438 kita punya mimpi, punya hobi, dan punya kata hati, tapi tak semua dari kita berkesempatan untuk menjadikannya profesi. Dari Reality Bites, saya bertekad ingin bercerita tentang pergelutan yang serupa. Tahun 1996. Tanpa tahu ramuan persisnya, tanpa bisa merunut pasti mata rantai kimiawi yang terjadi, berdasarkan bekal inspirasi empat unsur tadi saya mulai menulis sebuah cerita bersambung berjudul “Kugy & Keenan”. Saat itu, tren cerbung sudah memudar dari majalah-majalah remaja. Terpaksa saya mensimulasinya sendiri di dalam benak saya. Seolah-olah saya punya pembaca di luar sana yang menanti kisah demi kisah saya muncul setiap minggunya di sebuah majalah imajiner. Dan, akhirnya saya memang punya pembaca: orang-orang rumah saya sendiri. Menjadi penulis merangkap tukang pos, saya mengetik dengan tekun lalu mengirimkan hasil print out-nya door to door. Dalam arti sebenarnya. Saya mengetuki pintu kamar kakak-kakak saya, anak-anak kos, lalu mencekoki mereka dengan “Kugy & Keenan” secara rutin. Dan benar, racun itu mulai bekerja. Tiba-tiba malah saya yang kemudian ditagih untuk menyetor cerita lanjutan. Dengan bersemangat saya pun menulis dan menulis. Tepat di bab ke-34 dari 40 bab yang direncanakan, saya berhenti. Bensin saya habis. “Kugy & Keenan” pun memasuki tidur panjang. Yang tersisa hanyalah keyakinan bahwa suatu saat saya pasti akan menyelesaikannya. Tidak tahu kapan. Tahun 2007, sebuah perusahaan content provider bernama Hypermind menghubungi saya. Mereka ingin mengonversi buku-buku saya ke dalam format digital, diperdagangkan lewat perusahaan telekomunikasi seluler, dan pada akhirnya para pembaca bisa membaca novel saya melalui layar ponsel mereka. Dalam pembicaraan siang itu, saya
439 tiba-tiba teringat “Kugy & Keenan”. Naskah yang terbaring mati suri selama sebelas tahun. Spontan, saya menawarkan pada Hypermind untuk tidak fokus pada buku-buku saya yang sudah ada, melainkan naskah yang sama sekali baru. Yang belum ada di pasaran. Spontan, mereka pun tertarik. Tentu saja hal itu menjadi nilai lebih bagi semua pihak, termasuk saya—yang membutuhkan insentif alias pemicu untuk menyelesaikan utang yang begitu lama tertunda. Nyaris bersamaan dengan itu, saya dihadiahi sebuah ebook oleh Reza. Panduan menulis buku dalam waktu 14 hari oleh Steve Manning. Terbiasa menulis novel dalam waktu bulanan bahkan tahunan, saya sama sekali skeptis dengan panduan tersebut. Namun, kondisi yang serba kepepet karena deadline yang diminta oleh Hypermind, saya pun memutuskan untuk bereksperimen dengan “Kugy & Keenan” dan metode Steve Manning. Saya lantas meresmikan sebuah proyek “bunuh diri”, yakni menulis novel sepanjang 75.000 kata dalam waktu 55 hari kerja. Tidak, saya tidak meneruskan dari bab 34 sebagaimana yang saya tinggalkan sebelas tahun yang lalu. Saya menuliskannya ulang dari nol. Dan, memublikasikan proses kreatifnya hari per hari lewat blog. A total, wacky experiment. Saya lalu mencari “markas besar”, atau semacam “kantor” tempat saya bisa menulis tenang tanpa diganggu apa pun. Sebuah kamar kos di daerah Tubagus Ismail berhasil ditemukan. Dikelilingi mahasiswi-mahasiswi betulan sebagai tetangga sangatlah membantu saya untuk menghidupkan suasana kemahasiswaan dalam Perahu Kertas. Alhasil, 60 hari bekerja dan novel ini selesai dengan konten 86.500 sekian kata. Saya pun memutuskan mengubah judulnya, dari Kugy & Keenan menjadi Perahu Kertas—menyoroti objek metaforik yang saya rasa lebih cocok menjadi benang merah untuk menjahit potongan kisah di dalamnya.
440 Pada April 2008, Perahu Kertas resmi dilansir sebagai novel digital pertama oleh XL, dan masih tercatat sebagai novel digital terlaris hingga kini. Namun, bagi saya pribadi, prestasi yang lebih besar lagi adalah: inilah salah satu tapak langkah saya untuk menjadi penulis lintas usia, lintas segmen. Saya sadar, genre maupun karakteristik novel ini barangkali akan menjadi kejutan bagi banyak pembaca saya, tapi saya memang tidak pernah berminat untuk terperangkap dalam satu lintasan tertentu saja. Di mata saya, setapak ini masih panjang dan berwarna-warni. Semoga Anda menikmati Perahu Kertas sebagaimana saya menikmati setiap detik proses penulisannya hingga ia akhirnya ‘melaju’ dalam bentuk kertas dan cetakan tinta. Ikuti proses kelahiran Perahu Kertas hari per hari di blog: Journal of a 55-days Novel (www.dee-55days.blogspot. com). D
441 Dari mereka, para pembaca ... Cel: Saya membaca Perahu Kertas lewat Blackberry saya. Sejak halaman pertama, saya tidak bisa berhenti dan terus membaca sampai bab terakhir. I was addicted. Gaya bahasa yang ringan dan penggambaran yang jelas membuat saya bermain dengan “theatre of mind” saya; membayangkan kos Kugy dan Keenan, rumah mereka, kantor mereka, lukisan-lukisan Keenan, suasana di Ubud, sampai Pantai Ranca Buaya. Big applause for Dee yang menyelesaikan cerita luar biasa ini dalam 55++ days .... Amazing Fietha: Mbak Dee, makasih udah bikin Perahu Kertas. Aku terharu banget, jadi ingat sama mimpi-mimpi yang tertunda. Jadi ingat sama cita-cita dan khayalan yang belum sempat diwujudkan. Ingin rasanya mengejar mimpi itu kembali. Jadi semangat lagi. Rieez88: Perahu Kertas membuatku seharian tak menghiraukan hal-hal penting lain yang harus aku lakukan. Aku bisa memahami Keenan bahwa Kugy seperti drug baginya. Dee seakan menciptakan dunia baru bagiku untuk setiap karyanya! Tidak terlalu berat, berkarakter, kadang membuatku merasa romantis, kadang tertawa sendiri, bahkan menangis .... EsdoubLeU: Seru, terharu, dan membuat ketagihan. Sekilas, tampak standar (temanya: cinta), tapi bagi saya, cerita Perahu Kertas seperti membuka cakrawala baru. Ketika cinta ga kesampaian, yang ada hanyalah kerelaan hati untuk menerima, dan mengharapkan si dia bahagia. Meski latar belakang kotanya banyak (Jakarta, Bandung, Bali, dan Belanda), tapi tidak menjadikan ceritanya penuh dengan detail-detail yang ga perlu. Malah sebaliknya, cerita seperti mengalir. Lucu, dan unik. Mana ada sih coba, novel sejenis yang menceritakan tokoh utama ceweknya urakan, bercitacita jadi penulis dongeng, dan merasa dirinya agen Neptunus? Seolah, gengsi dan citra diri jadi sesuatu yang ga terlalu penting lagi. Stella: I just wanna say that I love your Perahu Kertas. Had a hard time not to fall in love with Keenan. Congrats! Clariss: Bagus banget. Rasanya setiap Kugy sedih aku jadi ikut berkacakaca. Nggak cuma cerita cinta aja, tapi ada makna supaya setiap orang yakin sama impiannya. Dyah: Suka banget dengan karakter Kugy. Cantik, cuek, tapi untuk urusan
442 masa depan dia rencanakan dengan baik. Bumbu ceritanya, seperti kelakuan Keshia, bikin senyum-senyum sendiri. Lainnya, jangan tanya, berkaca-kaca deh mata :) Novel yang mengharukan dan memberikan semangat untuk meraih impian. Dian: Menarik juga ceritanya. Ada Pasukan Alit, Kugy yang pintar bikin cerita tapi ga bisa gambar, Keenan yang pintar melukis tapi ga bisa bikin cerita, terus ada Wanda yang naksir Keenan tapi Keenan ga ada minat. Wanda yang cantik sempurna, anak orang kaya, yang membuat Kugy minder karena ada hati sama Keenan. Keren abies, dech! Pii: Keren. Cuma itu yang bisa gue bilang setelah membaca Perahu Kertas. By the way, thanks for giving this spirit. [RICKOFTHETIME]: Perahu Kertas ... hmm. Seperti dongeng Kugy. Seperti lukisan Keenan. Ada jiwa di dalamnya. Begitu kuat. Yoeyha: Ada kesedihan, ada kegembiraan, ada kegalauan, ada kebahagiaan, bercampur dan mengalir menuju Sang Neptunus. Good story .... Archrein Kee: This book makes me not giving up. Aku paling suka quote: “berputar menjadi sesuatu yang bukan kita demi menjadi diri kita lagi.” That inspires me. Perahu Kertas awesome ... keren. Yang udah beli atau nebeng baca nggak bakal nyesel. [Komentar-komentar ini diambil dari blog “Journal of a 55-days Novel”. Bagi Anda yang tergerak untuk ikut bersuara, silakan mampir ke www.dee-55days.blogspot.com]
443 Tentang Penulis Dewi Lestari, yang bernama pena Dee, lahir di Bandung, 20 Januari 1976. Novel Perahu Kertas ini sudah lebih dulu dilansir dalam versi digital (WAP) pada April 2008, dan kini diterbitkan atas kerja sama antara Truedee Books dan Bentang Pustaka. Naskah yang awalnya ditulis pada 1996 dan sempat ‘mati suri’ selama 11 tahun ini akhirnya ditulis ulang oleh Dee pada akhir 2007, menjadikan Perahu Kertas sebagai novel pertamanya yang bergenre populer. Kecintaan Dee pada format cerbung dan komik drama serial telah menginspirasinya untuk menuliskan cerita memikat ini. Kiprah Dee dalam dunia kepenulisan telah membawanya ke berbagai ajang sastra bergengsi di dalam maupun luar negeri. Beberapa prestasi dan penghargaan yang baru-baru ini diperolehnya antara lain: Top 88 Most Influential Women in Indonesia (Globe Asia), The Most Outstanding Woman 2009 (Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Kantor Berita Antara). Nama Dee juga muncul sebagai peringkat pertama dalam polling nasional “Penulis Perempuan Paling Dikenal di Indonesia” tahun 2009. Perahu Kertas adalah karya Dee yang keenam sesudah Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, Supernova: Akar, Supernova: Petir, Filosofi Kopi, dan Rectoverso. Kini, Dee dan keluarga mungilnya menetap di Jakarta.
444 Berinteraksilah dengan Dee di: dee-idea.blogspot.com Fanpage: Dewi Lestari ID: deelestari