika pasien tmendapatkan perawatan di dalam rumah sakit sampai keluar dari perawatan rumah sakit. Hasil akhir dari pelayanan trauma secara keseluruhan bisa di evaluasi setelah 6 bulan pasien dipulangkan dari rumah sakit untuk dievaluasi kondisi klinisnya. Tentunya dalam setiap tahap penaganan pasien mulai dari prehospital dengan berbagai factor dan tantangannya, maupun intrahospital dengan berbagai macam jenis layanannya mempunyai pengaruh kepada hasil akhir kondisi klinis pasien baik pengaruh yang bersifat positif maupun negative. Masalah Prehospital Intrahospital SDM First Responder Dokter Paramedis, Perawat Driver Dokter umum Dokter Sp, Sub Sp Perawat,Nak es lainya Farmasi dll Prasarana IGD, OK, ICU, HCU,LCU, IRJ Sarana AGD beserta isinya Alkes dan penunjang Lain lain Lokasi kejadian, Jarak ke rumah sakit, kondisi jalan dan lalu lintas, geograpi,
7 topografi, cuaca dll. Tabel 1. Daftar tantangan pelayanan trauma di prehospital dan intrahospital Dari tabel 1 tampak bahwa perbedaan dan kompleksitas yang dihadapi dari kondisi pelayanan trauma prehospital dan interhospital sangat berbeda. Banyak hal di prehospital yang sulit dikendalikan, sedangkan pada pada kondisi intrahospital relative bisa dikendalikan, akan tetapi dengan banyak macam dan jumlah sumber daya yang terlibat akan berpotensi menimbulkan tantangan tersendiri di dalam pengaturan suber daya yang ada agar bisa bekerja secara terpadu dan terukur. Modul pelatihan manager trauma ini akan berfokus pada managemen trauma intrahospital khususnya di Instalasi gawat darurat. Pada instalasi gawat darurat yang maju mempunyai berbagai sumberdaya dengan kapasitas tinggi baik sumberdaya manusia, prasarana, sarana dan penunjang yang kompleks sehingga perlu kemampuan lebih untuk mensinergikan dalam proses bisnis untuk mencapai tujuan dengan hasil yang terbaik dalam berbagai macam kondisi. C. Kompleksitas Pelayanan kasus trauma di IGD Berdasarkan pernekes standart IGD adalah Organisasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi, dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan
8 wewenang penuh yang dipimpin oleh dokter. Kompleksitas pelayanan di IGD sebagai etalase rumah sakit yang disiapkan untuk memberikan pelayanan 24 jam terhadap pasien emergensi yang datang dengan berbabagai jenis kasus, gradasi kegawatan dan jumlah kasus termasuk dalam situasi musibah masal dan bencana diperlukan penguatan berbagai sumberdaya terpasang di IGD. Sumberdaya terkait penaganan kasus trauma di IGD dapat di kelompokan menjadi dua yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya prasarana dan sarana Sumbar Daya Manusia Sumber daya SDM Manager Trauma Anggota KSM terkait trauma yang memenuhi sarat Tim Trauma A.Tenaga medis yang berasal dari 12 KSM : 1. KSM Emergensi 2. KSM Anaestesi 3. KSM bedah (digest, TKV, Bedah Anak, Onkologi) 4. KSM Ortho 5. KSM Bedah saraf 6. KSM Bedah Plastik 7. KSM Urologi
9 8. KSM Neurologi 9. KSM Mata 10. KSM THT 11. KSM Radiology 12. KSM PK B.Perawat C.Farmasis Tabel 2. Sumber daya manusia di IGD RSSA terkait profesi yang berhubungan dengan penatalaksanaan kasus trauma. Penatalaksanaan klinis pasien trauma di IGD RSSA berdasarkan aspek kompetensi melibatkan 12 KSM dengan keterlibatkan menyesuaikan irisan kompetensi, pengaturan aktivasi tim trauma dan respon time yang dibutuhkan. Dalam pelayanan klinis kasus trauma secara langsung (hand on) oleh tim trauma sesuai ATLS dipimpin oleh team leader. Manager trauma adalah dokter yang ditunjuk dan memenuhi kualifikasi umtuk mengkooorganisasi sistem dan sumberdaya yang lebih luas untuk memaksimalkan proses pelayanan trauma di IGD dengan memperhatikan kebijakan dari direktur agar dapat dilaksanakan dengan baik. Profesi keperawatan yang bekerja bersama tim trauma medis terutama mempunyai kualifikasi di bidang keperawatan emergensi, trauma dan bencana. Profesi farmasi sangat dibutuhkan dalam penjaminan stock farmasi dari segi jenis dan jumlah dalam semua tingkat eskalasi kuntitas pasien dan kebutuhannya dengan pengaturan farmasi di emergensi trolly, floor stock dan gudang farmasi Tentunya selain profesi kesehatan yang terlibat dalam
10 pelayanan sehari hari di IGD seperti daftar table 2 di atas, masih terdapat petugas lain sebagai tenaga tambahan yang terlibat secara langsung atau tidak langsung seperti : tenaga administrasi, tenaga keamanan, pekarya kesehatan, petugas transfer pasien, pendamping sosial, rohaniawan yang perlu disesuaikan keterlibatannya Sumber daya Prasarana dan Sarana PRASARA NA SARANA Triage Kit Pemeriksaan Sederhana Brankar Penerimaan Pasien Pembuatan rekam medik khusus ( TRIAGE form ) Label (pada saat korban massal ) Emergensi Care (Bilik P1 dan P2) Nasopharingeal tube Oropharingeal tube Laringoscope set anak Laringoscope set dewasa Nasotrakheal tube Orotracheal Suction Tracheostomi set Bag Valve Mask (Dewasa / Anak) Kanul Oksigen Oksigen Mask (Dewasa / Anak) Chest Tube Crico/ Trakheostom VentilatorTransport Vital Sign Monitor tekanan darah, denyut nadi, laju pernafasan, Saturasi Oksigen, end-tidalCO2, EKG, suhu IV set, IO set, central venous access set, or venous cutdown set Fluid/blood warming devices Infusion pump Syringe pump Urine Bag NGT ECG USG
11 Vena Section Defibrilator Gluko stick Stetoskop Termometer Nebulizer Oksigen Medis / Concentrators Warmer Wound Toilet Set Imobilization Set Neck Collar extremity splints set Long Spine Board Scoop Strecher Kendrik ExtricationDevice ( KED ) Pelvic stabilizing device set, skull traction OBAT – OBATAN DAN ALAT HABIS PAKAI Cairan Infus Koloid Cairan InfusKristaloid Cairan Infus Dextrose Manitol Chemical hemostat agent Furosemid Adrenalin Sulfat Atropin Kortikosteroid Lidokain Dextrose 50 % Aminophilin ATS , TT Trombolitik Amiodaron (inotropik) APD : masker, sarung tangan , kacamata google Laboratoriu m Penunjang X-Ray, CT Scan Laboratorium dan bank darah Tabel 3. Prasarana dan sarana di IGD RSSA Selain sumber daya manusia, prasarana dan sarana yang perlu dikoordinasi dengan baik untuk penguatan pelayanan kasus trauma, perlu juga dIperhatikan konektivitas IGD dengan bagian bagian lain di
12 dalam rumah sakit dan bagian bagian di luar rumah sakit yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kelancaran dan kualitas pelayanan di IGD Intra hospital Kamar Operasi Intensive Care Unit High Care Unit Low Care Unit Poli Tim transfer pasien intra hospital Ekstrahospital Pelayanan prehospital Tim Tranfer pasien antar Hospital Rumah sakit perujuk dan Rumah sakit rujukan Kepolisian dan hukum Pembiayaaan dan asuransi Departemen Sosial dan relawan Pusat Krisis Kesehatan BPBD dan BNPB Tabel 4 Daftar komponen intra hospital dan ekstra hospital yang mempengaruhi kelancaran pelayanan pasien di IGD D. Manager Trauma: Mengelola Managemen Trauma Onsite di IGD dengan model Helicopter View Kekhususan IGD dengan tugasnya dan kompleksitas sumberdaya yang dibutuhkan didalamya memerlukan pola managemen khusus agar semua sumberdaya yang ada bisa berperan secara maksimal dalam memenuhi kebutuhan pasien dalam mengatasi masalah kesehatan yang dideritanya. Pada kasus trauma yang datang di IGD seringkali membutuhkan
13 suberdaya tenaga profesional multidisipliner dan interdisipliner dengan penggunaan sumberdaya lainya dangan kapasitas biaya besar dan toleransi waktu yang sempit. Apabila pemanfaatan sumberdaya itu tidak dielaborasikan dan dikolaborasi dengan pengendalian waktu dan biaya yang baik akan menimbulkan inefisiensi dalam pelayanan pasien trauma. Pada kondisi yang lebih fatal bisa menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan bahkan sentinel. Pada kasus pasien multiple trauma berat atau musibah masal dengan beban kerja dan tekanan yang berat , disertai penggerakkan sumberdaya yang lebih besar semakin beresiko menimbukan kejadian yang tidak diharapkan bahkan sentinel bila tidak dikoordinasi dengan komprehensif. Semakin tinggi level pelayanan IGD (IGD level IV) semakin banyak dan besar suberdaya yang terlibat dan berimbas pada kebutuhan koordinasi yang harus semakin kuat. Penatalaksanaan kasus trauma berdasar pedoman standart ATLS menekankan pembentukan tim trauma di pelayanan rumah sakit dengan dokter bedah sebagai team leader. Dengan keterbatasan jumlah dokter bedah, penjaminan kualitas pelayanan pasien trauma dengan kualitas tinggi di setiap waktu akan sulit dicapai.. Dalam pelaksanaan tugasnya tim trauma lebih fokus kedalam penanganan klinis medis trauma yang dikerjakan. Pada konisi pasien traum dengan load tinggi. Tim trauma memiliki keterbatasan waktu dan kesempatan mengendalikan sumberdaya pendukung lainnya. Seringkali kasus trauma melibatkan bagian lain diluar IGD, baik sifatnya intra hospital dan atau ekstra hospital untuk kelancaran
14 proses penatalaksanaan klinis trauma yang dideritanya, yang bisa terjadi dalam situasi korban tunggal maupun masal, tentu kehadiran petugas yang bisa melihat lebih luas, dengan kapasitas mampu melihat apa yang sedang terjadi dengan lebih utuh (helicopter view), serta mempunyai kemampuan dan kewenangan untuk menggerakkan semua sumberdaya yang ada di IGD, sangat dibutuhkan untuk mengelaborasikan dan mengkolaborasikan dalam proses bisnis pelayanan kasus trauma di IGD. E. Kompetesi dan Peran manager trauma dalam pelayanan trauma Kompleksitas sumberdaya yang tinggi, tuntutan beroperasi dalam 24 jam siap menerima beban kerja dengan bermacam jenis dan kapasitas berapapun, selalu bekerja dengan target kerja tercapainya keselamatan pasien, dengan angka kematian dan kecacatan serendah mungkin pada kasus trauma maka diperlukan personal yang bekerja onside di IGD sebagai manager trauma. Manager Trauma adalah seorang dokter yang berasal dari anggota 12 KSM yang terlibat di tim trauma rumah sakit dan sudah mendapatkan pelatihan Manager Trauma. Kompetesi Manager Trauma adalah: 1. Memahami kebijakan rumah sakit dalam managemen pasien di rumah sakit 2. Memahami alur pasien trauma di IGD 3. Memahami proses Triage 4. Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan awal pasien trauma di IGD
15 5. Memahami penatalaksanaan jalan nafas dan pernafasan di IGD 6. Memahami shock dan penatalaksanaan di IGD 7. Memahami trauma thoraks dan penatalaksanaan di IGD 8. Memahami trauma kepala dan penatalaksanaan di IGD 9. Memahami trauma Leher dan penatalaksanaanya di IGD 10. Memahami trauma luka bakar dan penatalaksanaanya di IGD 11. Memahami trauma pada anak anak dan penatalaksanaanya di IGD 12. Memahami trauma pada orang tua dan penatalaksanaanya di IGD 13. Memahami trauma pada ibu hamil dan penatalaksanaanya di IGD 14. Memahami penatalaksanaanya nyeri di IGD 15. Memahami transfer pasien dan disposisi 16. Memahami dokumentasi, trauma registry dan perlunya penelitian 17. Memahami aspek hukum dalam penanganan kasus trauma di IGD 18. Memahami pengelolaan musibah masal dan bencana di IGD 19. Mampu menjalin komunikasi, bekerja secara elaborasi, kolaborasi dan penggerak dalam pelayanan kasus trauma.
16 Peran manager trauma dalam pelayanan trauma di IGD adalah: 1. Membatu direksi dalam pelaksanaan kebijaksanaan penanganan kasus trauma di IGD 2. Sebagai katalisator dalam elaborasi dan kolaborasi multi disipliner dan interdisipliner profesi yang terlibat dalam penatalaksanaan tim trauma di IGD 3. Mengarahkan bermacam sumberdaya yang ada untuk tercapainya keselamatan pasien, menurunkan angka kematian dan angka kecacatan. 4. Menjaga komunikasi dan hubungan dengan bagian bagian intra rumah sakit dan ekstra rumah sakit yang terkait penatalaksanaan kasus trauma yang sedang dijalani di IGD untuk membantu kelancaran dan terpenuhinya kebutuhan pasien. 5. Bertanggung jawab terhadap tugasnya dan berkoordinasi dengan kepada satuan kerja, bidang pelayanan, wadir pelayanan dan direktur rumah sakit.
17 Tren kunjungan pasien ke IGD dalam lima tahun terakhir meningkat, apalagi saat era pandemi Covid-19 di dunia termasuk di Indonesia, bahkan setelah pandemi mereda dan status bencana nasional telah ditarik oleh pemerintah dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia dan selanjutnya menjadi penyakit endemis, namun tetap terjadi kekuatiran penularan dan peningkatan kasus dapat terjadi lagi dan masih banyak rumah sakit yang belum memiliki sarana, prasarana dan sumber daya manusia yang terlibat langsung merawat pasien yang terbatas dan hanya 100 rumah sakit yang telah ditunjuk oleh pemerintah untuk mampu merawat pasien Covid-19 dan penyakit infeksi menular baru lain melalui Kementerian Kesehatan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor: SR.02.02/II/270/2020, ditambah lagi akses pelayanan kesehatan menuju rumah sakit yang lebih mudah, cakupan jaminan pembiayaan Kesehatan oleh JKN BPJS yang terus bertambah akan menyebabkan jumlah kunjungan pasien yang meningkat. Dampak dari meningkatnya jumlah kunjungan pasien ke IGD, termasuk masih tingginya angka kematian akibat trauma, variasi kasus yang lebih banyak, dan sumber daya yang terbatas maka alur pasien yang datang berobat ke Prinsip Alur Pasien di IGD BAB 2
18 IGD perlu diatur untuk menjamin pelayanan kesehatan yang aman, berorientasi pada keselamatan pasien dan kebutuhan pasien dapat dipenuhi, sehingga penanganan pasien tidak tertunda, terlambat dan terhambat serta mencegah terjadinya jumlah pasien yang penuh sesak (crowded patients). Alur pasien perlu diatur dengan regulasi internal rumah sakit, yang dimulai dari tempat kejadian, transport menuju IGD yang dapat disiapkan dengan komunikasi secara intensif sampai keputusan terapi/pengobatan yang akan dikerjakan di IGD. Beberapa hal penting yang dapat dibuat agar alur pasien kritis dapat lebih efektif dan efisien, yaitu: 1. Komunikasi sebelum pasien tiba di IGD dapat mempersingkat waktu transport dan memperjelas tatalaksana awal dan lanjut setelah pasien tiba di IGD, misalnya pasien trauma tumpul abdomen dengan kondisi syok, dengan respon transien terhadap resusitasi yang diberikan dan ada bukti perdarahan internal yang progresif maka pasien dapat disiapkan lebih cepat untuk operasi emergensi ketika sampai di IGD. 2. Membuat semua Tindakan yang dikerjakan untuk menolong pasien di IGD didokumentasikan dengan baik, rencana tindak lanjut yang pasti dan lama perawatan yang terukur, misal lama tinggal pasien tidak boleh lebih dari 6 jam, keputusan masuk rumah sakit tidak lebih dari 5 jam, Tindakan life saving yang tidak boleh terhambat karena faktor biaya.
19 3. Semua Tindakan medis yang harus dikerjakan untuk menyelamatkan nyawa harus terukur dan dapat dijadikan indicator mutu pelayanan pasien trauma di IGD, misal Tindakan surgical resuscitation untuk mengontrol perdarahan internal pada trauma tumpul abdomen harus dikerjakan dalam waktu satu jam dari pasien datang sampai berada di meja operasi atau bisa lebih cepat lagi dan kondisi serius lainnya yang sudah direkomendasikan kuat harus dikerjakan dalam waktu yang terukur yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab penyakit atau sindrom. 4. Tindakan atau intervensi emergensi harus secepatnya dilakukan dan tanpa menunggu persetujuan dengan dokter spesialis konsultan yang tidak hadir saat itu melihat langsung pasien dan lama konsultasi dan jawaban kritis harus tidak lebih dari satu jam. 5. Proses seleksi pasien dengan standar skrining dan triase yang formal oleh petugas yang berpengalaman, dimana proses triase modern sudah merekomendasikan dikerjakan oleh tim yang dipimpin oleh dokter2 . 6. Menyediakan fasilitas, yaitu sarana, prasarana dan sumber daya manusia yang obyektif terukur di IGD, misal jumlah bilik resusitasi, jumlah tim trauma yang siap diaktifkan nonstop, jumlah kamar operasi dan tim operasi,
20 jumlah bed di ICU, jumlah bed di HCU yang sesuai standar dan lebih penting lagi sesuai rasio kunjungan pasien (kebutuhan). 7. Dibutuhkan seorang dokter spesialis yang berpengalaman dalam tatalaksana klinis dan manajemen pasien trauma secara keseluruhan termasuk pengawasan akan kepatuhan regulasi yang telah dibuat (PPK dan SOP) dan evaluasi kinerja dari tim trauma untuk ditugaskan sebagai manajer trauma dengan kewenangan yang jelas dan formal. Pengalaman empiris penulis masih ada rumah sakit yang menyediakan semua fasilitas di IGD yang kurang atau tidak standar, kamar operasi emergensi yang sudah tidak pernah beroperasional lagi, komitmen dokter spesialis jaga on site atau di tempat yang sangat rendah sehingga pasien kritis trauma yang membutuhkan penanganan operasi tertunda karena pasti dirujuk ke IGD RS lain terutama RS Pendidikan dan ada juga dokter spesialis yang tidak mau melakukan operasi diluar jam kerja atau pada hari libur dimana fakta atau kenyataan ini harus secara serius dapat diperbaiki. Beberapa indikator kinerja yang jadi prioritas untuk dipakai dan dapat membantu memperlancar alur pasien1 adalah: 1. Waktu mulai pasien datang sampai diputuskan rawat inap (ED Arrival to ED Departure – Admitted Patients) 2. Waktu mulai pasien datang sampai diputuskan rawat jalan (ED Arrival to ED
21 Departure – Discharged Patients) 3. Waktu mulai pasien diputuskan rawat inap sampai berangkat ke ruang perawatan (Admit Decision Time to ED Departure) 4. Waktu mulai pasien datang sampai pulang atas permintaan sendiri atau melarikan diri (Left Without Being Seen) 5. Waktu mulai pasien datang sampai pasien sudah ditempatkan diatas tempat tidur (ED Arrival to Bed) 6. Waktu mulai pasien datang sampai pasien diperiksa dokter (ED Arrival to Physician) Semua regulasi yang mengatur alur pasien harus ada dan ditulis dalam pedoman atau panduan pelayanan IGD Rumah Sakit. Gambar alur pelayanan pasien trauma mulai dari tempat kejadian sampai datang di IGD 1. Penanganan Pasien di TKP 2. Penanganan pasien selama transport 3. Penanganan pasien di IGD Pengkajian awal Survey primer intervensi kritis Transport Pengkajian ulang Survey sekunder Intervensi kritis lanjut Komunikasi Pengkajian ulang Intervensi kritis lanjut Diagnosik dan Laboratorium Keputusan klinis lanjut (operasi/ICU/H CU/low care/kamar jenazah) Tindakan Tindakan Tindakan
22 4. Penanganan pasien selama transport keluar dari IGD Transport Kamar operasi Ruang rawat inap Kamar jenazah