BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan, “Kurikulum pendidikan adalah sekumpulan
rencana dan tindakan yang berkaitan dengan tujuan, substansi, dan bahan pembelajaran serta
teknik yang digunakan sebagai aturan untuk pelaksanaan latihan pembelajaran untuk mencapai
tujuan instruktif tertentu". Dalam rencana pendidikan 2013 yang dikaji ulang, pencapaian
tujuan tersebut dituangkan melalui pencapaian kemampuan dasar yang mengacu pada
kemampuan pusat meliputi, keterampilan mental yang mendalam, kemampuan disposisi sosial,
kemampuan informasi, dan kemampuan.
Pembelajaran bahasa Indonesia bergantung pada program pendidikan 2013 yang
dimodifikasi dengan menggunakan metodologi berbasis genre atau berbasis teks, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (2016:6) menjelaskan, "Peningkatan kemampuan lulusan bahasa
Indonesia ditekankan pada kapasitas untuk menyesuaikan , membaca, melihat, berbicara, dan
mengarang. Kemajuan kapasitas ini dilakukan dengan bantuan teks. Untuk situasi ini, konten
adalah lambang latihan sosial dan memiliki alasan sosial.
Salah satu karya tulis yang dipelajari di SMA kelas XII adalah teks puisi dengan
kompetensi dasar sebagai berikut.
3.6 Menganalisis unsur fisik dan batin puisi terjemahan
4.6 Mengalihwahanakan puisi terjemahan ke dalam bentuk prosa
Kompetensi dasar di atas mengisyaratkan bahwa peserta didik kelas XII harus mampu
menganalisis unsur fisik dan batin puisi terjemahan, dan mengalihwahanakan puisi terjemahan
ke dalam bentuk prosa.
B. Kompetensi Dasar
Modul ini dikhususkan untuk kelas XIII dengan KD 3.6 menganalisis unsur fisik dan batin puisi
terjemahan, dan KD 4.6 mengalihwahanakan puisi terjemahan ke dalam bentuk prosa. Indikator
pencapaian kompetensinya sebagai berikut.
KD 3.6
Indikator pendukung:
1.Memerinci struktur fisik puisi terjemahan (C4)
2. Memerinci struktur batin puisi terjemahan (C4)
Indikator inti:
1.Memperbandingkan struktur fisik dan struktur batin puisi terjemahan (C5)
2. Menyimpulkan struktur fisik dan struktur batin puisi terjemahan (C5)
Indikator pengayaan:
1.Membuat puisi berdasarkan unsur fisik (C6)
2. Menyimpulkan unsur batin dalam puisi terjemahan (C6)
KD 4.6
Indikator pendukung:
1.Membedakan struktur puisi terjemahan dan struktur prosa (P1)
2.Mematuhi struktur puisi terjemahan dan struktur prosa (P1)
Indikator inti:
1.Membuat kembali puisi terjemahan ke dalam bentuk prosa (P2)
2. Menanggapi makna puisi terjemahan (P2)
Inti pengayaan:
1.Melengkapi prosa sesuai dengan struktur dan kaidah kebahasaan (P3)
2.Menunjukkan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam prosa (P3)
C. Tujuan
Tujuan pembelajaran pada modul ini dikhususkan untuk kelas XII dengan KD 3.6
menganalisis unsur fisik dan batin puisi terjemahan, dan KD 4.6 mengalihwahanakan puisi
terjemahan ke dalam bentuk prosa. Berikut perincian tujuan pada modul ini.
1.Melalui kegiatan membaca puisi, siswa diharapkan mampu memerinci struktur fisik puisi
terjemahan
2. Melalui kegiatan membaca puisi, siswa diharapkan mampu memerinci struktur batin puisi
terjemahan
3. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu memperbandingkan struktur fisik dan
struktur batin puisi terjemahan
4.Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Menyimpulkan struktur fisik dan
struktur batin puisi terjemahan
5. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Membuat puisi berdasarkan unsur
fisik
6. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Menyimpulkan unsur batin dalam
puisi terjemahan
7. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Membedakan struktur puisi
terjemahan dan struktur prosa
8. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Mematuhi struktur puisi terjemahan
dan struktur prosa
9. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Membuat kembali puisi terjemahan ke
dalam bentuk prosa
10. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Menanggapi makna puisi terjemahan
11. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Melengkapi prosa sesuai dengan
struktur dan kaidah kebahasaan
12. Melalui kegiatan diskusi, siswa diharapkan mampu Menunjukkan unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik dalam prosa
D. Petunjuk Penggunaan Modul
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan modul ini.
1. Peserta didik akan diberi contoh teks puisi. Contoh dapat diambilkan dari modul ini,
dapat pula dari berbagai sumber lainnya.
2.Secara berkelompok, peserta didik akan memerinci, memperbandingkan struktur fisik
dan struktur batin puisi terjemahan, menyimpulkan, membuat puisi, menyimpulkan
struktur fisik dan struktur batin puisi terjemahan.
3. Secara berkelompok, peserta didik akan membedakan, mematuhi, membuat kembali,
menanggapi makna, melengkapi puisi terjemahan dan prosa, serta menunjukkan unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam prosa.
4. Peserta didik mengerjakan latihan soal.
BAB II
PUISI TERJEMAHAN DAN PROSA
A. Puisi
1. Pengertian Puisi
Puisi merupakan salah satu jenis karya seni yang memiliki penegasan sastra
yang paling mendalam. Kata-kata yang tampaknya mengandung makna yang
mendalam dan penuh dengan gambaran. Membaca puisi merupakan kenikmatan
karya seni karena pembaca dibawa ke dalam penjelasan-penjelasan yang dituangkan
seorang penulis melalui baris- baris puisinya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, disebutkan bahwa puisi adalah ragam tulisan yang bahasanya dibatasi
oleh ketukan, ukuran, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Dari penggambaran di atas, cenderung dirasakan bahwa puisi sebagai sebuah
mahakarya memberikan garis besar kepada penonton, pembaca, dan penikmat
tentang tujuan dan nilai dari bait yang dikomunikasikan oleh penyair. Kemudian dari
beberapa pemaknaan puisi oleh beberapa tokoh tersebut dapat ditarik suatu tema yang
berkelanjutan bahwa garis besar puisi itu sesungguhnya adalah komponen-
komponen seperti perasaan, pikiran kreatif, renungan, pikiran, nada, irama, kesan
panca indera, susunan kata, kata-kata metafora, ketebalan, dan campuran sentimen
yang dicurahkan pencipta (penyair) selama ini.
2. Ciri-ciri puisi
Ciri-ciri puisi antara lain adalah:
Pertama , puisi memiliki komponen formal, khususnya bahasa yang disusun dalam
baris dan bait dan komponen nonformal, khususnya irama. Ada puisi yang tidak fokus pada
komponen bahasa, karena pada puisi tersebut ditentukan oleh irama yang terkandung di
dalamnya.
Kedua, puisi tidak menceritakan sebuah cerita. Berbeda dengan karya sastra yang
berwujud prosa, puisi bukanlah rangkaian peristiwa dan juga tidak memiliki alur. Puisi
adalah monolog, monolog seorang subjek lirik. Sebagai monolog, kekuatan puisi terletak
pada kekuatan ekspresinya. Daya ekspresi puisi tidak tergantung pada jumlah kata yang
digunakan, tetapi pada pemanipulasian dan pemilihan kata yang mampu mengkonkritkan
imaji-imaji yang memenuhi intuisi penyair.
Ketiga, unsur dasar puisi adalah baris dan lirik. Keterikatan sebuah kata dalam puisi
lebih cenderung kepada struktur ritmik sebuah baris daripada struktur sintaksis sebuah
kalimat seperti prosa Oleh sebab itu, unsur dasar puisi bukanlah kalimat, melainkan baris
dan irama yang muncul manakala puisi dibacakan. Walaupun kata-kata terikat pada baris,
namun tidak berarti bahwa kata dalam puisi tidak dapat dikembalikan pada struktur
kalimat. Hanya saja peranan baris lebih menentukan dibandingkan kalimat.
Keempat, bahasa puisi cenderung bermakna konotatif. Hal yang sangat dominan
ditemukan dalam puisi. Hampir tidak ada puisi yang dimanfaatkan konotasi bahasa, karena
itulah alamiah puisi. Ketidaklangsungan ucapan adalah darah daging sebuah puisi.
Kelima, pembaca membaca sebuah puisi sebagai sebuah puisi. Bila membaca
mempersiapkan dirinya secara mental berhadapan dengan teks puisi maka pembaca akan
memperoleh apresiasi tentang sebuah puisi. Artinya, peranan pembaca sangat menentukan
tentang keberadaan sebuah karya sastra.
Puisi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu puisi lama dan puisi baru.
Puisi lama memiliki ciri-ciri:
1. Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
2. disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
3. Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima. Jenisnya sebagai berikut: mantra, pantun, karmina, seloka, gurindam,
syair, talibun.
Puisi baru memiliki ciri-ciri:
1. Bentuknya rapi, simetris.
2. Mempunyai irama akhir yang teratur.
3. Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain.
4. Sebagian besar puisi empat seuntai.
5. Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis).
6. Tiap gatranya terdiri atas dua kata (4 – 5 suku kata).
3. Penerjemahan
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang konsep atau pengertian
penerjemahan maka dapat disimpulkan bahwa penerjemahan tidak serta merta hanya
mencakup proses pengalihan teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dibalik
proses pengalihan tersebut, terdapat beberapa hal yang sepatutnya diperhatikan yaitu
penerjemahan juga meliputi proses pengalihan makna dengan padanan kata yang sealamiah
dan sedekat mungkin ke dalam bahasa sasaran. Kemudian, penerjemahan yang baik juga
harus tetap mempertahankan bentuk teks, misalkan puisi maka harus diterjemahkan ke
dalam bentuk puisi pula.
4. Penerjemahan Puisi
Penerjemahan puisi jauh lebih sukar daripada penerjemahan prosa, drama, atau teks
ilmiah lainnya. Pada penerjemahan prosa, drama, atau teks ilmiah lainnya pengalihan pesan
atau isi adalah hal yang dipentingkan, untuk penerjemahan puisi pengalihan pesan dan
bentuk sama pentingnya. Hal ini berarti masalah penerjemahan puisi jauh lebih banyak
daripada masalah penerjemahan lainnya. Dalam penerjemahan puisi, penerjemah
dihadapkan pada dua tuntutan dilematis, ia harus mempertahankan pesan karya asli dan
pada waktu bersamaan harus mempertahankan bentuk aslinya.
Faktor-faktor Penerjemahan Puisi.
Menurut Suryawinata (2000: 167-168) menyebutkan tiga faktor yang akan ditemui seorang
penerjemah ketika menerjemahkan puisi, yaitu:
a. Kebahasaan
Menyangkut unsur stilistik dan sintaksis; bagaimana penerjemah menemukan padanan
kata, struktur frasa, kalimat dan lain-lain dalam bahasa sasaran.
b. Estetika dan kesasteraan
Penerjemah akan dihadapkan pada masalah bagaimana menuliskan kembali sebuah
puisi dalam bahasa sumber yang indah dan penuh makna menjadi puisi dengan nilai,
makna, gaya yang setara dalam bahasa sasaran.
c. Sosial budaya
Seorang penerjemah diuji kompetensi pemahaman lintas budayanya, meskipun
penerjemah akan dipaksa memindahkan semua ungkapan social budaya ke dalam bahasa
sasaran, meskipun sulit sekali menemukan padanan dalam bahasa sumber, sehingga pesan
dan keindahan yang terdapat dalam puisi asli bisa sampai kepada pembaca sasaran dengan
selamat.
5. Contoh Puisi Terjemahan
Huesca karya John Cornford diterjemahkan oleh Chairil Anwar sebagai berikut:
[To Margot Heinemann] Huesca
Heart of the heartless world, jiwa di dunia yang hilang jiwa
Dear heart, the thought of you jiwa sayang, kenangan padamu
Is the pain at my side, adalah derita di sisiku
The shadow that chills my view. bayangan yang bikin tinjauan
beku
The wind rises in the evening, Reminds angin bangkit ketika senja
that autumn is near. ngingatkan musim gugur akan tiba
I am afraid to lose you, aku cemas bisa kehilangan kau
I am afraid of my fear.
aku cemas pada kecemasanku
On the last mile to Huesca,
The last fence for our pride, sendiri
Think so kindly, dear, that I
Sense you at my side. di batu penghabisan ke Huesca batas
terakhir dari kebanggaan
And if bad luck should lay my strength kita
Into the shallow grave, kenanglah sayang, dengan
Remember all the good you can; mesra
Don't forget my love. kau kubayangkan di sisiku ada
dan jika untung malang
menghamparkan
aku dalam kuburan dangkal
ingatlah sebisamu segala yang
indah
dan cintaku yang kekal
B. Prosa
1. Pengertian Prosa
Prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang tidak terikat oleh rima dan
kemerduan bunyi seperti puisi.
Prosa Lama adalah prosa yang lahir dan hidup dalam masyarakat lama Indonesia,
yakni masyarakat yang masih sederhana dan terikat oleh adat-istiadat karya yang
dihasilkan secara bersifat moral, pendidikan, nasehat, ajaran agama, adat, dan car tulisan
tidak terikat oleh aturan.
Prosa Baru adalah prosa yang mengalami perubahan dan diciptakan pada masa
sekarang, umumnya prosa baru diketahui secara pasti nama pengarang. Menurut isinya,
prosa dibagi menjadi 2:
1. Prosa Fiksi Prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Ceritanya
tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta.
2. Prosa Nonfiksi Karangan yang tidak berdasarkan rekaan atau khayalan tetapi berisi
hal-hal yang bersifat informasi.
2. Ciri-ciri prosa antara lain:
a. Bentuk Bebas Prosa memilik bentuk yang tidak terikat bait, rima, baris. Bentuk
prosa umumnya dalam bentuk rangkaian kalimat-kalimat yang membentuk
paragraf-paragraf seperti dongeng tambo, hikayat, dsb.
b. Bahasa dalam prosa dipengaruhi oleh bahasa lain, baik Melayu maupun bahasa
Barat.
c. Tema Prosa memiliki tema sebagai dasar masalah yang akan dibahas istana sentris
maupun masyarakat sentris.
d. Perkembangan prosa dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat yang statis
maupun dinamis.
e. Pengarang Prosa memilik pengarang, baik yang diketahui ata Prosa memilik
pengarang, baik yang diketahui ataupun tidak.
f. Cara penyajian Prosa dapat disajikan baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
g. Pesan/ amanat Prosa memiliki pesan moral yang akan disampaikan kepada
pembaca atau pendengar.
h. Urutan peristiwa atau kejadian Prosa memiliki alur jalan cerita dalam
menggambarkan suatu kejadian baik itu alur maju, mundur, ataupun campuran.
i. Tokoh cerita Dalam prosa menggunakan tokoh baik Dalam prosa menggunakan
tokoh baik itu tumbuhan, he itu tumbuhan, hewan, maupun manusia yang wan,
maupun manusia yang diceritakan di dalamnya.
j. Latar/ setting Dalam menceritakan suatu kejadian dalam prosa menggunakan latar
baik itu latar waktu, latar tempat, maupun suasana.
Adapun jenis prosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu prosa lama dan prosa baru.
a. Prosa Lama
Prosa lama memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat statis Prosa lama memiliki bentuk sama, pola-pola kalimatnya sama,
banyak kalimat dan ungkapan yang sama, tema ceritanya sama sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang lambat.
b. Diferensiasi sedikit Cerita lama pada umumnya merupakan ikatan unsur-unsur
yang sama karena perhubungan beberapa unsur perhubungan beberapa unsur
kuat sekali.
c. Bersifat tradisional Prosa lama bersifat tradisional, kalimat-kalimat dan
ungkapan yang sama terdapat dalam cerita ynag berlainan, bahkan di dalam
satu cerita juga sering diulang.
d. Terbentuk oleh masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat Prosa lama
merupakan milik bersama yaitu menggambarkan tradisi masyarakat yang lebih
menonjolkan kekolektifan. Hasil sastra dalam kesusastraan lama tidak
diketahui siapa pengarangnya. Apabila dicantumkan suatu nama, itu hanya
nama penyadur dan bukan nama pengarang penyadur dan bukan nama
pengarang yang sebenarnya. yang sebenarnya. Sebab cerita lama itu Sebab
cerita lama itu hidup di tengah-tengah masyarakat yang diceritakan secara
turun-temurun.
e. Tidak mengindahkan sejarah atau perhitungan tahun Sejarah menurut
pengertian lama adalah karangan tentang asal-usul raja dan kaum bangsawan,
kejadian-kejadian yang penting, tanpa memperhatikan perurutan waktu dan
kejadian-kejadiannya sehingga alur cerita sulit dipahami. Nama-nama tempat
terjadinya peristiwa juga tidak jelas.
f. Bahasa menunjukkan bentuk-bentuk yang tradisional Bahasa bersifat klise,
bahasa dipengaruhi oleh kesusastraan Budha dan Hindu yang sulit untuk
dipahami dan dipengaruhi bahasa melayu. Banyak memakai
kata penghubung penghubung yang menyatakan menyatakan urutan
peristiwa, peristiwa, misalnya: misalnya: harta, syahdan, syahdan, maka,
arkian, sebermula, dan lalu. Banyak memakai bentuk yang sehingga
terdapat banyak banyak pengulangan pengulangan kata, misalnya: misalnya:
kata sahibul sahibul hikayat, hikayat, ada sebuah negeri di tanah Andalas
Palembang namanya, Demang Lebar Daun nama rajanya, salnya daripada anak
cucu raja Sulun, Muara Tatang nama sungainya. Banyak
memakai bentuk bentuk partikel partikel pun dan lah. Banyak memakai
memakai kalimat kalimat inverse, inverse, misalnya: misalnya: syahdan
syahdan maka bertemulah rakyat Siam dengan rakyat Keling, lalu berperang.
Lalu diceritakan segala kelakuan tuan putri dengan nahkoda itu.
g. Istana sentris Ceritanya mengenai raja-raja dengan istananya,
pemerintahannya, orang bawahannya, dan bawahannya, dan lain-lain. lain-
lain. Tidak pernah menceritakan menceritakan orang pada umumnya, bila
umumnya, bila ada yang diceritakan adalah orang yang luar biasa, misalnya
orang yang sangat dungu atau yang sangat cerdik dan orang yang selalu
malang.
h. Bersifat lisan Sastra lama bersifat lisan, disampaikan dari generasi ke generasi
secara lisan, dari mulut ke mulut meskipun ada yang disampaikan dalam
bentuk tulisan.
i. Sifatnya fantasi atau khayal Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo, atau
dongeng. Pembaca dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
j. Tokoh yang digunakan adalah manusia
k. Amanat/ isi/ pesan.
b. Prosa Baru
Prosa baru memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat dinamis Prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah sesuai
dengan perkembangan perkembangan masyarakat masyarakat yang cepat.
Unsur-unsur Unsur-unsur yang membentuk membentuk prosa mengalami
perkembangan dari masa ke masa.
b. Masyarakat sentris Pokok cerita yang terdapat dalam prosa baru mengambil
bahan atau kejadian dari kehidupan masyarakat sehari-hari yaitu hal biasa
terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
c. Bersifat rasional Bentuk roman, cerpen, novel, kisah, drama, yang berjejak di
dunia yang nyata berdasarkan kebenaran dan kenyataan.
d. Bahasa tidak bersifat klise dan dipengaruhi oleh kesusastraan Barat.
e. Diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas Pembuat prosa
baru dinyatakan secara jelas dalam sehingga prosa bukan milik bersama
masyarakat namun perorangan.
f. Tertulis Prosa baru bersifat tertulis Prosa baru bersifat tertulis yang
disampaikan dalam yang disampaikan dalam bentuk tulisan. bentuk tulisan.
g. Bersifat modern/ tidak tradisional
Unsur-unsur dalam prosa mengenai hal-hal yang sering terjadi pada masa
sekarang.
h. Memperhatikan urutan peristiwa Dalam menggambarkan suatu keadaan
disesuaikan dengan urutan kejadian sehingga alur yang digunakan dapat mudah
dipahami.
i. Tokoh yang digunakan umumnya manusia
3. Bentuk-Bentuk Prosa
a. Prosa Lama
1) Hikayat berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi,
peri, pangeran, putri kerajaan, raja-raja yang memiliki kekuatan gaib.
2) Sejarah (tambo) adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya
diambil dari suatu peristiwa sejarah yang dibuktikan dengan fakta, selain
sejarah ada juga silsilah raja-raja.
3) Kisah adalah cerita tentang perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu
tempat ke tempat lainnya.
4) Dongeng adalah cerita yang menonjolkan binatang sebagai peran utama.
Cerita bersifat khayalan. Dongeng juga bersifat khayalan. Dongeng juga
terdiri dari banya a terdiri dari banyak ragam yaitu: (a). Fabel, (b). Mite, (c).
Legenda, (d). Sage, (e). Parabel, (f). Dongeng jenaka, (g). Cerita berbingkai.
b. Prosa Baru
1) Cerpen adalah cerita rekaan yang pendek dalam arti hanya berisi pengisahan
dengan fokus pada suatu konflik saja dengan tokoh-tokoh yang terbatas tetapi
tidak berkembang atau tidak mengakibatkan perubahan nasib pelaku
utama.Alur cerita sederhana hanya memaparkan penyelesaian konflik yang
diungkapkan.
2) Novel dari bahasa Italia, novella yang berarti barang baru yang kecil,
kemudian kata tersebut menjadi istilah sebuah karya sastra dalam bentuk
prosa. Novel lebih panjang isinya daripada cerpen. Konflik yang
dikisahkannya lebih luas. Para tokoh dan watak pun lebih berkembang sampai
mengalami perubahan nasib. Menggambarkan latar lebih detail. Dengan
perjalanan waktu terjadi perubahan-perubahan hingg perubahan-perubahan
hingga konflik terselesaikan.
3) Dongeng adalah cerita rekaan yang sama dengan novel atau cerpen. Dongeng
adalah cerita yang dikisahkan tentang hal-hal yang tidak masuk akal atau tak
mungkin terjadi.
4) Resensi/ timbangan buku adalah pembicaraan/ pertimbangan/ ulasan suatu
karya (buku, film, drama, dll.) atau membahas dan memberikan penilaian
terhadap buku yang baru terbit. Isi resensi bersifat memaparkan agar pembaca
mengetahui karya tersebut dari berbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan,
dialog, dll. Sering juga disertai penilaian dan saran tentang perlu tidaknya
karya tersebut dibaca atau dinikmati.
5) Esai adalah ulasan/ kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan
pandangan pandangan pribadi pribadi penulisnya. penulisnya. Isinya bisa
berupa hikmah hidup, tanggapan, tanggapan, renungan, ataupun komentar
tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll.
Esai bersifat subjektif atau sangat pribadi.
6) Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati,
mengungkap adat/ aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/
menyeluruh, alur bercabang-cabang.
C. Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Unsur pembangun pusi dibedakan menjadi 2, yaitu: unsur fisik (diksi, pengimajian, kata
konret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tipografi), dan unsur batin (tema, nada,
perasaan, suasana, dan amanat).
a. Unsur fisik
Menurut Waluyo (2000:71) mengungkapkan bahwa struktur fisik terdiri atas diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi, dan tipografi.
1) Diksi
Menurut Mihardja (2012:22) diksi merupakan pilihan kata yang sesuai dengan situasi
dan nilai rasa untuk menyampaikan gagasan secara tepat, sehingga gagasan
tersampaikan oleh pembaca. Puisi merupakan rangkaian bunyi yang merdu kaya akan
makna yang dapat menimbulkan nilai estetis (keindahan) yang disesuaikan secara
cermat nuansa makna gagasan yang ingin disampaikan.
Senada dengan pendapat Mihardja, Kosasih (2012:97) menyatakan diksi adalah
pemilihan kata yang memiliki kedudukan sangat penting dalam puisi, pemilihan kata
merupakan hasil pertimbangan baik makna, susunan bunyi, maupun hubungan kata satu
dengan kata lain dalam baris dan bait. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan bunyi
puisi harus indah serta memiliki keharmonisan.
Berbeda dengan pendapat Kosasih, Kurniawan dan Sutardi (2012:27) menyatakan
diksi adalah media pengungkapan pengalaman estetis berupa kata yang digunakan untuk
mengungkapkan perasaan, kekuatan puisi yang terletak pada pemilihan kata, bahasa
dalam puisi yang padat dan menimbulkan makna. Kata dalam puisi adalah unsur bahasa
yang sangat penting, sebab pilihan kata yang tepat dapat dimanfaatkan untuk
menggambarkan rasa, angan, dan pikiran. Oleh karena itu, setiap penulis harus
menguasai cara-cara memilih kata yang akan digunakannya. Pemilihan kata untuk
menuangkan konsep-konsep dalam menulis harus diperhatikan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata
yang digunakan penyair untuk menyampaikan ide atau gagasan yang akan dituang
dalam puisi. Diksi atau pilihan kata mempunyai peran yang sangat penting untuk
mencapai keefektifan dalam penulisan puisi.
2) Pengimajian
Menurut Suminto dan Irawati (2009:54) citraan adalah salah satu alat kepuitisan untuk
mencapai sifat-sifat konkret, khusus, mengharuskan, dan menyarankan. Citraan juga
merupakan gambaran pemikiran dan bahasa puisi, ada berbagai macam jenis citra atau
imaji adalah citra penglihatan, memberi rangsangan kepada indra penglihatan penyair
sehingga dijumpai hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah- olah terlihat, citra
pendengaran tersebut dihasilkan dengan menyebut atau menguraikan bunyi suara, citra
perabaan (thermal imagery), citra penciuman atau pengecap, citra gerak
menggambarkan sesuatu yang sebenarnya tidak bergerak menjadi bergerak. Berbeda
dengan Suminto dan Irawati, menurut pendapat Nurgiyantoro (2010:304) pencitraan
adalah pengungkapan kata-kata dengan bahasa tertentu yang ditampilkan dalam karya
sastra. Pengungkapan tersebut dapat membangkitkan tanggapan panca indera untuk
merasakan, terangsang dan seolaholah ikut melihat dan mendengar apa yang
disampaikan penyair, citraan merupakan gaya penuturan yang banyak dimanfaatkan
dalam penulisan karya sastra dengan melibatkan imajinasi pembaca.
Sesuai dengan pernyataan Nurgiantoro, menurut Mihardja (2012:24) citraan adalah
gambaran angan yang muncul di benak pembaca puisi. Wujud gambaran dalam angan
adalah “sesuatu” yang dapat dilihat, dicium, diraba dan didengar (panca indera). Citraan
yang berwujud gambaran dapat merangsang imajinasi dan menggugah pikiran di balik
sentuhan indera, citraan merupakan reproduksi mental dalam wujud pengalaman masa
lampau atau kenangan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengimajian adalah suatu gambaran pengalaman indera secara nyata dituangkan lewat
kata. Dengan adanya gambaran tersebut kita seolah- olah dapat melihat dan mendengar
sesuatu yang nyata.
3) Kata Konkret
Menurut Berdianti (2008:21) kata konkret merupakan kata yang berhubungan
dengan kiasan atau lambang yang sama halnya dengan imaji yang ditangkap dengan
panca indera. Contoh puisi karya Sanusi Pane berjudul “betapa kami tidak suka”, kata
konkrit kembang dan muka berarti kembang yang melambangkan penerangan, sinar atau
cahaya yang memancarkan dari kecantikan seorang gadis.
Berbeda dengan pendapat Berdianti, menurut Jabrohim (2009:41) menyatakan
bahwa kata konkret adalah kata yang digunakan agar pembaca mengerti keadaan dan
suasana batin penyair dengan maksud untuk membangkitkan imajinasi pembaca. Kata-
kata yang digunakan penyair haruslah dapat mengarah kepada arti yang menyeluruh.
Maksudnya bahwa kata-kata ini dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh, dengan
kata lain diperkonkret pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau
keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Imajinasi pembaca merupakan akibat dari
pengongkretan kata. Pengkonkretan kata erat hubungannya dengan pengimajian,
pelambangan, dan pengisian. Setiap penyair berusaha mengkonkretkan hal yang ingin
dikemukakan agar pembaca membayangkan dengan sesuatu yang dimaksudkan. Senada
dengan Jabrohim, Kosasih (2012:103) mengungkapkan kata konkret adalah kata-kata
yang harus diperjelas oleh penyair sehingga pembaca seolah-oleh merasakan, melihat,
mendengar apa yang dilukiskan penyair dalam puisi tersebut, pembaca dapat
membayangkan dengan jelas keadaan yang dilukiskan oleh penyair dalam sebuah
ragkaian puisi. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata
konkret adalah kata-kata yang menyarankan pada arti yang menyeluruh dan lebih
mudah dipahami maknanya sehingga dapat membangkitkan imajinasi pembaca, selain
itu agar pembaca mengerti pula keadaan dan suasana batin penyair.
4) Bahasa Figuratif (Bahasa Kias)
Menurut Altenbernd (dalam Badrun 1989:26) bahasa kiasan mempunyai sifat umum
yaitu mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang
lain. Bahasa kiasan sebagai salah satu alat kepuitisan berfungsi agar sesuatu yang
digambarkan dalam puisi menjadi jelas, hidup, intensif, dan menarik. Berbeda dengan
Altenbernd (dalam Badrun 1989:26), menurut Pradopo (2010:62) bahasa figuratif atau
bahasa kiasan dibagi menjadi tujuh macam yaitu: simile, metafora, epik-simile,
personifikasi, metonimi, sinekdoke, dan allegori. Simile adalah jenis bahasa figuratif
yang menyamakan satu hal dengan hal yang lain yang sesungguhnya tidak sama,
seperti: sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan lain-lain. Metafora adalah bahasa figuratif
yang membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lain yang pada dasarnya tidak
serupa. Epik simile adalah perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang, yaitu
dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingan lebih lanjut dalam kalimat-
kalimat atau frase- frase yang berturut-turut. Personifikasi adalah bentuk bahasa
figuratif yang mempersamakan benda atau hal dengan manusia. Metonimi adalah
pemindahan istilah atau nama suatu hal atau benda ke suatu hal atau benda lainnya yang
mempunyai kaitan rapat. Sinedoks adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu
bagian penting dari suatu benda atau hal untuk benda atau hal itu sendiri. Berbeda
dengan Pradopo, menurut Mihardja (2012:28) majas adalah gaya bahasa dalam bentuk
tulisan maupun lisan dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili
perasaan dan pikiran pengarang. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahasa figuratif adalah bahasa yang menyebabkan sajak menjadi
menarik untuk mengungkapkan makna suatu kata. Bahasa figuratif digunakan untuk
menghasilkan puisi yang lebih menarik dan indah. Bahasa figuratif dapat dipahami
sebagai cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan
imajery dengan mempergunakan gaya bahasa, gaya perbandingan, gaya kiasan, dan
gaya pelambang sehingga makin jelas makna atau lukisan yang hedak dikemukakan
penyair puisi.
5) Verifikasi
Menurut Berdiati (2008:23) verifikasi ada dua macam yaitu, rima dan ritme.
Persamaan bunyi di awal, di tengah atau di akhir puisi disebut rima, rima yang
digunakan pada puisi modern disesuaikan dengan ekspresi penyair bebas dan tidak
beraturan, berbeda dengan puisi lama yang beraturan.
Berdasarkan letak dalam baris dapat dibedakan atas:
(1) Rima awal, bila terdapat pada awal baris Contoh: Aku tenggelam dalam bayang
Aku berbaris di pasir pantai
Aku sepi
(2) Rima tengah, bila terdapat pada tengah baris: Contoh: Ia dengan kepak sayap
kelelawar Hingga gemetar rasa kapak dalam genggaman Seolah perompak menari
bernyanyi
(3) Rima akhir, bila terdapat pada akhir baris: Contoh : Tuhanku Dalam termangu.
Aku masih menyebut namaMu
Sedangkan, ritme merupakan tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lemah bunyi
saat dibacakan.
Berbeda dengan Berdiati, Jabrohim (2009:53) mengatakan bahwa verifikasi meliputi
ritma, rima, dan metrum. Ritma merupakan irama, yakni pergantian turun naik, panjang
pendek, dan keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur dalam pembacaan puisi.
Rima merupakan pengulangan bunyi didalam baris atau lirik puisi pada akhir baris dan
bait puisi, sedangkan metrum merupakan irama yang tetap menurut pola tertentu pada
karya sastra. Sementara, metrum adalah irama dengan pola tertentu karena disebabkan
jumlah suku kata, tekanan, dan alun suara yang tetap.
Rima maupun ritma mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu puisi,
karena kedua hal tersebut berkaitan sekali dengan nada atau suasana puisi.
Dengan bantuan tersebut baik nada maupun suasana suatu puisi dapat tercipta lebih
nyata dan lebih dapat menimbulkan kesan pada benak pembaca. Pada hakikatnya puisi
adalah merupakan salah satu karya seni yang diciptakan untuk didengarkan.
Senada dengan jabrohim, menurut Siswantoro (2010:124) menungkapkan bahwa
verifikasi meliputi ritme (rhythm) dan rima (sajak). Ritme (rhythm) adalah pengulangan
suara yang diberikan tekanan pada setiap kata yang bertujuan mempertautkan kesesuaian
antara tekanan dan makna, pengulangan suara yang mengalir seperti gelombang naik turun
yang menimbulkan pelafalan yang keras, lembut, panjang dengan suara yang ritmis
dikarenakan adanya tekanan. Sementara rima adalah pengulangan bunyi yang sama, yang
diulang pada baris-baris terakhir bertujuan untuk mengikat ide-ide disetiap tatanan sajak,
ikatan ide tersebut bersifat dinamis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa verifikasi dalam sebuah puisi
sangatlah penting yaitu menentukan keberhasilan puisi sebagai sebuah karya sastra seni
keindahan rima dalam sebuah puisi akan terasa setelah puisi itu dibacakan. Bukan hanya
rima, tetapi mentrum dan ritma juga memperngaruhi dalam setiap penulisan puisi.
Adanya pengulangan bunyi akan memberikan tekanan pada makna yang akan
disampaikan pengarang.
6) Tipografi
Menurut Badrun (1989:87) tipografi adalah bentuk visual atau susunan puisi yang
berupa ukiran bentuk, tipografi memiliki peran penting dalam menarik perhatian pembaca
serta membantu pembaca memahami makna atau situasi yang tergambar dalam puisi.
Suharianto (2005:38) mengemukakan bahwa tipografi disebut juga ukiran bentuk ialah
susunan baris atau bait suatu puisi. Termasuk dalam tipografi adalah penggunaan huruf
untuk menuliskan kata-kata suatu puisi.
Dilihat dari manfaatnya, tipografi dapat dibedakan atas dua macam: (1) untuk
keindahan visual, maksudnya hanya sekadar untuk menjadikan puisi tersebut indah
dipandang, dan (2) untuk mengintensifkan rasa atau suasana puisi yang bersangkutan,
sehingga mampu mendukung makna. Tipografi merupakan ukiran betuk yaitu susunan
baris-baris atau bait-bait suatu puisi untuk menjadikan puisi tersebut indah untuk
dipandang. Sesuai dengan pendapat Suharianto, menurut Aminuddin (2010:146) tipografi
merupakan bentuk-bentuk tertentu yang dapat di amati secara visual dalam penulisan puisi.
Tipografi dalam puisi mempunyai peranan yang sangat penting antara lain: 1) untuk
menampilkan aspek visual, 2) menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu, dan 3)
berperan dalam menunjukkan adanya loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan
makna yang ingin dikemukakan penyairnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tipografi adalah cara penulisan
puisi sehingga menampilkan ukiran bentuk yaitu susunan baris-baris atau bait-bait dan
merupakan pembeda yang paling awal untuk membedakan puisi dengan prosa, fiksi, dan
drama.
b) Unsur Batin
Menurut Waluyo (1987:106) struktur batin puisi adalah pengungkapkan makna yang
hendak dikemukakan oleh penyair, dengan perasaan dan jiwanya. Unsur batin meliputi:
tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat atau pesan yang terkandung dalam puisi.
Struktur batin puisi merupakan struktur yang ada dalam puisi.
1) Tema
Menurut Suharianto (2005:38-39) menyatakan bahwa puisi mempunyai tema atau
pokok permasalahan yang digunakan untuk media mengungkapkan pikiran atau perasaan
pengarang. Karya sastra umumnya menggunakan kata-kata kias dan perlambangan yang
sulit untuk diketahui maknanya, perlu kecerdasan dan kejelian pembaca untuk
menafsirkan kiasan atau lambang yang digunakan penyair.
Senada dengan Suharianto, Aminudin (2010:151) menyatakan bahwa tema adalah ide
dasar dari pokok-pokok pikiran dalam suatu karya sastra yang menjadi inti dari
keseluruhan makna yang disampaikan pengarang, sedangkan tema menurut Stanton dan
Kenny (dalam Nurgiyantoro 2010:67) adalah makna yang 33 dikandung oleh sebuah
cerita. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Tema selalu berkaitan dengan
berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah percintaan, rindu, takut, maut, dan
religius. Dalam hal ini tema disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita.
Senada dengan Stanton dan Kenny, menurut Kosasih (2012:105) tema merupakan
landasan utama puisi yang menjadi kerangka pengembang sebuah puisi berupa gagasan
pokok yang dingkapkan penyair. Tema merupakan pokok persoalan yang akan
dikemukakan dalam bentuk puisi atau ide pokok yang dikemukakan oleh penyair yang
menjadi inti keseluruhan makna dalam puisi. Pendapat lain dari Sugiarto (2013:21) tema
disebut juga pokok persoalan yang harus dimiliki untuk memperhatikan keutuhan
makna, pilihan kata dan penempatan kata sangat mendukung puisi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulakan bahwa tema merupakan pokok acuan
sebelum membuat puisi atau ide dasar dari pokok-pokok pikiran dalam suatu karya
sastra yang menjadi inti dari keseluruhan makna yang di sampaikan pengarang.
2) Perasaan
Waluyo (2003:39) berpendapat bahwa puisi mengungkapkan perasaan penyair. Nada
dan perasaan penyair dapat ditangkap jika puisi dibaca keras dalam deklarasi. Membaca
dengan suara keras akan lebih membantu dalam menentukan perasaan penyair. Perasaan
melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut. Perasaan yang menjiwai puisi bias perasaan
gembira, sedih, terharu, tersinggung, patah hati, sombong, cemburu, kesepian, takut, dan
menyesal.
Sejalan dengan pendapat Waluyo, menurut Djojosuroto (2005:27) perasaan adalah
perwakilan emosi yang dimiliki penyair untuk mengungkapkan suatu perasaan gembira,
sedih, terharu, takut, gelisah, rindu, penasaran, benci, cinta, dendam. Penyair
mengerahkan segenap kekuatan bahasa untuk memperkuat ekspresi perasaan yang
bersifat total.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perasaan adalah suasana hati
penyair saat menulis karya sastra (puisi, prosa, dan drama).
3) Nada dan Suasana
Menurut Suharianto (2005:47) mengemukakan bahwa nada dan suasana seperti yang
dirasakan, semata-mata bukan disebabkan oleh makna kata yang dipakai penyairnya,
melainkan juga oleh dukungan pilihan bunyi kata-katanya. Bahkan unsur terakhir itulah
yang terasa amat dominan, baik karena adanya asonansi- asonansi maupun aliterasi-
aliterasi yang sengaja dipasang penyair secara horisontal maupun vertikal.
Berbeda dengan pendapat Suharianto, menurut Jabrohim (2009:66) nada merupakan
sikap penyair kepada pembaca yang tercermin dalam karya sastra, sedangkan suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca karya sastra dari penyair. Nada
mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca. Dari sikap itu terciptalah suasana puisi.
Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang
ditimbulkan sebuah puisi terhadap pembaca. Dalam menulis puisi, penyair mempunyai
sikap tertentu terhadap pembaca, sikap penyair ingin menggurui, menasehati, mengejek,
menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
Nada dan suasana seperti yang dirasakan, semata-mata bukan disebabkan oleh makna
kata yang dipakai penyairnya, melainkan juga oleh dukungan pilihan bunyi kata-katanya.
Bahkan unsur terakhir itulah yang terasa amat dominan, baik karena adanya asonansi-
asonansi maupun aliterasi-aliterasi yang sengaja dipasang penyair secara horisontal
maupun vertikal. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau
akibat psikologis yang ditimbulkan sebuah puisi terhadap pembaca. Dalam menulis puisi,
penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, seperti menggurui, menasehati,
mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
Senada dengan Jabrohim, Siswantoro (2010:143) mengungkapkan bahwa nada adalah
sikap penulis terhadap pokok permasalahan berupa warna emosional dan warna makna
yang merupakan unsur penting dari keseluruhan makna. Nada berupa suasana atau emosi:
sedih, bahagia, serius, hormat, mengkritik, mengejek.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suasana adalah keadaan yang
muncul setelah pembaca membaca karya sastra dan nada adalah sikap penyair kepada
pembaca yang didasarkan dengan penjiwaan emosinal yang memiliki makna.
4) Amanat
Nurgiyantoro (2010:335) menyatakan bahwa ada dua macam bentuk penyampaian,
secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung jika identik dengan pelukisan watak
tokoh yang bersifat uraian atau atau dijelaskan sehingga memudahkan pembaca untuk
menemukan nilai moral cerita. Secara tidak langsung jika tersirat dan koherensif dengan
unsur-unsur cerita yang lain. Amanat adalah pesan moral pengarang kepada pembaca.
Amanat dalam karya sastra akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam
keseluruhan cerita.
Selain itu, menurut Djojosuroto (2011:27) mengungkapkan bahwa amanat merupakan
hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisi, amanat dapat dibandingkan
dengan kesimpulan tentang nilai dan kegunaan puisi tersebut bagi pembaca. Amanat
merupakan apa yang tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada dibalik tema
yang diungkapkan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak secara objektif,
namun subjektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan hal yang
dapat diambil dari sebuah karya atau makna tersirat yang disampaikan penyair dalam
karyanya. Amanat tersebut yang mendorong penyair untuk menciptakan karya sastra.
LATIHAN SOAL
1. Sebutkan dan jelaskan unsur fisik dan batin dalam puisi terjemahan!
2. Sebutkan perbedaan struktur puisi terjemahan dan prosa!
3. Apa saja unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam prosa?
Daftar Pustaka
Mafaazah, Nailul.2016. Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Dengan Teknik Peta Pasang
Kata Melalui Media Gambar Peristiwa Dan Gambar Balon Kata Untuk Peserta Didik
Kelas Viii- C Smp Negeri 11 Magelang. Skripsi.Semarang: Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Semarang.
Setiyadi (1981) ‘Perbedaan Pengaruh Pembelajaran..., Setiyadi, Program Pascasarjana UMP,
2014’, pp. 10–42.
Buku Bahasa Indonesia Kelas XII