MENANTI KEBAHAGIAAN Oleh: Chelsea Seorang remaja pada umumnya, hidup bersama adiknya. Mereka hidup sebatang kara tanpa Ayah dan Ibu. Ayahnya meninggal saat adiknya lahir dan ibunya tinggal di rumah sakit sampai lima tahun. Kakek dan Neneknya juga sama, Kakek meninggal saat adiknya belum lahir dan Nenek telah meninggal dua tahun lalu. Mereka hanya tinggal berdua, Keluarga mereka tak punya saudara menjadikan Connie, si Kakak terpaksa lembur untuk mencari tambahan kerja demi memenuhi kebutuhan mereka berdua. Di sekolah, karena terlalu banyak memikirkan kebutuhan mereka juga adiknya, ia tak pernah fokus dalam hal belajar dan sekolah. Akibatnya ia pun selalu mendapatkan nilai jelek dan karenanya ia dibully dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Ia selalu sendirian, dan selalu di ejek dengan temannya. “Hey lihat bukankah ia Connie, anak tolol itu?” Tak ada yang peduli padanya. Ketika ia pulang sekolah, ia menjemput adiknya di sekolah yang tidak jauh dari sekolahnya. Adiknya sangat riang menyambut Kakaknya. Terkadang ia malu sendiri karena ia selalu berbeda dengan adiknya yang pintar, manis, ceria, dan cantik. Tidak seperti dirinya yang tolol, tidak manis, penyendiri, bahkan tidak cantik. Banyak orang yang tidak percaya mereka Kakak beradik karena perbedaan yang sangat jauh ini, akan tetapi Clarissa memang adiknya. Tidak peduli dengan perkataan orang lain. “biarkan saja Kak, toh juga apakah kita harus sama untuk menjadi keluarga, tidak mungkin kan kalau aku lebih suka WC jongkok, Kakak juga. Aku tidak suka makan ayam campur es krim kakak juga, ya kan Kak?”. Mendengar itu membuat Connie tertawa dan mengangguk setuju. Hari-hari berikutnya menjadi menyenangkan menurut Connie, namun tidak sampai disitu saja. Pembullyan untuk Connie semakin hari semakin parah, bahkan sampai ke fisik, wajahnya selalu lebam hijau keunguan juga dengan tubuhnya, bahkan rambutnya terpotong dengan berantakan. Connie sudah mencoba melaporkan ke Guru namun tak pernah ada guru yang peduli, menjadikan Connie putus asa. Tak sampai disitu saja, suatu hari ia mendapatkan telepon dari guru di sekolah adiknya memberi kabar bahwa adiknya masuk rumah sakit dikarenakan insiden terjadinya kecelakaan saat adiknya sedang ingin pulang sendiri bersama temannya. Tak sengaja ia saat menyeberangi jalan raya terpeleset membuat nya jatuh terkilir dan tepat saat itu mobil merah melaju dengan kecepatan dan menabrak adiknya. Connie khawatir dan segera pergi ke rumah sakit tempat adiknya dirawat, sesampainya di rumah sakit dokter mengatakan bahwa adiknya baik-baik saja dan hanya mengalami luka luar yang agak parah namun hanya memerlukan perawatan. Saat ia menjenguknya, adiknya menyambut dan menghibur kakaknya, ia juga mengajukan permohonan untuk dibelikan kue ulang tahun serta es krim favoritnya. Kakaknya keberatan, sudah harus memikirkan biaya perawatan pengobatan untuk adiknya sekarang harus membelikannya kue ulang tahun dan es krim. Namun ia ingin membuat adiknya tersenyum senang dan itu sudah cukup membuat nya bahagia jadi ia menjanjikan permohonan adiknya. Setelah itu ia kerja keras untuk melunasi biaya pengobatan serta yang diinginkan adiknya dihari ulang tahun nya yang ke delapan tahun. Usahanya tidak sia sia, ia bisa membelikan apa yang adiknya mau dan melunasi biaya pengobatan dengan hati gembira ia membelikan kue yang paling mahal dan berkualitas serta es krim favoritnya.
Kini adiknya sudah boleh pulang ke rumah dan seperti yang Connie janjikan ia memberi kejutan untuk ulang tahun nya dan mengundang teman temannya, adiknya sangat bahagia dan berkata pada Kakaknya. “aku bangga mempunyai kakak yang pekerja keras dan baik hati, kak Rissa sayang kakak.” Kata-kata dari adiknya membuat hatinya membuncah bahagia bagaikan ada kupu-kupu menari di perutnya, namun takdir tak bisa ditebak. Tak lama kemudian, tak sengaja saat bermain dengan teman-temannya, ia terpeleset dan terbentur dengan jalanan, seketika itu adiknya pusing lalu tak sadarkan diri. Semua kaget dan khawatir terutama Connie dan dengan cepat ia membawa ke rumah sakit terdekat, sesampainya disana para suster dan dokter beramai-ramai di kamar adiknya membuat Connie tak tahu keadaan adiknya. Namun tak lama dokter keluar dan bertanya, “apakah benar ini dengan keluarga pasien Clarissa?”. “benar dokter saya kakaknya.” “Jadi begini adik, kami sudah berusaha semaksimal mungkin namun ternyata pendarahan pada otaknya tidak terdeteksi saat dia tertabrak mobil lalu dan karena ia terbentur membuat pendarahan di otaknya semakin parah, menjadi kerusakan di otaknya dan fatal, kemungkinan hidup nya hanya 5℅.” Connie shock mendengarnya, ia tak bisa menerima kenyataan setelah ditinggalkan keluarganya, kini adiknya pun ikut, karena ia sangat terpukul ia tak masuk sekolah hingga berbulan bulan bahkan kini para tetangga mulai terang-terangan mengatainya. Connie merasa ia tidak berguna, tidak layak hidup, menjadi kakak saja tidak becus, bahkan belajar saja tidak bisa, lemah dan tolol. Karena banyak nya luka batin yang ia terima membuat hatinya terasa hancur, banyak orang yang mengusiknya, mulai dari tidak becus menjaga adiknya juga hal lainnya. Kesehatan mentalnya makin terganggu, ia sering menjadi orang gila akibat keterpurukan dalam kesedihannya. Connie akhirnya dilarikan ke rumah sakit jiwa dan menetap disana. Disana ia menyerang siapa saja yang menganggunya dan suka mencari obat-obatan untuk membuatnya overdosis, namun usaha ini diketahui oleh pihak rumah sakit jiwa dan mencegah Connie. Connie sudah kehabisan akal dan saat malam ia diam-diam mengambil gunting lalu menancapkannnya ke lehernya. Tak lama kemudian nisan bertuliskan ‘Meninggal Dunia Dalam Damai' bernama Connie Gray terpasang dan tetap tidak ada satupun yang mendoakan dan menjenguknya, hingga ia mati tak ada seorangpun peduli padanya. “Dimana.....? Dimana aku...?” tanya Connie saat ia terbangun di lantai yang seperti berbalut kapas putih dan ketika cahaya terang datang ia melihat sekitar, putih semuanya putih. “Sebenarnya dimana aku berada?” tanya Connie. Tiba tiba ia melihat sesuatu dari kejauhan yang tak asing baginya, dekat dan semakin dekat, akhirnya ia melihat keluarganya mendekat kearahnya. Connie menangis bahagia sudah lama ia merindukan mereka semua. “Istirahatlah dan tidurlah Connie, semua sudah berakhir.....” Kisah Connie yang malang telah berakhir dengan bahagia di surga bersama keluarganya berkumpul dan tak kekurangan suatu apapun.
Oleh: Gabriel Joenna Orlando Di sebuah desa kecil, tinggalah dua bersaudara, Mia dan Adit. Meskipun hidup sederhana dan keuangan keluarga mereka pas-pasan, Adit selalu bercerita pada Mia tentang keinginannya memiliki es krim dan kue ulang tahun. Suatu hari, menjelang ulang tahun Adit, Mia merasa sedih karena tidak mampu memberikan hadiah spesial untuk adiknya. Namun, dengan tekad bulat, Mia mulai bekerja keras dan menabung sebagian uang saku yang ia terima. Ketika hari ulang tahun Adit tiba, Mia dengan senyuman membawa Adit ke warung kue di desa. Adit terkejut dan sangat bahagia melihat kue ulang tahun yang cantik di hadapannya. Meski sederhana, kue itu mewakili usaha besar yang telah Mia lakukan. Setelah itu, mereka berdua pergi ke penjual es krim di sebelahnya. Meskipun miskin, mereka merasakan kekayaan dalam setiap suapan es krim yang lezat. Hari itu, bukan hanya ulang tahun Adit yang dirayakan, tetapi juga kebersamaan yang membuat momen itu begitu istimewa bagi kedua saudara tersebut.
Perjuangan Oleh: Fransisca Fortunata Alister adalah anak pertama dari dua bersaudara. Orangtua mereka meninggalkan mereka saat Alister berumur empat belas tahun dengan adeknya Laskar. Selisih usia mereka adalah tujuh tahun. Mereka hidup dengan bantuan pemerintah. Alister mendapat beasiswa karena kepintarannya. Alister memilih untuk berhenti sekolah untuk mengurus adeknya dengan kondisi yang sangat sulit untuk mereka berdua. Setelah berhenti sekolah dan Alister hanya lulusan SMP, dia mencoba mencari kerja menjadi tukang kebun. Penghasilan tidak terlalu banyak. Suatu hari Alister berjalan-jalan dengan Laskar di taman kota. Hanya mencari hiburan dan menikmati pemandangan secara gratis. Alister bertemu dengan temannya, Alva. Alva selalu mengejek Alister karena dia miskin dan selalu memakai baju yang buluk. Tetapi Alister tetap tegar. Adeknya, Laskar hanya bisa diam. Mereka lanjut berjalan-jalan sampai Laskar berhenti di depan toko kue. Laskar meminta untuk dibelikan kue dan eskrim saat ulang tahunnya. Kue itu tidak murah. Alister tahu itu tetapi ia hanya mengiyakan adiknya. Tidak terasa, dua bulan lagi Laskar berulang tahun. Uang Alister belum terkumpul, baru setengah dari harga kue itu. sedangkan Laskar sudah tidak sabar. Selama dua bulan Alister matimatian mencari uang untuk membelikan adeknya kue dan eskrim. Sebuah perjuangan kakak untuk adeknya. Pada hari ini Alister pulang kerja. Di tengah malam ini sangat beresiko. Alister lembur karena esok adalah hari ulang tahun Laskar dan uang akhirnya sudah terkumpul. Tapi sial sebuah peristiwa terjadi, Alister dirampok dan ia dipukuli habis-habisan. Alister pulang dengan baju yang lusuh dan memar di sekujur tubuh. Tetapi perampok itu tidak berhasil mendapatkan uang Alister karena ia menyembunyikannya dengan sangat sempurna. Laskar sudsh tertidur dan tidak mengetahui Alister pulang. Keesokan harinya. Laskar bangun sangat pagi. Laskar melihat Alister memar-memar dan terluka. Laskar merasa tidak enak kepada kakaknya. Laskar tahu Alister mendapatkan luka pukulan karena mencari uang untuk ulang tahunnya. Laskar membangunkan Alister dan mengobatinya. Alister meminta maaf kepada Laskar karena tidak bisa memberikan kue dan eskrim itu. Laskar mengerti keadaan kakaknya itu. Laskar pikir mungkin ini hari ualng tahunnya yang terbaik karena Laskar dan Alister masih bisa bersama dan masih bisa menguatkan satu sama lain. Uang yang dikumpulkan Alister akhirnya dimanfaatkan untuk kehidupan mereka sehari-hari.