The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Merupakan Mata Kuliah pada Prodi Pendidikan Agama Islam SMT 2

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Gubuk Pena Sang Gembala, 2023-05-30 19:06:27

Buku Sejarah Pendidikan Islam Indonesia

Buku Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Merupakan Mata Kuliah pada Prodi Pendidikan Agama Islam SMT 2

Keywords: Buku Sejarah Pendidikan Islam Indonesia

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Pendidikan Islam Masa Kini dan Masa Depan Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I


Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I Pengantar: Prof. Dr. Hasan Asari, MA (Guru Besar Sejarah UIN SU) Signifikansi Jejak Pendidikan Islam Bagi Pengembangan Pendidikan Islam Masa Kini dan Masa Depan SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Editor: Dr. Muaz Tanjung, MA SEJARAHPENDIDIKANISLAM Signifikansi Jejak Pendidikan Islam Bagi Pengembangan DrZainiDahlanMPdI


Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Signifikansi Jejak Pendidikan Islam Bagi Pengembangan Pendidikan Islam Masa Kini dan Masa Depan Pengantar: Prof. Dr. Hasan Asari, MA (Guru Besar Sejarah UIN SU) Editor: Dr. Muaz Tanjung, MA


__________________________________________________Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Islam i KATA PENGANTAR Pertama dan utama, saya ingin mencatatkan kebesaran hati dan rasa syukur sehubungan dengan selesainya penulisan buku ini oleh Sdr. Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I. Sebagai seorang pembelajar sejarah, saya selalu merasakan kegembiraan yang sangat manakala sebuah karya ilmiah dihasilkan, terlebih lagi yang berkenaan dengan Sejarah Pendidikan Islam. Karya yang satu ini memiliki sisi keistimewaan lain, karena ditulis oleh seorang ilmuan muda, dengan bentangan karir akademik yang hampir tanpa batas. Dalam konteks itu, karya ini sangat mungkin sekali hanyalah sebuah produk akademik versi awal yang akan segera disusul oleh karyakarya lain yang lebih baik. Penulis kita kali ini jelas sekali masih dalam periode in the making, dan karenanya mesti dilihat dalam perspektif yang sepatutnya. Tema buku ini, yakni Sejarah Pendidikan, menjadi penting karena beberapa alasan. Pertama, karena Alquran mengatakan demikian. Tema ilmu pengetahuan jelas merupakan tema yang sentral dalam kitab suci Alquran. Pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang melayani pengetahuan dalam kontkes pembentukan manusia dan masyarakat yang terus memperbaiki diri. Jadi sejarah pendidikan adalah sebuah segmen sejarah yang secara jelas memiliki akar kuat dalam doktrin agama Islam. Kedua, karena dalam kenyataannya umat Islam memang memiliki sejarah yang sangat menarik di bidang pendidikan. Dari sebuah awal yang sederhana di Hijaz, pendidikan umat Islam pernah mencatatkan diri sebagai pemilik sistem pendidikan terbaik di muka hamparan bumi. Masa kejayaan dan masa kemandekan sejarah adalah tambang pembelajaran yang luar biasa penting. Para penggemar sejarah meyakini sepenuhnya relevansi sejarah terhadap masa sekarang dan masa mendatang. Di antara adagiumnya adalah: Karena Anda tak mungkin berjalan menyungsang waktu, setidaknya belajarlah dari sejarah. Ketiga, karena masa depan pada hakikatnya tak lebih dari sebuah episode lanjutan dari hidup


Zaini Dahlan__________________________________________________ ii Sejarah Pendidikan Islam manusia, sambungan semata dari episode-episode yang telah lebih dahulu. Karenanya di kalangan pengkaji sejarah ada pula adagium lain: Orang yang tak tahu datang dari mana akan kesulitan menentukan akan menuju kemana. Menulis adalah sebuah kebaikan dan bentuk pengabdian terhadap ilmu pengetahuan. Mempublikasikan tulisan adalah bentuk keinginan berbagi kebaikan. Akan tetapi, tulisan akan terus semakin membaik manakala dibaca dengan daya kritis yang tinggi! Sebagai seorang kolega dan guru, saya turut mendoakan semoga Allah swt. menganugerahi karir akademik yang brilian bagi Sdr. Zaini Dahlan. Medan, September 2018 Prof. Dr. Hasan Asari, MA Profesor Sejarah UIN SU


__________________________________________________Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Islam iii KATA PENGANTAR Alhamdulillah adalah untaian pujian yang patut penulis ucapkan kehadirat Allah swt., atas selesainya penulisan buku Sejarah Pendidikan Islam; Signifikansi Jejak Pendidikan Islam Bagi Pengembangan Pendidikan Islam Masa Kini dan Masa Depan. Buku ini merupakan salah satu upaya awal dan sederhana untuk membuka tabir sejarah yang sudah sangat lama menyelimuti realitas praktik pendidikan umat Islam yang begitu dinamis, aktif, dan kreatif. Uraian yang digunakan masih sangat ringkas dan belum mendalam. Namun begitu, barangkali ini merupakan secercah semangat bagi penulis untuk berupaya meningkatkan intensitas dan kualitas dalam dunia tulis menulis. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada para guru, khususnya Prof. Dr. Hasan Asari, MA, beliau yang selalu menjadi panutan dalam menapaki bait-bait sejarah kehidupan penulis. Kepada teman sesama dosen yang banyak memberikan kritik dan dorongan semangat ilmiah. Kepada seluruh keluarga Penulis yang selalu memberikan lingkungan pendukung bagi proses penulisan buku ini. Materi yang disajikan agaknya belum mencakup seluruh pembahasan Sejarah Pendidikan Islam itu sendiri, sehingga penyempurnaan amat mungkin terjadi di kesempatan lain. Dengan keterbukaan dalam penyempurnaan lebih lanjut, Penulis berharap kritik dan saran agar buku ini lebih berguna adanya. Medan, 2018 ZAI


Zaini Dahlan__________________________________________________ iv Sejarah Pendidikan Islam DAFTAR ISI Kata Pengantar Prof. Dr. Hasan Asari, MA (Guru Besar Sejarah UIN SU)------- i Kata Pengantar Penulis ---------------------------------------------------- iii Daftar Isi ----------------------------------------------------------------------- iv BAB I PENDAHULUAN ----------------------------------------------------------- 1 BAB II PERKEMBANGAN AWAL PENDIDIKAN ISLAM -------------- 4 A. Kondisi Arab Pra Islam----------------------------------------- 4 B. Lembaga Pendidikan-------------------------------------------- 6 1. Dar al-Arqam bin Abi al-Arqam------------------------- 6 2. Kuttab ----------------------------------------------------------- 7 3. Masjid----------------------------------------------------------- 10 BAB III PUNCAK KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM; Tinjauan Kurikulum Pendidikan Islam Klasik---------------------------------- 12 A. Klarifikasi Istilah dan Batasan Pembahasan--------------- 12 B. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah saw.------------------------------------------------------------------- 14 C. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Khulafa alRasyidin------------------------------------------------------------- 18 D. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah------------------------------------------------------------ 20 E. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah ---------------------------------------------------------- 25


__________________________________________________Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Islam v BAB IV MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM; Latar Belakang, Cakupan dan Pola ----------------------------------------------------------- 34 A. Latar Belakang Internal dan Eksternal Modernisasi Pendidikan Islam Sejak Abad 19 ----------------------------- 34 B. Aspek-aspek Modernisasi Pendidikan---------------------- 45 C. Pola-pola Modernisasi Pendidikan Islam ------------------ 47 D. Analisis Kritis Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam; Arah dan Keberhasilan--------------------------------- 50 1. Arah Modernisasi-------------------------------------------- 50 2. Keberhasilan Modernisasi--------------------------------- 55 E. Penutup ------------------------------------------------------------- 58 BAB V WARISAN ILMIAH MUSLIM DAN RENAISANS EROPA------------------------------------------------------------------- 60 A. Latar Belakang Transmisi Warisan Ilmiah Muslim ke Eropa----------------------------------------------------------------- 62 B. Pusat-pusat Transmisi Warisan Ilmiah Muslim ke Eropa----------------------------------------------------------------- 59 C. Bentuk-bentuk Transmisi Warisan Ilmiah Muslim ------ 71 D. Proses Penyerapannya ke Dalam Tradisi Ilmiah Eropa 76 E. Jejak-jejak Pengaruhnya----------------------------------------- 80 F. Penutup ------------------------------------------------------------- 81 BAB VI TEORI-TEORI MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA ------------------------------------------- 83 A. Latar Belakang----------------------------------------------------- 83 B. Beberapa Teori Masuknya Islam ke Indonesia------------ 85 1. Teori India ----------------------------------------------------- 86 2. Teori Benggal ------------------------------------------------- 87 3. Teori Arab ----------------------------------------------------- 90 4. Teori Persia ---------------------------------------------------- 94


Zaini Dahlan__________________________________________________ vi Sejarah Pendidikan Islam 5. Teori Cina------------------------------------------------------ 95 C. Masuknya Islam ke Indonesia dan Hubungannya dengan Pendidikan ---------------------------------------------- 96 D. Analisis-------------------------------------------------------------- 106 E. Penutup ------------------------------------------------------------- 108 BAB VII PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA: Kolonialisme dan Dikotomi Pendidikan------------ 110 A. Latar Belakang----------------------------------------------------- 110 B. Kebijakan Kependidikan Belanda dan Hubungannya dengan Lahirnya Dikotomi Pendidikan -------------------- 113 C. Analisis Aspek-aspek Pendidikan Dikotomis------------- 123 1. Filsafat Ilmu --------------------------------------------------- 123 2. Kurikulum----------------------------------------------------- 124 3. Kelembagaan-------------------------------------------------- 130 4. Pendanaan ----------------------------------------------------- 136 5. Lulusan --------------------------------------------------------- 138 D. Akibat yang Ditimbulkan Dikotomi Pendidikan--------- 139 E. Penutup ------------------------------------------------------------- 140 BAB VIII LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM AWAL DI INDONESIA------------------------------------------------------------------ 142 A. Latar Belakang----------------------------------------------------- 142 B. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Paling Awal di Indonesia------------------------------------------------------------ 144 1. Masjid dan Langgar----------------------------------------- 147 2. Meunasah, Rangkang, dan Dayah----------------------- 150 3. Pesantren------------------------------------------------------- 158 4. Surau------------------------------------------------------------ 166 C. Penutup ------------------------------------------------------------- 162 DAFTAR PUSTAKA-------------------------------------------------------- 168


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Islam 1 BAB I PENDAHULUAN Secara natural, manusia tidak hanya memiliki aspek jasmani, namun juga aspek ruhani yang keduanya senantiasa berkembang seiring dengan kehidupannya di dunia. Karena itu manusia mampu mencapai titik kematangan hidup melalui suatu proses yang bertahap. Pendidikan Islam sebagai proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah), penting sekali diberikan kepada peserta didik, terutama dalam mengantisipasi krisis moral sebagai dampak negatif dari era globalisasi yang melanda bangsa Indonesia. Diskursus mengenai pendidikan Islam senantiasa menjadi kajian yang menarik bukan hanya karena dalam pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri, namun juga karena kaya akan


Zaini Dahlan_____________________________________________ 2 Sejarah Pendidikan Islam konsep-konsep pendidikan yang tidak kurang bermutu dibandingkan dengan konsep pendidikan konvensional. Sejarah mencatat bahwa pendidikan Islam telah banyak melahirkan ilmuwan dengan ide-ide cerdasnya yang tidak hanya dikenal oleh kalangan muslim, tapi juga non muslim. Salah satu aktor sejarah –dengan tidak bermaksud mengurangi kebesaran beliau sebagai seorang Nabi yang mulia– yang telah meletakkan sendi-sendi dan praktik pendidikan Islam yakni Nabi Muhammad SAW. Keputusan-keputusan beliau dalam segala hal menjadi sebuah preseden baik bagi pertumbuhan dan perkembangan pendidik-an Islam masa kini, tidak terkecuali di Nusantara. Perkembangan pendidikan Islam di Nusantara antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang paling sederhana sampai pada tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Pada tahap awal pendidikan Islam itu berlangsung secara informal. Para mubalig banyak memberikan contoh teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para mubalig itu menunjukan akhlaq al-karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama Islam dan mencontoh perilaku mereka. Menjelang abad ke-13, masyarakat muslim sudah sampai di Perlak, Samudera Pasai, dan Palembang di Sumatera. Di Jawa, makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475/1082, serta makam-makam Islam di Tralaya yang bermula dari abad ke-13 M. merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, yakni Majapahit.1 Menyoroti asal usul pendidikan Islam haruslah disertai dengan pemahaman tentang motivasi yang melekat pada proses belajar-mengajar yang dilakukan kaum muslim sepanjang sejarah dengan penekanan pada periode awal. Terdapat kaitan erat antara 1Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 193.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 3 aktivitas belajar dan motivasi utamanya, karena Islam adalah satu agama yang menempatkan ilmu pengetahuan pada status yang sangat istimewa. Allah akan meninggikan derajat mereka yang beriman di antara kaum muslim dan mereka yang berilmu.2 Nabi Muhammad biasa duduk di masjid kota Madinah sambil dikelilingi oleh para pengikutnya dan senantiasa menyerukan kepada mereka tiga kali sehingga mereka mengingat atau mampu menghafalnya.3 Suffa atau az-Zilla (dengan panggung tinggi serta atap) adalah satu bagian dari masjid yang dibangun oleh Nabi di Madinah dan disediakan sebagai tempat pendidikan, khususnya untuk belajar membaca, menulis, menghafal Al-Qur‘an dan tajwid. 4 Dalam tulisan yang sederhana ini, penulis mencoba mengidentifikasi signifikansi sejarah pendidikan Islam bagi pengembangan pendidikan Islam masa kini dan masa depan. Sebagai penekanan, tulisan ini hanyalah sebagai pengantar pada buku ajar Sejarah Pendidikan Islam. 2Muhammad Khalid Masud, (ed.), Travellers in Faith: Studies in Tablighi as a Transnasional Islamic Movement for Faith Renewal, (Leiden: Brill, 2004), h. 30. 3 Ibid., h. 39. 4 Ibid., h. 40.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 4 Sejarah Pendidikan Islam BAB II PERKEMBANGAN AWAL PENDIDIKAN ISLAM A. Kondisi Arab Pra Islam Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan secara sederhana kondisi sosial, ekonomi, politik serta keagamaan masyarakat Arab pra Islam. Dalam konteks sosial, Arab pra Islam memiliki beberapa kelas masyarakat, berbeda antara satu dengan lainnya. Bangsa Arab sangat mendewakan tuan dan menghina budak. Bahkan tuan berhak atas semua harta rampasan dan kekayaan, serta hamba sahaya diwajibkan membayar denda dan pajak. Budak laksana ladang tempat bercocok tanam menghasilkan kekayaan. Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem diktator. Banyak hal yang hilang dan terabaikan sehingga para budak tidak bisa melakukan perlawanan sedikit pun. Banyak di antara mereka yang kelaparan,


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 5 penderitaaan dan kesulitan yang tekadang sampai merenggut nyawa mereka. 5 Salah satu perilaku durjana masyarakat jahiliyah yakni perlakuan terhadap anak perempuan. Di antara perilau tersebut yaitu perbuatan menanam bayi perempuan hidup-hidup karena takut terhadap hinaan dan noda. Motif masyarakat kelas bawah melakukan hal yang sama karena takut jatuh miskin (fakir), terutama di lingkungan Bani ‗Asad dan Tamim. Sementara anak laki-laki diperlakukan dengan kasih sayang kecuali kaum dhuafa‟. Di kalangan kaum dhuafa‟ mereka membunuh anak laki-laki karena takut miskin.6 Jelas bahwa Arab pra Islam dikenal dengan kebodohan, ketidaktahuan atau kebiadaban. Dalam konteks ekonomi, menjadi pedagang merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi masyarakat Arab. Pada saaat itu dibuka pasar-pasar Arab yang terkenal, seperti Ukadz, Dzilmajaz, Madinah dan lain-lain.7 Praktik ekonomi Arab Pra Islam berada dalam kondisi kegelapan, hal ini terlihat dari sikap mereka dalam menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang atau sesuatu yang diperlukan, seperti berjudi, memeras, mencuri, menipu, merampok, atau melipatgandakan uang (riba) kepada orang yang meminjam uang kepadanya. Praktek ekonomi demikian, pada tahap selanjutnya menimbulkan kesenjangan sosial antara kaum yang kaya dengan kaum miskin. Fakta di atas merupakan indikasi masyarakat yang jauh dari aturan dan nilai-nilai luhur.8 Dalam konteks politik, Arab pra Islam belum mengenal sistem pemerintahan yang komplit seperti saat sekarang, kalaupun ada belumlah sempurna tata organisasinya. Sistem pemerintahan sebelum Islam yaitu mereka tidak memiliki peradilan tempat 5 Syafiyu al-Rahman al-Mubarrakfury, Sirah Nabawiyyah, terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h. 46-48. 6Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Prespektif Hadits (Jakarta: Proyek Penggandaan Buku Dasar, 2005), h. 19. 7 al-Mubarrakfury, Sirah Nabawiyyah h. 50-52. 8Nata dan Fauzan, Pendidikan, h. 20.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 6 Sejarah Pendidikan Islam memperoleh kepastianhukumtentangsesuatu kasus, tidak memiliki polisi sebagai penjaga keamanan, tidak dibebani keharusan membayar pajak karena tidak terbentuknya pemerintah yang berfungsi sebagai badan eksekutif, serta mereka juga tidak berhak menangkap terpidana untuk divonis sesuai dengan kadar dan tindakan pelanggaran yang dilakukan.9 Dari kutipan di atas terlihat bahwa kondisi politik masyarakat Arab pra Islam belum teratur. Dalam beragama, mayoritas bangsa Arab Jahiliyah dirasakan sudah jauh dari keyakinan yang dibawa oleh Nabi Ibrahim yaitu meyakini adanya Allah swt. sebagai Rabb al-Alamin. Mereka menganut agama watsani (penyembah berhala). Setiap suku atau kabilah memiliki patung (berhala) sendiri sebagai pusat penyembahan. Sebutan untuk sesembahan zaman Jahiliyah ini berbeda-beda, di antaranya: Shanam, Wathan, dan Nushud.10 Jadi kondisi keagamaan bangsa Arab pra Islam semakin luntur atau semakin jauh dari ajaran agama Tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Ajaran agama tersebut berubah-ubah menjadi agama paganisme (pencampuradukan antara Tuhan dan manusia). B. Lembaga Pendidikan 1. Dar al-Arqam bin Abi al-Arqam Pada masa klasik Islam, rumah dijadikan sebagai tempat berlangsungnya pendidikan Islam. Sebagai contoh rumah al-Arqam ibn ‗Abdi Manaf (w. 55/675) di Makkah, dan satu lagi rumah Abu Ayyub al-Anshariy (w. 52/672) di Madinah. Al-Arqam ibn ‗Abdi Manaf adalah salah seorang sahabat Nabi SAW, ia tergolong suku Quraisy yang berasal dari Bani Makhzum, dan terhitung orang ketujuh yang masuk Islam. Rumahnya yang terletak di dekat bukit Shafa, Makkah dinamakan Bait Allah (Rumah Allah), di rumah inilah kaum Muslimin berkumpul untuk belajar kepada Nabi SAW. sebelum hijrah dan di sini pula pernah terjadi peristiwa penting dalam sejarah Islam yakni tempat Islamnya ‗Umar ibn Khaththab 9Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh ad-Daulah al-Fatimiyyah (Mesir: t.p., 1997), h. 88- 89. 10Ibid., h. 67.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 7 (w. 23/644), dengan disaksikan al-Arqam dan Rasulullah SAW. bersama dengan kaum Muslimin lainnya. Sementara Abu Ayyub al-Anshariy, nama aslinya adalah Khalid ibn Zaid al-Khazrajiy yang menandakan bahwa beliau berasal dari Bani Khazraj dan seorang sahabat Nabi SAW. Dirumahnyalah Nabi SAW. tinggal ketika hijrah ke Madinah pada tahun 1/622 hingga selesai pembangunan masjid untuk beliau.11 2. Kuttab Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab khususnya Mekah, telah mengenal adanya lembaga pendidikan rendah yang disebut kuttab atau kadang disebut maktab, yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis. Akan tetapi lembaga pendidikan ini masih sederhana dan belum mampu secara serius menarik minat masyarakat luas. Meskipun diakui bahwa catatan-catatan mengenai keadaan pendidikan pada masa tersebut tidak banyak ditemukan, namun Hamidullah mendapatkan beberapa bukti yang dapat memberikan gambaran situasi pendidikan pada saat itu. Sebagai contoh bahwa Zilmah, salah seorang perempuan anggota suku Hudhail, pada waktu kecil ketika memasuki sekolah, ia biasa bermain dengan tinta yang biasa dipakai untuk menulis. Selain itu, Ghailan ibn Salmah dari suku Thaif juga terkenal sering mengadakan pertemuan mingguan di mana para penyair membacakan syair-syairnya dan mendiskusikan serta mengkritisi karya-karya mereka.12 Penjelasan Hamidullah tersebut belum menunjukan apakah kegiatan pendidikan tersebut bersifat massal atau hanya diikuti oleh orang-orang tertentu. Dalam konteks ini Ahmad Syalabi, merujuk karya Al-Baladuri, futub al-Baldan mengemukakan bahwa Sufyan Bin Umayyah dan Abu Qais bin ‗abd Manaf adalah orang asli Arab 11Lihat dalam Hasan ‘Abd al-‘Al, al-Tarbiyah al-Islamiyah al-Qarn al-Rabi‟ alHijriy (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, 1978), h. 26. Lihat juga dalam Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Nasyat al-Tarbiyah al-Islamiyah, (t.t.p.: ‘Alam al-Kutub, 1978), h. 182. 12Muhammad Faruq al-Nubhan, Mabadi al-Tsaqafah al-Islamiyah (Kuwait: Dar al-Bait al-Islamiyah, 1974), h. 26.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 8 Sejarah Pendidikan Islam partama yang belajar membaca dan menulis. Mereka berguru kepada seorang Nasrani bernama Bishr ‗Adb al-Malik yang pernah belajar ilmu ini di Hira. Orang Arab pertama yang menjadi guru adalah Wadi al-Qura yang hidup di sana dan mulai mengajarkan membaca dan menulis kepada penduduk Arab. Sebagai bukti ketika Islam lahir bahwa masyarakat Mekah yang bisa membaca dan menulis berkisar sekitar 17 orang, sedangkan masyarakat Madinah sekitar11 orang.13 Kuttab atau Maktab diambil dari kata Taktib yang berarti mengajar menulis. Pada rujukan yang lain Kuttab/Maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan kuttab/maktab berarti tempat menulis atau tempat di mana dilangsungkannya kegiatan untuk tulis-menulis. Dalam konteks historis dalam skala yang terbatas, lembaga pendidikan Kuttab telah ada di dunia Arab pra Islam. Bentuknya seperti privat. Di mana seorang guru menyiapkansebuah ruangan di rumahnya dan menerima bayaran apabila guru tersebut mengajar di keluarga yang mampu. Merujuk pada data yang dinukil oleh Shalaby, dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan hanya dilakukan oleh sekelompok orang dan khususnya di Mekah. Hal yang demikian dapat dimaklumi mengingat pada saat itu sebagian penduduk di Jazirah Arab adalah penduduk yang memiliki kebiasaan hidup berpindah-pindah (nomaden). Sudah menjadi kelaziman bahwa perhatian yang mereka berikan lebih besar pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer berupa makanan sementara kegiatan pendidikan menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan meraka anggap tidak penting sama sekali. Karena keterampilan membaca dan menulis belum menjadi hal yang umum dimiliki masyarakat, maka yang berkembang adalah tradisi lisan. Melihat kondisi seperti 13Ibid.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 9 itu, yang menjadi ―guru‖ adalah mereka yang paling banyak hafalannya.14 Pada masa awal Islam sampai pada era Khulafa al-Rasyidin, secara umum pengajaran kuttab dilakukan tanpa adanya bayaran, akan tetapi pada era Bani Umayah, ada di antara penguasa yang menggaji guru untuk mengajar para putranya dan menyediakan tempat bagi pelaksanaan proses belajar mengajar di istananya. Di samping itu ada juga yang mempertahankan bentuk lama yaitu melaksanakan pendidikan di pekarangan sekitar masjid, biasanya para siswa dari kalangan kurang mampu. Materi yang disampaikan dalam kuttab yakni tulis baca yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah Arab. Dalam konteks pendidikan Islam masa awal, dikenal dua bentuk kuttab yaitu: Pertama, Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan pada tulis baca. Masa ini, al-Qur‘an belum dijadikan rujukan sebagai mata pelajaran dikarenakan dalam rangka menjaga kesucian al-Qur‘an dan tidak sampai terkesan dipermainkan para siswa dengan menulis dan menghapusnya, masa itu pengikut Nabi yang bisa baca tulis masih sangat terbatas. Kedua, Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan al-Qur‘an dan dasar-dasar keagamaan. Pada era ini, pelak-sanaan pendidikan lebih terkonsentrasi pada pendidikan keimanan dan budi pekerti dan belum pada meteri tulis baca.15 Dalam operasionalnya, baik kuttab jenis pertama maupun kedua dilakukan dengan sistem halakah, namun ada juga guru yang menggunakan metode dengan membacakan sebuah kitab dengan suara keras, kemudian diikuti oleh seluruh siswanya. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai siswa benar-benar menguasainya. Di samping itu ada juga guru yang menyuruh siswanya untuk menyalin pelajaran dari kitab tertentu. 14Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1983), h. 26. 15Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam: Kajian atas Lembagalembaga Pendidikan, cet. 3 (Bandung: Citapustaka Media, 2013), h. 4.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 10 Sejarah Pendidikan Islam Lama belajar di kedua bentuk kuttab tersebut tidak dibatasi oleh waktu, akan tetapi ditentukan oleh kemampuan siswa dalam menyelesai-kan pelajaran dalam suatu kitab. Isi pendidikan pada tingkat ini adalah membaca, menulis, menghafal al-Qur‘an serta pengetahuan akhlak. Phill K. Hitti mengatakan bahwa, kurikulum pendidikan kuttab ini berorientasi kepada Al-Qur‘an sebagai teks book. Hal ini mencakup pengajaran Membaca, Menulis, Kaligrafi, Gramatikal Bahasa Arab, Sejarah Nabi, dan Hadis.16 3. Masjid Masjid dengan segala derivasinya berasal dari bahasa Arab, sajada (fi‟il madli) yusajidu (mudlari‟) masajid/sajdan (masdar), artinya tempat sujud. Dalam makna yang lebih luas merupakan tempat shalat dan bermunajat kepada Allah sang pencipta dan tempat merenung dan menata masa depan (dzikir). Pada prosesnya masjid dihantarkan sebagai pusat peribadatan dan pengetahuan karenadimasjidtempat awalpertamamempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar, hukumhukum, dan tujuannya. Masjid yang pertama dibangun adalah masjid Quba, yaitu setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah. Seluruh kegiatan umat difokuskan di masjid termasuk pendidikan. Majelis pendidikan yang dilakukan Rasulullah bersama sahabat di masjid dilakukan dengan sistemhalakah. Dalam perkembangannya, di kalangan umat Islam tumbuh semangat untuk menuntut ilmu dan memotivasi mereka mengantarkan anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan di masjid sebagai lembaga pendidikan menengah setelah kuttab. Kurikulum pendidikan di masjid lazimnya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, seperti kadi, khatib, dan imam masjid. Pertumbuhan serta perkembangan lembaga pendidikan masjid era awal kurang mendapat perhatian yang signifikan dari penguasa 16Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab, terj. Usuluddin Hutagalung dan ODP Sihombing (Yogyakarta: Pustaka Iqra’, 2001), h. 45.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 11 pada saat itu, karena penguasa telah memusatkan perhatian pada proses penyebaran agama dan proses perluasan wilayah. Dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, secara simultan telah memperkaya perkembangan lembaga ini, yakni melalui asimilasi dan persentuhan budaya Islam dengan budayalokal. Sebagai contoh yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW., beliau telah menjadikan masjid Madinah sebagai tempat berlangsung-nya proses pendidikan dan inilah yang menjadi preseden bagi khalifah-khalifah sesudah beliau. Sebagai gambaran awal pada masa klasik Islam, masjid mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan bervariasi dibanding dengan fungsinya sekarang. Dulu, di samping sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik umat Islam. Lebih dari itu, masjid adalah lembaga pendidikan Islam semenjak masa paling awal Islam. Ketika Rasul dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang dia lakukan adalah pembangunan sebuah masjid yang belakangan dikenal dengan sebutan Masjid Nabi. Di masjid inilah sekelompok sahabat yang bergelar “ashab al-shuffah” menghabiskan waktu mereka untuk beribadah dan belajar. Praktik Nabi SAW. menjadi preseden bagi para khalifah dan penguasa Muslim sesudahnya, dan pembangunan masjid berlanjut terus di daerah-daerah kekuasaan Muslim. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja dilakukan oleh penguasa secara resmi, tetapi juga oleh para bangSAWan, hartawan, dan dengan swadaya masyarakat pada umumnya. Sehingga tidak mengherankan kalau pada abad ke-3/9, kota Baghdad saja memiliki tidak kurang dari 3.000 masjid.17 17Asari, Menyingkap Zaman, h. 44-45.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 12 Sejarah Pendidikan Islam BAB III PUNCAK KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM (Tinjauan Kurikulum Pendidikan Islam Klasik) A. Klarifikasi Istilah dan Batasan Pembahasan Ada beberapa terminologi yang perlu dijelaskan terlebih dahulu, sebelum menguraikan tulisan ini. Hal ini dianggap perlu karena diasumsikan akan memberikan kesamaan pandangan dalam meng-interpretasikan tulisan ini. Pertama, kurikulum. Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan kurikulum pendidikan Islam klasik tidak dapat dipahami seperti kurikulum pendidikan modern. Pada kurikulum pendidikan modern, seperti kurikulum pendidikan nasional di Indonesia, ditentukan oleh pemerintah dengan standar tertentu yang terdiri dari beberapa komponen, seperti: tujuan, isi,


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 13 organisai dan strategi.18 Pengertian dan komponen tersebut sangat sulit ditemukan dalam literatur-literatur kependidikan Islam klasik. Untuk itu, kurikulum pendidikan Islam klasik dalam tulisan ini dipahami sebagai mata pelajaran-mata pelajaran yang diajarkan dalam proses pendidikan Islam klasik. Kedua, masa klasik. Dalam tulisan ini perlu dijelaskan mengenai batasan waktu masa klasik, apakah dalam kacamata penulis muslim atau penulis Barat. Sebab, para penulis Barat mengidentikkan abad ke-7 hingga abad ke-12/13 M sebagai zaman kegelapan (dark age); sementara para penulis muslim mengidentikkannya dengan masa keemasan (al-„ashr al-dzahabi).19 Untuk memperoleh kejelasan batasan waktu, penulis membatasi masa klasik dalam kacamata penulis muslim, seperti yang dikemukakan oleh Harun Nasution. Ia mengklasifikasikan sejarah Islam pada tiga masa, yaitu: (a) masa klasik dimulai dari tahun 650 hingga 1250 M, sejak Islam lahir hingga kehancuran Baghdad (b) masa pertengahan sejak tahun 1250 hingga 1800 M, sejak Bghdad hancur hingga munculnya ide-ide pembaharuan di Mesir dan (c) masa modern, mulai tahun 1800 M hingga sekarang.20 Dengan demikian, masa klasik yang dimaksud dalam tulisan in dibatasi sejak masa Rasulullah hingga Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan, tepatnya tanggal 10 Pebruari 1258 M.21 Prsoalan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah: apakah kurikulum pendidikan Islam klasik berjalan dengan kurikulum yang baku, atau justeru sebaliknya? bagaimana materi pendidikan diorganisasikan? siapa yang menentukan kurikulum? dan contoh kurikulum pendidikan Islam klasik. 18Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, cet. 1 (Yogyakarta: BPFE, 1988), h. 9-11. 19Marshal G. S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization (Chicago: The University of Chicago Press, 1977), h. 1-3. 20Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid I, cet. 5 (Jakarta: UI-Press, 1985), h. 56-91. 21Ibid., h. 80.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 14 Sejarah Pendidikan Islam B. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah SAW. Mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada masa Rasulullah terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa dibatasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan Rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya. Pendidikan pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi dua periode, yaitu: periode Mekah dan periode Madinah. Pada periode Mekah, yakni sejak Nabi diutus sebagai Rasul hingga hijrah ke Madinah, kurang lebih selama 13 tahun, sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Rasulullah. Bahkan, tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi pendidikan, selain Rasulullah. Secara umum, materi Al-Qur‘an dan ajaran-ajaran Rasulullah itu menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada teologi dan ibadah, seperti beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan hari kemudian, serta amal ibadah, yaitu shalat. Zakat sendiri ketika itu belum menjadi materi pendidikan, karena zakat pada masa itu lebih dipahami dengan sedekah kepada fakir miskin dan anak-anak yatim. Selain itu, materi akhlak juga telah diajarkan agar manusia bertingkah laku dengan akhlak mulia dan menjauhi kelakuan jahat. Adapun materi-materi scientific belum dijadikan sebagai mata pelajaran. Nabi ketika itu hanya memberikan dorongan untuk memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam raya.22 Mahmud Yunus memaparkan materi pengajaran Rasulullah pada masa Mekah ini adalah: 1. Pendidikan keagamaan, yaitu membaca dengan nama Allah semata, jangan mempersekutukan-Nya dengan nama berhala, karena Allah itu Maha Besar dan Maha Pemurah, karena itu berhala harus dimusnahkan. 22Ibid.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 15 2. Pendidikan aqliyah dan ilmiyah, yaitu mempelajari penciptaan manusia dari segumpal darah dan penciptaan alam semesta. Allah akan mengajarkan hal demikian itu kepada orang-orang yang meneliti dan mengkajinya sedangkan mereka tidak mengetahui sebelumnya. Untuk mengetahuinya hendaknya seorang banyak membaca dan mencatatnya dengan pena. 3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur‘an dan Hadis. 4. Pendidikan jasmani dan kesehatan, yaitu memperhatikan kesehatan dan kekuatan jasmani, mementingkan kebersihan pakaian, tempat dan makanan.23 Pada waktu Rasulullah di Mekah, Pendidikan Agama Islam terfokus pada pembelajaran Al-Qur‘an dan Hadits dengan penekanan pada aqidah dan pokok-pokok agama Islam. Ini mengingat pada masa itu dibutuhkan penanaman keyakinan yang benar kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa (monotheisme). Keyakinan itu harus ditanamkan pada umat Islam dengan kokoh sebagai perlawanan kepada keyakinan kaum Quraisy yang menganut politheisme. Tradisi yang berkembang pada masa ini adalah tradisi lisan, yaitu tradisi menghafalkan syair-syair atau puisi, yang mereka terima dari pendahulu dan guru-guru mereka dengan cara menghafal dan melafalkannya. Pada masa itu tradisi tulis baca masih kurang dikenal. Hanya beberapa shahabat yang mempunyai kemampuan baca tulis yaitu Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Abu Ubaidah bin Jarrah, Thalhah, Yazid bin Abu Sufyan, Abu Hudaifah bin Utbah, Abu Sufyan bin Harb, Muawiyah bin Abu Sufyan dan lain-lain. Namun demikian, sebagian besar sahabat Rasulullah masih belum mengenal tulis baca dan lebih terbiasa dengan budaya menghafal dan budaya lisan. Kedua kemampuan yang dimiliki para sahabatnya itu dimanfaatkan dengan optimal oleh Rasulullah 23Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, cet. 2 (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), h. 27.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 16 Sejarah Pendidikan Islam sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Mereka yang memiliki kemampuan menghafal yang kuat, Rasulullah mengajarkan ayatayat Al-Qur‘an yang diwahyukan kepadanya untuk dihafal dan dilafalkan setiap waktu. Sementara itu bagi mereka yang mempunyai kemampuan baca tulis, Rasulullah memerintahkan agar ayat-ayat Al-Qur‘an ditulis. Para Sahabat menulis ayat-ayat Al-Qur‘an di daun lontar, kulit binatang, dan lain-lain. Al-Qur‘an diturunkan dengan cara berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit. Ini memberikan kemudahan kepada Rasulullah untuk mengajarkan Al-Qur‘an kepada umatnya dan beliaupun memerintahkan kepada sahabatnya untuk menghafal dan menghayatinya. Ketika Rasulullah selesai menerima wahyu, beliau membacakan ayat tersebut selengkapnya di hadapan para sahabatnya. Untuk kemudian memerintahkan para sahabatnya menghafal dengan sebaik-sebaiknya dan memerintahkan kepada juru tulis untuk menuliskannya dan mencatat ayat tersebut dengan sebaik-baiknya. Kemudian beliau mengatur urutan ayat dan surat dalam Al-Qur‘an. 24 Pada periode Madinah, kurang lebih selama 10 tahun, usaha pendidikan Rasulullah yang pertama adalah membangun ‗institusi‘ masjid. Melalui pendidikan masjid ini, Rasulullah memberikan pengajaran dan pendidikan Islam. Ia memperkuat persatuan di antara kaum muslim dan mengikis habis sisa-sisa permusuhan, terutama antar penduduk Anshar dan penduduk Muhajirin. Secara umum, materi pendidikan berkisar pada empat bidang: pendidikan keagamaan, pendidikan akhlak, pendidikan kesehatan jasmani, dan pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Pada bidang keagamaan tediri dari keimanan dan ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan zakat. Pendidikan akhlak lebih menekankan pada penguatan basis mental yang telah dilakukan pada periode Mekah. Pendidikan kesehatan jasmani lebih ditekankan pada penerapan nilai-nilai yang dipahami dari 24A.L. Tibawi, Islamic Education: Its Tradition and Modernization inti the Arab National Systems (London: Luzac, 1979), h. 23.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 17 amaliah ibadah, seperti makna wudlu, shalat, puasa, dan haji. Sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan kemasyarakatan meliputi pada bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Masyarakat diberi pendidikan oleh Rasul tentang kehidupan berumah tangga, warisan, hukum perdata dan pidana, perdagangan, dan kenegaraan serta lain-lainnya.25 Rasulullah melaksanakan pendidikan Islam di Masjid Nabawi yaitu di salah satu sudut masjid yang disebut dengan Suffah. Namun demikian tidak menutup kemungkinan Rasulullah memberikan pembelajaran di luar masjid. Di sisi lain, materi pembelajaran pendidikan Islam di Madinah ditambah dengan pembelajaran baca tulis. Rasulullah SAW pernah memerintahkan tawanan perang Badar yang terdiri dari kaum Quraisy untuk mengajarkan membaca dan menulis bagi kaum muslimin yang belum dapat membaca dan menulis sebagai tebusan atas status tawanan mereka di kuttab. Selain itu Rasulullah juga memerintahkan beberapa sahabat seperti al Hakam Ibn Sa‘id untuk mengajar pada sebuah kuttab ketika Rasulullah berada di Madinah.26Ini memberikan gambaran bahwa ketika zaman Rasulullah SAW telah dilaksanakan pendidikan di luar pengajaran Al-Qur‘an dan pokok-pokok ajaran Islam. Dengan demikian, pada zaman Rasulullah SAW tidak hanya dkenal pendidikan Islam, tetapi juga membaca dan menulis yang menggunakan guru-guru beragama non Islam. 25Ibid., h. 16-19. Hasan Langgulung memberikan keterangan bahwa ilmu-ilmu yang berkembang ketika itu adalah ilmu tafsir, qiraat, fiqh, qadla, (kehakiman), faraid, dan ilmu hadits. Baca Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, cet. 1 (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1998), h. 6. 26Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam: Studi Atas lembaga-Lembaga Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media, 2007), h. 24. Materi yang diajarkan di kuttab periode Madinah ini tidak berbeda dengan yang diajarkan di Makkah. Pelajaran baca-tulis menjadi materi pokok bagi pelajar yang ada di kuttab. Materi pelajaran baca-tulis ini berkisar pada puisi dan pepatah-pepatah Arab. Pelajaran membaca Alquran tidak diberikan di kuttab, tetapi di Masjid dan di rumah-rumah. Namun begitu, seiring berjalannya waktu, Alquran juga diajarkan di kuttab.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 18 Sejarah Pendidikan Islam C. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Khulafa al-Rasyidin Penyusun kurikulum pendidikan Islam pada masa Khulafa alRasyidin dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa khalifah Umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan kurikulum di lembaga kuttab. Para sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan, membuka majlis pendidikan masing-masing, sehingga pada masa Abu Bakar misalnya, lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat muslim telah menaklukkan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Lembaga pendidikan ini menjadi sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan Al-Qur‘an merupakan fardlu kifayah. 27 Ketika Daulat Islamiyyah berkembang dengan berhasilnya umat Islam yang dimulai pada khalifah Umar bin Khaththab menaklukkan wilayah non Arab, maka pemeluk Islam terdiri dari orang Arab dan non Arab. Kondisi ini menimbulkan berbagai kesulitan bagi ummat Islam non Arab untuk membaca dan memahami al-Qur‘an. Maka dipandang perlu untuk memberikan pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya. Semenjak itulah pendidikan Islam menyandingkan pembelajaran Bahasa Arab di samping pembelajaran al-Qur‘an. Untuk memberikan kemudahan belajar al-Qur‘an bagi umat Islam non Arab, guru-guru pengajar al-Qur‘an mengusahakan upaya-upaya: pertama, mengembangkan cara membaca al-Qur‘an yang baik yang selanjutnya melahirkan ilmu tajwid al-Qur‘an. Kedua, meneliti cara pembacaan al-Qur‘an (qira‟at) yang berkembang pada masa itu, yaitu menentukan bacaan yang benar sesuai yang tertulis dalam mushhaf yang selanjutnya melahirkan ilmu Qira‟at dan memunculkan Qira‟at Sab‟ah. Ketiga, memberikan tanda, harakat (syakal) dalam mushhaf al-Qur‘an sehingga memudahkan orang yang baru mempelajari al-Qur‘an. Keempat, 27Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” terj. Ibrahim Husein, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, cet. k1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1997). h. 30.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 19 memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur‘an yang selanjutnya memunculkan ilmu Tafsir. Semula ilmu Tafsir menggunakan penjelasan yang mereka terima dari Rasulullah SAW kemudian berkembang pada penafsiran dangan akal dan kaidahkaidah bahasa Arab.28 Menurut Mahmud Yunus, ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih ―tinggi‖, yakni di masjid. Di masjid ini, ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan di antara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menengah, gurunya belum mencapai status ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi, para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui oleh masyarakat.29 Pada lembaga pendidikan kuttab dan masjid tingkat menengah, metode pengajaran dilakukan secara perseorangan, mungkin dalam tradisi pesantren, metode itu biasa disebut sorogan,30 sedangkan pendidikan di masjid tingkat tinggi dilakukan dalam salah satu halaqah yang dihadiri oleh para pelajar secara bersama-sama.31 Kurikulum pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah alRasyidin sebelum masa Umar ibn Khattab (w. 32 H/644 M), untuk kuttab, adalah (a) belajar membaca dan menulis, (b) membaca alQur‘an dan menghafalnya, (c) belajar pokok–pokok agama Islam, seperti cara wudhu‘, shalat, puasa, dan sebagainya. Ketika Umar ibn Khattab diangkat menjadi Khalifah, ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajarkan (a) berenang, (b) mengendarai onta, (c) memanah, (d) membaca dan menghafal 28Zuhairini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 80- 81. 29Yunus, Sejarah, h. 39. 30Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. 4 (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 28. 31 Yunus, Sejarah, h. 39-40.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 20 Sejarah Pendidikan Islam syair-syair yang mudah dan peribahasa.32 Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari (a) alQur‘an dan tafsirnya, (b) hadits dan mengumpulkannya, (c) dan fiqh (tasyri).33 Ilmu-ilmu yang dianggap duniawi dan ilmu filsafat belum dikenal sehingga pada masa itu belum ada. Hal ini di memungkinkan mengingat konstruk sosial-masyarakat ketika itu masih dalam pengembangan wawasan keIslaman yang lebih difokuskan pada pemahaman al-Qur‘an dan Hadis secara literal. D. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah6 Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Pada masa dinasti Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu. Secara esensial, pendidikan Islam pada masa dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin. Hanya saja memang ada sisi perbedaan dan perkembangannya sendiri. Perhatian para raja di bidang pendidikan terbilang kurang, sehingga pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi pendidikan dikelola oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan. Jadi, sistem pendidikan Islam ketika itu masih berjalan secara alamiah. Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada masa ini, yakni dibukanya wacana kalam 32Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasafatuha (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 2. 33Yunus, Sejarah, h. 40.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 21 (disiplin teologi) yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstruksi sejarah dinasti Umayyah yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang polemik orang yang berbuat dosa besar,34 sehingga wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincang-an kesehariannya, meskipun wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma berpikir secara mandiri. Karena kondisi ketika itu diwarnai oleh kepentingankepentingan politis dan golongan maka didunia pendidikan, terutama di dunia sastra, sangat rentan dengan identitasnya masing-masing. Sastra Arab, baik dalam bidang syair, pidato (khitabah), dan seni prosa, mulai menunjukkan kebangkitannya. Para raja mempersiapkan tempat balai-balai pertemuan penuh hiasan yang indah dan hanya dapat dimasuki oleh kalangan sastrawan dan ulama-ulama terkemuka. Menurut Muhammad ‗Athiyah al-Abrasyi, ―Balai-balai pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan; seseorang yang masuk dimana Khalifah hadir, mestilah berpakaian formal, bersih dan rapi, duduk ditempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahakbahak dan tidak meludah dan tidak menjawab kecuali bila ditanyai. Ia tidak boleh bersuara keras dan harus belajar menjadi pendengar yang baik, sebagaiman ia harus belajar bertukar kata dengan sopan dan memberi kesempatan kepada si pembicara menjelaskan pembicaraannya, serta menghindari penggunaan kata-kata yang kasar. Dalam balai-balai pertemuan seperti ini, disediakan pokokpokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan, dan diperdebatkan‖.35 Pada zaman ini, juga dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai 34Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, cet. 5 (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 1-11. 35al-Abrasyi, al-Tarbiyah, h. 72-73.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 22 Sejarah Pendidikan Islam kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, falak, ilmu tatalaksana, dan seni bangunan. Pada umumnya, gerakan penerjemahan ini terbatas kepada orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara. Menurut Franz Rosenthal, orang yang pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid, cucu dari Muawiyah.36 Bersamaan dengan itu, kemajuan yang diraih dalam dunia pendidikan pada saat itu adalah dikembangkannya ilmu nahwu yang digunakan untuk memberikan tanda baca, pencatatan kaidahkaidah bahasa, dan periwayatan bahasa. Sungguhpun terjadi perbedaan mengenai penyusunan ilmu nahwu, tetapi disiplin ilmu ini menjadi ciri kemajuan tersendiri pada masa ini.37 Pada masa ini dinamika disiplin fiqih menunjukkan perkembang-an yang sangat berarti. Periode ini telah melahirkan sejumlah mujtahid-mujtahid fiqih. Ketika akhir masa Umayyah, telah lahir tokoh madzhab fiqih yakni Imam Abu Hanifah di Irak (lahir 80 H/699 M) dan Imam Malik ibn Anas di Madinah (lahir 96 H/714 M), sedangkan Imam al-Syafi‘i dan Imam Ahmad ibn Hanbal lahir pada masa Abbasiyah.38 Berikut ini adalah macam-macam kurikulum yang berkembang pada masa dinasti Umayyah dilihat dari jenjang pendidikannya: a. Kurikulum Pendidikan Rendah Kurikulum pendidikan rendah umumnya diajarkan guru kepada murid-murid seorang demi seorang di lembaga kuttab. Di sini biasanya murid diajarkan membaca dan menulis disamping mempelajari Al-Qur‘an dan menghafalnya, belajar pokok-pokok 36Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam (London: Routledge and Kegan Paul, 1975), h. 3. 37Muhammad Thanthawi, Nasy‟at al-Nahw wa Tarikh Asyhur al-Nuhat (ttp: Dar alManar, tth.), h. 11-17. 38Munawwar Chalil, Empat Biografi Imam Madzhab (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 46.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 23 agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan arudh.39 b. Kurikulum Pendidikan Menengah Kurikulum pendidikan menengah umumnya diajarkan guru kepada murid-muridnya di masjid. yang diajarkan pada tingkat menengah terdiri dari: Al-Qur‘an dan tafsirannya, hadis dan mengumpulkannya, serta fiqih (tasyri‟). c. Kurikulum Pendidikan Tinggi Kurikulum pendidikan tinggi (halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Al-Qur‘an dan agama.40 Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (alulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah). Kedua macam kurikulum ini sejalan dengan dua masa transisi penting dalam perkembangan pemikiran Islam. Kurikulum pertama adalah sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk mendalami agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Namun perhatian pada agama ini tidaklah terbatas pada ilmu agama an sich, tetrapi dilengkapi juga dengan ilmu-ilmu bahasa, ilmu sejarah, hadits dan tafsir. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum jurusan ini adalah tafsir Al-Qur‘an, hadits, fiqih dan ushul fiqih, nahwu saraf, balaghah, bahasa dan sastranya.41 39Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), h. 113. 40Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1994), h. 264. 41Zuharini, Sejarah, h. 104.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 24 Sejarah Pendidikan Islam Kurikulum kedua, yaitu kurikulum ilmu pengetahuan. Ia merupakan cirri khas fase kedua perkembangan pemikiran umat Islam, yaitu ketika umat Islam mulai bersentuhan dengan pemikiran Yunani, Persia dan India. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum untuk pendidikan jenis ini mantiq, ilmu alam dan kimia, music, ilmu-ilmu pasti, ilmu-ilmu ukur, ilmu-ilmu falak, ketuhanan, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan dan kedokteran. Ikhwan Al-Shafa mengklasifikasik-an ilmu-ilmu umum kepada: 1. Disiplin-disiplin umum: tulis-baca, arti kata dan gramatika, ilmu hitung, sastra (sajak dan puisi) ilmu tentang tanda-tanda dan isyarat, ilmu sihir dan jimat, kimia, sulap, dagang, dan keteram-pilan tangan, jual beli, komersial, pertanian dan perternakan, serta biografi dan kisah.42 2. Ilmu-ilmu Filosofis: matematika, logika, ilmu angka-angka, geometri, astronomi, music, aritmatika, dan hokum-hukum geo-metri, ilmu-ilmu alam dan antropologi zat, bentuk, ruang, waktu dan gerakan kosmologi produksi, peleburan, dan elemen-elemen meterologi dan minerologi, esensi alam dan manifestasinya, bo-tani, zoology, anatomi dan antropologi, persepsi inderawi, embriologi, manusia sebagai mikro kosmos, perkembangan jiwa (evolusi psikologis), tubuh dan jiwa, perbedaan bahasa-bahasa (filologi), psikologi, teologidoktrin esoteris Islam, susunan dan spiritual, serta ilmu-ilmu alam ghaib. Masuknya ilmu-ilmu asing yang berasal dri tradisi Hellenistik ke dalam kurikulum pendidikan Islam bukan merupakan bagian dari pendidikan yang ditawarkan dimasjid, tetapi dilakukan di halaqah-halaqah pribadi atau juga di perpustakaan-perpustakaan, seperti Dar al-Hikmah, dan Bait al-Hikmah. Shalabi menggambarkan bagaimana giatnya umat Islam mengadakan penelitian, penerjemahan, diskusi dalam berbagai aspek di kedua lembaga tersebut. 42Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origin of Western Education A.D.800-135 (Colorado: Colorado University Press, 1964), h. 73.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 25 Di antara jasa dinasti Umayah dalam bidang pendidikan, menurut Hasan Langgulung, adalah menekankan ciri ilmiah pada masjid sehingga menjadi pusat perkembangan ilmu dalam tahap perguruan tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini, di masjid diajarkan beberapa macam ilmu, di antaranya syair, sastra, kisah-kisah bangsa dulu, dan teologi dengan menggunakan metode debat. Dengan demikian, periode antara permulaan abad kedua hijriah sampai akhir abad ketiga hijriah merupakan zaman pendidikan masjid yang paling cemerlang.43 E. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Charles Michael Stanton berkesimpulan bahwa sepanjang masa klasik Islam, penentuan kurikulum pendidikan berada di tangan ulama, kelompok orang-orang yang berpengetahuan dan diterima sebagai otoritatif dalam soal-soal agama dan hukum,44 bukan ditentukan oleh struktur kekuasaan yang berkuasa. Agaknya, kesimpulan ini tidak dapat dipertahankan seutuhnya, terutama, ketika dihadapkan dengan kenyataan kasus lembaga pendidikan madrasah al-Mustansiriyah. Sebagaimana hasil penelitian Hisam Nashabe, negara melakukan kontrol terhadap pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh madrasah itu, bahkan juga melakukan investigasi metode pengajarannya.45 Dengan intervensi semacam ini dimungkinkan negara (state) menetapkan struktur kurikulum yang dijalankan oleh lembaga-lembaga pendidikan di kalangan masyarakat luas. Sekedar untuk menetralisasi perdebatan di atas, agaknya kesimpulan Stanton itu lebih ditujukan pada lembaga pendidikan yang tidak berbentuk madrasah, seperti kuttab. Sebab, sistem pendidikan yang dioperasikan oleh madrasah ternyata memiliki kepentingan-kepentingan tertentu, baik kepentingan madzhab 43Langgulung, Pendidikan, h. 9. 44Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam: The Classical Period, A.D. 700-1.300 (Maryland: Rowman & Littlefield Publishers Inc, 1990), h. 52. 45Hisham Nashabe, Muslim Educational Institution (Beirut: Libraire du Liban, 1989), h. 135.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 26 Sejarah Pendidikan Islam fiqih, teologi, atau kepentingan politis. Bahkan, dalam tradisi pendidikan klasik, madrasah dibangun atas dasar wakaf seseorang yang dalam kebiasaannya memang menargetkan tujuannya masing-masing.46 Menurut Hasan ‗Abd al-‗Al, seorang ahli pendidikan Islam alumni Universitas Thantha, dalam tesisnya menyebutkan ada tujuh ‗lembaga‘ pendidikan yang telah berdiri pada masa dinasti Abbasiyah, terutama pada abad ke-4 Hijriyah. Ketujuh lembaga itu adalah (a) lembaga pendidikan dasar (al-kuttab), (b) lembaga pendidikan masjid (al-masjid), (c) kedai pedagang kitab (?), (alhawanit al-waraqin), (d) tempat tinggal para sarjana (manazil al- „ulama), (e) sanggar seni dan sastra (al-shalunat al-adabiyah), (f) perpustakaan (dawr al-kutub wa dawr al-„ilm), dan (g) lembaga pendidikan sekolah (al-madrasah). 47 Semua ‗institusi‘ itu memiliki karakteristik tersendiri dan kajiannya masing-masing. Sungguhpun demikian, secara umum, seluruh lembaga pendidikan itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkat. Pertama, tingkat rendah yang terdiri dari kuttab, rumah, toko, dan pasar, serta istana. Kedua, tingkat sekolah menengah yang mencakup masjid, dan sanggar seni, dan ilmu pengetahuan, sebagai lanjutan pelajaran di kuttab. Ketiga, tingkat perguruan tinggi yang meliputi masjid, madrasah, dan perpustakaan, seperti Bait al-Hikmah di Baghdad dan Dar al- ‗ulum di Kairo. Pada tingkat pertama, yakni tingkat pendidikan rendah, kurikulum yang diajarkannya meliputi (a) membaca al-Qur‘an dan menghafalnya, (b) pokok-pokok agama Islam, seperti wudlu, shalat, dan puasa, (c) menulis, (d) kisah orang-orang yang besar, (e) membaca dan menghafal syair-syair, (f) berhitung, dan (g) pokokpokok nahwu dan shorof alakadarnya. Sungguhpun demikian, kurikulum seperti ini tidak dapat dijumpai di seluruh penjuru, tetapi masing-masing daerah terkadang berbeda. seperti pendapat 46Stanton, Higher, h. 41-45. 47Hasan ‘Abd al-‘Al, al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qarn al-Rabi‟ al-Hijriy (Dar al-Fikr al-‘Arabi), h. 181-219.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 27 Ibn Khaldun yang dikutip oleh Hasan ‗Abd al-‗Al, di Maroko (Maghribi) hanya diajarkan al-Qur‘an dan rasm (tulisan)nya. Di Andalusia, diajarkan al-Qur‘an dan menulis serta syair, pokokpokok nahw dan sharf serta tulisan indah (khath). Di Tunisia (Afriqiah) diajarkan al-Qur‘an, hadits dan pokok-pokok ilmu agama, tetapi lebih mementingkan hafalan al-Qur‘an.48 Waktu belajar di kuttab dilakukan pada pagi hari hingga waktu shalat Ashar mulai hari Sabtu sampai dengan hari Kamis. Sedangkan hari Jum‘at merupakan hari libur. Selain hari Jum‘at, hari libur juga pada setiap tanggal 1 Syawal dan tiga hari pada hari raya Idhul Adha. Jam pelajaran biasanya dibagi tiga. Pertama, pelajaran al-Qur‘an dimulai dari pagi hari hingga waktu Dhuha. Kedua, pelajaran menulis dimulai pada waktu Dhuha hingga waktu Zhuhur. Setelah itu anak-anak diperbolehkan pulang untuk makan siang. Ketiga, pelajaran ilmu lain, seperti nahwu, bahasa Arab, syair, berhitung, dan lainnya, dimulai setelah Zhuhur hingga akhir siang (Ashar).49 Pada tingkat rendah ini, tidak menggunakan sistem klasikal, tanpa bangku, meja, dan papan tulis. Guru mengajar murid-muridnya dengan berganti-ganti satu persatu. Begitu juga tidak ada standar buku yang dipakai. Pada jenjang pendidikan dasar, metode yang dipakai adalah metode pengulangan dan hafalan. Artinya, guru mengulanggulang bacaan al-Qur‘an didepan murid dan murid mengikutinya yang kemudian diharuskan hafal bacaan-bacaan itu. Bahkan, hafalan ini tidak terbatas pada materi-materi al-Qur‘an atau hadis, tetapi juga pada ilmu-ilmu lain.50 Tak terkecuali untuk pelajaran syair, guru meng-ungkapkan syair dengan lagu (wazn) yang paling mudah sehingga murid mampu menghafalkannya dengan cepat.51 Pada jenjang pendidikan menengah disediakan pelajaranpelajaran sebagai berikut. (a) al-Qur‘an, (b) bahasa Arab dan kesusas-teraan, (c) fiqh, (d) tafsir, (e) hadis, (f) 48Ibid., h. 133-134. 49Yunus, Sejarah, h. 50-51. 50‘Abd al-‘Al, al-Tarbiyah, h. 149-150. 51Ibid., h. 152.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 28 Sejarah Pendidikan Islam nahw/sharf/balaghah, (g) ilmu-ilmu eksakta, (h) mantiq, (i) falak, (j) tarikh, (k) ilmu-ilmu kealaman, (l) kedokteran, (m) musik.52 Seperti halnya pendidikan rendah, kuriku-lum jenjang pendidikan menengah dibeberapa daerah juga berbeda. Menurut Hasan ‗Abd al-‗Al, secara garis besar metode pengajaran dibedakan menjadi dua. Pertama, metode pengajaran bidang keagama-an (al-manhaj al-diniy al-adabiy) yang diterapkan pada materi-materi berikut: (a) Fiqh („ilm al-fiqh), (b) tata bahasa („ilm al-Nahw), (c) teolo-gi („ilm al-kalam), (d), menulis (al-kitabah), (e) Lagu („arudh), (f) seja-rah („ilm al-akhbar terutama tarikh). Kedua metode pengajaran bidang intelektual (alm manhaj al‟ilmiy al-adabiy) yang meliputi olahraga (al-riyadhah), ilmu-ilmu eksakta (althabi‟iyah), filsafat (al-falasafah), kedokteran (thibb), dan musik yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, serta ilmu-ilmu kebahasaan dan keagamaan yang lain.53 Jenjang pendidikan tingkat tinggi memiliki perbedaan di masing-masing lembaga pendidikan. Namun, secara umum lembaga pendidikan tingkat tinggi mempunyai dua fakultas. Pertama, fakultas ilmu-ilmu agama serta bahasa dan sastra Arab. Fakultas ini mengkaji ilmu-ilmu berikut: (a) tafsir Al-Qur‘an, (b) hadits, (c) fiqih dan ushul al-fiqh, (d) nahwu/sharaf, (e) balaghah, (f) bahasa dan satra Arab. Kedua, fakultas ilmu-ilmu hikmah (filsafat). Fakultas ini mempelajari ilmu-ilmu berikut: (a) manthiq, (b) ilmu-ilmu alam dan kimia, (c) musik, (d) ilmu-ilmu eksakta, (e) ilmu ukur, (f) falak, (g) ilmu-ilmu teologi, (h) ilmu hewan, (i) ilmuilmu nabati, dan (j) ilmu kedokteran.54 Semua mata pelajaran ini diajarkan di perguruan tinggi dan belum diadakan spesialisasi mata pelajaran tertentu. Spesialisasi itu ditentukan setelah tamat dari perguruan tinggi, berdasarkan bakat dan kecenderungan masing-masing sesudah praktek mengajar beberapa tahun. Hal ini dibuktikan oleh Ibn Sina, sebagaimana diterangkan dalam karya 52Yunus, Sejarah, h. 55-56. 53‘Abd al-‘Al, al-Tarbiyah, h. 140-141. 54Yunus, Sejarah, h. 57-58.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 29 Thabaqat athibba, bahwa setelah Ibn Sina menamatkan pendidikan tingkat menengah dalam usia 17 tahun, ia belajar lagi selama 1,5 tahun. Ia mengulang membaca mantiq dan filsafat kemudian ilmuilmu eksakta dan ilmu-ilmu kealaman. Kemudian ia mengkaji ilmu ketuhanan dengan membaca kitab Ma Wara al-Thabi‟ah (metafisika) karya Aristoteles, juga karya-karya al-Farabi. Ibn Sina mendapat kesempatan membaca literatur-literatur di perpustakaan al- Amir, seperti buku-buku kedokteran, bahasa Arab, syair, fiqih, dan sebagainya. Literatur-literatur itu dibacanya sehingga ia mendapat hasil yang memuaskan. Ia selesai studi disana dalam usia 18 tahun. Hal ini seperti berlaku juga kepada orang lain.55 Kurikulum yang diajarkan setelah berdirinya madrasah, lebih terkait dengan aliran keagamaan dan faktor politik pemerintahan yang berkuasa. Pada masa ini, di madrasah tidak diajarkan filsafat dan mantik, karena itu ilmu filsafat dan ilmu-ilmu pasti seperti kedokteran, fisika, kimia yang membutuhkan landasan berpikir filosofis tidak mendapatkan tempat dalam madrasah. Pembelajaran filsafat dan mantiq hanya dijumpai dalam dar al-‟ilm dan dar alkutub. Dari kondisi di atas dapat ditegaskan bahwa kurikulum yang dilaksanakan di madrasah meliputi: 1) al-ulum al-naqliyah yang terdiri dari: Tafsir, Qira‘at, Hadits dan Ushul Fiqh dan 2) yang meliputi ilmu bahasa dan sastra sebagai dasar untuk memahami alulum naqliyah. Pembelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf pada saat itu dianggap penting karena dipandang sebagai manhaj untuk memahami ilmu-ilmu diniyah. Sebenarnya pembelajaran di madrasah telah mengarah kepada rasionalitas dengan diajarkannya fiqih dengan berbagai madzhabnya. Dalam ilmu fiqih pada saat itu telah dikenal ta‟wil dan qiyas. Ini berbeda dengan masa sebelumnya ketika fiqih masih menyatu dengan hadits yang cenderung hanya bersumber kepada Al-Qur‘an dan hadits, perkataan sahabat dan tabi‘in.56 Di samping 55Ibid., h. 58-59. 56Ibid.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 30 Sejarah Pendidikan Islam itu, di madrasah telah diajarkan ilmu Kalam Asy‘ariyah yang telah menggunakan akal dalam skala yang terbatas. Namun demikian rasionalitas yang dikenal di madrasah pada masa itu tidak dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi kemajuan ilmu pengetahuan.57 Di samping itu, kurikulum madrasah juga dipengaruhi oleh politik pemerintahan. Di madrasah, pengajaran difokuskan kepada salah satu madzhab dari fiqih dalam aliran Sunni. Dengan diajarkannya fiqh beraliran Sunni, madrasah telah menjadi sarana sebagai benteng pertahanan bagi semakin berkembangnya ajaran Sunni. Perlawanan terhadap Syi‘ah semakin kentara ketika madrasah juga menekankan pentingnya pengajaran hadits. Hadits yang dipilih adalah hadits-hadits yang menghidupkan ajaranajaran Sunni sebagai upaya tandingan terhadap aliran Syi‘ah yang hanya menerima hadits-hadits dari ahl al- bait. Dengan materi pembelajaran di madrasah yang dipengaruhi oleh aliran keagamaan dan politik pemerintahan maka metode pembelajar-annya cenderung bersifat doktrinal dan tertutup dengan ciri khas tidak memberikan ruang kepada murid untuk berfikir bebas dan rasional. Secara praktis, metode yang dilaksanakan di madrasah adalah ceramah, seorang guru menerangkan dan menjelaskan kitab karangannya atau karangan orang lain yang dilengkapi dengan komentar atas karangan itu dan metode imla‟ (dikte). Pada masa klasik, ilmu-ilmu agama mendominasi kurikulum di lembaga formal dengan mata pelajaran hadis, tafsir, fiqih, dan retorika dakwah58 (dianggap sesuatu yang sangat penting dalam dunia pen-didikan Islam klasik).59 Jika dilihat dari penerapan mata pelajaran-mata pelajarannya, kurikulum pendidikan Islam klasik telah berjalan dengan kurikulum yang baku. Terutama pada masa dinasti Umayyah dan 57Ibid., h. 129. 58Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), h. 76. 59Stanton, Higher, h. 43.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 31 dinasti Abbasiyah yang memang sangat gencar pengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman pada saat itu. Pendidikan Islam pada masa klasik memiliki karakteristik masing-masing. Karakteristik itu dipengaruhi oleh tujuan pendidikan pada masanya. Pada masa Rasulullah hingga dinasti Umayyah, misalnya, terlihat adanya tujuan pendidikan untuk kepentingan keagamaan, sehingga materi pendidikannya berkisar pada masalah-masalah keagamaan. Sedangkan pada masa dinasti Abbasiyah yang wilayah kekuasaan Islam semakin jauh dan perkembangan peradaban yang semakin tinggi, tujuan pendidikannya tidak hanya sekedar untuk kepentingan keagamaan, tetapi juga memiliki kepentingan lain, seperti kepentingan ekonomi dan kepentingan politik. Secara umum, sistem pengelolaan kurikulum pendidikan pada masa klasik lebih ditentukan oleh kekuatan ulama (orang yang memiliki komitmen intelektual) daripada kekuatan negara (orang yang memiliki kekuasaan). Pada masa Rasul hingga masa dinasti Abbasiyah, para tokoh agama memiliki otoritas untuk menentukan kurikulum pendidikannya. Tetapi ketika sistem pendidikan yang digunakan adalah sistem madrasah, biasanya yang mempunyai otoritas kekuasaan dalam pengelolaan kurikulum pendidikan adalah penguasa atau orang yang memberikan harta wakafnya. Pada masa Rasulullah, materi pendidikan bertumpu kepada Rasulullah, sebab selain Rasul tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan Islam baik di Makkah maupun di Madinah adalah AlQur‘an yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi, situasi, dan kejadian yang dialami oleh masyarakat pada saat itu. Contoh kurikulum yang dipelajari pada masa Rasulullah adalah mata pelajaran keagamaan, Al-Qur‘an dan Hadits, ilmu-ilmu aqliyah dan ilmiyah, akhlak dan budi pekerti,serta jasmani dan kesehatan. Pada masa Khulafa al-Rasyidin, materi pendidikan diorganisasi-kan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah,


Zaini Dahlan_____________________________________________ 32 Sejarah Pendidikan Islam kecuali pada masa Khalifah Umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan kurikulum yang akan diterapkan. Kurikulum yang dipelajari pada masa Khulafa al-Rasyidin dibagi pada dua jenjang pendidikan, yaitu: pertama, kurikulum pendidikan rendah, materi pelajarannya adalah; membaca dan menulis, membaca AlQur‘an dan menghafalnya, belajar pokok–pokok agama Islam, seperti cara wudhu‘, shalat, puasa, dan sebagainya. Sementara itu kurikulum ilmu-ilmu umum seperti bere-nang, mengendarai unta, memanah, membaca dan menghafal syair-syair yang mudah dan peribahasa. Kedua, kurikulum pendidikan menengah dan tinggi, materi pelajarannya terdiri dari; Al-Qur‘an dan tafsirnya, hadits dan mengumpulkannya, dan fiqih (tasyri). Ilmu-ilmu yang dianggap duniawi dan ilmu filsafat belum dikenal sehingga pada masa itu belum ada. Pada masa dinasti Umayyah, materi pendidikan secara esensial diorganisasikan hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin. Hanya saja memang ada sisi perbedaan dan perkembangan-nya sendiri. Perhatian para raja di bidang pendidikan terbilang kurang, sehingga pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi pendidikan dikelola oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan. Jadi, sistem pendidikan Islam ketika itu masih berjalan secara alamiah. Kurikulum yang diterapkan pada masa dinasti Umayyah dibagi ke dalam tiga jenjang pendidikan yaitu: pertama, kurikulum pendidikan rendah; umumnya pelajaran diberikan guru di kuttab. Mata pelajaran yang diajarkan pada kuttab pada mula-mulanya adalah mata pelajaran-mata pelajaran yang sederhana, seperti: belajar membaca dan menulis, membaca al-Qur‘an dan menghafalnya, belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya. Kedua, kurikulum pendidikan menengah; yang diajarkan pada tingkat menengah adalah al-Qur‘an dan tafsirannya, hadis dan mengumpulkan-nya,


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 33 serta fiqih (tasyri‟). Ketiga, kurikulum pendidikan tinggi; materi utama yang diajarkan adalah: mengajarkan al-Qur‘an dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan: pertama, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) seperti; ilmu agama, tetrapi dilengkapi juga dengan ilmu-ilmu bahasa, ilmu sejarah, hadits dan tafsir. Kurikulum jurusan ini adalah tafsir alQur‘an, hadits, fiqih dan ushul fiqih, nahwu saraf, balaghah, bahasa dan sastranya. Kedua, jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah) seperti; mantiq, ilmu alam dan kimia, music, ilmu-ilmu pasti, ilmuilmu ukur, ilmu-ilmu falak, ketuhanan, ilmu hewan, ilmu tumbuhtumbuhan dan kedokteran. Pada masa Abbasiyah, materi pendidikan diorganisasikan oleh para ulama, kelompok orang-orang yang berpengetahuan dan diterima sebagai otoritatif dalam soal-soal agama dan hukum, akan tetapi negara melakukan kontrol terhadap pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap lembaga pendidikan yang ada, bahkan juga melakukan investigasi metode pengajarannya. Dengan intervensi semacam ini dimungkinkan negara (state) menetapkan struktur kurikulum yang dijalankan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Kurikulum yang diterapkan pada masa dinasti Abbasiyah dibagi ke dalam tiga jenjang yaitu: pertama, kurikulum pendidkan dasar (kuttab), pelajarannya adalah; membaca al-Qur‘an dan menghafalnya, pokok-pokok agama Islam, seperti cara berwudhu, shalat, puasa, menulis, kisah atau riwayat orang-orang besar Islam, embaca dan menghafal syair-syair atau natsarl (prosa), berhitung, pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya. Kedua, kurikulum pendidikan menengah: pelajarannya adalah; Alqur‘an, bahasa Arab dan kesusastraanya, fiqih, tafsir, hadist, nahwu/sharaf/balagoh, ilmu-ilmu pasti, mantik, ilmu falak, tarikh (sejarah), ilmu alam, kedokteran, dan musik. Ketiga, kurikulum pendidikan tinggi Islam dibagi 2 jurusan, yaitu: jurusan ilmu-ilmu naqliyah dan ilmu aqlyah.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 34 Sejarah Pendidikan Islam BAB IV MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM; LATAR BELAKANG, CAKUPAN DAN POLA A. Latar Belakang Internal dan Eksternal Modernisasi Pendidikan Islam Sejak Abad 19 Secara bahasa modernisasi berasal dari kata modern yang berarti; a) Terbaru, mutakhir. b) Sikap dan cara berpikir sesuai dengan perkembangan zaman. Kemudian mendapat imbuhan sasi, yakni modernisasi, sehingga mempunyai pengertian suatu proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan perkembangan zaman.60 Modern berarti 60Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 589.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 35 mutakhir, atau sikap dan cara berpikir serta bentindak sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.61 Modernisasi atau pembaharuan itu bisa diartikan apa saja yang belum diterima, dipahami atau dilaksanakan oleh seseorang maupun kelompok sebagai penerima pembaharuan, meskipun hal tersebut mungkin tidak baru bagi orang lain. Bisa juga diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam upaya memperbaiki kondisi atau yang selama ini dianggap belum baik atau masih memakai tradisi lama ke arah yang lebih baik dengan menerima dan menjalankan sesuatu yang baru, dimana selama ini hal tersebut belum pernah diterapkan, dan dipahami itu lebih baik dan lebih maju, dan itu untuk mencapai tujuan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan kata lain, modernisasi sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha untuk memperbaiki keadaan, baik itu dari segi cara, konsep, dan serangkaian metode yang bisa diterapkan dalam rangka merubah keadaan yang lebih baik lagi. Nurcholis Madjid mengatakan, bahwa modernisasi sebagai rasionalisasi, yaitu proses perombakan pola berpikir dn tata kerja lama yang tidak akliah (rasional), dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang aqliah. 62 Dalam hal ini Noeng Muhadjir, menyatakan dengan pernyataan yang lebih tegas bahwa kata modern dalam identifikasinya bukan werternisasi yang sekuler, tetapi lawan dari tradisional dan konvensional, karakter utamanya adalah rasional, efisien sekaligus mengintegrasikan wawasan ilmu dan wahyu.63 Modernisasi bisa juga disebut dengan reformasi yaitu membentuk kembali, atau mengadakan perubahan kepada yang lebih baik, dapat pula diartikan dengan perbaikan. Dalam bahasa Arab sering diartikan dengan tajdid yaitu 61Ibid. 62Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Ke-Indonesiaan, cet. 2 (Bandung: Mizan, 2013), h. 207. 63Noeng Muhadjir, Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Islam dalam Persfektif Modern, Al-Ta’dib, No.1, Forum Kajian Ilmiah Kependidikan Islam, Juni 2000, h. 38.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 36 Sejarah Pendidikan Islam memperbaharui, sedangkan pelakunya disebut Mujaddid yaitu orang yang melakukan pembaharuan.64 Jadi modernisasi merupakan suatu era tercapainya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus diapresiasi oleh seluruh umat manusia tidak terkecuali umat Islam itu sendiri. Konstruksi berfikir seseorang yang sering menjadi acuan dalam memberikan gagasan, juga menjadi faktor penentu dalam rangka melahirkan proses pembaharuan, yang dibarengi dengan cara berfikir rasional, progresif, dan dinamis. Modernisasi atau pembaruan dalam dunia Islam mengandung arti upaya atau aktivitas untuk mengubah kehidupan aummat Islam dari keadaan-keadaan yang sedang berlangsung kepada keadaan-keadaan baru yang hendak diwujudkan demi untuk mencapai kemaslahatan hidup ummat manusia dan senantiasa berada dalam koridor ajaran Islam yang berpedoman pada al-Qur‘an dan Hadis serta ajaran yang telah disepakati oleh para ulama. Sedangkan gagasan program modernisasi pendidikan berasal dari gagasan tentang modernisme, pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain modernisme pendidikan Islam secara keseluruhan adalah modernisme pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi kebangkitan kaum muslim di masa modern. Karena itu pemikiran dan kelembagaan Islam termasuk pendidikan haruslah dimodernisasi, sederhananya diperbaharui sesuai dengan ke-rangka modernitas.65 Dengan demikian, kalau kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan Islam akan memberi pengertian bagi kita, sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dari pendidikan Islam yang tradisional (ortodok) ke arah 64Yusran asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Dirasah Islamiyah), Ed. I, cet. 2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1-2. 65Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, cet. 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), h. 31.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 37 yang lebih rasional dan profesional sesuai dengan keadaan yang ada pada saat itu. Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem, terdiri atas beberapa komponen pokok diantaranya, dasar, tujuan pendidikan, peserta didik, kurikulum, metode pembelajaran, manajemen, evaluasi dan proses pembelajaran. Adanya pembaharuan pendidikan tentu saja menyangkut dengan sebagian atau keseluruhan dari semua komponen-komponen sitem pendidikan Islam. Berdasarkan pendapat di atas suatu pembaharuan dapat dilihat dari tiga aktivitas: 1. Pembaharuan akan selalu menuju kepada upaya perbaikan secara simultan. 2. Dalam upaya melakukan suatu pembaharuan di sana akan me-nunjukkan pengaruh yang kuat adanya ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Upaya pembaharuan biasanya juga dilakukan secara dinamis, inovatif, dan progresif sejalan dengan perubahan cara berfikir seseorang.66 Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri hal ini terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Dalam konteks masyarakat Arab, dimana Islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan merupakan transformasi besar. Sebab, masya-rakat Arab pra-Islam pada dasarnya tidak mempunyai sistem pendidikan formal. Di awal perkembangan Islam tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan umumnya bersifat informal; dan inipun lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah Islamiyyah, penyebaran dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dalam ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah sahabat tertentu; yang paling 66Ibid.


Zaini Dahlan_____________________________________________ 38 Sejarah Pendidikan Islam terkenal adalah sahabat Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam sudah mulai tertata, maka pendidikan itu diselenggarakan di masjid. Proses pendidikan di rumah maupun mesjid dilakukan dalam bentuk halaqah, lingkaran belajar. Baru kemudian pendidikan formal Islam muncul pada masa belakang-an, yakni dengan berdirinya madrasah. Dalam perkembangannya, pemikiran ummat Islam terbentuk dalam dua pola yang saling berlomba untuk mengembangkan diri dan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam mengembangkan pola pendidikan Islam. Yakni pola pola pemikiran yang bersifat tradisional, yang selalu merujuk kepada wahyu dimana dalam perkembangannya terbentuk pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pendidikan sufi. Dipihak lain berkembang corak pemikiran rasional yang mementingkan akal pikiran dan dari corak tersebut menimbulkan pola pendidikan yang bersifat empiris rasional. Pada masa kejayaan pendidikan Islam, kedua pola tersebut menghiasi dunia Islam, sebagai dua pola yang berpadu dan saling melengkapi. Setelah pola pemikiran rasional diambil alih pengembangannya oleh dunia Barat (Eropa) dan dunia Islampun meninggalkan pola fikir tersebut, maka dalam dunia Islam tinggal pola pemikiran sufistis yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan bathin, sehingga mengabaikan perkembangan dunia material. Pola pendidikan yang dikembangkannya tidak lagi menghasilkan perkembangan budaya Islam yang bersifat material. Dari aspek inilah dikatakan pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran, atau setidak-tidaknya dapat dikatakan pendidikan Islam mengalami kemandekan. 67 Kehancuran besar yang dialami kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan akebudayaan Islam menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. 67Zuhairini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 109- 110.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 39 Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua ilmu-ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan Islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan di seluruh dunia Islam, terutama dalam bidang intelektual dan material, tetapi tidak begitu halnya dengan kehidupan batin dan spritual. Beralihnya secara drastis pusat-pusat kebudayaan dari dunia Islam ke Eropa, menimbulkan rasa lemah dan putus asa bagi kalangan kaum muslimin. Kehidupan sufi berkembang dengan sangat pesat. Keadaan yang frustasi di kalangan ummat, menyebabkan orang kembali kepada Tuhan (bukan hanya sekedar hidup yang fatalis) dalam arti yang sebenarnya, sebagaimana yang telah diajarkan oleh ahli sufi. Dengan demikian, akar-akar keterbelakangan dan ketertinggalan dunia muslim dalam sains dan teknologi dapat dilihat dengan lenyapnya berbagai cabang-cabang ilmu aqliyyah dari tradisi keilmuan dan ilmu pendidikan Muslim. Pada saat yang sama, ilmu-ilmu aqliyyah tadi mengalami transmisi ke dunia Eropa untuk selanjutnya mereka kembangkan sehingga mendorong terjadinya pencerahan (aufklarung), yang pada akhirnya menghasilkan renaisans dan revolusi industri. Bisa dibayangkan kaum Muslim sangat terperangah ketika tidak mampu berbuat banyak untuk menangkis kekuatan Eropa. Secara teologis ini menimbulkan krisis, kaum Muslim yang disebut sebagai khair ummah (ummat terbaik) dengan begitu mudah dikalahkan orang-orang kafir. Ada sesuatu yang salah, dimana dalam situasi seperti ini para pemikir Islam menyatakan secara apologetis, tidak ada sesuatupun yang salah dengan Islam itu sendiri; yang keliru adalah ummatnya yang tidak bisa menangkap tanda zaman. Mereka memandang, tak mungkin menangkis Eropa dengan struktur-struktur sosial, politik, pendidikan dan keilmuan yang mapan dan ketinggalan zaman di tengah kaum Muslim. Kurun waktu berikutnya di awal abad ke XVIII atau awal abad XIX hubungan antara dunia Islam dan Baratpun terjadi, hal ini ditandai dengan kedatangan Napoleon Bonaparte ke Mesir pada


Zaini Dahlan_____________________________________________ 40 Sejarah Pendidikan Islam tanggal 2 Juni 1798. Kenyataan di atas telah membangkitkan kesadaran ummat Islam bahwa mereka kini bukan lagi bangsa yang superior di atas bangsa-bangsa dunia lainnya. Dengan demikian para pemikir Islam berusaha mencari solusinya serta merumuskan suatu formulasi Islam yang baru yang mampu menjawab tantangan zaman. Para pemikir Islam berupaya mengadakan kajian terhadap konsep dan pemahaman ummat Islam terhadap agamanya dari berbagai sudut pandang seperti politik, sosial, intelektual, hukum dan tentunya aspek pendidikan. Sebenarnya konsep pembaharuan pendidikan itu pada dasarnya adalah suatu proses perubahan cara pandang intelektualisme dengan mengambil manfaat keilmuan baru dengan mengambil fungsi pendidik-an sebagai wadah pembangunan ummat. Upaya untuk menata kembali semua struktur ini kemudian dikenal sebagai pembaruan pemikiran dan kelembagaan Islam. Sejauh menyangkut pendidikan, pembaruan yang dilancarkan, baik di Turki maupun di Mesir, pada mulanya sebagian besar tidak langsung diarah-kan kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Yang disebut dalam literatur sebagai pembaharuan pendidikan esensinya adalah pembaruan pemikiran dan perspektif intelektual, khususnya melalui penerjemahan sejumlah literatur Eropa yang dipandang esensial ke dalam bahasa Arab, atau melalui pengiriman sejumlah duta dan mahasiswa yang ditugaskan mengamati pendidikan Eropa yang merupakan salah satu ―rahasia‖ keunggulan mereka. Senang atau tidak, masa depan dunia muslim tergantung banyak pada kemampuan dan keberhasilan memajukan sains dan teknologi. Dan ini pada gilirannya sangat tergantung pada peningkatan kualitas lembaga-lembaga pendidikan tinggi di dunia muslim itu sendiri.68 68Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), h. 32.


____________________________________________ Zaini Dahlan Sejarah Pendidikan Isalm 41 Sebenarnya pembaharuan dalam Islam berbeda dengan renaisans Barat. Kalau renaisans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan dalam Islam adalah sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaharui dan menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan ummatnya.69 Munculnya gagasan dan program modernisasi pendidikan Islam dilatarbelakangi oleh gagasan tentang modernisme pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Modernisme pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan kebangkitan gagasan program modernisasi Islam. Kerangka dasar yang berada di balik modernisme pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi kebangkitan kaum muslimin di masa modern.70 Oleh karena itu berkenaan dengan pemikiran serta kelembagaan di dalam Islam termasuk pendidikan sangatlah penting untuk dimodernisasi. Adapun hal-hal yang melatarbelakangi timbulnya modernisasi pendidikan Islam adalah karena kondisi yang menunjukkan terpuruk-nya nilai–nilai pendidikan yang dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu penge-tahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehen-sif oleh Barat yang pada waktu itu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan. Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam. 1. Pertama yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu sistem pendidikan Islam yang betulbetul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusiamanusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. 69Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h 14. 70Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 34-35.


Click to View FlipBook Version