Pengelolaan Sampah Sebagai Upaya Perbaikan Status Gizi
Paradigma pembangunan kesehatan menekankan upaya preventif daripada kuratif. Salah satu
upaya pelaksanaan preventif adalah peningkatan kebersihan lingkungan, yaitu dengan pengelolaan
sampah. Salah satu tujuan kegiatan tersebut adalah supaya balita tidak mengalami status gizi
buruk.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk
padat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, sampah yang dikelola terdiri atas:
a. sampah rumah tangga (berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga);
b. sampah sejenis sampah rumah tangga (berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya);
c. sampah spesifik, meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
Karakteristik sampah dalam pengelolaan sampah berbasis 3 dibedakan atas:
a. Sampah Organik
Sampah organik atau sampah basah atau sampah hayati adalah sampah yang mudah
mumbusuk, seperti sampah sisa dapur, daun-daunan, sayur-sayuran, buah-buahan, dan
sebagainya
b. Sampah An-Organik
Sampah anorganik atau sampah kering atau sampah non-hayati adalah sampah yang sukar
atau tidak dapat membusuk, seperti logam, kaleng, plastik, kaca, dan sebagainya. Jenis
sampah an-organik antara lain:
• Styrofoam
• Kertas
• Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Rumah Tangga
Sampah B3 Rumah tangga adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun. Sampah B3 yang sering terdapat di rumah tangga misalnya: Batu Baterai,
Kaleng Pestisida (Obat Serangga), Botol Aerosol, Cairan Pembersih (Karbol), CD/
DVD, Accu, dan Lampu Neon. Jika dibuang ke lingkungan atau dibakar, sampah-
sampah ini dapat mencemari tanah dan membahayakan kesehatan.
Komposisi sampah mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan tingkat ekonomi
dan pendidikan masyarakat. Komposisi sampah di berbagai kota di Indonesia saat ini secara umum
masih didominasi oleh sampah organik /basah (biodegradable) sebanyak 75%. Sampah terbanyak
selanjutnya adalah sampah plastik 13%, sampah kertas 3%, sampah kaca 3%, sampah logam 5%,
sampah kain 0%, dan sampah kayu 1%.
Menurut UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah pada Bab I pasal 1 ayat 3
dijelaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, berkelanjutan yang
terdiri dari kegiatan pengurangan dan penanganan. Pengelolaan sampah dilakukan melalui
pendekatan berbasis 3R dan berbasis masyarakat. 3R adalah upaya yang meliputi kegiatan
mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle).
Pengurangan sampah (reduce) adalah upaya yang lebih menitikberatkan pada pengurangan
pola hidup konsumtif serta senantiasa menggunakan yang tidak sekali pakai sehingga lebih ramah
lingkungan dan dapat mencegah timbulan sampah. Reduce dilakukan untuk mengurangi volume
sampah sebelum dan sesudah diproduksi. Upaya yang dapat dilakukan adalah: memperbanyak
teknik isi ulang air minum dan tinta, mengurangi kemasan, dan menggunakan pembungkus yang
dapat terdegradasi seperti daun dan kertas.
Menggunakan kembali sampah (reuse) adalah upaya memanfaatkan bahan sampah melalui
penggunaan yang berulang agar tidak langsung menjadi sampah, tanpa pengolahan berarti
menggunakan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang sama atau yang lain. Cara ini
bisa dilakukan dengan mengubah sampah menjadi kerajinan tangan sehingga sampah dapat
bernilai ekonomi.
Daur ulang (recycle) adalah setelah sampah harus keluar dari lingkungan rumah perlu
dilakukan pemilahan dan pemanfaatan pengolahan secara setempat menjadi produk baru. Berbagai
sistem daur ulang dapat diaplikasikan, karena komposisi sampah terbesar di kota-kota di Indonesia
sebagian besar adalah sampah organik, maka diperkenalkan sistem pengomposan skala individual,
komunal, kawasan, baik untuk daerah air tanah tinggi (daerah basah) maupun untuk air tanah
rendah.
Dampak langsung sampah pada kesehatan antara lain disebabkan oleh kontak langsung
dengan sampah yang bersifat beracun, korosif, karsinogenik, dan lainnya. Sampah juga
mengandung kuman patogen sehingga bisa menimbulkan penyakit. Sementara dampak tidak
langsung dari sampah bisa akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Efek
tidak langsung lain berupa penyakit bawaan vektor yang berkembangbiak di dalam sampah.
Timbunan sampah beresiko dapat menjadi sarang lalat dan tikus.
Penyakit yang disebabkan oleh sampah sangat luas dan bisa berupa penyakit menular dan
tidak menular. Penyakit tersebut berupa gangguan pernapasan, pencernaan, ataupun penyakit kulit.
Gangguan pernapasan bisa terjadi karena adanya pembusukan sampah oleh mikroorganisme yang
menghasilkan gas hidrogen sulfide dan gas metan yang beracun bagi tubuh. Sedangkan gangguan
pencernaan seperti diare disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit. Selain
itu, sampah juga bisa menyebabkan penyakit kulit karena munculnya jenis jamur mikroorganisme
patogen yang hidup dan berkembang biak di dalam sampah.