The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Desi Armi Eka Putri, 2023-07-04 18:19:31

Bahan Ajar EKonomi Publik

Bahan Ajar EKonomi Publik

Wewenang pemungutan pajak ada pada pihak ketiga selain fiskus dan Wajib Pajak. Dilaksanakan secara efektif sejak 1984 Sistem perpajakan adalah mekanisme yang mengatur bagaimana hak dan kewajiban perpajakan suatu wajib pajak dilaksanakan. Pada uraian di bawah ini disajikan berbagai sistem perpajakan. Official Assessment Menurut sistem perpajakan ini, besarnya pajak yang terutang ditetapkan sepenuhnya oleh institusi pemungut pajak. Wajib pajak dalam hal ini bersifat pasif dan menunggu penyampaian utang pajak yang ditetapkan oleh institusi pemungut pajak. Self Assessment Menurut sistem perpajakan ini, besarnya pajak yang terutang ditetapkan oleh wajib pajak. Dalam hal ini, kegiatan menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang dilakukan oleh wajib pajak. Peran institusi pemungut pajak hanyalah mengawasi melalui serangkaian tindakan pengawasan maupun penegakan hukum (pemeriksaan dan penyidikan pajak). Sistem Perpajakan Indonesia Sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 (reformasi perpajakan Indonesia) menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda (ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944), Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem Official Assessment menjadi sistem Self Assessment. Kepercayaan diberikan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengejar pemasukan pajak, namun hal itu menyisakan beberapa permasalahan. Pertama, kebijakan perpajakan atau politik perpajakan kita yang terkesan tanpa memperdulikan hak-hak individu serta kebebasan wajib pajak. Politik perpajakan demikian sama sejak zaman kemerdekaan hingga reformasi, terkesan dipaksakan (tergantung keinginan politik pemerintah), serta sangat minim dalam redistribusinya kepada masyarakat, sehingga sulit mengatakan bahwa kebijakan fiskal di Indonesia sudah demokratis. Bahkan cara-cara pemungutan pajak demikian bisa dikatakan sebagai pencurian/perampokan hak milik rakyat atau membajak wajib pajak. Kedua, kasus pajak menduduki peringkat kedua setelah kasus korupsi yang sedang mewabah saat ini. Dari sejak dahulu, Direktorat Jenderal Pajak terkenal sarat dengan


permainan antara para pegawai yang terkait dengan para wajib pajak sehingga menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Direktorat ini, bahkan sudah menjalar ke arah ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Hal ini membuat masyarakat enggan untuk taat membayar pajak walaupun itu merupakan kewajiban sebagai warga negara yang baik. Ketiga, ketidakpatuhan wajib pajak timbul apabila wajib pajak tidak mempunyai pengetahuan perpajakan yang memadai, sehingga wajib pajak secara tidak sengaja tidak melakukan kewajiban perpajakannya (tidak mendaftarkan untuk memperoleh NPWP, tidak menyampaikan SPT dan lain-lain). Masa depan politik pajak dan demokratisasi pajak di Indonesia diharapkan akan mengarah pada upaya adanya mekanisme yang mampu mengatasi konflik kepentingan antara wajib pajak dengan pemungut pajak (fiskus), tersedianya wadah bagi wajib pajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan fiskal, kesetaraan hukum antara wajib pajak dengan pemungut pajak (fiskus) dan tersedianya akses pengawasan dana yang bersumber dari pajak serta pengawasan atas penerimaan dan alokasi dana pajak. D. PERGESERAN PAJAK Pergeseran Pajak atau dikenal dengan pergeseran pajak, adalah pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lainnya. Dengan demikian, orang atau badan yang dikenakan pajak sekali pun tidak dikenakan beban pajaknya. (Lumbantoruan (1996:489)). Mengutip dari Wikipedia dan diterjemahkan, tax shifting merupakan fenomena ekonomi yang mana wajib pajak memindahkan beban pajak kepada pembeli atau penyuplai dengan menambah harga penjualan atau menekan harga pembelian saat transaksi terjadi. Pergeseran pajak memiliki tiga karakteristik, di antaranya: Berkaitan erat dengan kenaikan atau penurunan harga.Distribusi kembali beban pajak di antara subjek pajak atau pihak yang terlibat sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan antara wajib pajak dan penanggung pajak. Ini merupakan perilaku wajib pajak yang proaktif. Jenis Pergeseran Beban Pajak Ada beberapa jenis perpindahan beban pajak, yaitu forward shifting , backward shifting , kombinasi forward dan backward shifting , serta single-point dan multi-point shifting . 1. Pergeseran Maju


Pada pergeseran ke depan , beban pajak bergeser dari produsen ke konsumen melalui transaksi penjualan dengan cara menaikkan harga barang, baik secara keseluruhan maupun sebagian nilai pajak. Contohnya, cukai. Kemudian, produsen dapat membayar pajak kepada konsumen dengan mengurangi kualitas atau kuantitas barang pajak dalam bentuk transaksi penjualan. 2. Pergeseran Mundur Pada backward shifting , beban pajak suatu barang dialihkan kembali kepada pelaku produksi melalui transaksi pembelian. Contohnya, produsen meminta penyuplai produksi bahan baku untuk menerima harga yang lebih rendah, atau menekan biaya upah pegawainya sehingga harga barang tersebut tetap sama dan beban pajak dapat ditanggung oleh penjual atau produsen bahan baku akhir, bukan oleh konsumen. 3. Kombinasi Jenis kombinasi antara forward dan backward shifting dilakukan dengan cara produsen barang kena pajak pajak dari pajak dengan melakukan penambahan sebagian harga serta pengurangan pembayaran faktor-faktor produksi. 4. Pergeseran titik tunggal dan multi titik Pergeseran satu titik terjadi ketika beban pajak dialihkan langsung dari pabrik atau produsen ke konsumen. Sedangkan multi-point shifting terjadi ketika beban pajak dialihkan dari satu pihak ke berbagai pihak. 5. Praktik Pergeseran Beban Pajak Umumnya, praktik pergeseran beban pajak ada pada pajak konsumsi ( konsumsi pajak ) atau PPN dan cukai. Contoh perusahaan yang menerapkannya adalah perusahaan rokok. Rokok menjadi barang yang dikenai bea cukai. Untuk menghindari pembayaran pajak ini, perusahaan berusaha mengurangi beban cukai kepada konsumen rokok dengan cara menaikkan harga jual rokok ( forward shifting ). Alternatif lainnya, perusahaan rokok menggeser beban rokok ke petani tembakau dengan cara menekan harga beli tembakau ( backward shifting ).


BAB VII APBN dan Utang Negara 1. Defenisi APBN Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pada suatu pemerintah Negara Indonesia yang di setujui oleh dewan perwakilan rakyat (DPR). APBN berisi tentang suatu daftar sistematis dan rinci yang memuat suatu perencanaan penerimaan dan pengeluaran suatu Negara selama satu tahun anggaran (1 januari- 31 Desember). Perubahan APBN dan tanggung jawab APBN setiap tahun akan ditetapkan oleh undang-undang dasar. Tujuan di susunnya APBN adalah sebagai pedoman dari pengeluaran dan penerimaan dekat dengan agar terjadinya suatu keseimbangan yang dinamis dalam rangka untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan suatu Negara demi terciptanya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pada akhirnya ditujukan pada capaian pada masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan asas pancasila. 2. Kebijakan APBN Presiden republik Indonesia Jokowi mengatakan pemerintah akan merencanakan kebijakan yang tetap Ekspansif pada tahun ini dikarenakan akan dilakukan untuk mempersiapkan percepatan pemulihan ekonomi dan sosial. Anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN dengan memberikan informasi struktur karena pemerintah menyampaikan ada enam. Cara utama dalam kebijakan APBN 2022 menurut Jokowi dalam rapat tersebut fokus pertama yaitu adalah melanjutkan upaya pengendalian dan penanganan kofit 19 dengan tetap memprioritaskan dan kesehatan. tujuan kedua menjadi atau menjaga program perlindungan sosial bagi rakyat miskin dan sangat rentan selain itu kata presiden republik Indonesia APBN juga akan di fokuskan lebih untuk memperkuat agenda peningkatan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. tujuan ketiga terang presiden ini melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan


kemampuan Adaptasinya teknologi. Tujuan keempat adalah penguatan desentralisasi untuk peningkatan atau meningkatkan dan pemerataan kesejahteraan antara daerah. Tujuan yang kelima adalah fokus ini melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan seru baset Budgeting untuk mendorong agar belanja lebih efisien dan relatif. Yang ke enam presiden Jokowi mengatakan pemerintah harus memperkuat pusat dan daerah terhadap Prioritas serta antisipasi terhadap kondisi(Binbangkum 2021). 3. Macam-macam Utang Negara Utang negara (sovereign debt) adalah utang yang dikeluarkan atau yang dijamin pihak pemerintah pada suatu negara. yang artinya utang negara merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh pemerintahan nasional. Hal ini tentunya berbeda dengan municipal debt dimana utang tersebut telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Ada dua jenis pinjaman, yaitu : 1) Pinjaman Luar Negeri Pinjaman luar negeri Dapat berasal dari World Bank, Asian Development Bank, Islamic Development Bank atau dakreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancis dll), serta Kredit Ekspor. terdapat 2 jenis pinjaman luar negeri yaitu sebagai berikut : a. Pinjaman Program: Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy Matrix dalam bidang kegiatan untuk mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat, policy yang terkait dengan climate change dan infrastruktur. change dan infrastruktur. b. Pinjaman Proyek : Untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi, dll); proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM). 2) Pinjaman Dalam Negeri


a) Peraturan Pemerintah (PP) No.: 54 Tahun 2008 yaitu Tentang Tata Cara Pengadaan serta Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah ; b) Berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN); yaitu Pemerintah Daerah,dan juga Perusahaan Daerah; c) Membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri yang ada dalam negeri dan pembangunan infrastruktur sebagai pelayanan umum; kegiatan investasi yang yang menghasilkan penerimaan. 4. Utang Utang adalah uang yang dipinjam dari orang atau pihak lain.utang juga memiliki arti kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima. Turunan kata utang yaitu berutang artinya mempunyai utang (KBBI). utang adalah perikatan,yang merupakan prestasi atau kewajiban dalam lapangan harta kekayaan yang harus dipenuhi oleh setiap debitur dan bila tidak dipenuhi, kreditur berhak mendapat pemenuhannya dari harta debitur (Kartini dan Gunawan Widjaja). Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 6 undang-undang kepailitan nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU.pengertain utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang negara asing. Baik secara langsung maupun yang akan muncul dikemudian hari, karena adanya undang undang (UU) atau perjanjian dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada debitur untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan debitur. Dari undang -undang tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi utang harus ditafsirkan secara luas, tidak hanya meliputi utang yang ada karena perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjaman meminjam , tetapi juga utang yang adanya karena undang -undang atau perjanjian yang dapat dinilai dengan sejumlah uang. 5. Sumber Pinjaman Negara 1. Individu dalam masyarakat


Pemberian pinjaman oleh seorang individu dengan cara membeli obligasi suatu Negara ini akan dapat mempengaruhi pola konsumsi dan pola tabungan oleh para individu yang bersangkutan. Pada umumnya seseorang tidak akan mengurangi suatu konsumsi hanya sekedar untuk membeli obligasi negara, tetapi mereka juga akan mengurangi tabungan mereka untuk membeli suatu obligasi. ada beberapa alternatifyang dapat pergunakan pada dana tabungan yaitu dana tersebut dapat dipakai untuk perluasan usaha, atau dapat disimpan dalam bentuk uang kas yang menganggur untuk keperluan spekulasi. Alternatif-alternatif tersebut tidak dapat dipilih karena obligasi memberikan hasil atau pendapatan yang lebih tinggi dalam bentuk bunga dari pada alternatif-alternatif lain tersebut. Ada alternatif lain yaitu pembelian surat berharga bukan obligasi suatu negara. Pembelian suatu obligasi Negara akan menekan harga surat berharga yang lain seperti surat-surat saham yang akan meningkatkan tingkatkan suatu bunga sehingga menekan keinginan mengadakan investasi dan menghambat ekspansi perusahaan. 2. Sektor perusahaan danPemerintah Dapat pula menjual surat obligasi negara kepada perusahaan asuransi dan sebagainya yang bukan bank. Pembelian obligasioleh perusahaan jenis ini dilakukan dengan menggunakan dana yangmengganggur yang seharusnya dapat pula dipakai untuk membeli surat-suratsaham dan lain sebagainya. Sebagai akibat dan pembelian obligasi itu, makakemungkinan perluasan usaha perusahaan-perusahaan yang ingin menjualsaham jadi terhambat karena kekurangan dana. Hal ini hanya dapat terjadi bila obligasi negara itu benar-benar menarik dengan memberikan hasil yangtinggi dibanding dengan tingkat deviden yang diperoleh sehagai hasilmemegang saham. 3.Bank Umum Bank umum karena kemampuannya memberikan kredit berbedadengan lembaga keuangan lain maka mi dapat menciptakan tenaga beli barudengan mendasarkan pada deking (reserve) yang di punyai. Bank Sentralmemberikan pedoman bahwa untuk memburi kan kredit, bank umum harus punya deking misalnya sctinggi 20% (reserve requirement 20%).


Dengan pembelian obligasi negara berarti bank umum mempunyaitambahan deking sehingga dengan reserve requirement setinggi 20%, makadapat diciptakan uang giral sebanyak lima kali lipat. Jadi cara ini tidak menurunkan pendapatan nasional. 4. Bank Sentral. Pemerintah dapat menjual obligasi kepada Bank Sentral. Tindakan ini juga menciptakan tenaga beli seperti halnya bila pemerintah menjual obligasikepada Bank umum. Bank Sentral membuka rekening pemerintah dan pemerintah mempunyai simpanan di Bank Sentral. Kalaukemudian pemerintah mengambil uang dan Bank dan melakukan pembayaran kepada individu-individu dalam masyarakat dan bila paraindividu menyimpan dana itu di Bank umum, maka ini akan merupakandeking bagi Bank umum sehingga Bank umum dapat menciptakan kredityang akhirnya berbentuk uang giral. Jadi pinjaman pemerintah dan BankSentral tidak akan menekan tingkat pendapatan nasional. Pinjaman Luar Negeri sebagai Sumber Kapital Di sebagian besar negara-negara sedang berkembang, kemungkinan bagiakumulasi kapital terbatas karena di samping rendahnya produktivitas jugakarena tingginya tingkat konsumsi baik untuk sektor swasta maupun sektor pemerintah yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan adanyaefek pamerinter Low level equiibirum trap atau perangkap keseimbangan pendapatan yang rendah diartikan pula sebagai tingkat pendapatan yangmenjalin adanya keseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan pendapatan pada tingkat yang rendah dan dalam kedudukan yang stabil. Sumber dan penggunaan utang luar negeri di Indonesia A. Perkembangan utang luar negeri Indonesia selama ini pembangunan ekonomi di Indonesia bergantung kepada utang yang diperoleh dari hubungan bilateral maupun multilateral. Yang Totalnya hampir telah melampaui batas kemampuan Pelunasan dan hampir separuh dari anggaran tersebut negara yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan serta program program lainnya berbau utang. Ibarat


pepatah gali lobang tutup lobang pinjam uang bayar dengan utang itulah fakta yang terjadi hingga kini pemerintah Indonesia terus membuka pinjaman pinjaman baru guna untuk menutupi kekurangan dana APBN serta untuk melunasi beban utang yang sudah jatuh tempo. Adanya pemasukan dari pinjaman luar negeri dan menjadikan pemerintah Indonesia mendapatkan tambahan pendapatan belanja dengan sangat mudah untuk merealisasikan. Program program pembangunan ekonomi dibalik ini semua secara tidak sadar justru pemerintah semakin terjepit ke dalam Lilitan beban utang luar negeri. Utang luar negeri atau akumulasi utang luar negeri yang terus mengalami kenaikan sehingga dapat menyusahkan APBN mau tidak mau pemerintah Indonesia mengambil langkah yang dirasa merupakan solusi terbaik yaitu dengan membuka lebar pinjaman utang baru Dan di mana pada kenyataan tidak sepenuhnya digunakan untuk membayar cicilan ataupun Pelunasan utang namun lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang terlalu memaksakan kehendak serta merupakan bentuk pemborosan. Seiring berjalan nya waktu tampak seolah telah menjadi Candu akut bagi pemerintah di Indonesia untuk terus membuka pinjaman pinjaman baru yang mana menyebabkan bertambah besar beban utang yang ada sehingga mendapatkan pendapatan dalam negeri tidak akan Pernah mampu untuk menutupi kepaduan pembiayaan pengeluaran belanja negara. APBN di mana pada akhirnya ditutup dengan utang baru dan bab beberapa ahli mengatakan terkait dengan adanya peminjaman utang baru umumnya akan ada Perihal yang menyertai seperti yang terjadi pada proyek proyek pembangunan infrastruktur yang Masuknya pekerja pekerja asing dengan dalih bahwa sdm tersebut untuk Mampu dalam pembangunan proyek yang direncanakan. 6. Beban Utang Negara Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar oleh Pemerintah Pusat atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku, perjanjian, dan berdasarkan sebab lainnya yang sah.


Utang negara dapat dikategorikan dari beberapa kelompok, Menurut Suparmoko (1996: 242) terdapat beberapa jenis utang negara dapat diklasifikasikan yaitu: a. Reproductive debt dan dead weight debt Reproduct ive debt adalah utang yang dijamin keseluruhannya dengan kekayaan Negara berutang dan dasar nilai yang sama besarnya. Sedangkan dead weight debt merupakan utang yang tidak disertai jaminan kekayaan. b. Pinjaman sukarela dan pinjaman paksa c. Pinjaman dalam negeri atau pinjaman luar negeri Pinjaman dalam negeri adalah pinjaman yang berasal dari orang-orang maupun lembaga-lembaga dari penduduk negara itu sendiri. Semantara itu, pinjaman luar negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orang-orang maupun lembaga negara lain.(Yuliartini and Pramita 2022)


BAB VIII Pajak Langsung Dan Pajak Tidak Langsung A. Defenisi Pajak Langsung Pajak adalah kewajiban pungutan yang dibebankan oleh negara kepada warga negara sifatnya memaksa. Pada dasarnya pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak bisa dibedakan berdasarkan cara pemungutannya, terdapat dua jenis yaitu, pajak langsung dan pajak tidak langsung. Ada tiga unsur yang menjadi kewajiban dalam pemenuhan perpajakan untuk menentukan jenis pajak langsung atau tidak langsung : 1. Penanggung jawab pajak, adalah orang yang secara formal atau yuridis diharuskan untuk melunasi pajak, apabila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak. 2. Penanggung pajak, adalah orang yang dalam keadaan dalam arti ekonomis memikul beban pajak. 3. Pemikul beban pajak, adalah orang yang dimaksud pembuat undang-undang harus memikul beban pajak atau destinaris. Apabila dalam ketiga unsur tersebut terdapat pada satu orang, maka pajak itu disebut pajak langsung. Pajak langsung merupakan pungutan wajib yang dibebankan kepada Wajib Pajak dan harus dibayarkan secara pribadi secara langsung oleh Wajib Pajak yang bersangkutan sehingga beban pajak tidak dapat dibebankan kepada pihak yang lain. Jika dilihat dari proses pembayaran, pajak langsung bersifat pungutan pembayaran yang teratur dan dilakukan secara berkala. Pelaksanaan atas kewajiban pajak langsung dilakukan selama Wajib Pajak memenuhi unsur-unsur dan persyaratan yang sesuai dengan Undang-Undang (UU) berlaku. Artinya Pada Pajak langsung unsur pemenuhan beban pajak lebih melekat


kepada orang pribadi si wajib pajak saja, sehingga hak dan kewajiban dari beban pajak tidak dapat dialihkan ke pihak yang lain. B. Macam-Macam Pajak Langsung 1. Pajak Kendaraan Bermotor Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas setiap orang yang memiliki kendaraan roda dua atau lebih. Tarif pajak kendaraan bermotor juga ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001. Pajak dikenakan terhadap orang pribadi atau badan yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor. Pajak kendaraan bermotor dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan bermotor. Bobot dan dampak penggunaan kendaraan terhadap kemungkinan kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan juga dipertimbangkan. Pajak ini dapat dibayarkan langsung ke kantor SAMSAT atau secara online melalui e-Samsat. 2. Pajak Bumi Dan Bangunan Pajak diatur dengan UU No. 12 Tahun 1985, yang diubah dan disesuaikan dengan UU No. 12 Tahun 1994. Dasar pengenaan pajak ini adalah nilai jual objek kena pajak (NJOP) yang ditentukan menurut harga pasar di masing-masing daerah. Oleh karena itu, jumlahnya dapat bervariasi dari tahun ke tahun dan akan disampaikan kepada wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan Pajak Belum Dibayar (SPPT). Wajib Pajak yang disebutkan dalam PBB adalah orang pribadi atau badan yaitu mereka berhak dan menerima kepentingan atas tanah, memiliki dan menguasai bangunan, dan/atau menerima manfaat dari bangunan tersebut. Meski begitu, tidak semua jenis tanah dan bangunan berlaku untuk PBB ini. Contohnya seperti tempat ibadah, sekolah, panti asuhan, kuburan, dan hutan lindung. PBB termasuk dalam kategori pajak pusat dan harus dibayar dalam waktu enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT. Biasanya, pembayaran PBB dilakukan melalui SPPT, ATM atau bank yang terdaftar di dinas pajak kabupaten setempat. 3. Pajak Penghasilan


Subjek pajak penghasilan adalah wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu. Biasanya perhitungan pajak dilakukan dalam satu tahun. Wajib pajak tersebut meliputi orang pribadi yang memiliki penghasilan kena pajak dan badan/korporasi yang memiliki izin usaha yang sah seperti koperasi, CV, PT, BUMD, dan BUMN. Penghasilan mengacu pada setiap kemampuan keuangan tambahan yang diperoleh oleh wajib pajak. Pendapatan tersebut kemudian digunakan untuk meningkatkan kekayaan dan konsumsi wajib pajak yang bersangkutan. Ada juga beberapa jenis pajak penghasilan, yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26. Tata cara pembayaran dan pelaporan juga berbeda-beda tergantung jenis wajib pajak yang dipungut. C. Defenisi Pajak Tidak Langsung Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pemungutan nya dibebankan kepada pihak lain. Konsekuensinya yaitu, orang yang bertanggung jawab atas administrasi pajak dan pembayar pajak adalah orang yang berbeda. Pajak tidak langsung juga didefinisikan sebagai perpajakan pada individu (entitas) yang kemudian akan dibayarkan oleh orang lain. Badan atau orang yang mengumpulkan pajak kemudian akan mengirimkannya atau melaporkannya ke pemerintah. Jenis pemungutan yang berlaku dalam pajak tidak langsung sifatnya tidak menentu. Maksudnya, pemberlakuan pajak tidak langsung tidak dilakukan secara bertahap layaknya pajak langsung, tetapi tergantung dari peristiwa yang membuat kewajiban untuk membayar pajak itu muncul. Supaya kita bisa memahami lebih baik lagi, kita bisa mengambil PPN sebagai contoh pajak tidak langsung. Kewajiban membayar pajak pertambahan nilai (PPN) akan muncul pada saat terjadinya transaksi jual beli. Jika tidak terjadi transaksi jual beli, maka kewajiban perpajakannya tidak muncul. Adapun unsur-unsur dalam pajak tidak langsung. Unsur-Unsur Pajak Tidak Langsung Terbagi menjadi tiga unsur yang dapat digunakan untuk mengenali pajak tidak langsung:


1. Penanggung jawab pajak yaitu orang yang secara formal (yuridis) diharuskan melunasi pajak, bila nantinya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak. 2. Penanggung pajak yaitu orang yang dalam artinya ekonomis memikul beban pajak. 3. Pemikul beban pajak maksudnya yaitu orang yang menurut maksud dari pembuat undang-undang harus memikul beban pajak atau destinaris. Jika unsur-unsur tersebut terdapat lebih dari satu orang atau terpisah, maka pajaknya disebut pajak tidak langsung. D. Macam-Macam Pajak Tidak Langsung 1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak pertambahan nilai merupakan pajak yang ditarik atas setiap kegiatan pertambahan nilai dari suatu barang atau jasa dalam setiap proses distribusi ataupun produksi. PPN biasanya dibebankan atas adanya kegiatan jual beli barang ataupun jasa yang dilakukan oleh wajib pajak badan yang sudah terdaftar sebagai PKP atau pengusaha kena pajak. Pajak pertambahan nilai merupakan jenis pajak tidak langsung untuk bisa disetorkan oleh pihak lain yang bukan menjadi penanggung pajak. Pajak tersebut wajib dikenakan pada setiap kegiatan produksi ataupun distribusi, namun jumlah pajak yang terutang akan dibebankan pada konsumen akhir yang menggunakan produk atau menikmati layanan jasa tersebut. 2. Bea Masuk Bea masuk merupakan penarikan atau pungutan yang dikenakan pada berbagai jenis barang impor oleh pemerintah yang masuk di kawasan pabean. Bea masuk akan dihitung berdasarkan jenis dan kondisi dari barang impor tersebut. Besaran biaya bea masuk sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 6/PMK.010/2017. Bea masuk barang impor dihitung berdasarkan insurance atau asuransi, cost atau harga barang, serta freight atau biaya angkut yang dikonversi


berdasarkan satuan kurs rupiah dengan nilai tukar mata uang lainnya yang berlaku pada hitungnya bea masuk itu sendiri. 3. Pajak Hiburan Pajak tersebut termasuk dalam pajak daerah yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah. Hiburan yang dimaksud adalah semua jenis pertunjukan, tontonan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan pungutan bayaran tertentu. Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi yang menonton dan menikmati hiburan, sedangkan wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan usaha yang berperan sebagai penyelenggara hiburan. Contohnya, kita menonton konser musik dan harus membeli tiket dengan harga tertentu. biaya tiket itulah dibebankan pajak hiburan tadi. Setiap daerah punya besaran tarif pajak berbeda-beda. Sebagai contoh, di Jakarta tarif pajak pertunjukan film bioskop adalah 10% dan konser musik internasional 15%. 4. Pajak Ekspor Pajak ekspor merupakan pajak yang ditarik oleh pemerintah pada berbagai kegiatan ekspor. Objek pajak ekspor adalah barang kena pajak dan jasa kena pajak. Pajak ekspor biasanya dibebankan pada setiap wajib pajak sebagai PPN atau Pajak Pertambahan Nilai. 5. PPnBM Pajak ini merupakan pajak yang dibebankan kepada Wajib Pajak atas penjualan barang mewah. barang yang dianggap bawang mewah merupakan barang yang tidak termasuk ke dalam kebutuhan pokok. Barang mewah juga hanya dikonsumsi oleh masyarakat kalangan tertentu saja. Termasuk barang mewah apabila barang tersebut dipakai untuk menunjukkan status kekayaan saja. disebut barang mewah apabila barang dimiliki oleh masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi. Tarif dari PPN ini juga sudah ditetapkan dalam UU nomor 42 tahun 2009 dimana tariff paling rendah adalah 10% dan maksimal atau tertinggi adalah sebesar 200%. jika pengusaha terkait melakukan ekspor maka akan dikenakan pajak dengan tarif 0%. 6. Cukai


Pajak ini adalah jenis pungutan Negara yang diterapkan pada barang-barang tertentu dengan sifat dan karakteristik sendiri. Untuk karakteristik barang yang kena cukai adalah barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya memberikan dampak negatif, serta barang yang pemakaiannya perlu pembebanan pungutan Negara agar adil. Perbedaan Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung 1. Pihak yang Dikenakan Wajib Pajak Seperti yang sudah dijelaskan di sebelumnya, bahwa pembayaran pajak langsung akan dibebankan secara langsung kepada para wajib pajak yang namanya memang sudah terdaftar sebagai pihak penanggung jawab pajak. Sedangkan untuk pajak tidak langsung, proses pembayarannya bisa diwakili oleh pihak pengganti yang diberikan wewenang untuk membayarkan pajak dari wajib pajak yang bersangkutan. Selain itu, jenis dari pajak ini yaitu, jika wajib pajak memberikan wewenang pada pemikul pajak, maka nama yang akan tertera sebagai wajib pajak bukanlah nama pemikul pajak tersebut, akan tetapi nama individu ataupun instansi yang bertindak sebagai penanggung jawab pajak yang sudah terdaftar. 2. Surat Ketetapan Pajak Memiliki hubungan dengan pajak langsung, terdapat surat ketetapan pajak yang di dalamnya mengatur tentang pemotongan dan juga penyetoran pajak. Selain itu, pada saat surat pemberitahuan tahunan (SPT) sudah diterbitkan, maka akan terdapat nominal pajak yang digolongkan dalam pajak tersebut. Sedangkan pada pajak tidak langsung, tidak terdapat surat ketetapan pajak yang di dalamnya mengatur tentang penyetoran dan pemotongan pajak, karena prosedur dan nominal pembayaran untuk pajak tidak langsung sudah tertuang di dalam Undang-undang tentang perpajakan. 3. Perspektif Pemerintah Pajak langsung termasuk kedalam pajak progresif yang akan berdampak dalam sektor perekonomian negara secara langsung, khususnya di dalam tingkat inflasi. Hal ini terjadi karena adanya kemungkinan bahwa pihak dari pemerintah menarik pajak dalam


waktu yang bersamaan secara langsung. Sedangkan di dalam pajak tidak langsung, pihak pemerintah bisa mengharapkan adanya pemasukan yang berasal dari seluruh kalangan dengan harapan menghadirkan keuntungan timbal balik yang lebih stabil atau dengan kata lain bahwa pajak yang masuk nantinya tetap bisa digunakan untuk meningkatkan perekonomian di masa depan.


BAB IX PPh 21, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Cukai A. Pajak Penghasilan (PPh 21) Pajak adalah kewajiban pungutan yang dibebankan oleh negara kepada warga negara sifatnya memaksa. Pada dasarnya pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak bisa dibedakan berdasarkan cara pemungutannya, terdapat dua jenis yaitu, pajak langsung dan pajak tidak langsung.Menurut (Waluyo, 2011), PPh Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dipungut atas penghasilan berupa upah, gaji, ongkos, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri menurut (Hidayat, 2018)PPh Pasal 21 merupakan pajak yang diteruskan kepada Wajib Pajak dalam negeri atas penghasilan yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk upah, gaji, ongkos, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan orang perseorangan domestik dalam bentuk upah, gaji, biaya, tunjangan, dan pembayaran lain yang terkait dengan pekerjaan dan aktivitas individu. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER 16/PJ/2016 Pasal 9 Tentang Petunjuk Teknis Pemotongan, Penyampaian dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Tentang Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan, Orang Pribadi. untuk pemungutan dan pemotongan PPh, Pasal 21 berbunyi sebagai berikut: penghasilan kena pajak yang berlaku untuk: a. karyawan tetap; b. Penerima pensiun saat ini; c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayarkan setiap bulan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan jadwal sudah melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah); dan d. Bukan merupakan karyawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3(c) siapa yang menerima kompensasi berkelanjutan. Tingkat penghasilan melebihi Rp450.000,00 (Empat Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) per hari, berlaku bagi pekerja tidak tetap atau pekerja lepas yang menerima upah


harian, upah mingguan, upah satuan atau upah grosir dengan ketentuan perolehan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender tidak melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah);50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi pekerja bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3(c) yang menerima kompensasi tidak berkelanjutan. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah orang pribadi atau badan yang merupakan wajib pajak, termasuk bentuk usaha tetap (BUT), wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 16/PJ/2016 Pasal 2 adalah a. Pengusaha terdiri dari: 1. orang perseorangan 2. badan hukum; atau 3. cabang, agen, atau entitas dalam hal pihak atau semua administrasi yang terkait dengan pembayaran upah, gaji, biaya, tunjangan dan pembayaran lainnya adalah cabang, agen atau badan. b. Bendahara pemerintah atau pemegang kas, termasuk bendahara pemerintah pusat atau pemegang kas, termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga pemerintah lainnya dan kedutaan besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar upah, gaji, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan; c. Dana pensiun, badan yang mengelola asuransi sosial ketenagakerjaan dan badan lain yang secara teratur membayar pensiun dan tunjangan pensiun atau jaminan hari tua. d. Individu yang terlibat dalam bisnis atau pekerjaan mandiri, serta perusahaan yang membayar: 1) biaya, komisi, biaya atau pembayaran lain sebagai imbalan atas layanan yang diberikan oleh orang perseorangan dengan status subjek pajak negara tersebut, termasuk layanan ahli yang melakukan pekerjaan independen dan bertindak untuk dan atas nama Anda sendiri, bukan untuk dan atas nama perusahaan Anda;


2) Biaya, komisi, biaya atau pembayaran lain sebagai kompensasi sehubungan dengan layanan yang diberikan oleh individu bukan penduduk; 3) Iuran, komisi, honorarium atau remunerasi lainnya untuk peserta pelatihan dan pendidikan lanjutan serta calon karyawan; e. Penyelenggara kegiatan, termasuk lembaga pemerintah, organisasi nasional dan internasional, individu dan entitas lain yang menyelenggarakan kegiatan yang membayar biaya, hadiah, atau hadiah dalam bentuk apa pun kepada orang pribadi yang merupakan wajib pajak sehubungan dengan suatu kegiatan. Pasal 21 Pengurangan pajak penghasilan Jika Anda, sebagai pemberi kerja, membayar penghasilan kepada karyawan tetap, Anda memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut: a) PPh Pasal 21 Hak pemotongan pajak , a. Keeper berhak mengajukan permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan (SPT) Pasal 21 PPh, permohonan harus dilakukan secara tertulis paling lambat tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya menggunakan Formulir yang dibuat oleh Direktur Jenderal Pajak dengan tambahan surat keterangan perhitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang dan bukti pembayaran kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan b. Pemotongan pajak dapat mengajukan banding kepada Direktur Jenderal Pajak dan mengajukan banding Pengadilan Pajak. c. Wajib Pajak berhak mendapatkan kelebihan jumlah setoran yang dihitung berdasarkan Pasal 21 PPh pada saat penghitungan tahunan, dan sisa kelebihan dapat dihitung untuk bulan-bulan berikutnya. b) Kewajiban pemotong PPh 21 1) Pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pajak atau Kantor Penasihat Keuangan Daerah 2) Wajib Pajak dapat melengkapi formulir yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. 3) Wajib Pajak harus menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang paling lambat pada akhir setiap bulan takwim tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya.


4) Subyek yang dikenai pemotongan pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21, meskipun batal, kepada kantor pajak setempat melalui surat pemberitahuan berkala (SPT) selambat-lambatnya pada tanggal 20 (dua puluh) hari berikut bulan kalender. 5) Orang yang berhak memotong pajak harus memberikan bukti pemotongan pajak penghasilan sesuai dengan Pasal 21 kepada karyawan tetap dan perorangan bukan karyawan tetap, penerima pensiun, penerima AHV, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun. A. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dipungut atas pembelian dan penjualan barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak badan atau badan hukum yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), oleh karena itu yang bertanggung jawab untuk memungut, mengajukan, dan melaporkan pajak penjualan adalah pedagang /penjual. Menurut(SR, 2003), “PPN adalah pajak yang dipungut apabila suatu perusahaan membeli barang/jasa kena pajak yang kena pajak atas dasar pemungutan pajak.” Menurut(Prastowo, 2009), “Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ) adalah ) pajak yang menggantikan pajak penjualan karena bersifat positif bahwa ini bukan pajak penjualan properti.” Menurut (Suhartono, 2007)“Tidak ada definisi PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, oleh karena itu siapapun dapat dengan bebas berikan definisi tentang pajak ini."Pajak Penjualan atau Pajak Pertambahan Nilai dipungut dan disetor oleh pengusaha atau perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Orang yang dikenai pajak penjualan atau secara umum disebut objek yang dikenai pajak penjualan adalah: penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang diberikan oleh pengusaha. Impor Barang Kena Pajak Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Pengeluaran Barang Kena Pajak Berwujud atau Tidak Berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Kini Anda dapat mengajukan Pengembalian PPN melalui Isi OnlinePajak, aplikasi pajak yang akan sangat mempermudah dan menghemat waktu Anda.


Menurut , (Resmi, 2011)Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang ada pada akhirnya dapat dialihkan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga, subjek yang wajib memungut PPN dan menyatakan itu terdiri dari: a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan mengekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa kena pajak. b. Pemilik usaha kecil yang memilih untuk disertifikasi sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) Menurut (Mardiasmo, 2009), PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif PPN dengan dasar pengenaan pajak, yang meliputi harga jual, harga penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lainnya. PPN yang harus dibayar adalah kalikan tarif PPN (10% atau 0% untuk ekspor barang kena pajak) dengan basis angka pajak kena pajak = tarif pajak x basis pajak pajak PPN terutang ini merupakan konsekuensi pajak yang dipungut oleh pengusaha. Untuk pengusaha kena pajak, pembeli didukung oleh PPN yang merupakan pajak masukan.Mekanisme pemungutan, pembayaran dan pemberitahuan PPN menjadi tanggung jawab pedagang atau produsen, sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam menghitung PPN yang harus dibayar oleh PKP, istilah pajak keluaran dan pajak masukan diketahui.pada saat PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayarkan pada saat PKP membeli, menerima atau memproduksi produk. Mekanisme pengenaan pajak PPN dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Dalam membeli/menerima BKP/JKP, PPN akan dibebankan oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dikenakan PKP penjual merupakan pajak dibayar di muka dan disebut pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti pungutan berupa faktur pajak. Saat mengirimkan BKP/JKP ke pihak lain, pemungutan PPN wajib dilakukan. Untuk penjual, PPN adalah pajak keluaran. Sebagai bukti pungutan PPN, apabila dalam suatu masa pajak (masa sama dengan satu bulan kalender) jumlah PPN yang dibelanjakan> PPN yang harus disetor selisihnya, penjual PKP wajib menerbitkan pajak faktur ke Departemen Keuangan. B. Pajak penjualan atas barang mewah ( PPnBM)


PPnBM, yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif, yaitu. H. paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Harga tersebut terbagi menjadi dua (dua), yaitu harga kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Pengadaan barang kena pajak yang tergolong mewah seperti kendaraan bermotor diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Mewah Berupa Kendaraan yang Dikenakan PPnBM. (PP 74/2021). Sementara itu, PDRB tidak termasuk kendaraan bermotor diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Tidak Termasuk Kendaraan Bermotor dan Dikenakan. Pada umumnya pajak barang mewah hanya dikenakan terhadap barang yang memenuhi kriteria tertentu. Yaitu : 1. Barang mewah yang bukan bagian dari kebutuhan pokok. 2. Barang mewah yang hanya dikonsumsi oleh orang-orang tertentu. 3. Barang mewah yang bisa dimiliki oleh orang dengan penghasilan di atas rata-rata 4. Barang mewah yang menunjukkan status sosial. Contoh barang yang memenuhi kriteria adalah Perangkat canggih dan gadget terbaru dengan spesifikasi hebat. emas atau perhiasan. Batu mulia (giok, intan, rubi). Kendaraan mewah (mobil sport, motor besar, mobil klasik). Senjata api (polisi, militer, atau yang memiliki lisensi resmi saja), dll. Berdasarkan undang-undang saat ini, bea masuk atas jual beli barang mewah minimal 10% dan maksimal 200%. Pajak ini dikenakan atas barang mewah dalam negeri. Barang mewah yang dikonsumsi di luar negeri (barang ekspor) tidak dikenakan pajak. Tarif PPnBM dibedakan berdasarkan kategori barang mewah seperti: Jenis kategori berikut: 1.Barang kategori 1 dengan tarif 10%. Jenis kelompok pertama adalah jenis kelompok dengan persentase terendah atau 10%. Barang mewah yang termasuk dalam kategori ini adalah berbagai kategori kendaraan umum, peralatan rumah tangga, pendingin, rumah mewah, televisi, dan produk minuman ringan.


2.Barang kelas 2 dengan tarif 20%. Kelompok pertama adalah rumah mewah seperti apartemen, kondominium, dan townhouse. Penetapan kelas satu ini adalah rumah susun tanpa lapisan dengan harga jual minimal Rp 20 miliar. Atau tipe apartemen tipe shift title jual minimal 10 Milyar. Contoh produk lainnya antara lain berbagai kategori mobil, peralatan fotografi, berbagai jenis selimut, dan peralatan fitnes. 3.Barang kelas 3 dengan tarif 25%. Ada juga jenis kelas tarif 25% di mana kelompok ini terkait dengan kendaraan diesel tugas berat. Station wagon, van, pickup, minibus, van, dan lainnya. 4.Barang kelas 4 dengan tarif 35%. Berikutnya adalah produk dengan tarif 35%. Produk jenis ini banyak digunakan oleh kalangan tertentu dengan pendapatan yang cukup tinggi. Misalnya minuman ringan, tas mewah, kulit impor, kristal dan produk lainnya yang terbuat dari barang pecah belah. Lima. Kelas komoditas dengan tarif 40%. 5. ada jenis golongan yang dikenakan tarif 40%, barang yang termasuk golongan ini adalah barang mewah yang dikonsumsi oleh golongan tertentu yang berpenghasilan cukup tinggi. Contoh barang dalam kategori ini antara lain balon udara, pesawat tak bertenaga, dan senjata api milik pribadi (kecuali yang diwajibkan oleh pemerintah). 6. Produk dengan tarif 50%. Ada banyak jenis barang di kelas ini, termasuk beberapa barang berikut: Pesawat Bermotor (Kecuali Kebutuhan Armada Nasional) Helicopter pesawat pribadi senjata api pribadi revolver, pistol, dll. 7. Produk dengan tingkat tarif 75% Golongan barang kategori ini merupakan jenis barang pribadi mewah yang memproduksi beberapa jenis barang untuk angkutan laut. Contoh kelompok ini adalah feri, kapal pesiar, yacht, dll. Seperti beberapa jenis kelompok lainnya, ini bersifat implisit dan membutuhkan perhitungan lain untuk menentukan jumlah pajak yang dibayarkan.


metode perhitungan PPnBM Berdasarkan undang-undang yang berlaku : PPnBM memiliki beberapa dasar perhitungan yang menentukan besarnya pajak yang dipungut. Selanjutnya, Anda memerlukan dasar pengenaan pajak (DPP) yang meliputi: 1. Harga jual Harga jual disini berarti total harga jual yang disepakati kedua belah pihak. 2. Biaya penggantian Berupa total dana dari beberapa biaya seperti biaya pengiriman, biaya ekspor jasa, dan biaya operasional lainnya. 3. permintaan impor Kemudian ada kebutuhan impor dimana biaya ini adalah segala macam peraturan impor seperti bea masuk, bea masuk, surcharge dan berbagai pungutan lainnya. 4. Nilai lainnya Termasuk nilai biaya yang dikenakan oleh eksportir dan dana yang ditetapkan oleh DPP yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang bertanggung jawab. Untuk menghitung pajak ini, Anda dapat menggunakan rumus berikut: "Pajak Penjualan = Tarif Pajak Penjualan * (Harga Barang - Kelas Tarif PPnBM D. PPB ( PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ) Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang timbul karena adanya kepentingan dan status sosial ekonomi dari orang pribadi atau kelompok yang mempunyai hak atau kepentingan untuk memperoleh atau memperoleh manfaat dari tanah atau bangunan. Pajak properti pada dasarnya adalah pajak substansi. Dengan kata lain, besarnya pajak ditentukan oleh keadaan tanah dan bangunan tersebut. Ukuran produk tidak ditentukan oleh kondisi produk. Contoh objek bumi: sawah. pengaturan. taman. lantai. pengadilan. ku. Contoh objek bangunan: perumahan. Bangunan komersial. Gedung bertingkat. Pusat perbelanjaan. pagar mewah. kolam renang. jalan raya. Dikenakan pajak properti Subjek untuk adalah individu dan organisasi yang benar-benar memiliki: memiliki hak atas tanah. Manfaatkan bumi. Saya memiliki gedung. mengambil alih gedung. Silahkan gunakan fasilitas tersebut. Tidak semua objek tanah konstruksi berhak atas PBB. Beberapa barang kena pajak tidak dikenakan PBB. Namun, subjek pajak harus memenuhi kriteria tertentu yang diatur


dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Di bawah ini adalah daftar kriteria tersebut. Kena pajak bersifat nirlaba dan hanya melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan budaya populer. Digunakan untuk pemakaman, barang antik, dll. Pajak dikenakan pada hutan lindung, cagar alam, hutan wisata, taman nasional, padang rumput yang dikelola desa, dan tanah negara yang tidak dibatasi. Obyek kena pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, penasehat, berdasarkan asas timbal balik. PKP digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Alasan untuk pemungutan pajak properti Setelah Anda memahami apa itu PBB, dasar hukumnya, tujuan dan cakupan PBB, serta pendaftaran kepabeanan dan kena pajak, Anda juga perlu mengetahui dasar-dasar PBB. Standar pemungutan pajak bumi dan bangunan adalah harga jual (NJOP) objek kena pajak. NJOP adalah harga rata-rata atau harga pasar dalam transaksi penjualan tanah. Dalam hal ini objek kena pajak adalah tanah dan bangunan. Setiap tahun, Bendahara biasanya memilih NJOP setelah mendengar pertimbangan Bupati/Walikota. Keputusan ini didasarkan pada beberapa hal, antara lain: Dasar penentuan NJOP Bumi: posisi,menggunakan,alokasi,Kondisi lingkungan. Dasar penetapan NJOP bangunan: Material yang digunakan pada bangunan,operasi,posisi, Kondisi lingkungan. Ada juga dasar untuk menentukan NJOP tanpa adanya transaksi beli atau jual. Perbandingan harga dengan barang lain: 1. Barang lain adalah barang dengan jenis yang sama, berdekatan, dan dengan fungsi yang sama dengan barang lain yang harga jualnya diketahui. Gunakan sebagai contoh objek lain yang memenuhi kriteria tersebut. Ini mungkin kurang lebih mendekati nilai objek pembanding. Tetapkan NJOP agar dihitung dengan benar. 2. Biaya Baru Penetapan NJOP dengan menggunakan biaya baru dimaksud dilakukan dengan menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek kena pajak.


Ketetapan ini kemudian dikurangi dengan kerugian penurunan nilai yang terjadi, seperti yang terjadi dalam kondisi fisik kena pajak. 3. Nilai Penggantian Nilai penggantian yang berhak ditentukan oleh NJOP berdasarkan prestasi barang kena pajak. Penjualan karena itu didasarkan pada layanan yang dihasilkan oleh kena pajak itu sendiri. Bebas pajak atas penjualan kena pajak NJOPTKP adalah batas maksimum nilai jual kena pajak atas tanah dan bangunan tidak kena pajak. Besaran NJOPTKP untuk masingmasing daerah sebenarnya berbeda-beda. Namun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2000 telah ditetapkan bahwa NJOPTKP maksimum untuk setiap wilayah kabupaten/kota adalah sebesar Rp12.000.000,- dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: 1. Setiap wajib pajak menerima kredit NJOPTKP satu kali per tahun pajak. 2. Jika wajib pajak memiliki beberapa pos pajak, hanya satu pos pajak yang dapat dikurangkan atau dikurangi berdasarkan NYOPTKP dan tidak dapat digabungkan dengan pos pajak wajib pajak lainnya. Omzet Kena Pajak (NJKP) Omzet Kena Pajak (NJKP) menjadi dasar penghitungan PBB. NJKP, juga dikenal sebagai nilai taksir atau harga jual objek, termasuk dalam perhitungan pajak yang dibayar. Artinya NJKP merupakan bagian dari NJOP. KMK No. 201/KMK.04/2000 memiliki ketentuan bahwa proporsi NJKP ditentukan oleh pemerintah. Berikut detailnya: Pajak warisan adalah 40%. Item pajak penambangan adalah 40%. Pajak hutan dikenakan 40%. Objek kontrol lainnya seperti Pedesaan dan Perkotaan diwakili oleh nilai NJOP. Jadi tampilannya seperti ini : Bila NJOP > Rp1.000.000.000,00 maka persentase NJKP adalah 40%. Jika NJOP kurang dari Rp1.000.000.000,00 persentase NJKP adalah 20%. F. BEA MATERAI Bea meterai adalah pajak atas suatu dokumen yang dibayar pada saat ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan, atau pada saat dokumen tersebut telah


selesai dibuat, atau pada saat diserahkan kepada pihak lain jika dokumen tersebut dibuat hanya oleh satu pihak. Sesuai Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2020, materai dikenakan tarif tetap sebesar Rp 10.000 (Rp 10.000) per lembar mulai 1 Januari 2021. Bea Meterai Rp 6.000 (Rp 6.000) dan Rp 3.000 (Rp 3.000). Rupiah) berlaku sampai dengan 31 Desember 2021, tunduk pada syarat dan ketentuan. Artinya, letakkan tiga perangko 3.000 sen, dua perangko 6.000 sen, atau perangko 3.000 sen dan 6.000 sen pada dokumen. Berdasarkan Pasal 3 UU No. 10 Tahun 2020, bea meterai dikenakan pada dua jenis surat, yaitu surat yang digunakan sebagai alat bantu dalam menjelaskan suatu perkara (bersifat perdata) dan surat yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Dalam hal ini, kontrak, deklarasi, deklarasi, dokumen yang diaktakan termasuk bruto dan salinannya, dokumen transaksi sekuritas dalam bentuk apa pun, akta akuntan tanah termasuk salinan dan perkiraan, dokumen lelang dalam bentuk catatan tender, catatan lelang, sekuritas apa pun dengan nama berupa , dokumen dengan nilai lebih dari Rp 5.000.000 (5 juta rupiah), identitas penerima uang, penegasan bahwa utang telah dilunasi atau dihitung, dan dokumen lainnya Dokumen yang tercantum dalam peraturan pemerintah. Di sisi lain, berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2022, ada beberapa dokumen yang tidak dikenakan bea meterai. Termasuk dokumen yang berkaitan dengan pergerakan orang dan barang seperti dokumen gudang barang, bill of lading, dokumen penumpang dan barang. ijazah dalam bentuk apapun bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Negara dan lembaga lainnya; Pendapatan tunai seperti pensiun, tunjangan dan gaji. Penerimaan uang untuk keperluan internal organisasi; penerimaan pajak dan segala jenis penerimaan lainnya; semua dokumen hipotek; penyetoran tunai kepada nasabah, surat berharga, penyetoran ke bank, koperasi dan dokumen lembaga lain yang menunjukkan pembayaran; Dokumen Pelaksanaan Kebijakan Moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia; Tanda pembagian bunga, keuntungan, atau pendapatan dari sekuritas dengan nama apapun.


BAB X PENGARUH PAJAK TERHADAP PEREKONOMIAN A. Pengertian Pajak Perorangan Pajak Penghasilan perorangan biasa dikenal dengan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP). PPh OP adalah pembebanan pajak kepada Pengusaha Kena Pajak atas penghasilan atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Pajak penghasilan dibagi menjadi dua kategori menurut sumber pendapatan atau penghasilan wajib pajak: PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26. Dalam pajak penghasilan, Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan atau bahkan kegiatan dengan nama apa pun atau dengan cara apa pun yang diterima atau diterima oleh wajib pajak dalam negeri. Sesuai dengan pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri menggunakan tarif progresif. Tarif Progresif adalah persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 17 menyebutkan besaran PPh 21 dan segala perinciannya sudah jelas tercantum dalam beberapa kondisi. Menurut pasal tersebut, besaran pajak PPh 21 ditentukan dengan berbagai syarat. Pertama, penghasilan kena pajak (PKP) bagi pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketika penghasilan di tingkat PKP mencapai Rp 50 juta, biaya yang dikenakan adalah 5 persen. Jika di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta, biayanya adalah 15 persen. Jadi kalau di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta, fee-nya 25%. Kalau di atas Rp 500 juta, fee-nya 30 persen. NPWP PER/16/PJ/2016 Pasal 20 menjelaskan bahwa penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 yang tidak memiliki NPWP harus dikenakan tarif pemotongan PPh 21 lebih dari 20 persen dibandingkan dengan tarif tunggakan PPh 21 itu. Sementara itu, pemotongan PPh 21 tidak bersifat final dan hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21. Sedangkan PPh Pasal 26 merupakan pemotongan PPh atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak non-PE Indonesia atau diperoleh bentuk usaha tetap ( BUT) di Indonesia. Jadi, PPh 26 adalah PPh yang ditahan oleh


setiap bentuk badan usaha di Indonesia yang melakukan pembayaran, baik itu upah, bunga, dividen, royalti atau sejenisnya, kepada wajib pajak asing. Tarif umum PPh 26 adalah 20 persen dan bersifat final, pada tarif akhir dari jumlah bruto yang dikumpulkan berdasarkan dividen, bunga, royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan garansi, insentif terkait dengan layanan, pekerjaan dan aktivitas, hadiah, anuitas, bonus pertukaran, dan pengampunan utang. Sementara itu, tingkat laba bersih akhir didasarkan pada hasil penjualan aset di Indonesia dan premi asuransi atau reasuransi yang dibayarkan langsung ke perusahaan asuransi asing. B. Pengaruh Pajak Terhadap Konsumsi Suatu Barang Pajak adalah pungutan yang dipungut oleh pemerintah untuk berbagai tujuan, seperti membiayai penyediaan barang dan jasa publik, mengatur ekonomi, dan juga mengatur konsumsi publik. Pengaruh pajak terhadap konsumsi suatu barang yaitu, pajak dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Semakin besar pajak yang dikenakan atas konsumsi misalnya pembelian barangbarang mewah yang dikenai pajak, maka akan semakin menurun tingkat seseorang untuk mengkonsumsi produksi tersebut. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil pajak yang dikenakan atas barang-barang konsumsi maka akan semakin meningkat konsumsi masyarakat tersebut. Misalkan pajak perseorangan merupakan pajak yang harus di bayar oleh setiap orang dalam jumlah yang sama, kemudian kita analisis mengenai pengaruh pajak perseorangan tersebut terhadap pola pengeluaran seseorang. Kita misalkan lebih lanjut bahwa seseorang dapat membelanjakan seluruh pendapatannya untuk membeli dua jenis barang, yaitu barang publik (Z) dan barang swasta (S). Apabila seseorang (H) menggunakan seluruh pendapatannya untuk membeli barang (2) maka ia akan memperolehnya sebanyak beberapa AO unit. Sebaliknya apabila H menggunakannya seluruh pendapatannya untuk membeli barang S, maka ia akan memperoleh barang S sebanyak OB. C. Pengaruh Pajak Terhadap Konsumsi dan Tabungan


Pengaruh pajak terhadap konsumsi yaitu, pajak dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Semakin besar pajak yang dikenakan atas konsumsi misalnya pembelian barang-barang mewah yang dikenai pajak, maka akan semakin menurun tingkat seseorang untuk mengkonsumsi produksi tersebut. Begitu juga sebaliknya,semakin kecil pajak yang dikenakan atas barang-barang konsumsi maka akan semakin meningkat konsumsi masyarakat tersebut. Pengaruh pajak terhadap tabungan yaitu, jika tingkat konsumsi masyarakat meningkat karena pajak, maka nilai tabungan masyarakat akan menurun, dan sebaliknya jika nilai pajak meningkat atas barang konsumsi dan tingkat konsumsi menurun maka nilai tabungan masyarakat juga akan meningkat. Jadi di sini saya akan membahas mengenai Pajak, Pajak sendiri merupakan iuran wajib yang harus dibayar oleh seluruh masyarakat suatu negara yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Pajak menjadi sumber penerimaan negara yang digunakan pemerintah untuk membiayai APBN. APBN yang dibiayai dari pajak dapat bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, oleh sebab itu, pajak mempunyai banyak fungsi, dan sebagai wajib pajak yang mendukung pemerintah dalam pembangunan ekonomi, maka kita wajib membayar pajak. Berikut ini beberapa jenis pajak yang perlu kita ketahui antara lain,Pajak perdagangan internasional,Pajak penghasilan,Pajak bumi dan bangunan Pajak barang mewah,Pajak kendaraan bermotor,Pajak penambahan nilai,dll. Dari beberapa jenis pajak diatas, jenis pajak yang menjadi sumber pendapatan terbesar pemerintah dari sektor pajak berasal dari pajak penghasilan. Oleh sebab itu jika tingkat pengangguran meningkat, maka akan sangat berpengaruh pada pendapatan pemerintah dari sektor pajak.


BAB XI PENGARUH PAJAK TERHADAP PEREKONOMIAN 1. Pengaruh Pajak Terhadap Motivasi Menabung Dalam bagian ini akan dibahas mengenai dampak adanya pajak terhadap konsumsi, tabungan dan kesejahteraan masyarakat. Kita tetap menggunakan pajak perseorangan yang netral terhadap perilaku ekonomi seseorang. Secara makro (regional) yaitu untuk seluruh kabupaten atau seluruh kota, pengenaan pajak langsung yang beban pajaknya tidak dapat digeserkan jelas akan mengurangi tingkat pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) dan tentu mengurangi tingkat konsumsi masyarakat dan juga tingkat tabungan masyarakat. Turunnya konsumsi (C) dan tabungan (S) masyarakat akan ditentukan oleh tingginya hasrat konsumsi marginal (marginal propensity to consume = mpc) dan hasrat tabungan marginal (marginal propensity to save = mps), di mana mpc + mps - 1. Dapat dikatakan Apabila tingkat suatu konsumsi masyarakat menurun, maka ini akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat suatu pendapatan regional dalam perekonomian daerah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa daerah tersebut tertutup tidak mempunyai hubungan dengan daerah lain, maka turunnya tingkat pendapatan regional sebagai akibat pengenaan pajak langsung (Tx) akan sebesar ∆Y = (1/mps)(∆C), di mana ∆C = mpc.∆Tx. sebagai Contoh pajak langsung dalam perekonomian daerah adalah pajak kendaraan bermotor, di mana wajib pajak adalah si pemilik kendaraan bermotor dan masyarakat langsung membayar pajak tersebut kepada kantor pajak di kantor SAMSAT. Dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai pengaruh terhadap kemampuan dan kemauan untuk bekerja, dan untuk menabung maupun untuk investasi. umumnya keinginan untuk bekerja dipengaruhi oleh pengenaan pajak bila pajak itu dikenakan terhadap penghasilan wajib pajak. Akan Tetapi karena penghasilan merupakan pajak pusat, maka pengenaan pajak daerah tidak akan mempengaruhi kemampuan bekerja wajib pajak penghasilan tersebut. pemerintah daerah juga juga dapat mengantisipasi


bahwa semakin tinggi pengenaan pajak penghasilan oleh pemerintah pusat berarti bahwa kekuatan keuangan daerah juga akan berkurang karena kemampuan kerja wajib pajak (yang sebenarnya adalah tinggal di daerah) akan menurun, terutama untuk mereka yang berpenghasilan rendah. Keinginan kerja menurun berarti akan menurunkan tingkat penghasilan lebih jauh lagi dan akan mempunyai dampak lainnya dalam bentuk penurunan konsumsi barang-barang dan jasa yang lain. Contohnya saja dengan adanya pajak kendaraan bermotor, berarti mengurangi dana yang dimiliki oleh wajib pajak, sehingga masyarakat terpaksa menyesuaikan pola pengeluarannya sesuai dengan dana yang tersedia setelah kena pajak. Mungkin Masya akan mengurangi konsumsi-konsumsi yang dianggap kurang esensial. Dan demikian pada umumnya kemampuan kerja wajib pajak itu akan dipertahankan oleh wajib pajak itu sendiri. Pemerintah pun menyadari akan hal itu, sehingga dalam pengenaan pajak penghasilan ada tingkat penghasilan tertentu yang dibebaskan tidak kena pajak. Jadi dapat di simpulkan pengenaan pajak daerah tentunya tidak akan mengurangi kemampuan untuk bekerja, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kemampuan untuk menabung dan berinvestasi. 2. Pengaruh Pajak Terhadap Pemilihan Bentuk Tabungan Pada kenyataannya seseorang dapat memilih berbagai jenis tabungan yang akandilakukannya seseorang dapat menyimpan uangnya dalam bentuk uang tunai di penyimpanan dalam bentuk ini mempunyai tingkat risiko yang sangat rendah, bahkan dikatakan bahwa simpanan dalam bentuk tunai tidak mempunyai risiko sama sekali (dalam suatu perekonomian yang nilai mata uang stabil). Yang dimaksud risiko di sini adalah risiko penurunan nilai tabungan. sebaliknya, ada bentuk tabungan lain yang mempunyai risiko yang sangat tinggi, misalnya tabungan dalam bentuk saham. 5abungan dalam bentuk saham mempunyai unsur pertaruhan, karena nilai saham mengikuti mekanisme pasar, suatu saat nilainya dapat naik tinggi sekali yaitu apabila permintaan suatu jenis saham meningkat relatif dibandingkan penawarannya, akan tetapi suatu saat mungkin nilainya menjadi rendah sekali apabila penawarannya jauh lebih besar daripada permintaan akan saham tersebut.


Seseorang yang mempunyai uang tunai dapat memilih bentuk tabungan yang dikehendakinya, apakah seluruhnya akan ditabung dalam bentuk uang tunai yang tidak mempunyai risiko, atau seluruhnya dalam bentuk tabungan lainnya yang mempunyai risiko tinggi akan tetapi juga mempunyai harapan hasil yang besar pula. Hal ini dapat dilihat diagram. Pada diagram 10.7 sumbu datar dapat hasil yang akan diperoleh seseorang pada berbagai alternatif bentuk tabungan. Sumbu tegak menunjukkan resiko yang dihadapi seseorang yang memegang berbagai jenis tabungan.seseorang yang menabung seluruh uangnya dalam bentuk tunai akan berada pada titik 0 yang berarti ia tidak akan memperoleh hasil. Sebaliknya, apabila ia menabung seluruh uangnya dalam bentuk tabungan yang mempunyai risiko tinggi, maka ia berada pada titik di mana ia akan memperoleh penghasilan dari tabungan yang tinggi dengan risiko yang tinggi pula. Seseorang akan bersedia menabung uangnya pada bentuk bentuk tabungan yang mempunyai risiko tinggi hanya apabila ia mengharapkan hasil yang tinggi pula. Seseorang dapat pula memegang tabungannya dalam kombinasi uang tunai dan jenis tabungan yang mengandung risiko.. Pada diagram 10.8 diperlihatkan kurva indiferens cc, dd, ee. Setiap kurva indiferens menunjukkan kombinasi risiko dan hasil di mana pemilik tabungan memperoleh kepuasan yang sama. Bentuk kurva indiferens cembung kekanan dikarenakan asumsi dalam analisis ini adalah bahwa setiap orang tidak menyukai risiko tetapi lebih menyukai penghasilan dari tabungan. Kurva indiferens dd lebih tinggi daripada kurva indiferens cc karena dengan tingkat risiko yang sama hasil pada kurva indiferens dd lebih tinggi dibandingkan hasil pada kurva indiferens cc, sehingga kepuasan penabung juga lebih besar.sebaliknya kurva indiferens dd lebih rendah daripada kurva indiferens ee yang berarti kepuasan penabung pada setiap titik pada kurva dd lebih rendah daripada kepuasan penabung pada setiap titik pada kurva ee. 3. Pengaruh Pajak Terhadap Penawaran Tenaga Kerja Besarnya disinsentif bekerja karena dikenakannya pajak penghasilan atas pendapatan yangtergantung pada elastisitas permintaan dan penawaran tenagakerjanya. Semakin tinggi elastisitasnya maka semakin besar pula pengurangan jam kerja akibat pengenaan pajak penghasilan. untuk dapat mengukur besarnya efek pendapatan terhadap


penawaran tenaga kerja ternyata sangat berbeda sesuai dengan tipe pekerjanya, akan tetapi secara keseluruhan besarnya dampak pajak terhadap penawaran tenaga kerja tidak terpalu besar. Pengaruh pajak penghasilan terhadap penawaran kerja secara realistis berlaku apabila 1. Seseorang dapat menentukan jam kerja yang dikehendakinya.Tetapi pada jenis pekerjaan tertentu tidak dapat menentukan jam kerja karena peraturan. Reaksinya seperti keengganan untuk kerja lembur, keengganan istri ikut bekerja, enggan untuk melakukan pekerjaan tambahan. 2. Analisis diatas beranggapan upah sebagai satu-satunya motivasi orang untuk bekerja. Oleh karena itu pajak dapat mengurangi upah akan menyebabkan motivasi pekerja juga berkurang. Padahal seorang untuk bekerja motivasinya tidak hanya uang akan tetapi juga balas jasa dalam bentuk lainnya. Pendapatan bukan hanya satu-satunya penghargaan dalam bekerja. Beberapa pekerjaan memberikan kompensasi berupa nonmoney seperti kekuasaan, prestise, dan kepuasan pribadi dan juga beberapa fasilitas-fasilitas yang diberikan. Nonmoney reward tersebut umumnya khusus untuk yang pendapatannya tinggi, dimana usaha kerjanya dapat dipengaruhi oleh pajak penghasilan progresif.


DAFTAR PUSTAKA Andhika, Lesmana Rian. 2017. “Public Goods Bukankah Untuk Rakyat?” Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik 8(1): 41. Apriliani. 2020. “Efektivitas Model Pelatihan Kewirausahaan Melalui Training Skill Di Balai Latihan Kerja Dalam Perspektif Maqashid Syariah.” (September): 11–46. Aryanti, Yosi. 2018. “Pemikiran ekonomi ibn khaldun; pendekatan dinamika sosial ekonomi dan politik ibn khaldun’s economic thought; social economic and political dynamics approach.” Jurnal Imara. Autoridad Nacional del Servicio Civil. 2021. “Teori Kesejahteraan Menurut Para Tokoh.” Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.: 2013–15. Fatma, Sofia Halida. 2019. “Bowenian Family Therapy Untuk Meningkatkan SelfDifferentiation Pada Keluarga Dengan Kasus Poligami.” Jurnal Psikologi Islam 6(2): 51– 62. Ferry Prasetya , SE ., M . App Ec. 2012. “MODUL EKONOMI PUBLIK BAGIAN IV : TEORI BARANG PUBLIK Dosen.” Nababan, Beny Boy R. 2007. “Bab I Pendahuluan ل .11–1): 7.” (و س ت رُّ د ن و إ Sri Mujiarti Ulfah, dan Puput Ratnasari. 2021. “Implementasi Program Keluarga Harapan.” Journal Ilmu Sosial, Politik dan Pemerintahan 4(1): 1–12. Suaib, Muhamad Ridha. 2016. “Pengantar Kebijakan Publik.” Yunika, Asmira. 2014. “Analisis Pelaksanaan Program Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (Studi Kasus di Kepunghuluan Bagan Jawa Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir.” : 9–21. Andhika, L. R. (2017). Meta-Theory: Kebijakan Barang Publik Untuk Kesejahteraan Rakyat. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 8(1), 41-55.


Jaelani, A. (2017). Manajemen pengeluaran publik di Indonesia: Tinjauan ekonomi Islam pada APBN 2017. Khusaini, M. (2019). Ekonomi Publik. Universitas Brawijaya Press. Purba, B., Albra, W., Rahman, A., Purba, P. B., Nugraha, N. A., Irawati, H. M., ... & Fajrillah, F. (2021). Ekonomi Publik. Yayasan Kita Menulis. Wirawijaya, I. (2021). Teori Barang Publik Yang Sulit Diimplementasikan. Jurnal AlMujaddid Humaniora, 7(2), 106-110. Kencana Syafiie, Inu. 2007. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama Muhadam Labolo, 2011. Memahami ilmu Pemerintahan Suatu Kajian Teori Konsep dan Pengembangannya , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia. Cetakan ketujuh, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI. Jakarta. 1998 Harjono, Dhaniswara. 2011. Dalam Jurnal Berjudul Konsep Pembangunan Hukum dan Perannya Terhadap Sistem Ekonomi Pasar Sukirno, Sadono. 2003. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Akhmad Solikin (2018).PENGELUARAN PEMERINTAH DAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN (HUKUM WAGNER) DI NEGARA SEDANG BERKEMBANG: TINJAUAN SISTEMATIS.Politeknik Keuangan Negara STAN DESMAN SERIUS NAZARA,SELFIN KRISTIANTI WARUWU (2019).ANALISIS ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH PADA SEKTOR PUBLIK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN NIAS BARAT.JURNAL AKUNTANSI DAN MANAJEMEN PEMBNAS Ferry Prasetya, SE., M.App Ec (2012). Teori Pengeluaran Pemerintah. Universitas Brawijaya Malang Binbangkum, Ditama. 2021. “Enam Fokus Utama Dalam Kebijakan APBN 2022.” Jdih.Bpk.Go.Id. https://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2021/09/Enam-FokusUtama-dalam-Kebijakan-APBN-2022.pdf. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja."pedoman mengenai perkara kepailitan". Rajawali press.Jakarta.2003.hlm.11 Marwanto. 1996. “Pengelolaan Anggaran Belanja Negara ( APBN ).” Unisia No.31 3 (16):


59–70. Yuliartini, Ni Putu Rai, and Kadek Desy Pramita. 2022. “Jurnal Komunikasi Hukum.” Jurnal Komunikasi Hukum 8 (1): 469–80. Rusjdi, Muhammad. 2003. KUP: Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan. Jakarta: PT. Indeks. Saidi, Muhammad Djafar. 2007. Marsuni, Lauddin. 2006. Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia. Yogyakarta: UII Press. Marsyahrul, Tony. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Dr.Wastam Wahyu Hidayat, SE., M. (2018). DASAR-DASAR ANALISA LAPORAN KEUANGAN. Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. In Yogyakarta: Andi Offset. Prastowo, Y. (2009). Panduan Lengkap Pajak. In Jakarta: Raih Asa Sukses. Resmi, S. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus. In Edisi 6, Buku 2. Jakarta. SR, S. (2003). Akuntansi Suatu Pengantar. Jilid Ke-1. In Jakarta: Salemba Empat. Suhartono, I. B. W. dan R. (2007). Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak Penghasilan. In Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Buku 2. Edisi 10. In Penerbit Salemba Empat. Jakarta Dewi, P. K., & Triaryati, N. (2015). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Suku Bunga Dan Pajak Terhadap Investasi Asing Langsung. E-Jurnal Manajemen Unud, 4(4), 866–878. Maria. (n.d.). “Analisis Perbedaan Pajak Penghasilan Terutang Berdasarkan Norma Penghitungan dengan PPh Final Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan di Bidang Usaha Jasa pada KPP Pratama Purworejo”. Jurnal Ekonomi Akuntansi., p1-13. Nugroho, A., Andini, R., & Raharjo, K. (2016). Journal Of Accounting, Volume 2 No.2 Maret


2016. Journal Of Accounting, 2(2), 1–13. Arjuna. (2021). Pengaruh Pajak Terhadap Konsumsi Masyarakat. Pengaruh Pajak Terhadap Konsumsi Masyarakat. Ernita, Dewi, Syamsul Amar, E. S. (2013). Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Konsumsi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi., 1(02), 176–193. Abdullah, I., & Nainggolan, E. P. (2018). Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Motivasi Membayar Pajak Dengan Penerapan UU Tax Amnesty Sebagai Variabel Moderating Pada Kanwil DJP SUMUT I Medan. Jurnal Pendidikan Akuntansi, 1(2), 181–191. https://doi.org/10.30596/liabilities.v1i2.2230. Cimberly, P., Manossoh, H., & Wokas, H. R. N. (2018). Pengaruh Pengetahuan Perpajakan Dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Motivasi Dalam Membayar Pajak Penghasilan (Studi Pada Wpop Di Kec. Wanea Kota Manado). Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 13(4), 46–55. Arisandy, N. (2017). Pengaruh Pajak Terhadap Bentuk Tabungan , Kesadaran Wajib Pajak dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan Bisnis Online Di Pekanbaru. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 14(1), 62–71.


Click to View FlipBook Version