The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Gifari Reihan, 2022-06-30 23:39:55

11150930000084_GIFARI REIHAN NURRACHMAN

Keywords: Consumer Internet of Things, Network Externalities, UTAUT

Kriteria Detail

Kelebihan a) Pada sebuah kasus yang memerlukan kriteria
tertentu, pengambilan sampel bertujuan
layak digunakan dalam menyelidiki
fenomena lebih lanjut,

b) Berbiaya rendah dan tidak memakan banyak
waktu,

c) Ideal untuk desain penelitian eksplorasi.

Kekurangan a) Dapat rentan bias pada kriteria yang
ditentukan peneliti,

b) Subjektif jika tidak dipertimbangkan dengan
baik.

3. Pengambilan Sampel Penelitian
a. Rumus Slovin
Proses penentuan ukuran sampel penelitian dapat
diterapkan salah satunya melalui perhitungan rumus
(formula) slovin. Untuk menggunakan rumus slovin
diperlukan adanya penentuan batas toleransi kesalahan atau
Margin of Error (MoE) terlebih dahulu yang dinyatakan
dalam bentuk persentase.
Penentuan persentase batas kesalahan tersebut dapat
bermacam-macam seperti berkisar 10% atau 0,1 ataupun
5% atau 0,5. Semakin kecil persentase batas toleransi
kesalahan yang digunakan maka dapat semakin akurat
penggunaan sampel yang mewakili populasi tersebut.
Menurut (Sugiyono, 2015, p. 131) untuk populasi dengan
jumlah besar, nilai persentase batas kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir berkisar 10% atau 0,1.
Setelah penentuan batas persentase toleransi
ditentukan, proses dapat dilanjutkan melalui rumus
perhitungan yang secara lebih jelas dapat dilihat pada
(Rumus 2.1 Rumus Slovin) dibawah ini.

29

n = ) (Rumus 2.1 Rumus Slovin)
+(

Keterangan:
n: Jumlah Sampel, N: Jumlah Populasi, e: Nilai Batas Kesalahan (Margin
of Error).

b. Sample Fraction
Untuk membuat sampel dapat terbagi secara merata

diperlukan suatu teknik yang dapat dipergunakan. Salah
satunya dengan menerapkan teknik Sample Fraction.
Sample Fraction pada praktiknya dapat diterapkan pada
populasi yang memiliki strata (stratified) yang tidak merata
sehingga dapat diterapkan untuk membuat populasi tersebut
tersebar kedalam kelompok kecil secara merata sesuai
wilayahnya masing-masing (Salkind, 2010, p. 1214).

Sample fraction sendiri dapat dihitung melalui sebuah
rumus (formula) yang secara lebih jelas dapat dijelaskan pada
Rumus 2.2-2.3 dibawah ini.

fi = (Rumus 2.2 Rumus Sampling Fraction)


ni = fi x n (Rumus 2.3 Rumus Besaran Sub-Sampling)

Keterangan:
fi: Sampling Fraction, Ni: Jumlah Populasi Strata (ke-i), N: Jumlah Total
Populasi, ni: Besaran Sub-Sampling, n: Jumlah Sampel (Digunakan).

2.2.5 Pengenalan Data Penelitian
1. Sumber Data Penelitian
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh atau dikumpulkan secara langsung oleh pelaku
penelitian (peneliti) (Hardani et al., 2020, p. 121). Data
primer dapat diperoleh melalui sumber informan ataupun
perseorangan yang melakukan penelitian.

30

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian

yang diperoleh secara tidak langsung oleh pelaku penelitian
(peneliti) seperti orang lain atau dokumen yang relevan
(Hardani et al., 2020, p. 121) untuk mendukung informasi
data primer yang telah diperoleh.
2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang
digunakan untuk mencari dan mengumpulkan berbagai macam
data serta informasi yang akan digunakan dalam penelitian.
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang secara umum
banyak digunakan pada penelitian. Beberapa teknik tersebut
secara lebih jelas dapat dijabarkan pada bagian dibawah ini.
a. Studi Literatur

Studi literatur merupakan teknik pengumpulan data
yang digunakan untuk melakukan pencarian melalui media
literatur untuk mencari bahan acuan pembuatan penelitian.
Studi literatur dapat dilakukan salah satunya dengan
menerapkan tinjauan pustaka sistematis (systematic
literature review). Tinjauan pustaka sistematis merupakan
teknik pencarian kajian pustaka yang dapat membantu
mengidentifikasi, mengevaluasi, serta menafsirkan temuan
dari suatu topik penelitian yang relevan untuk membantu
menjawab penelitian yang akan dilakukan (Kitchenham &
Charters, 2007, p. 3).
b. Kuesioner

Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan data
penelitian yang disebarkan melalui sebuah pertanyaan.
Dalam penelitian, pertanyaan dapat dapat bersifat pertanyaan
terbuka (open ended questionnaire) yang memiliki arti
bahwa penyusun kuesioner (peneliti) tidak membatasi
pilihan jawaban yang akan diberikan kepada responden

31

ataupun dapat bersifat pertanyaan tertutup (close ended
questionnaire) yang memiliki arti bahwa penyusun kuesioner
(peneliti) telah membatasi pilihan jawaban yang akan
diberikan kepada responden (Lavrakas, 2018, p. 96).

2.2.6 Pengenalan Hipotesis
Pada jalannya sebuah penelitian khususnya penelitian yang

didasari oleh pendekatan kuantitatif, penggunaan sebuah hipotesis
telah umum dilakukan. Dalam pembagiannya sebuah hipotesis dapat
dibedakan menjadi dua macam, di antaranya adalah hipotesis
penelitian dan hipotesis statistik (Sugiyono, 2015, pp. 96–97). Untuk
lebih jelasnya penjabaran tentang perbedaan hipotesis penelitian dan
hipotesis statistik tersebut dapat dilihat melalui bagian berikut ini.
1. Hipotesis Penelitian

Secara definisinya, hipotesis penelitian merupakan sebuah
jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang dibuat dalam
suatu penelitian. Hipotesis dapat dikatakan jawaban sementara
karena jawaban yang dibuat tersebut baru didasari atau didukung
oleh teori yang relevan dan belum didukung oleh fakta analisis
yang diperoleh melalui proses penelitian lebih lanjut (Sugiyono,
2015, p. 96).

Dalam sebuah hipotesis penelitian, nantinya data yang
telah dikumpulkan tersebut akan diuji melalui proses pengujian
dengan pendekatan kuantitatif (biasanya menggunakan uji
statistik) dimana data hasil pengujian tersebut dapat menjadi
acuan bagaimana hipotesis penelitian nantinya dapat
diinterpretasikan. Apakah hipotesis penelitian tersebut dapat
diterima (berhubungan) ataupun tidak diterima (ditolak)
(Sugiyono, 2015, p. 96). Dalam penggunaannya, terdapat
beberapa karakteristik dan bentuk dari hipotesis penelitian yang
secara lebih jelas dapat dijabarkan melalui bagian berikut ini.

32

a. Karakteristik Hipotesis Penelitian
Dalam sebuah perancangan penelitian, seorang

peneliti harus mengetahui beberapa karakteristik dari sebuah
hipotesis penelitian yang baik (Sugiyono, 2015, p. 106).
Setidaknya terdapat tujuh karateristik tersebut yang di
antaranya:
1) Merupakan sebuah dugaan sementara atas masalah yang

dirumuskan dan sejalan dengan tujuan penelitian.
2) Dinyatakan menggunakan kalimat jelas sehingga tidak

menimbulkan multi tafsir.
3) Dapat diujikan secara ilmiah melalui data-data yang

terkumpul.
4) Harus bebas nilai (atau tidak ada subjektifitas peneliti).
5) Harus bersifat spesifik dan berdasarkan kenyataan

sebenarnya (berdasarkan teori).
6) Menyatakan perbedaan atau hubungan antar sebuah

variabel dengan variabel lainnya.
7) Mengandung variasi nilai yang mempunyai makna

seperti kondisi, ukuran, fenomena, dan lain sebagainya.
b. Bentuk-Bentuk Hipotesis Penelitian

Didalam penerapannya, hipotesis penelitian juga
memiliki bentuk tertentu terkait dengan bagaimana rumusan
masalah penelitian nantinya diterapkan. Setidaknya terdapat
tiga bentuk hipotesis penelitian yang di antaranya
merupakan hipotesis deskriptif (penjelasan), hipotesis
komparatif (perbandingan), dan hipotesis asosiatif
(hubungan) (Sugiyono, 2015, p. 100).

Hipotesis deskriptif merupakan sebuah jawaban
sementara terhadap perumusan masalah penelitian yang
ditujukan untuk mencari deskripsi antara satu variabel
mandiri (Sugiyono, 2015, p. 56), dan hipotesis komparatif
merupakan sebuah jawaban sementara terhadap perumusan

33

masalah penelitian yang ditujukan untuk mencari atau
menanyakan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Sementara hipotesis asosiatif merupakan sebuah jawaban
sementara terhadap perumusan masalah penelitian yang
ditujukan untuk mencari atau menanyakan hubungan antara
dua variabel ataupun lebih (Sugiyono, 2015, p. 57).
2. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik merupakan pernyataan mengenai suatu
keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data
yang diperoleh dari sampel penelitian (Sugiyono, 2015, p. 224).
Hipotesis statistik digunakan apabila sebuah penelitian
menggunakan sampel dalam populasinya (biasanya digunakan
dalam penelitian inferensial). Jika dalam sebuah penelitian tidak
menggunakan sampel untuk menggeneralisasikan sebuah
populasi (seperti dalam penelitian deskriptif), maka tidak
diperlukan sebuah hipotesis statistik (Sugiyono, 2015, p. 97).

Dalam sebuah penelitian yang menggunakan hipotesis
statistik, setidaknya terdapat beberapa proses perancangan, uji,
serta bentuk-bentuk hipotesis yang lebih jelasnya dapat
dijabarkan melalui bagian berikut ini.
a. Perancangan Hipotesis Statistik

Setiap perancangan hipotesis statistik yang baik
didukung dengan perancangan sebuah hipotesis nol (Ho) dan
hipotesis alternatif (Ha/H1) dalam pengerjaannya. Hipotesis
nol serta hipotesis alternatif digunakan untuk menentukan
apakah dalam pengujian suatu hipotesis dapat diterima
ataupun ditolak. Untuk lebih jelasnya pengertian dari
hipotesis nol serta hipotesis alternatif (Sugiyono, 2015, pp.
97 & 224) tersebut dapat dijelaskan melalui Tabel 2.10
di bawah ini.

34

Tabel 2.10 Perbedaan Hipotesis Nol dan Alternatif.

H Arti Penjelasan

Hipotesis yang menyatakan tidak adanya
perbedaan (hubungan) antara parameter
dengan statistik
Hipotesis
Ho Nol (Nihil) Atau dapat diinterpretasikan sebagai tidak
adanya hubungan antara hipotesis penelitian
(ataupun suatu variabel) dengan hipotesis
statistik (dan variabel lainnya)

Hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan
Hipotesis (hubungan) antara parameter dengan statistik

Ha/ Alternatif Atau dapat diinterpretasikan sebagai adanya
H1 (Kerja) hubungan antara hipotesis penelitian (ataupun

suatu variabel) dengan hipotesis statistik (dan
variabel lainnya)

b. Uji Kesalahan Hipotesis Statistik
Untuk mengetahui apakah suatu hipotesis statistik

dapat diterima ataupun tidak (ditolak) dalam sebuah
penelitian dapat menggunakan dua tipe kesalahan dalam
pengujian hipotesis statistik. Secara lebih ringkasnya dapat
dilihat melalui Tabel 2.11 berikut ini.

Tabel 2.11 Uji Kesalahan Hipotesis Statistik.

Keputusan Keadaan Sebenarnya (H0)
(Ha/H1)
Hipotesis Benar Hipotesis Salah
Terima Hipotesis
Tidak Membuat Kesalahan
Tolak Hipotesis Kesalahan Tipe II (β)

Kesalahan Tidak Membuat
Tipe I (α) Kesalahan

Dalam tabel tersebut secara detail dapat dijabarkan
bahwa sebuah hipotesis dapat dikatakan diterima ataupun
ditolak bilamana:
1) Keputusan menerima hipotesis nol (H0) yang benar,

berarti H0 tidak membuat kesalahan (atau berarti
H0 diterima dan Ha ditolak).

35

2) Keputusan menerima hipotesis nol (H0) yang salah,
berarti terjadi kesalahan Tipe II (β) (atau berarti
H0 ditolak dan Ha diterima).

3) Keputusan menerima hipotesis nol (H0) yang benar,
berarti terjadi kesalahan Tipe I (α) (atau berarti H0
diterima dan Ha ditolak).

4) Keputusan menerima hipotesis nol (H0) yang salah,
berarti tidak membuat kesalahan (atau berarti H0 ditolak
dan Ha diterima).
Penentuan penerimaan atau penolakan hipotesis

statistik tersebut dapat ditentukan melalui tingkat
signifikansi (significant level). Jika hasil dari nilai statistik
masih berada didalam area standar (significant level) yang
ditentukan, maka hipotesis dapat diterima dan apabila
sebaliknya maka hipotesis dapat ditolak. Nilai signifikan
level dapat beragam mulai dari 1%, 5%, dan 10%
(J. F. Hair et al., 2014, p. 20) yang lebih jelasnya dapat
dijabarkan melalui bagian hypothesis testing.
c. Bentuk-Bentuk Hipotesis Statistik

Didalam pengerjaannya terdapat beberapa bentuk
hipotesis statistik yang saat ini dapat digunakan tergantung
bagaimana arah hipotesis sebuah penelitian dibuat
(Sugiyono, 2015, pp. 228–232). Untuk lebih jelasnya
penjabaran tentang hipotesis statistik tersebut dapat dilihat
melalui bagian berikut ini.
1) Hipotesis Statistik Satu Sisi (Pihak Kiri)

Uji hipotesis statistik satu sisi (pihak kiri)
merupakan jenis pengujian hipotesis terarah yang
digunakan apabila Ho (hipotesis nol) berbunyi “lebih
besar atau sama dengan (≥)”, dan Ha (hipotesis alternatif)
berbunyi “lebih kecil (<)” dari hipotesis yang diuji
(Sugiyono, 2015, p. 230). Untuk lebih jelasnya contoh

36

perbedaan dan ilustrasi distribusi normal pada hipotesis
terarah satu sisi (pihak kiri) tersebut dapat dilihat pada
penjelasan berikut ini:
a) Bila hasil t-value (t-hitung) berada lebih besar atau

sama dengan (≥) standar t-table (t-tabel) maka
Ho diterima dan Ha ditolak (Kesalahan Tipe I).
b) Kebalikannya bila hasil t-value (t-hitung) berada
lebih kecil (<) standar t-table (t-tabel) maka
Ho ditolak dan Ha diterima (Kesalahan Tipe II).

b) a) One-tailed (left)

(df = 20)
α = 0.05 (SL 5%)
t-table = (-) 2.086

Rejection Reception
Area Area
Ho (-) Ho

α = 0.05

-1.725 0
t-value

Gambar 2.2 Hipotesis Satu Arah (Arah Kiri).
2) Hipotesis Statistik Satu Sisi (Pihak Kanan)

Uji hipotesis statistik satu sisi (pihak kiri)
merupakan jenis pengujian hipotesis terarah yang
digunakan apabila Ho (hipotesis nol) berbunyi “lebih
kecil atau sama dengan (≤)”, dan Ha (hipotesis alternatif)
berbunyi “lebih besar (>)” dari hipotesis yang diuji

(Sugiyono, 2015, p. 231). Untuk lebih jelasnya contoh
perbedaan dan ilustrasi distribusi normal pada hipotesis
terarah satu sisi (pihak kiri) dapat dilihat pada penjelasan
berikut ini:
a) Bila hasil t-value (t-hitung) berada lebih kecil atau

sama dengan (≤) standar t-table (t-tabel) maka
Ho diterima dan Ha ditolak (Kesalahan Tipe I).

37

b) Kebalikannya bila hasil t-value (t-hitung) berada
lebih besar (>) standar t-table (t-tabel) maka
Ho ditolak dan Ha diterima (Kesalahan Tipe II).

One tailed (right) a) b)

(df = 20)
α = 0.05 (SL 5%)
t-table = (+) 1.725

Reception Rejection
Area Area
Ho Ho (+)

α = 0.05

0 1.725
t-value

Gambar 2.3 Hipotesis Satu Arah (Arah Kanan).
3) Hipotesis Statistik Dua Sisi

Uji hipotesis statistik dua sisi merupakan jenis

pengujian hipotesis tidak terarah yang digunakan apabila
Ho (hipotesis nol) berbunyi “sama dengan (=)”, dan Ha
(hipotesis alternatif) berbunyi “tidak sama dengan (≠)”

dari hipotesis yang diuji (Sugiyono, 2015, p. 231). Untuk
lebih jelasnya contoh perbedaan dan ilustrasi distribusi
normal pada hipotesis terarah satu sisi (pihak kiri) dapat

dilihat pada penjelasan berikut ini:
a) Bila hasil t-value (t-hitung) berada sama dengan (=)

standar t-table (t-tabel) (baik terdapat pada pihak
kanan (+) ataupun kiri (-)) maka Ho diterima dan Ha
ditolak (Kesalahan Tipe I).
b) Kebalikannya bila hasil t-value (t-hitung) berada
tidak sama dengan (≠) standar t-table (t-tabel) (baik
terdapat pada pihak kanan (+) ataupun kiri (-)) maka
Ho ditolak dan Ha diterima (Kesalahan Tipe II).

38

b) a) Reception Two tailed (df = 20)
Area α = 0.05 (SL 5%)
Rejection Ho t-table = (+/-) 2.086
Area a) b)
Ho (-)
Rejection
α = 0.025 Area
Ho (+)

α = 0.025

-2.086 0 2.086
t-value

Gambar 2.4 Hipotesis Dua Arah.

2.2 Konsep Dasar Pengujian Penelitian
2.2.1 Penerimaan Pengguna
Penerimaan pengguna merupakan sebuah ketersediaan dari
pengguna untuk menggunakan sebuah teknologi dalam mendukung
kegiatan mereka sehari-hari (Dillon & Morris, 1996, p. 6). Sebuah
penerimaan pengguna terhadap teknologi sebenarnya pada
perkembangannya dapat dimodelkan dan diprediksi untuk membantu
mengetahui apakah sebuah teknologi tersebut telah bekerja serta
berfungsi sebagaimana mestinya dan apakah pengguna bersedia untuk
menggunakan teknologi tersebut (Dillon & Morris, 1996).
Secara umum dari tahun ke tahun telah banyak perkembangan
model-model penelitian yang dapat membantu mengetahui
penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi di seluruh dunia
(Momani & Jamous, 2017). Perkembangan model-model penerimaan
teknologi tersebut secara lebih jelas dapat dilihat melalui Gambar 2.5
di bawah ini.

39

Behavioral
Studies

Social Psychological
Studies Studies

Year →

1940 SLT Theories of
1941 Motivation

1940’s

1950 Diffusion Persuation
Studies Models of
1950’s Psychology

DOI 1950’s
1962
1960 TRA
1967

1970

MPCU

1980 1979

SCT TPB TAM SDT
1986 1985 1986 1985

C-TAM-TPB

1990 1995 MM

1992

2000 UTAUT TAM 2
2003 2000
2010
UTAUT 2 TAM 3
2012 2008

Gambar 2.5 Perkembangan Model Penerimaan Teknologi.

Secara lebih jelas perkembangan dari model-model untuk
mengetahui penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi baik dari
segi tahun pengembangan, model, variabel, sampai perancang awal
modelnya secara lebih jelas dapat dijabarkan Tabel 2.12 di bawah ini.

40

Tabel 2.12 Model-Model Penerimaan Teknologi.

No. Tahun Model/ Variabel Penulis
Teori Utama

1. Relative Advantage,

2. Compatibility,

3. Ease of Use,

(DOI) 4. Trialability,

1. 1962 Diffusion of 5. Visibility, Rogers

Innovations 6. Image,

7. Voluntariness,

8. Results Demonstrability,

9. Behavioral Intention.

2. 1967 (TRA) 1. Attitudes Towards Behaviour, Fishbein,
Theory of 2. Subjective Norms, dan Ajzen
Reasoned 3. Behavioural Intention.

Action

1. Job-Fit,

(MPCU) 2. Affect Towards Use,

4. 1979 Model 3. Facilitating Conditions, Thompson
of PC 4. Complexity,

Utilization 5. Long-Term Consequences,

6. Social Factors.

5. 1985 (TPB) 1. Attitudes Towards Behaviour, Ajzen
Theory of 2. Subjective Norms,
Planned 3. Perceived Behavioural
Behavior
Control,
4. Behavioural Intention.

6. 1985 (SDT) 1. Autonomy, Deci,
Self- 2. Competence, dan Ryan
Determina- 3. Relatedness,
tion Theory 4. Self Confidence,
5. Life Satisfaction.

7. 1986 (SCT) 1. Outcome Expectations, Bandura
Social 2. Performance Expectations,
Cognitive 3. Outcome Expectations
Theory 4. Personal,
5. Self-Efficacy,
6. Affect,
7. Anxiety,
8. Behavior.

41

No. Tahun Model/ Variabel Penulis
8. 1986 Teori Utama
1. Perceived Usefulness, Davis
(TAM) 2. Perceived Ease of Use,
Technology 3. Behavioural Intention. Davis
Acceptance

Model

9. 1992 (MM) 1. Extrinsic Motivation,
Motivational
2. Intrinsic Motivation.
Model

10. 1995 (C-TAM- 1. Attitudes Towards Behaviour, Taylor,
TPB) 2. Subjective Norms, dan Todd
3. Perceived Behavioural
Combined
TAM and Control,
4. Perceived Usefulness,
TPB 5. Perceived Ease of Use,
6. Behavioural Intention.

11. 2000 (TAM2) 1. Image, Venkatesh,
Extended 2. Subjective Norms, dan Davis
Technology 3. Output Quality,
Acceptance 4. Perceived Ease of Use,
5. Perceived Usefulness,
Model 6. Result Demonstrability,
7. Job Relevance, Voluntariness,
8. Experience.

12. 2003 (UTAUT) 1. Performance Expectancy, Venkatesh
Unified 2. Effort Expectancy,
Theory of 3. Social Influence,
4. Facilitating Conditions,
Acceptance 5. Behavioral Intention.
and Use of
Technology

42

No. Tahun Model/ Variabel Penulis
Teori Utama

13. 2008 (TAM3) 1. Subjective Norm, Venkatesh,
Extended 2. Image, dan Bala
Technology 3. Job Relevance,
Acceptance 4. Output Quality,
5. Result Demonstrability,
Model 6. Anchor (Computer Self-

Efficacy, Perceptions of
External Control, Computer
Anxiety, Computer
Playfulness),
7. Adjustment (Perceived
Enjoyment), Objective
Usability),
8. Experience Voluntariness,
9. Perceived Usefulness,
10. Perceived Ease of Use.

14. 2012 (UTAUT2) 1. Performance Expectancy, Venkatesh
Unified 2. Effort Expectancy,
Theory of 3. Social Influence
4. Facilitating Conditions,
Acceptance 5. Hedonic Motivation,
and Use of 6. Price Value,
Technology 7. Habit,
8. Behavioural Intention.
2

2.2.2 Model UTAUT
Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology

atau UTAUT merupakan sebuah model penerimaan teknologi yang
digunakan pada penelitian kali ini untuk menganalisis niat perilaku
konsumen Pulau Jawa dalam penggunaan perangkat Internet of
Things. Secara lebih detail terdapat beberapa pengenalan variabel
serta indikator dalam model UTAUT yang lebih jelasnya dapat
dijabarkan melalui bagian berikut ini.
1. Pengenalan Model UTAUT

Model UTAUT merupakan salah satu model penerimaan
teknologi yang dikembangkan oleh Venkatesh et al. pada
tahun 2003 yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui niat

43

perilaku pengguna dalam penggunaan teknologi (Venkatesh et
al., 2003b).

Pada penerapannya, model UTAUT didasari oleh delapan
model penelitian terdahulu yang di antaranya adalah model
Theory of Reasoned Action (TRA), Technology Acceptance
Model (TAM), Motivational Model (MM), Theory of Planned
Behavior (TPB), Combined TAM and TPB (C-TAM-TPB),
Model of PC Utilization (MPCU), model Innovation Diffusion
Theory (IDT), dan Social Cognitive Theory (SCT) (Venkatesh et
al., 2003b) untuk digabungkan menjadi sebuah teori terpadu.

Delapan model penerimaan teknologi tersebut
digabungkan sehingga mengasilkan sebuah konstruk variabel
yang berfungsi sebagai alat pengukuran sebuah prediktor
(variabel independen/eksogen/bebas) seperti variabel Harapan
Kinerja (Performance Expectancy), Harapan Usaha (Effort
Expectancy), Pengaruh Sosial (Social Influence), dan
Kondisi yang Memfasilitasi (Facilitating Conditions) yang
mempengaruhi sebuah respon (variabel dependen/endogen/
terikat) seperti variabel Niat Perilaku (Behavioral Intention) dan
Perilaku Pengguna (Use Behavior) terhadap penggunaan suatu
teknologi (Venkatesh et al., 2003b).

Selain variabel prediktor (independen) dan respon
(dependen), model UTAUT juga memiliki variabel Moderator
(variabel intervening/kontrol) yang dapat digunakan seperti Jenis
Kelamin (Gender), Usia (Age), Kesukarelaan Penggunaan
(Voluntariness of Use), dan Pengalaman (Experience) yang
mempunyai efek memoderasi hubungan variabel dependen
dengan variabel independen yang tidak digunakan dalam
penelitian kali ini. Untuk lebih jelasnya penggambaran model
tersebut dapat dilihat melalui Gambar 2.6 di bawah ini.

44

Performance Behavioral Use
Expectancy Intention Behavior

Effort
Expectancy

Social
Influence

Facilitating
Conditions

Gender Age Experience Voluntariness
of Use

Gambar 2.6 Model UTAUT.
2. Variabel Model UTAUT

a. Performance Expectancy
Performance Expectancy atau harapan kinerja

merupakan variabel independen dari model UTAUT yang
dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
harapan atau kepercayaan seseorang bahwa dalam
menggunakan suatu teknologi tertentu akan membantu
mereka dalam meningkatkan pekerjaannya (Venkatesh et al.,
2003b). Terdapat setidaknya lima indikator yang dapat
digunakan dalam variabel Performance Expectancy yang
secara detail dapat dilihat melalui Tabel 2.13 di bawah ini.

Tabel 2.13 Indikator Performance Expectancy.

Indikator Pengertian Rujukan
Model Referensi

Perceived Sejauh mana seseorang percaya TAM Davis et
Usefulness bahwa menggunakan teknologi al., 1989
(Manfaat
Dirasakan) tertentu akan meningkatkan
kinerja pekerjaannya.

45

Indikator Pengertian Rujukan
Model Referensi

Extrinsic Sejauh mana presepsi MM Davis et
Motivation seseorang bahwa menggunakan al., 1992
(Motivasi
Ekstrinsik) teknologi tertentu dianggap
berperan penting dalam

mencapai hasil yang berharga.

Job-fit Sejauh mana kemampuan MPCU Thompson
(Kesesuaian teknologi tertentu dapat et al., 1991
Pekerjaan) meningkatkan kinerja

pekerjaan seseorang.

Relative Sejauh mana menggunakan Moore &
Advantage teknologi tertentu dianggap IDT Benbasat,
(Keuntungan
lebih baik daripada 1991
Relatif) menggunakan teknologi

sebelumnya

Outcome Sejauh mana hasil pengaruh SCT Compeau
Expectations yang diapat dari penggunaan et al., 1999

(Harapan teknologi tertentu.
Hasil)

b. Effort Expectancy
Effort Expectancy atau harapan usaha merupakan

variabel independen dari model UTAUT yang dapat
digunakan untuk meninjau tingkat kemudahan dalam
penggunaan suatu teknologi tertentu (Venkatesh et al.,
2003b). Terdapat setidaknya tiga indikator yang dapat
digunakan dalam variabel Effort Expectancy yang secara
lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2.14 di bawah ini.

Tabel 2.14 Indikator Effort Expectancy.

Indikator Pengertian Rujukan
Model Referensi

Perceived Sejauh mana seseorang percaya TAM Davis et
Ease of Use bahwa menggunakan suatu al., 1989
(Kemudahan teknologi tertentu akan
Penggunaan bebas dari usaha.
Dirasakan)

46

Indikator Pengertian Rujukan
Model Referensi

Complexity Sejauh mana teknologi tertentu MPCU Thompson
(Kompleksitas) dianggap relatif sulit untuk et al., 1991
dipahami dan digunakan.

Ease of Use Sejauh mana penggunaan Moore &
(Kemudahan teknologi tertentu dianggap IDT Benbasat,
Penggunaan)
sulit untuk digunakan. 1991

c. Social Influence
Social Influence atau pengaruh sosial merupakan

variabel independen dari model UTAUT yang dapat
digunakan untuk mengukur sejauh mana seseorang
memandang bahwa orang-orang yang penting baginya
(keluarga, teman, kerabat, dan sebagainya) percaya bahwa ia
harus menggunakan teknologi tertentu (Venkatesh et al.,
2003b). Terdapat setidaknya tiga indikator yang dapat
digunakan dalam variabel Social Influence yang secara lebih
detail dapat dilihat pada Tabel 2.15 di bawah ini.

Tabel 2.15 Indikator Social Influence.

Variabel Definisi Referensi
Model Referensi

Subjective Persepsi seseorang bahwa TRA Fishbein
Norm sebagian besar orang yang & Azjen,
(Norma penting baginya berpikir dia
harus atau tidak harus meng- 1975
Subjektif) gunakan teknologi tertentu.

Social Seajuh mana dorongan MPCU Thompson
Factors lingkungan sosial dimana et al., 1991
(Faktor seseorang tersebut berada
Sosial) membuat dia menggunakan

teknologi tertentu.

47

Variabel Definisi Referensi
Model Referensi
Image Sejauh mana penggunaan
(Kesan/ suatu teknologi tertentu Moore &
Citra/ dapat mempengaruhi citra IDT Benbasat,
Status) atau status sosial seseorang
dalam lingkungan tersebut. 1991

d. Facilitating Conditions
Facilitating Conditions atau kondisi yang

memfasilitasi merupakan variabel independen dari model
UTAUT yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana
seorang individu percaya bahwa infrastruktur teknis yang
mereka miliki dapat mendukung penggunaan teknologi
tertentu (Venkatesh et al., 2003b). Terdapat setidaknya tiga
indikator yang dapat digunakan pada variabel Facilitating
Conditions yang secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel
2.16 di bawah ini.

Tabel 2.16 Indikator Facilitating Conditions.

Variabel Definisi Referensi
Model Referensi

Perceived Sejauh mana presepsi hambatan TPB Ajzen,
Behavioral baik internal ataupun eksternal 1991
pada sumber daya dan teknologi
Control yang dimiliki seseorang dalam
(Presepsi
Kontrol menggunakan teknologi
Perilaku) tertentu.

Facilitating Sejauh mana kesiapan kondisi MPCU Thompson
Conditions yang dimiliki seseorang apakah et al., 1991

(Kondisi membuat penggunaan suatu
Fasilitas) teknologi tertentu dapat
mudah dilakukan.

Compatibility Sejauh mana sebuah teknologi Moore &
(Kesesuaian) tertentu dianggap konsisten IDT Benbasat,
dengan nilai, kebutuhan, dan
pengalaman yang ada. 1991

48

e. Behavioral Intention
Behavioral Intention atau niat perilaku merupakan

variabel dependen dari model UTAUT yang dapat digunakan
untuk menilai niat perilaku dalam penggunaan suatu
teknologi. Behavioral Intention didasari atas kepercayaan
bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan
performa dan mempermudah pekerjaan (Performance
Expectancy), memerlukan usaha yang lebih sedikit
(Effort Expectancy), dipandang oleh lingkungan sosial
(Social Influence), dan telah tersedianya fasilitas yang dapat
mendukung (Facilitating Conditions) seorang dalam
penggunaan teknologi (Venkatesh et al., 2003b).
f. Use Behavior

Use Behavior atau perilaku penggunaan merupakan
variabel dependen dari model UTAUT yang dapat digunakan
untuk mengukur seberapa sering seseorang menggunakan
suatu teknologi setelah adanya niat perilaku untuk
menggunakan teknologi tersebut. Penggunaan teknologi
merupakan salah satu faktor penilaian kinerja terhadap
pemanfaatan dan penerimaan suatu teknologi. Suatu
teknologi dapat dinilai memberikan pengaruh positif ataupun
negatif tergantung dari hal-hal yang dirasakan oleh pengguna
setelah menggunakan teknologi (Venkatesh et al., 2003b).
2.2.3 Skala Likert
Skala likert adalah sebuah skala psikometri (pengukuran
psikologis) yang umum digunakan dalam sebuah survei yang
menggunakan instrumen kuesioner. Skala likert dikembangkan
pertama kali oleh Rensis Likert pada tahun 1932 yang dalam
penerapannya digunakan responden atau partisipan untuk menyatakan
sikap dan tanggapan mereka seperti pendapat setuju sampai tidak
setuju sehubungan dalam kuesioner yang mereka kerjakan (Tullis &
Albert, 2013).

49

Pada implementasinya, skala likert masuk kedalam skala
pengukuran non-komparatif atau pengukuran independen tanpa
perbandingan. Skala likert dinilai dengan mengukur respon dari
responden kedalam beberapa poin skala untuk menentukan tingkat
pendapat mereka terhadap suatu pertanyaan atau pernyataan dengan
memilih salah satu representasi skala pilihan yang tersedia.

Pada penelitian kali ini, skala likert diterapkan melalui lima
pilihan skala secara berurutan. Penentuan jumlah skala tersebut
diterapkan merujuk artikel dari Revilla et al. (Revilla et al., 2014) yang
menyatakan lima poin skala likert setelah diuji memiliki kualitas
validitas (ketepatan) yang lebih baik dibandingkan menggunakan
skala likert dengan tujuh atau sebelas poin penilaian. Pembagian lima
poin skala likert yang akan digunakan pada penelitian ini secara lebih
jelas dapat dilihat pada Tabel 2.17 di bawah ini.

Tabel 2.17 Format Skala Likert.

Skala Representasi
1 Sangat Tidak Setuju
2
3 Tidak Setuju
4 Netral
5 Setuju

Sangat Setuju

2.3 Studi Kasus Penelitian
2.3.1 Internet of Things
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang
sebelumnya, konsep tentang teknologi yang mampu menghubungkan
berbagai objek (things) di sekitar manusia dan dapat dikontrol melalui
sensor dan alat pengontrol melalui jaringan (internet) telah hadir jauh
sejak beberapa dekade lalu, tepatnya pada tahun 1990-an. Penemuan
frasanya (istilah) awalnya ditemukan oleh Kevin Ashton dari
Laboratorium Auto-ID Center, MIT pada tahun 1999 dengan
penyebutan awalnya Internet for Things atau internet untuk segala
(Khanna & Kaur, 2020).

50

Terdapat tiga komponen utama yang saling berkaitan dalam
konsep Internet of Things. Komponen tersebut adalah Internet, Things
(suatu hal: bisa berbentuk benda, objek, alat, ataupun hal lainnya), dan
Human (Manusia) (Khanna & Kaur, 2020). Untuk lebih jelasnya
Gambar 2.7 di bawah dapat mengilustrasikan potongan dari
komponen Internet of Things yang saling berkaitan tersebut.

Things

(Objek/Alat/Benda)

Internet of
Things (IoT)

Humans Internet

(Manusia) (Jaringan)

Gambar 2.7 Komponen Berkaitan Internet of Things.
2.3.2 Sektor Internet of Things

Dalam praktiknya menurut Beecham Research (Beecham
Research, 2021) terdapat sembilan sektor yang membawahi berbagai
macam grup, tipe, dan perangkat yang saat ini telah berkembang dan
dimanfaatkan dalam penggunaan teknologi Internet of Things
diseluruh dunia. Sektor-sektor tersebut seperti sektor konstruksi dan
bangunan (Building & Construction), sektor Energi (Energy), sektor
Konsumen & Rumah (Consumer & Home), sektor Ilmu Kesehatan &
Kehidupan (Health & Life Science), sektor Industri (Industrial),
sektor Transportasi & Logistik (Transport & Logistics), sektor Usaha
Pengecer (Retail), sektor Keamanan & Keselamatan Publik (Security
& Public Safety), dan terakhir sektor TIK (ICT).

Secara lengkap pembagian sektor-sektor Internet of Things
yang saat ini berkembang di seluruh dunia dapat diilustrasikan pada
Gambar 2.8 di bawah ini.

51

Gambar 2.8 Sektor-Sektor Internet of Things di Seluruh Dunia.

2.4 Konsep Analisis Data Penelitian
Analisis data penelitian merupakan sebuah cara mengolah

dan menganalisis data hasil penelitian menjadi sebuah informasi yang
berharga sehingga dapat dipahami dan bermanfaat dalam perumusan sebuah
kesimpulan penelitian. Dalam proses penerapannya, analisis data penelitian
dapat diolah dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari jenis data yang
didapatkan dan pendekatan penelitian yang digunakan. Karena pada

52

penelitian kali ini data serta pendekatan yang akan digunakan adalah
kuantitatif, maka proses analisis data dapat menggunakan analisis statistik
(Sandu & Ali, 2015, p. 111). Untuk lebih jelasnya pengenalan proses analisis
statistik dalam penelitian kuantitatif tersebut dapat dijabarkan pada bagian
berikut ini.
2.4.1 Analisis Data Statistik

Dalam penelitian kuantitatif, proses analisis data penelitian
dapat mempergunakan ilmu statistik (Sandu & Ali, 2015, p. 111).
Statistik merupakan bagian dari ilmu matematika yang dapat
mempelajari bagaimana cara pengumpulan, penganalisisan,
penginterpetasian, dan penyajian sebuah data penelitian (Anderson,
2020). Pada praktiknya secara garis besar analisis data statistik dapat
dibedakan menjadi tiga bagian yakni berdasarkan tujuannya,
distribusi datanya, dan jumlah variabelnya (Sandu & Ali, 2015, p.
111). Penjelasan lebih lanjut tentang bagian-bagian analisis statistik
tersebut dapat dilihat melalui penjelasan berikut ini.
1. Berdasarkan Tujuan

Berdasarkan tujuannya terdapat dua jenis statistik yang
dapat digunakan untuk menganalisis data penelitian, yaitu
statistik deskriptif dan statistik inferensial yang secara lebih jelas
penjabarannya dapat dilihat melalui bagian di bawah ini.
a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan salah satu teknik
analisis statistik yang ditujukan untuk menganalisis dan
mendeskripsikan data yang terkumpul sebagaimana adanya
tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum (general)
pada populasi penelitian (Sandu & Ali, 2015, p. 111).

Analisis deskriptif dapat dipergunakan untuk mencari
kuatnya hubungan antara variabel dengan analisis korelasi,
melakukan prediksi dengan analisis regresi, dan membuat
perbandingan dengan membandingkan rata-rata data
sampel atau populasi. Pada penerapannya analisis korelasi,

53

regresi, dan perbandingan rata-rata tidak memerlukan
adanya pengujian signifikansi ataupun pengujian taraf
kesalahan karena dalam penggunaannya analisis deskriptif
tidak dimaksudkan untuk berlaku secara umum atau general
pada sebuah populasi penelitian (Sugiyono, 2015, p. 208).
b. Statistik Inferensial

Statistik inferensial adalah salah satu teknik analisis
statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel
yang hasilnya dapat diberlakukan untuk seluruh populasi
penelitian (Sugiyono, 2015, p. 208). Berbeda dengan analisis
deskriptif, dalam analisis inferensial kesimpulan dari sebuah
sampel akan diberlakukan untuk seluruh populasi maka
dalam pengerjaannya dibutuhkan adanya pengujian taraf
kesalahan atau dapat disebut dengan taraf signifikansi
(significance level) yang dinyatakan dalam bentuk persentase
(Sugiyono, 2015, p. 209).

Setiap taraf signifikansi dapat berbeda tergantung
dengan teknik pengujian serta standar yang diberlakukan
(misalnya: jika menggunakan peluang kesalahan 5% maka
taraf kepercayaannya 95%). Pengujian taraf signifikansi dari
hasil analisis juga akan lebih praktis jika didasarkan pada
tabel sesuai dengan teknik analisis yang digunakan (misalnya
uji-t menggunakan t-tabel) (Sugiyono, 2015, p. 209).
2. Berdasarkan Distribusi Data

Berdasarkan distribusi dan jenis datanya, terdapat dua
jenis statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis data
penelitian yaitu statistik parametrik, dan statistik non-parametrik
yang secara lebih detail penjelasannya dapat dilihat melalui
bagian di bawah ini.
a. Statistik Parametrik

Statistik parametrik merupakan jenis statistik yang
paling umum digunakan dalam statistik inferensial. Statistik

54

parametrik memerlukan terpenuhinya banyak asumsi untuk
dapat digunakan seperti data yang akan dianalisis harus
berdistribusi normal, data yang diuji harus homogen, dan
harus terpenuhi asumsi linearitas (proporsional) (Salkind,
2010, p. 999).

Dalam praktiknya statistik parametrik juga
membutuhkan jenis data yang diukur menggunakan skala
pengukuran interval atau angka yang memiliki jarak, rasio
atau gabungan dari skala nominal, ordinal, dan interval
(Sugiyono, 2015, p. 211).
b. Statistik Non-Parametrik

Statistik non-parametrik mengacu pada metode
pengukuran yang tidak bergantung pada asumsi bahwa data
harus diambil dari distribusi normal. Maksudnya adalah
penggunaan statistik non-parametrik tidak memerlukan
terpenuhinya banyak asumsi untuk dapat digunakan seperti
pada penggunaan statistik parametrik (Salkind, 2010, p. 915).
Dalam praktiknya statistik parametrik juga membutuhkan
jenis data yang diukur menggunakan skala pengukuran
nominal atau angka hanya digunakan untuk pelabelan, dan
ordinal atau angka yang mempunyai tingkatan (Sugiyono,
2015, p. 211).
3. Berdasarkan Jumlah Variabel

Berdasarkan jumlah variabelnya, terdapat tiga jenis
statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis data penelitian
yaitu analisis statistik univariat, bivariat, dan multivariat yang
secara lebih jelas detailnya dapat dilihat pada bagian di bawah ini.
a. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan sebuah teknik analisis
statistik penelitian yang berjumlah tunggal (satu variabel)
(Sandu & Ali, 2015, p. 119) dan berdiri sendiri atau tidak
berkaitan dengan variabel lain. Contoh analisis univariat

55

adalah pengukuran rata-rata (mean), standar deviasi, dan
varian sebagai ukuran pusat dari sekelompok data (Haryono
& Wardoyo, 2013, p. 16).
b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan sebuah teknik analisis
data statistik penelitian yang dilakukan untuk mencari
korelasi atau hubungan empiris antara dua variabel yang
diteliti (Sandu & Ali, 2015, p. 119). Yang dimaksud dengan
pengukuran korelasi adalah pengukuran atau perhitungan
yang hanya melibatkan satu variabel bebas/independen dan
satu variabel terikat/dependen (Y) (Haryono & Wardoyo,
2013, p. 16).
c. Analisis Multivariat

Hampir mirip dengan analisis bivariat, analisis
multivariat merupakan sebuah teknik analisis data statistik
yang diberlakukan untuk menganalisis dua variabel atau
lebih secara bersamaan (Sandu & Ali, 2015, p. 119). Para
peneliti awalnya mengandalkan analisis univariat dan
bivariat untuk menguji sebuah data, tetapi karena terdapat
hubungan data yang semakin kompleks maka diperlukan
penerapan metode analisis multivariat yang lebih unggul
(J. F. Hair et al., 2014, p. 30).

Pada praktiknya, saat ini terdapat dua generasi teknik
analisis multivariat yang telah berkembang yaitu analisis
multivariat generasi pertama dan generasi kedua. Secara
singkat perbedaan antara teknik multivariat kedua generasi
tersebut dapat dibedakan berdasarkan tujuannya baik secara
konfirmasi (confirmatory) atau menguji sebuah teori, dan
eksplorasi (exploratory) atau mencari atau mengeksplorasi
suatu teori baru (J. F. Hair et al., 2014, p. 30). Hal tesebut
lebih jelas dapat dibedakan melalui Tabel 2.18 berikut ini.

56

Tabel 2.18 Perkembangan Analisis Multivariat.

Generasi Tujuan

Konfirmasi Eksplorasi

Pertama 1. Variance Analysis 1. Cluster Analysis
2. Regression 2. Exploratory Factor
3. Correlation
Analysis
3. Multidimensional

Scalling

SEM (Structural Equation Modeling)

Kedua (CB-SEM) (PLS-SEM)

Covariance Based-SEM Partial Least Squares-SEM

Secara lebih detail penjelasan tentang perkembangan
analisis multivariat baik generasi pertama dan kedua secara
lebih jelas dapat dijabarkan melalui bagian berikut ini.
1) Multivariat Generasi Pertama

Metode statistik multivariat yang dulunya
sering digunakan oleh peneliti biasanya disebut dengan
teknik multivariat generasi pertama. Teknik multivariat
generasi pertama pernah mendominasi untuk digunakan
pada era 1980-an. Seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 2.18 di atas, teknik multivariat generasi pertama
melingkupi pendekatan berbasis regresi (seperti regresi
berganda, regresi logistik, analisis varians, dan lain
sebagainya) (J. F. Hair et al., 2017, p. 31).
2) Multivariat Generasi Kedua

Teknik multivariat generasi kedua merupakan
teknik perkembangan dari multivariat generasi pertama
yang saat ini telah digunakan oleh banyak peneliti
selama 30 tahun terakhir (tepatnya sejak tahun 1990-an)
untuk mengatasi kelemahan teknik multivariat generasi
pertama (seperti menganalisis data lebih komprehensif,
mengatasi kesalahan pengukuran, dan lain sebagainya).

57

Penggunaan teknik multivariat generasi kedua
saat ini dapat dikenal sebagai pemodelan persamaan
struktural atau structural equation modeling (SEM).
SEM sendiri pada praktiknya seperti yang dijelaskan
pada Tabel 2.18 di atas terbagi menjadi dua (J. F. Hair
et al., 2014, p. 31) bagian yang secara lebih detail
pengertian dan tipe-tipenya dapat dijelaskan melalui
bagian di bawah ini.
2.4.2 Structural Equation Modeling (SEM)
1. Pengenalan SEM
Model persamaan struktural atau structural equation
modeling (SEM) merupakan sebuah teknik analisis multivariat
generasi kedua yang awalnya digagas oleh ahli genetika Sewall
Wright yang berfungsi untuk menguji hubungan antar variabel
yang kompleks untuk mendapatkan gambaran menyeluruh
mengenai suatu model atau permasahanan (Haryono & Wardoyo,
2013, p. 3).
Model SEM pada penerapannya memiliki kemampuan
untuk menganalisis dan memprediksi data yang lebih baik
dibandingkan analisis jalur dan regresi berganda (teknik
multivariat generasi pertama) karena SEM mampu menganalisis
data secara menyeluruh dan sampai pada level terdalam suatu
variabel (dependen maupun independen) dalam suatu model yang
diteliti secara langsung (Haryono & Wardoyo, 2013, pp. 1–2).
Pada penggunaannya model SEM bukan hanya dipakai
untuk dapat merancang suatu model tetapi juga dapat memeriksa
(menguji) dan membenarkan suatu model, oleh karena itu syarat
utama menggunakan model SEM adalah membangun suatu
hipotesis berdasarkan justifikasi teori. Model SEM seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu
yang berbasiskan kovarian atau bisa disebut Covariance Based-
SEM (CB-SEM) dan berbasiskan kovarian varian atau dapat

58

disebut Variance Based-SEM (VB-SEM) atau Partial Least
Square-SEM (PLS-SEM) (J. F. Hair et al., 2014, p. 4).
2. Tipe-Tipe SEM

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, secara garis bersar
saat ini terdapat dua tipe pada model SEM yaitu CB-SEM dan
PLS-SEM (J. F. Hair et al., 2014, p. 4) yang lebih jelasnya dapat
dijabarkan melalui bagian di bawah ini.
a. Covariance Based-SEM (CB-SEM)

Covariance Based-Structural Equation Modeling
(CB-SEM) merupakan sebuah model SEM berbasiskan
kovarian yang membebaskan indikator-indikatornya untuk
saling berkorelasi dengan indikator dan variabel lainnya.
Penggunaan CB-SEM yang berbasiskan kovarian lebih tepat
apabila digunakan untuk pengujian (mengkonfirmasi/
menolak) sebuah teori (J. F. Hair et al., 2014, p. 4). Pada
praktiknya pengujian CB-SEM dapat diterapkan melalui
beberapa perangkat lunak pengolah data seperti Lisrel,
AMOS, EQS, dan lain sebagainya (Haryono & Wardoyo,
2013, p. 9).
b. Partial Least Square-SEM (PLS-SEM)

Variance Based-Structural Equation Modeling
(VB-SEM) atau dapat disebut dengan Partial Least Square-
SEM merupakan salah satu model SEM berbasiskan varian
yang dapat digunakan mencari hubungan prediktif antar
konstruk dengan melihat apakah terdapat hubungan atau
pengaruh antar konstruk (variabel) tersebut.

Penggunaan PLS-SEM lebih cocok untuk
mengembangkan/mengekplorasi sebuah teori (J. F. Hair et
al., 2014, p. 4) karena dapat dilakukan tanpa dasar teori yang
kuat dan mengabaikan beberapa asumsi (non-parametrik).
Pada praktiknya pengujian PLS-SEM dapat menggunakan
beberapa perangkat lunak pengolah data seperti XLSTAT,

59

PLS-PM, PLS Graph, SmartPLS, Visual PLS, dan lain
sebagainya (Haryono & Wardoyo, 2013, p. 9).
c. Perbedaan PLS-SEM dan CB-SEM

Secara lebih detail terdapat sejumlah perbedaan
antara tipe SEM berbasis kovarian atau CB-SEM dan varian
atau VB/PLS-SEM (Haryono & Wardoyo, 2013, pp. 12–13)
yang lebih detail dijabarkan melalui Tabel 2.19 berikut ini.

Tabel 2.19 Perbandingan CB-SEM dan PLS-SEM.

Kriteria CB-SEM PLS-SEM
Pendekatan
Berlandaskan Berlandaskan
pengukuran kovarian pengukuran varian
(mengukur seberapa (mengukur hubungan
antara dua variabel)
jauh angka pada
kumpulan data)

Tujuan Untuk menguji atau Untuk mengembangkan
Penelitian mengkonfirmasi teori atau membangun teori

Model Menggunakan model Menggunakan model
Estimasi estimasi maximum estimasi best weight
estimate untuk mencari
likehood untuk mencari setiap blok indikator
titik maksimal

Spesifikasi Model pengukuran Model pengukuran dapat
Model bersifat reklektif berbentuk rekflektif
ataupun formatif
Pengukuran

Komplek- Kompleksitas model Kompleksitas model
sitas Model dapat berbentuk berbentuk recursive
(model yang mempunyai
recursive dan non- suatu arah kausalitas
recursive (model indikator), dengan
yang mempunyai arah tingkat kompleksitas
indikator timbal balik) tinggi (dengan 100
dengan tingkat komplek- konstruk dan 1000
sitas rendah sampai
menengah (kurang indikator)
dari 100 indikator)

Evaluasi Mensyaratkan Estimasi parameter
Model terpenuhinya kriteria dapat langsung
goodness of fit sebelum dilakukan tanpa
estimasi parameter
persyaratan kriteria
goodness of fit

60

Kriteria CB-SEM PLS-SEM

Besar 1. Kekuatan analisis 1. Dapat digunakan
Sampel didasarkan pada pada sampel kecil
kebutuhan sampel dari 30 sampai 100,
yang besar dengan tetapi juga tingkat
minimal kisaran keakuratan makin
200 sampai 800, tinggi bila sampel
yang digunakan
2. Membutuhkan data lebih besar,
yang terdistribusi
normal. 2. Tidak mengharuskan
data terdistribusi
dengan normal.

Software 1. IBM SPSS Amos, 1. Smart-PLS,
Yang Dapat 2. LISREL, 2. Visual-PLS.
Digunakan 3. EQS, 3. PLS-PM,
4. M-Plus. 4. PLS-Graph.

Karakteristik Mensyaratkan jumlah Jumlah sampel
Data dan sampel yang besar dan dapat kecil dan bisa
Alogaritma dilanggarnya asumsi
asumsi multivariate multivariate normality
normality terpenuhi
(non-parametik)
(parametrik)

Pengujian Model dapat diuji Tidak dapat diuji
Signifikansi dan diklasifikasikan dan diklasifikasikan

Software Sering bermasalah Relatif tidak menghadapi
Error
dengan inadmissible dan masalah (crashing)

faktor indeterminacy dalam proses iterasi model

Implikasi Optimal dalam Optimal dalam
ketepatan parameter Ketepatan prediksi

2.4.3 Partial Least Square-SEM (PLS-SEM)
1. Pengenalan PLS-SEM
Partial Least Square-Structural Equation Modeling
(PLS-SEM) merupakan salah satu teknik analisis data statistik
multivariat generasi kedua berbasis varian (variance based)
yang secara khusus digunakan dalam proses pengembangan
atau pengeksplorasian sebuah teori (model) penelitian (J. F. Hair
et al., 2014, pp. 4 & 24). Maksud dari penembangan atau

61

pengeksplorasian teori adalah dimana landasan teori (model)
yang dibuat pada sebuah penelitian cenderung baru atau perlu
diperbaharui (exploratory) dan belum memiliki teori yang kuat
atau belum banyak diuji (confirmatory) sebelumnya.

PLS-SEM dikembangkan pertama kali oleh Herman
A. Wold pada tahun 1975 (J. F. Hair et al., 2014, p. 74) dan jauh
pada perkembangannya saat ini penggunaan PLS-SEM telah
digunakan dalam berbagai disiplin ilmu karena selain memliki
beberapa perbedaan metodologis dengan CB-SEM (berbasiskan
kovarian), PLS-SEM (berbasiskan varian) memiliki beberapa
keunggulan tersendiri yang menjadikannya layak untuk
digunakan (J. F. Hair et al., 2014, p. 12).

PLS-SEM secara singkat memiliki beberapa keunggulan
dan dianggap menjadi metode analisis yang cukup kuat dalam
beberapa situasi tertentu karena dapat digunakan dengan tidak
didasari oleh banyak asumsi serta syarat seperti dapat digunakan
pada data yang tidak terdistribusi normal, dapat menangani
model yang kompleks dengan banyak variabel dan indikator,
dapat digunakan pada seluruh kategori skala pengkuran
seperti nominal, ordinal (non-parametrik), dan interval, rasio
(parametrik), serta dapat diuji pada jumlah sampel yang besar
maupun kecil (minimal 30) (Haryono & Wardoyo, 2013, pp. 12–
13) yang telah dijelaskan pada Tabel 2.19 sebelumnya.

Namun dalam penggunaannya, PLS-SEM seharusnya
tidak dipandang hanya sebagai alternatif tidak ketat dari model
CB-SEM, melainkan PLS-SEM dapat dipandang sebagai
pendekatan yang dapat saling melengkapi pada model SEM
karena apabila diterapkan dengan benar PLS-SEM dapat sangat
bermanfaat pada pengembangan sebuah penelitian (J. F. Hair et
al., 2014).

62

PLS-SEM pada praktiknya bekerja melalui proses
estimasi parameter Ordinary Least Square (OLS) (J. F. Hair et
al., 2014, p. 14) dengan menguji hubungan yang dimiliki antar
dua elemen, yang pertama adalah hubungan antara sebuah
variabel baik independen atau dependen (ξ/η) (diilustrasikan
dengan oval/lingkaran ) dengan indikator yang terkait (X/Y)
(diilustrasikan dengan persegi panjang ) atau dinamakan
dengan pengujian outer model (model pengukuran/measurement
model), dan yang kedua adalah menguji hubungan antara variabel
independen (ξ) dengan variabel dependennya (η) atau dinamakan
dengan pengujian inner model (model struktural/structural
model) (J. F. Hair et al., 2014, p. 12).

Untuk mempermudah penjelasan tersebut, Gambar 2.9
dapat mengilustrasikan perbedaan antara outer model dan inner
model yang dapat dilihat melalui bagian di bawah ini.

λ3 Y1 δ1

η
1
λ1 γ1 Y2 δ2
λ4
X1
ξζ1 β1
1
ζ2 X2 λ
2 ηγ2 λ5 Y3 δ3

2 Y4 δ4

λ6

Outer (Measurement) Model Outer (Measurement) Model
of Latent Exogenous of Latent Endogenous

Inner (Structural) Model

Gambar 2.9 Perbedaan Outer dan Inner Model.

63

Keterangan:

Lambang Penjelasan

Merupakan simbol dari variabel laten (dapat berupa variabel
laten eksogen/independen maupun endogen/dependen)

ξ (ksi) Merupakan simbol dari variabel manifest (indikator)
ε (eta) Merupakan notasi dari variabel laten eksogen (independen)
Merupakan notasi dari variabel laten endogen (dependen)

γ (gamma) Menyatakan parameter untuk menggambarkan hubungan
langsung variabel eksogen (independen) terhadap variabel
endogen (dependen)

β (beta) Menyatakan parameter untuk menggambarkan hubungan
langsung variabel endogen (dependen) dengan variabel
endogen (dependen) lainnya

ζ (zeta) Menyatakan kesalahan struktural (structural error) yang
terdapat pada sebuah variabel endogen (dependen)

δ (delta) Menyatakan measurement error yang berhubungan dengan
variabel eksogen (independen)

ε (epsilon) Menyatakan measurement error yang berhubungan dengan
variabel endogen (dependen)

λ (lambda) Menyatakan factor loadings yang merupakan parameter yang
menggambarkan hubungan langsung antara variabel eksogen
dengan variabel manifesnya (indikator)

Menyatakan variabel manifest (indikator) yang berhubungan
X dengan variabel eksogen (independen)

Y Menyatakan variabel manifest (indikator) yang berhubungan
dengan variabel endogen (dependen)

2. Evaluasi PLS-SEM

Secara lebih mudah proses evaluasi yang diterapkan baik

pada model struktural (inner model) maupun model pengukuran

(outer model) serta proses pengujian atau analisis yang

melingkupi didalamnya dapat dijabarkan melalui Gambar 2.10

dan Tabel 2.20 di bawah ini.

64

Model 1 Outer
Construct Reflective Model

Testing Or
Test
Formative
Calculate
Menu Reliability Testing Validity Testing
Result
Individual Internal Convergent Discriminant Convergent Collinearity
Indicator Consistency Validity Validity Validity among
Reliability Reliability
Indicator

PLS PLS PLS PLS PLS PLS
Algorithm Algorithm Algorithm Algorithm Algorithm Algorithm

Outer Construct Reliability Discriminant Construct Collinearity
Loadings and Validity Validity Reliability Statistic

Outer AVE Composite Cross Redundancy VIF
Loadings Reliability Loading Analysis

Fornell-
Larcker
Criterion

Gambar 2.10 Alur Pengujian PLS-

6

PLS
SEM

Inner 2
Model

Regresion Testing

Significance Path Coefficient of Hypothesis Effect Size Predictive Relative
& Relevance Coefficients Determination Testing Relevance Impact
of Indicator

Weights

PLS PLS Algorithm PLS Bootstrapping PLS Blindfolding
Algorithm /Bootstrapping Algorithm Algorithm

Outer Path R-Square Path f-Square Construct Cross-
Weight Coefficients Coefficients Validated Redundancy

Outer Beta R-Square T-Statistics f-Square Q-Square q-Square
Weight Coefficient 2 P-Values 2 2 2
(R ) (f ) (Q ) (q )
(β)

-SEM (Menggunakan SmartPLS).

65

Tabel 2.20 Detail Pengujian PLS-

Model/Proses Arah Peninjauan

Indicator Reability/
1. Individual Item

Reliability
Reliabilitas

2. Internal Consistency
Reliability

Refkeltif 3. Convergent Validity

Outer Model/ PLS
Measurement
Validitas
Model

4. Discriminant Validity

Formatif 1. Convergent Validity

-
Collinearity among

2. Indicator

6

-SEM (Menggunakan SmartPLS).

Nilai Standar (Nilai)
Outer Loadings
<0.40 (Ditolak),
>0.40-0.70 (Dipertimbangkan dihapus
apabila dapat meningkatkan CR & AVE),
>0.70 (Diterima).

Composite <0.095 (Ditolak),
Reliability >0.60-0.70 (exploratory research) (Diterima),
>0.70 (Diterima).

Algorithm Average Variance <0.50 (Ditolak),
Extracted (AVE) >0.50 (Diterima).

Cross Loadings Nilai outer loadings pada blok indikator >
(harus lebih tinggi) daripada blok indikator lainnya
Fornell-Larcker
Criterion Akar kuadrat AVE > (harus lebih tinggi)
daripada nilai korelasi variabel laten lainnya
Redundancy
Analysis <0.80 Kurang Baik (Ditolak),
>0.80 Baik (Diterima).

Variance Inflation <5.00 (Ditolak),

Factor (VIF) >0.20 (0.20-5.00) (Diterima).

66

Model/Proses Arah Peninjauan
Significance and

3. Relevance Formative
Indicators

1. Path Coefficients (β)

Coefficient of
2. Determination (R2)

Inner Model/ - 3. Hypothesis Testing Boot
Structural Regresi Strapping
Model

Predictive Relevance PLS
4. (Q2) Algorithm

5. Effect Size (f2) Blind
6. Relative Impact (q2)
Keterangan: > lebih besar, < lebih kecil.

6

Nilai Standar (Nilai)
Outer Weight
<0.50 (Ditolak),
>0.50 (Diterima).

Beta Coefficient (β) < 0.10 (Tidak Signifikan)
> 0.10 (Signifikan),

R-Square (R2) >0,25 (Lemah),
>0,50 (Sedang),
>0,75 (Kuat)

One-Tailed t-value>2.326, atau p<0.01***,
t-value>1.645, atau p<0.05**,
t-value>1.282, atau p<0.10*.

Two-Tailed t-value>2.576, atau p<0.01***,
t-value>1.960, atau p<0.05**,
t-value>1.645, atau p<0.10*.

Stone-Geisser (Q2) <0 (Tidak Terkait)
>0 (Terkait),

folding Effect Size (f2) >0,02 (Kecil),
Relative Impact (q2) >0,15 (Sedang),
>0,35 (Besar).

67

Secara detail perbedaan antara proses evaluasi/pengujian
baik pada model pengukuran (outer model), dan model struktural
(inner model) dapat dijabarkan secara lebih lengkap melalui
bagian berikut ini.
a. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)

Evaluasi model pengukuran atau outer model
merupakan proses pengujian model PLS-SEM yang
berfungsi untuk mencari hubungan antara sebuah variabel
baik independen atau dependen (yang dapat dilambangkan
oval/lingkaran ) dengan konstruk/indikator terkaitnya
(dapat dilambangkan persegi panjang ) (J. F. Hair et al.,
2014, pp. 12 & 70).

Didalam evaluasi outer model sendiri terdapat dua
pembagian tergantung dari arah path (jalur) yang digunakan
dalam sebuah penelitian. Dua pembagian tersebut yaitu outer
model reflektif dan outer model formatif (J. F. Hair et al.,
2014, pp. 42–43). Untuk lebih jelasnya perbedaan antara
evaluasi outer model reflektif dan formatif tersebut dapat
dijabarkan melalui bagian di bawah ini.
1) Outer Model Reflektif

Evaluasi outer model reflektif didasari oleh
asumsi bahwa indikator adalah pengaruh atau penyebab
pengukuran dari variabel (J. F. Hair et al., 2014, p. 30).
Indikator pada outer model reflektif harus dapat saling
terkait (memiliki korelasi) dengan indikator lainnya, dan
item tunggal pada indikator outer model reflektif
umumnya dapat dihapuskan tanpa mengubah arti
indikator secara keseluruhan, selama indikator tersebut
memiliki keandalan yang memadai (J. F. Hair et al.,
2014, p. 43).

68

Pada outer model reflektif arah panah (path)
mengarah keluar dari variabel ( ) ke indikator ( ).
Untuk lebih mudahnya Gambar 2.11 di bawah ini dapat
menjelaskan ilustrasi tersebut.

ξζ1 X1 λ1
1
ζ2 X2 λ2

Outer Model Reflektif

Gambar 2.11 Arah (Path) Outer Model Reflektif.
Dalam proses uji/analisisnya, outer model

reflektif memiliki dua proses pengujian utama yakni
pengujian reliabilitas (reliability), dan pengujian
validitas (validity) seperti yang telah diilustrasikan pada
Gambar 2.11 sebelumnya.

Pengujian reliabilitas merupakan pengujian yang
diterapkan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
konsistensi dan keandalan suatu instrumen (item) pada
sebuah indikator. Reliabilitas dapat terpenuhi apabila
satu responden dan lainnya menjawab pertanyaan
dengan jawaban yang sama.

Sementara pengujian validitas merupakan
pengujian yang diterapkan untuk mengetahui tingkat
ketepatan sebuah indikator pada sebuah variabel terkait
yang secara bersama-sama dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas dapat terpenuhi apabila
responden menganggap maksud dari suatu pertanyaan
dapat sama dengan maksud yang ditujukan peneliti
(J. F. Hair et al., 2014, p. 116).

Di dalam proses pengujian reliabilitas dan
validitas pada outer model reflektif sendiri ecara umum
memiliki dua proses pengujian, yaitu pada pengujian
reliabilitas terdapat pengujian Indicator Reliability dan

69

Internal Consistency Reliability, serta pada pengujian
validitas terdapat pengujian Convergent Validity dan
Discriminant Validity (J. F. Hair et al., 2014, p. 97).
Untuk lebih jelasnya penjabaran lebih lanjut tentang
pengujian-pengujian tersebut dapat dilihat melalui
bagian berikut ini.
a) Individual Indicator Reliability

Individual indicator reliability atau dapat
disingkat menjadi indicator reliability merupakan
sebuah pengujian yang dapat menjelaskan dan
menilai seberapa besar hubungan (korelasi/
kesamaan) antara masing-masing indikator dengan
konstruk (variabelnya) (J. F. Hair et al., 2014, p.
102). Semakin besar korelasi yang dihasilkan
menandakan semakin valid suatu indikator pada
konstruk (variabel) tersebut untuk diterapkan dalam
penelitian.

Dalam menentukan besaran korelasi
(hubungan) indicator reliability, dapat dilihat
melalui nilai outer loading factor atau dapat hanya
disebut outer loading yang dihasilkan. Terdapat
standar minimum nilai outer loading factor
(J. F. Hair et al., 2014, p. 107) yang lebih jelasnya
dapat dijabarkan melalui Tabel 2.21 di bawah ini.

Tabel 2.21 Standar Nilai Outer Loading.

Nilai Interpretasi Keterangan

>0,70 Valid Memiliki indicator
(exploratory (Diterima) reliability yang valid
digunakan pada penelitian
research
0.60-0.07)

70

Nilai Interpretasi Keterangan

<0,70 Tidak Valid Memiliki indicator
(0.40-0.07) (Disarankan reliability yang tidak valid
digunakan pada penelitian
Dihapus) (dipertimbangkan dihapus)

b) Internal Consistency Reliability
Internal consistency reliability merupakan

sebuah bentuk pengujian konsistensi item pada
konstruk (variabel) apakah memiliki skor yang
serupa ataupun tidak (J. F. Hair et al., 2014, p. 116).
Internal consistency reliability dapat diuji melalui
dua cara antara lain dapat mengukur nilai cronbach
alpha atau mengukur nilai composite reliability
yang dihasilkan (J. F. Hair et al., 2014, p. 101).

Pada pengujian cronbach alpha asumsi
semua indikator adalah sama tidak dibagi dengan
kenadalan masing-masing. Hal ini berbeda dengan
pengujian composite reliability yang pada
praktiknya dapat memperhitungkan beban luar yang
berbeda dari variabel dan indikatornya masing-
masing (J. F. Hair et al., 2014, p. 101). Oleh karena
itu pada penelitian kali ini sesuai dengan referensi
yang banyak digunakan lebih tepat untuk
mempergunakan pengukuran composite reliability
(J. F. Hair et al., 2014, p. 101).

Nilai composite reliability dapat bervariasi
antara 0 sampai 1. Nilai yang lebih tinggi
menunjukkan keandalan yang lebih tinggi. Hal
tersebut umumnya ditafsirkan dengan standar yang
sama seperti pada penilaian cronbach alpha. Secara
lebih detail terdapat beberapa tingkatan standar nilai
composite reliability (J. F. Hair et al., 2014, p. 102)

71

yang lebih jelas dapat dilihat melalui Tabel 2.22
berikut ini.

Tabel 2.22 Tingkatan Nilai Composite Reliability.

Nilai Interpretasi Keterangan
0,60-0,70
Diterima Memiliki nilai consistency
(Cukup) reliability yang diterima.

0,70-0,90 Memuaskan Memiliki consistency

(Sedang) reliability yang memuaskan.

>0,95 Identik/ Memiliki consistency
Redudant reliability yang indentik/

(Tidak redudant (berlebihan).
Diinginkan)

c) Convergent Validity
Convergent validity merupakan sebuah

pengujian yang dapat menjelaskan sejauh mana
besaran korelasi (hubungan) keragaman antara
variabel manifest (indikator) pada konstruk
(variabel laten) yang sama atau terkait (J. F. Hair et
al., 2014, p. 102). Semakin mirip atau semakin sama
suatu konstruk yang terkait, maka semakin baik
korelasi dan hubungan konstruk tersebut.

Untuk mengetahui tingkat korelasi konstruk
pada convergent validity dapat dilihat melalui
nilai rata-rata average variance extracted (AVE).
Terdapat standar minimum nilai average variance
extracted (AVE) (J. F. Hair et al., 2014, p. 103) yang
lebih jelasnya dapat dilihat melalui Tabel 2.23 di
bawah ini.

72

Tabel 2.23 Standar Nilai AVE.

Nilai Interpretasi Keterangan
>0.50
Baik Memiliki nilai convergent
(Diterima) validity yang baik

(rata-rata kebenaran lebih
dari setengah varian
pada konstruk).

<0.50 Kurang Baik Memiliki nilai convergent
(Ditolak) validity yang kurang baik

(rata-rata lebih banyak
kesalahan varian pada

konstruk).

d) Discriminant Validity
Discriminant validity merupakan sebuah

pengujian yang dapat menjelaskan sejauh mana
suatu konstruk benar-benar berbeda dari konstruk
lain. Discriminant validity menyiratkan bahwa
suatu konstruk itu adalah unik dan dapat menangkap
fenomena yang tidak diwakili oleh konstruk lain
dalam model (J. F. Hair et al., 2014, p. 104).
Semakin unik suatu konstruk dan berbeda
dengan konstruk lain menandakan semakin baik
discriminant validity pada konstruk tersebut.

Untuk mengetahui tingkat keunikan
konstruk pada discriminant validity dapat dilihat
dari dua nilai pengujian, yang pertama adalah
melihat nilai dari Cross Loading, kedua memeriksa
nilai Fornell-Larcker Criterion. Pengujian cross
loading pada praktiknya dapat membandingkan
hubungan antara indikator dengan konstruk blok
lainnya. Sementara pengujian fornell-larcker
criterion dapat melihat korelasi antara sebuah
konstruk dengan konstruk lainnya (J. F. Hair et al.,
2014, p. 105).

73

Untuk lebih jelasnya terdapat beberapa
standar minumum nilai yang dapat dilihat baik pada
pengujian cross loading dan fornell-larcker
criterion (J. F. Hair et al., 2014, p. 105) yang lebih
jelasnya dapat dilihat melalui Tabel 2.24 dan 2.25
di bawah ini.

Tabel 2.24 Standar Nilai Cross Loading.

Nilai Interpretasi Keterangan

Perbandingan Diterima Memiliki nilai cross
blok nilai pada loading yang diterima
suatu indikator
(konstruk dapat
lebih tinggi memprediksi ukuran
daripada korelasi pada blok indikator
yang lebih baik dari
blok indikator blok indikator lainnya)
lainnya

Perbandingan Ditolak Memiliki nilai cross
blok nilai pada loading yang ditolak
suatu indikator (konstruk belum dapat
lebih rendah memprediksi ukuran
daripada korelasi pada blok indikator
blok indikator yang lebih baik dari
blok indikator lainnya)
lainnya

Tabel 2.25 Standar Nilai Fornell-Larcker Criterion.

Nilai Interpretasi Keterangan

Perbandingan Diterima Memiliki nilai fornell
nilai akar -larcker criterion

AVE dari suatu yang diterima pada
variabel lebih variabel tersebut
besar daripada
variabel lainnya

74

Nilai Interpretasi Keterangan

Perbandingan Ditolak Memiliki nilai fornell
nilai akar -larcker criterion
yang ditolak pada
AVE dari suatu variabel tersebut
variabel lebih
kecil daripada
variabel lainnya

2) Outer Model Formatif
Evaluasi outer model formatif didasarkan pada

asumsi bahwa variabel adalah pengaruh atau penyebab
pengukuran dari indikator (J. F. Hair et al., 2014, p. 30).
Indikator pada sebuah variabel dalam outer model
formatif dapat tidak saling terkait (tidak memiliki
korelasi) dengan konstruk lainnya dan item tunggal pada
indikator outer model reflektif umumnya tidak dapat
dihapuskan karena dapat mengubah arti indikator secara
keseluruhan (J. F. Hair et al., 2017, p. 43).

Pada outer model formatif arah panah (path)
mengarah kedalam dari indikator ( ) ke variabel ( ).
Untuk lebih mudahnya Gambar 2.12 di bawah ini dapat
menjelaskan ilustrasi tersebut.

ξζ1 X1 λ1
1
ζ2 X2 λ2

Outer Model Formatif

Gambar 2.12 Arah (Path) Outer Model Formatif.
Seperti yang sebelumnya telah diilustrasikan

pada Gambar 2.12 dalam proses uji/analisis outer
model formatif memliki tiga proses pengujian yaitu
Convergent Validity, pengujian Collinearity Among
Indicator, dan pengujian Significance and Relevance
Formative Indicators (J. F. Hair et al., 2014, p. 97).
Untuk lebih jelasnya penjabaran lebih lanjut tentang

75


Click to View FlipBook Version